Anda di halaman 1dari 23

PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN

HENTI NAFAS DAN HENTI JANTUNG

OLEH
dr. Jessie Andrean

PENDAMPING
dr. Dessy Rahmawati

RSUD KOTA PADANG PANJANG


2013

Portofolio Kasus Kematian


No ID dan Nama Peserta : dr. Jessie Andrean
Nama Wahana

: RSUD Padang Panjang

Topik

: Kasus Kematian

Tanggal (Kasus)

: 14 Desember 2012

Nama Pasien

: Tn. AH

Tanggal Presentasi

: 29 Januari 2013

Nama Pendamping

: dr.Dessy Rahmawati

Tempat Presentasi

: Ruang Konfrens RSUD Padang Panjang

Objektif Presentasi

: - Keilmuan

No RM : 107107

- Diagnostik
- Manajemen
Bahan Bahasan

: Kasus

Cara Membahas

: Presentasi dan diskusi

TINJAUAN PUSTAKA

HENTI JANTUNG
Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehingga tidak dapat
memompakan darah ke seluruh tubuh. Beberapa penyebab yang dapat
memungkinkan terjadinya henti jantung adalah :
Cardiac cause
Acute Myocard Infarction
SA Node paralyze
AV Block
Ventricular Fibrillation
Non-cardiac cause
Excessive Vagal stimulation
Neurologic cause
Toxicity of Digitalis
Drug cause
Toxicity of Beta Blocker
Trauma
Outer environment cause
Pada keadaan ini, jantung tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh
sehingga aliran darah sistemik berhenti. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan
organ karena suplai darah ke seluruh organ tubuh berhenti atau tidak tercapai. Organ
yang paling pertama menerima efek buruk dari keadaan ini adalah Otak. Otak terdiri
atas banyak sel sel saraf dan sangat rentan akan masalah kekurangan suplai
oksigen. Diperkirakan jika sekitar dalam 5 10 menit suplai oksigen darah ke arah
Otak berhenti, maka Otak sudah mengalami kematian atau Brain Death. Henti
Jantung dapat dibagi 2, yaitu menurut keadaan jantung itu sendiri,dan fungsi jantung
Keadaan jantung. Pada keadaan ini, jantung berhenti total, tidak berdenyut, dan
tidak memompakan darah. Keadaan ini sering terjadi pada Acute Myocard

Infarction, dimana terjadinya infark atau kematian akut pada sel sel otot jantung
yang mengakibatkan fungsi jantung turun mendadak dan berhenti. Acute Myocard
Infarction biasanya diakibatkan oleh oklusi akut pembuluh darah koroner
jantung, ataupun beberapa ramus-nya. Ramus yang paling akut dalam
menimbulkan henti jantung mendadak dan kematian mendadak saat terjadi
obstruksi pada pambuluh tersebut adalah Ramus Descendens Anterior Sinistra
atau biasa dikenal sebagai Artery of Sudden Death
Fungsi Jantung. Pada keadaan ini, jantung masih dapat berdenyut, namun
tidak dapat memompakan darah secara optimal, sel sel otot jantung dapat
ditemukan dalam keadaan sehat, konduksi listrik jantung terganggu. Keadaan ini
sering ditemukan pada Ventricular Fibrillation, dimana konduksi listrik jantung
amat sangat tidak beraturan, dan jantung hanya tampak seperti bergetar, bukan
berdenyut. Sehingga, jantung tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
meskipun, secara kasar, keadaan sel sel otot jantung itu sendiri normal.
Manifestasi Klinis
Keadaan keadaan yang mendahului terjadinya Henti Jantung adalah :
Nyeri dada hebat mendadak
Sesak nafas hebat
Bradicardia ataupun Tachicardia menetap yang lama
Penurunan kesadaran progresif cepat ataupun mendadak
Sedangkan keadaan keadaan yang biasanya ditemukan saat terjadinya Henti
Jantung adalah :
Pingsan mendadak
Apnea
Otot otot seluruh tubuh lemas
Diagnosis
Diagnosis Henti Jantung adalah dengan menilai langsung kondisi pasien saat
terjadi serangan, ataupun pada rekaman EKG pada pasien yang dirawat inap
Tatalaksana
Tindakan pertama yang harus dilakukan saat menemukan kasus Henti Jantung,
adalah resusitasi Jantung Paru untuk mengembalikan fungsi jantung. Lakukan cepat
dalam batas waktu paling lama 10 menit, sambil menunggu datangnya pertolongan
medis lebih lanjut. Jika berhasil, stabilkan vital sign,lalu lakukan observasi pada

pasien untuk menemukan sebab Henti Jantungnya, dan tegakkan diagnosis bila ada
penyakit penyerta, namun dengan tetap menkonservasi keadaan umum pasien. Perlu
diingat bahwa keadaan Henti Jantung bukan merupakan diagnosis pasti dari
Kematian. Kematian lebih didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seluruh
organ, utamanya Otak, telah mengalami kehilangan fungsinya secara total dan
irreversible

RESUSITASI KARDIO PULMONAL


Definisi
Resusitasi kardiopulmonal adalah suatu tindakan darurat sebagai usaha untuk
mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (kematian klinis) ke
fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan
terhentinya denyut jantung dan napas. Sedangkan pada kematian biologis terjadi
kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi yang terjadi kurang lebih 4 menit
setelah kematian klinis.
Henti jantung adalah suatu keadaan penghentian mendadak fungsi pompa
jantung, yang ditandai dengan menghilangnya tekanan darah arteri. Sedangkan henti
napas adalah keadaan tidak terjadinya inhalasi dan ekshalasi pernapasan.
Infant adalah manusia yang berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan anak adalah
manusia yang berusia lebih dari 1 tahun sampai mencapai masa pubersitas. Namun
berdasarkan International Consensus Conference on Cardiovascular Care Sciece with
Treament Recommendations tahun 2005, kategori anak lebih diutamakan untuk usia
1-8 tahun. Dewasa didefenisikan sebagai manusia yang telah melewati fase pubertas.
Dalam penatalaksanaan resusitasi kardiopulmonal, dewasa merupakan manusia yang
berusia lebih dari 8 tahun.
Indikasi dan Kontraindikasi RKP
Indikasi RKP adalah semua pasien henti napas dan henti jantung yang tidak
diharapkan kematiannya. Dalam artian pasien yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
Contoh pasien yang diindikasikan dilakukan RKP adalah korban tersengat listrik,
tenggelam, keracunan, kecelakaan, percobaan bunuh diri, shock anafilaktik, dan
operasi.
Kontraindikasi RKP adalah pasien berada pada stadium terminal suatu penyakit.
Contohnya adalah pasien dengan penyakit DM yang telah berkomplikasi dan
keganasan.
Teknik Penatalaksanaan Resusitasi Kardiopulmonal

Keadaan henti napas dan henti jantung dapat terjadi baik tersendiri maupun
bersamaan. Pasien yang membutuhkan RKP dapat ditemukan dalam dua keadaan;
henti napas namun denyut nadi masih ada, serta dalam keadaan henti napas dan henti
jantung. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan apakah breathing support
atau circulation support yang akan didahulukan.
Prinsip penatalaksanaan resusitasi kardiopulmonal adalah melakukan semua
upaya untuk mempertahankan aliran darah mencapai organ vital hingga tercapainya
sirkulasi spontan.
Ketika menemukan pasien yang tidak sadarkan diri dan dicurigai mengalami
napas dan henti jantung, maka yang pertama dilakukan adalah memanggil
pertolongan jika penolong sendirian. Setelah itu periksa kesadaran pasien dengan
cara memanggil maupun memberikan rangsangan nyeri. Jika pasien tidak merespon
rangsangan yang diberikan, periksa keadaan napas dan sirkulasi pasien.
RKP pada dasarnya terbagi dalam tiga tahap dan pada setiap tahapan dilakukan
tindakan-tindakan pokok, yaitu:
1. Bantuan hidup dasar (basic life support)
a. Circulation support
b. Airway control dan cervical spine control
c. Breathing support
2. Pertolongan lanjut (advanced life support)
a. Drugs
b. EKG
c. Fibrilation treatment
3. Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)
a. Gauging
b. Hypothermia control
c. Intesive care
1. Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar merupakan tindakan darurat untuk mempertahankan perfusi
dan oksigenasi ke organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan.

a. Circulation support
Berdasarkan algoritme American Heart Association terbaru tahun 2010,
Circulation support merupakan tindakan resusitasi jantung utama yang
dilakukan dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat
jantung. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara pijat jantung luar (PJL)
dan pijat jantung dalam.

Teknik melakukan pijat jantung luar:


1) pada pasien dewasa
Penolong berada disisi pasien. Tentukan lokasi kompresi dada yaitu
pada pertengahan bawah sternum penderita.
Letakan tangan yang lain diatas tangan tersebut, kemudian beri tekanan
dengan kekuatan badan.
Beri tekanan ke bawah minimal sedalam 5 cm.
Pijat jantung luar dikombinasikan dengan breathing support dengan
perbandingan 30:2 bagi tenaga kesehatan yang berpengalaman, atau
kompresi dada saja sebanyak-banyaknya bagi orang awam.
Pijat jantung luar dilakukan dengan perkiraan minimal 100 kali
permenit.

Gambar 1.Teknik pijat jantung luar pada dewasa.


2) Pada pasien anak, teknik pijat jantung luar sama dengan pada dewasa.
Kombinasi antara PJL dengan breathing support adalah 15:2. Namun jika
hanya ada satu penolong dan dikhawatirkan penolong tidak adekuat dalam
memberikan pertolongan, maka dapat dilakukan kombinasi 30:2.
Terdapatnya perbedaan kombinasi PJL dengan breathing support antara
dewasa dan anak karena tubuh pasien dewasa lebih besar dibandingkan
tubuh anak, sehingga dibutuhkan aliran darah yang lebih banyak untuk
mencapai organ vital dibandingkan pada anak. Dengan dilakukannya PJL

yang lebih banyak maka diharapkan aliran darah meningkat menuju organ
vital.
3) Pada pasien infant, pijat jantung luar dilakukan dengan menggunakan dua
jari. Letakan kedua jari diatas sepertiga distal sternum. Beri tekanan
sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior rongga thorax pasien.
Kombinasikan PJL dengan breathing support sebanyak 15:2.

Gambar 2. Teknik pijat jantung luar pada infant.


Pada pasien yang diyakini berada pada tahap awal henti napas dan henti
jantung, dapat dilakukan resusitasi dengan cara hanya melakukan pijat jantung
luar saja. Hal ini disebabkan pada fase ini kadar oksigen didalam darah masih
cukup tinggi. Namun kombinasi PJL dengan breathing support lebih baik
daripada hanya dengan melakukan PJL saja.
Resusitasi kardiopulmonal dilakukan sampai:
-

pertolongan medis tingkat lanjut datang


pasien dapat bernapas spontan

penolong kelelahan sehingga tidak mampu melakukan resusitasi lagi.

Pasien tidak menunjukan respon setelah dilakukan resusitasi selama 30


menit

b. Airway Control dan Cervical spine control


Pada tahap ini dilakukan pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan
napas tetap terbuka dan bersih. Lakukan penilaian apakah jalan napas pasien
terbuka atau mengalami obstruksi. Kegagalan pasien untuk merespon
rangsangan yang diberikan memberi kesan suatu gangguan tingkat kesadaran

atau jalan napas/ventilasi yang mengalami gangguan sehingga otak mengalami


hipoksia. Pada pasien trauma terutama yang dicurigai mengalami fraktur
cervical, penting untuk menjaga vertebre cervical tetap terfiksasi.
Berdasarkan algoritme American Heart Association terbaru tahun 2010,
prosedur Look, Listen, and Feel dihapuskan dari algoritme penilaian jalan
nafas.
Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan cara:
1) Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan satu
tangan.
2) Chin lift : jemari satu tangan diletakan dibawah rahang, kemudian secara
hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
yang sama menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat juga
diletakan dibelakang gigi seri bawah dan secara bersamaan dagu diangkat.
Pada saat melakukan manuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher.

Gambar 3. A. Obstruksi jalan napas disebabkan karena jatuhnya lidah dan


epiglottis. B. Manuver Head tilt-chin lift.
3) Jaw trust : manuver mendorong rahang dilakukan dengan cara memegang
angulus mandibulae kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke
depan.

Gambar 4. Teknik Jaw trust.


4) Pemasangan oropharyngeal airway (OPA). OPA digunakan pada pasien
yang mengalami obstruksi jalan napas karena lidah yang jatuh ke
orofaring. OPA hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar. Cara
pemasangan OPA:

bersihkan mulut dan faring dari sekret, darah, atau muntahan


pilih ukuran OPA yang tepat dengan cara meletakan OPA disisi wajah
pasien. Ukuran yang tepat didapatkan jika ujung OPA berada di sudut
mandibula
masukan OPA dengan cara terbalik dimana sisi yang cekung
menghadap ke arah kranial, kemudian putar 180.

Gambar 5.Teknik pemasangan OPA.


5) Pemasangan nasopharyngeal airway (NPA). NPA adalah pipa plastik lunak
yang tidak memiliki cuff. NPA digunakan untuk mempertahankan jalan
napas yang telah dibuka dengan teknik-teknik sebelumnya. Keuntungan
pemasangan NPA adalah NPA lebih kecilnya resiko terjadinya muntah pada
pasien. Cara pemasangan NPA:
pilih ukuran NPA dengan cara membandingkan diameter lubang hidung
dengan diameter NPA. Selain itu juga diukur panjang NPA, yaitu
dengan cara meletakan NPA disisi wajah pasien. Panjang NPA yang
cocok dengan pasien adalah NPA yang panjangnya sama dengan jarak
dari puncak dorsum nasi sampai lubang telinga.
beri pelumas pada NPA
masukan NPA dengan ujung yang runcing berada di bawah. Masukan
NPA menyusuri dasar nasofaring. Jika menemukan tahanan selama
pemasangan, putar NPA supaya dapat mempermudah melalui rongga
hidung dan nasofaring.

Gambar 6. Teknik pemasangan NPA.


6) Advanced airway intervention dilakukan jika terdapat:

ketidakmampuan
sebelumnya

mempertahankan

jalan

napas

dengan

teknik

kebutuhan melindungi jalan napas bagian bawah dari aspirasi darah


atau vomitus.
Cedera inhalasi
Advanced airway intervention meliputi pemasangan combitube dan LMA
(laryngeal mask airway) .
7) Cricothyroidotomy adalah suatu prosedur emergensi dimana dilakukan
pembuatan saluran pada ligamen krikotiroideum sehingga udara bisa
masuk kedalam paru-paru. Krikotiroidotomi dilakukan jika terdapat
obstruksi jalan napas dan tidak dapat dibebaskan dengan cara mengorek
maupun suction. Ligamen krikotiroideum berada diantara kartilago tiroid
dan kartilago krikoid. Krikotiroidotomi dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
Needle cricothyroidotomy
Pada needle crycothyroidotomy digunakan syringe dengan needle untuk
membuat saluran pada ligamen krikotiroideum. Setelah needle
mencapai trakea, sambungkan needle dengan sebuah kateter dan fiksasi
ke luka
Surgical cricothyroidotomy
Pada surgical cricothyroidotomy, pembuatan saluran pada ligamen
krikotirodeum dilakukan dengan menggunakan pisau bedah. Setelah
saluran dibuat, dipasang kateter untuk memfiksasi lubang tersebut.
Pada kasus trauma dimana pasien dicurigai mengalami fraktur servikal,
leher pasien harus dijaga agar tetap terfiksasi selama melakukan
pembebasan jalan napas. Kecurigaan akan fraktur servikal dapat dilihat
dengan adanya jejas disekitar leher. Jika penolong tidak yakin apakah
pasien mengalami fraktur servikal, maka lakukan tindakan sebagaimana
pasien mengalami fraktur servikal sampai dibuktikan sebaliknya. Fiksasi
leher dapat dilakukan dengan memakaikan cervical collar, bantal pasir,
maupun sepatu yang dipasang pada kedua sisi kepala pasien.
c. Breathing support
Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan
inflasi udara tekanan postif . Breathing support dapat dilakukan dengan cara

mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dengan menggunakan alat seperti bag
valve mask.
1) Pada pasien dewasa dilakukan breathing support inisial sebanyak 2 kali.
Setiap breathing support dilakukan minimal selama 1 detik. Lihat apakah
pasien merespon dengan dapat bernapas spontan. Terlihatnya gerakan
dada menunjukan jalan napas paten. Jika pasien tidak merespon, maka
periksa sirkulasi dengan meraba denyut arteri karotis atau arteri femoralis.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu 5 sampai 10 detik. Jika sirkulasi ada,
maka terus lakukan pemberian bantuan pernapasan sampai pernapasannya
kembali normal. Setelah itu posisikan pasien dalam posisi mantap. Namun
jika sirkulasi tidak teraba, maka lakukan circulation support.
Posisi mantap merupakan posisi yang dapat membuat pasien senyaman
mungkin. Cara memposisikan pasien ke posisi mantap:
Pasien dalam keadaan tertelentang. Penolong berada disisi pasien.
Posisikan tangan pasien yang terdekat dengan penolong menjauhi
pasien.
Letakan tangan pasien yang lain ke leher kontralateral dan fleksikan
kaki pada sisi tubuh yang sama
Satu tangan penolong menahan leher pasien sedangkan tangan yang
lainnya menarik kaki yang fleksi.
Tarik badan pasien yang ke arah penolong.

Gambar 7. Posisi Mantap


2) Pada anak lakukan breathing support initial sebanyak 5 kali. Breathing
support dilakukan selama 1-1,5 detik. Nilai apakah terdapat respon berupa

kembalinya pernapasan spontan pasien. Circulation support dilakukan


jika;
tidak teraba denyut nadi
denyut nadi lemah dan kurang dari 60 kali permenit.
3) Pada infant, penatalaksanaan breathing support sama dengan anak.
2. Pertolongan lanjutan (Advanced life support)

a. Drugs.
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mempertahankan aliran darah ke
organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan yang adekuat. Obat-obat yang
dapat diberikan :
1) Ephinephrine
Indikasi : henti jantung oleh karena semua penyebab
Dosis
: 0,2-0,3 mg, ulangi setiap 3-5 menit
Efek
: inotropik positif, konotropik positif, dan vasokonstriksi perifer
2) Amiodarone
Indikasi : fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel
Dosis
: 300 mg dilarutkan dalam 20 ml Dextrose 5%
Efek
: antiaritmia
3) Atropine
Indikasi : asistol, sinus bradikardi pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil
Dosis
: 3 mg IV bolus, ulangi setiap 3-5 menit, maksimal 3 kali
pengulangan.
Efek
: memblok saraf vagus pada SA node dan AV node, dan
meningkatkan konduksi AV node
4) Theophylline (aminophylline)
Indikasi : Asistol dan peri-arrest bradikardi yang tidak respon pada
atropin
Dosis
: 250-500 mg IV
Efek
: merangsang pengeluaran adrenalin dari medula adrenal.
b. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah henti jantung pasien
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau asistol. Hal ini berpengaruh pada
penatalaksaan masing-masingnya yang berbeda. Jika hasil pemeriksaan EKG
menunjukan asistol, maka lanjutkan RKP pada pasien. Namun jika didapatkan
fibrilasi ventrikel, maka lakukan defibrilation treatment.

Gambaran EKG asistol adalah berupa garis lurus tanpa adanya gelombang
listrik. Sedangkan gambaran EKG fibrilasi ventrikel berupa irama yang sangat
kacau. Bentuk dan ukuran gelombang sangat bervariasi, dan tidak terlihat
adanya P, QRS, maupun T.

Gambar 8. Gambaran EKG asistol.

Gambar 9. Gambaran EKG fibrilasi ventrikel.

c. Fibrilation treatment
Fibrilation treatment dilakukan pada pasien henti jantung yang disebabkan
oleh fibrilasi ventrikel (FV). Segera setelah diketahui bahwa pasien
mengalami fibrilasi ventrikel, berikan satu kali DC-shock (defibrilasi) 200
joule untuk gelombang biphasic dan 360 joule untuk monophasic. Setelah itu
lanjutkan RKP sebanyak 5 siklus kemudian periksa kembali EKG pasien. Jika
fibrilasi ventrikel tetap ada, ulangi tahap fibrilation treatment sebelumnya.
Berikan ephineprin 1 mg IV dan ulangi setiap 3-5 menit. Jika fibrilasi
ventrikel tetap ada setelah tiga kali defibrilasi, pertimbangkan pemberian
amiodarone 300 mg IV.

Gambar 10. Defibrilasi.


3. Pertolongan jangka panjang (Prolonged life support)

Pertolongan jangka panjang merupakan tindakan perawatan pasca resusitasi


dimana pasien harus diberi pertolongan sampai keadaan pasien stabil atau
pertolongan dihentikan setelah dipastikan adanya kematian serebral atau adanya
penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan (3) .
a. Gauging
Gauging adalah mengevaluasi dan mengobati penyebab terjadinya henti napas
dan henti jantung pada pasien serta menilai kembali apakah usaha pertolongan
kepada pasien perlu dilanjutkan. Resusitasi dihentikan jika;
setelah resusitasi dilakukan, diketahui bahwa pasien berada dalam stasium
akhir suatu penyakit kronis
irama dan frekuensi denyut jantung tidak menunjukan perbaikan (kurang
dari 60 kali permenit) setelah pemberian atropin
telah terjadi kematian otak, ditentukan melalui pemeriksaan klinis
terhadap fungsi otak dalam waktu minimal 2 jam. Kematian otak
ditunjukan dengan tidak adanya pernapasan spontan, refleks pupil negatif,
pupil tetap berdilatasi selama 15-30 menit, atau dengan melakukan
pemeriksaan EEG.

b. Hypothermia control
Hypothermia adalah keadaan dimana suhu tubuh pasien berada dibawah 35C.
Suhu tubuh pasien harus selalu dikotrol agar tidak terjadi hypothermia. Hal
ini dilakukan dengan menjaga suhu lingkungan pasien agar tetap hangat dan
pemberian selimut serta pakaian yang hangat dan kering pada pasien. Dengan
demikian suhu tubuh pasien dapat dijaga dalam batas normal (36-37C).
c. Intensive care
Intensive care merupakan perawatan jangka panjang berupa usaha
mempertahankan homeostatis ekstrakranial dan homeostatis intrakranial,
antara lain dengan cara mempertahankan fungsi pernapasan, kardiovaskular,
metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi optimal.

Algoritma Resusitasi Kardiopulmonal

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Praktis Anestesi dari EGC, Buku Skill Lab Semester 4 tentang
Resusitasi Jantung Paru
2. Gray, Huon H, dkk.2002.Lecture Notes On Cardiology edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga.Halaman 188-198.
3. European
Resuscitation
Council.2005.Guidelines
for
Resuscitation.
http://www.erc.org . Diunduh pada tanggal 16 September 2008.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ke-4.Halaman 176-180.
5. Dorland.2000.Kamus Kedokteran edisi ke-29.Jakarta:EGC.
6. UK Resuscitation Council. 2005. Resuscitation Guidelines
http://www.resus.org.uk Diunduh pada tanggal 25 Agustus 2008.

2005.

7. American College of Surgeon.2005.Advanced Trauma Life Support.Halaman


32-74.
8. American Heart Association.2006.Advanced Cardiovascular Life Support.
9. http://www.tpub.com/medical . Diunduh pada tanggal 16 September 2008.
10. http://www.merck.com/mmpe/sec06/ch064/ch064c.html Diunduh pada tanggal
16 September 2008.
11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.Halaman 283.

Borang Portofolio Kasus Kematian


No. ID dan Nama Peserta

2011.07.03.20 / dr. Jessie Andrean

No. ID dan Nama Wahana

RSUD Kota Padang Panjang

Topik

Kasus Kematian

Tanggal (kasus)

14 Desember 2012

Nama Pasien

Tn. AH

No. RM

107107

Tanggal Presentasi

29 Jan 2013

Pendamping

Dr. Dessy Rahmawati

Tempat Presentasi

Ruang Konfrens RSUD Kota Padang Panjang

Objektif Presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi
-

Deskripsi
Tujuan
Bahan
Bahasan

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Pasien laki-laki, 44 tahun dirawat di bangsal penyakit dalam, pada pukul 13.50
tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran, apnue, nadi tidak teraba, tekanan

darah tidak terukur


Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan henti nafas dan henti jantung
Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Diskusi

Presentasi dan Diskusi

E-mail

Pos

Cara
Membahas

Nama : Tn. AH
Data Pasien

No. Registrasi : 107107


Alamat : Kotanopan

Nama RS : RSUD Kota Padang Panjang

Telp :

Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Henti nafas dan henti jantung. Pasien dengan penurunan
kesadaran, apnoe, nadi tidak teraba, TD tidak terukur
2. Riwayat Pengobatan : Pasien telah di rawat selama 7 hari sebelumnya di bangsal penyakit
dalam dengan diagnosis observasi dyspneu et causa sirosis hepatis. Selama 7 hari sebelumnya
pasien telah mendapatkan terapi :
O2 3 liter/menit
IVFD RL : Asering 1 : 1 12 jam/kolf
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Lansoprazole 1 x 1 tab
Lasix 1 x 1 amp IV
Spironolakton 1 x 100 mg
Curcuma 2 x 1 tab
Ciprofloxacin 2 x 1 tab
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM, Penyakit
jantung, hati, dan ginjal.
4. Riwayat Keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
5. Riwayat Pekerjaan : Buruh
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : tidak ada yang berhubungan
7. Lain-lain : Daftar Pustaka :
1. Petunjuk Praktis Anestesi dari EGC, Buku Skill Lab Semester 4 tentang Resusitasi
Jantung Paru
2. Gray, Huon H, dkk.2002.Lecture Notes On Cardiology edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga.Halaman 188-198.
3. European Resuscitation Council.2005.Guidelines for Resuscitation. http://www.erc.org .
Diunduh pada tanggal 16 September 2008.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid I edisi ke-4.Halaman 176-180.
5. Dorland.2000.Kamus Kedokteran edisi ke-29.Jakarta:EGC.
6. UK
Resuscitation
Council.
2005.
Resuscitation
http://www.resus.org.uk Diunduh pada tanggal 25 Agustus 2008.

Guidelines

2005.

7. American College of Surgeon.2005.Advanced Trauma Life Support.Halaman 32-74.


8. American Heart Association.2006.Advanced Cardiovascular Life Support.
9. http://www.tpub.com/medical . Diunduh pada tanggal 16 September 2008.
10. http://www.merck.com/mmpe/sec06/ch064/ch064c.html
September 2008.

Diunduh

pada

tanggal

16

11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.Halaman 283.
Hasil Pembelajaran :
1.
2.
3.
4.

Diagnosis henti nafas dan henti jantung


Mengetahui penatalaksanaan henti nafas dan henti jantung
Mengetahui tahap-tahap resusitasi
Mampu menjelasan pada keluarga pasien tentang penyakit dan perjalanan penyakit pasien

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
Pasien telah di rawat selama 7 hari sebelumnya di bangsal penyakit dalam dengan
diagnosis observasi dyspneu et causa sirosis hepatis. Saat ditemukan, pasien suadah
dalam keadaan tidak sadar dan apnue sekitar 2 menit yang lalu.
Kejang sebelum penurunan kesadaran tidak ada.
Tekanan darah terakhir yang diperiksa (08.00 WIB) adalah 110/70
2. Objektif :
a. Vital sign
KU : sakit berat
Kesadaran : E1M1V1 (GCS 3)
Tekanan darah : tidak terukur
Frekuensi nadi : tidak teraba
Frekuensi nafas : nafas spontan tidak ada
Suhu : tidak diukur
Sianosis (-), pucat (-), ikterik (+)
b. Pemeriksaan sistemik

Kulit

: teraba dingin, sianosis(-)

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik,


pupil anisokor 2/4 mm, refleks cahaya +/+ menurun

THT

: airway paten

Leher

: Tidak di nilai

Thoraks
Paru

Inspeksi

: normochest, simetris kiri-kanan dalam keadaan statis, pergerakan dinding


dada (-)

Palpasi

: tidak dinilai

Perkusi

: tidak dinilai

Auskultasi : suara nafas (-)


Jantung:
Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus tidak teraba

Perkusi

: tidak dinilai

Auskultasi

: bunyi jantung (-)

Abdomen

: membuncit, BU tidak terdengar

Ekstremitas

: Akral dingin, refilling kapiler buruk

c. Pemeriksaan Penunjang

EKG : PEA

Kesan : Henti nafas dan henti jantung

3. Assesment (penalaran klinis) :


Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki, 44 tahun dengan diagnosis kerja
: Henti nafas dan henti jantung. Pasien telah di rawat selama 7 hari sebelumnya di bangsal
penyakit dalam dengan diagnosis observasi dyspneu et causa sirosis hepatis. Saat ditemukan,
pasien sudah dalam keadaan tidak sadar dan apnue sekitar 2 menit yang lalu.
Saat pasien apnue, nadi tidak teraba dan didapatkan kesan EKG PEA, kemudian
dilakukan resusitasi kardiopulmonal pada pasien dengan rasio 30:2 sebnyak 5 siklus dan
injeksi epinefrin 1 mg. Setelah 2 menit, pemeriksaan EKG menunjukkan asistole.
Pemeriksaan fisik didapatkan nadi tidak teraba, nafas spontan tidak ada, pupil midriasis
maksimal, refleks cahaya -/-. Pasien dinyatakan meninggal dihadapan perawat dan keluarga.

4. Plan :
Diagnosis : Henti Nafas dan Henti jantung
Pengobatan :
Pada pasien ini dilakukan RKP, dan diberikan obat-obatan untuk menangani kasus
henti nafas dan henti jantung.
Pukul 13.50 WIB : GCS 3, nafas spontan (-), nadi tidak teraba, TD tidak terukur,
pupil anisokhor 2mm/4mm, RC +/+ menurun
EKG : PEA
Penatalaksanaan : Jaga jalan nafas dengan head tilt-chin lift ,RKP 30:2 sebanyak

5 siklus, injeksi epinefrin 1 mg iv.


Pukul 13.52 : nadi tidak teraba, nafas spontan tidak ada,TD tidak terukur, pupil
midriasis maksimal, RC -/EKG : asistole
RKP dihentikan
Pasien dinyatakan meninggal dihadapan perawat dan keluarga.

Pendidikan :
Kepada keluarga sebelumnya telah dijelaskan bahwa kondisi pasien berat, dan mohon
kerjasamanya untuk mengobati pasien. Saat pasien meninggal keluarga bisa menerima
karena sudah diberikan penjelasan sebelumnya.
Konsultasi :
Tidak dilakukan konsultasi saat tatalaksana pasien. Konsultasi kepada spesialis
penyakit dalam diperlukan untuk tatalaksana selanjutnya jika usaha resusitasi berhasil.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bukti Penyerahan Porto-Medik Umum
    Bukti Penyerahan Porto-Medik Umum
    Dokumen1 halaman
    Bukti Penyerahan Porto-Medik Umum
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Porto Urolithiasis
    Porto Urolithiasis
    Dokumen5 halaman
    Porto Urolithiasis
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Perforasi Gaster Alid
    Perforasi Gaster Alid
    Dokumen11 halaman
    Perforasi Gaster Alid
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Skor Boey
    Skor Boey
    Dokumen1 halaman
    Skor Boey
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Porto Kematian DoA
    Porto Kematian DoA
    Dokumen23 halaman
    Porto Kematian DoA
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam Kompleks Genta
    Kejang Demam Kompleks Genta
    Dokumen19 halaman
    Kejang Demam Kompleks Genta
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Gizi Anak
    Presentasi Gizi Anak
    Dokumen36 halaman
    Presentasi Gizi Anak
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Luka
    Perawatan Luka
    Dokumen5 halaman
    Perawatan Luka
    humanisme
    100% (1)
  • Portofolio Hematemesis
    Portofolio Hematemesis
    Dokumen4 halaman
    Portofolio Hematemesis
    dr.Angga Fajri
    Belum ada peringkat
  • Managemen Perawatan Luka
    Managemen Perawatan Luka
    Dokumen25 halaman
    Managemen Perawatan Luka
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • VISUM
    VISUM
    Dokumen8 halaman
    VISUM
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka Perforasi Gaster
    Tinjauan Pustaka Perforasi Gaster
    Dokumen19 halaman
    Tinjauan Pustaka Perforasi Gaster
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Borang Portofolio Bedah
    Borang Portofolio Bedah
    Dokumen7 halaman
    Borang Portofolio Bedah
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Fibroadenoma Mammae
    Fibroadenoma Mammae
    Dokumen16 halaman
    Fibroadenoma Mammae
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Appendisitis Akut
    Appendisitis Akut
    Dokumen18 halaman
    Appendisitis Akut
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • CRS Sirosis Hepatis
    CRS Sirosis Hepatis
    Dokumen23 halaman
    CRS Sirosis Hepatis
    Feby Oktaviani
    Belum ada peringkat
  • Borang Portofolio Bedah
    Borang Portofolio Bedah
    Dokumen7 halaman
    Borang Portofolio Bedah
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Fibroadenoma Mammae
    Fibroadenoma Mammae
    Dokumen16 halaman
    Fibroadenoma Mammae
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Sepsis 2
    Sepsis 2
    Dokumen5 halaman
    Sepsis 2
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Ppok 1
    Ppok 1
    Dokumen16 halaman
    Ppok 1
    Bintang Ubamnata
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen12 halaman
    Sepsis
    Indri
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen21 halaman
    PPOK
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen12 halaman
    Sepsis
    Indri
    Belum ada peringkat
  • ASI Eksklusif
    ASI Eksklusif
    Dokumen4 halaman
    ASI Eksklusif
    Sukma Akhfaris-Ma Arsyad
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen12 halaman
    Sepsis
    Indri
    Belum ada peringkat
  • Porto Appendisitis Genta
    Porto Appendisitis Genta
    Dokumen13 halaman
    Porto Appendisitis Genta
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • KAD
    KAD
    Dokumen22 halaman
    KAD
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Gizi Anak
    Presentasi Gizi Anak
    Dokumen36 halaman
    Presentasi Gizi Anak
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Gizi Lansia
    Gizi Lansia
    Dokumen24 halaman
    Gizi Lansia
    Ryan Farried Ramadhan
    Belum ada peringkat