OLEH
dr. Jessie Andrean
PENDAMPING
dr. Dessy Rahmawati
Topik
: Kasus Kematian
Tanggal (Kasus)
: 14 Desember 2012
Nama Pasien
: Tn. AH
Tanggal Presentasi
: 29 Januari 2013
Nama Pendamping
: dr.Dessy Rahmawati
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
: - Keilmuan
No RM : 107107
- Diagnostik
- Manajemen
Bahan Bahasan
: Kasus
Cara Membahas
TINJAUAN PUSTAKA
HENTI JANTUNG
Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehingga tidak dapat
memompakan darah ke seluruh tubuh. Beberapa penyebab yang dapat
memungkinkan terjadinya henti jantung adalah :
Cardiac cause
Acute Myocard Infarction
SA Node paralyze
AV Block
Ventricular Fibrillation
Non-cardiac cause
Excessive Vagal stimulation
Neurologic cause
Toxicity of Digitalis
Drug cause
Toxicity of Beta Blocker
Trauma
Outer environment cause
Pada keadaan ini, jantung tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh
sehingga aliran darah sistemik berhenti. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan
organ karena suplai darah ke seluruh organ tubuh berhenti atau tidak tercapai. Organ
yang paling pertama menerima efek buruk dari keadaan ini adalah Otak. Otak terdiri
atas banyak sel sel saraf dan sangat rentan akan masalah kekurangan suplai
oksigen. Diperkirakan jika sekitar dalam 5 10 menit suplai oksigen darah ke arah
Otak berhenti, maka Otak sudah mengalami kematian atau Brain Death. Henti
Jantung dapat dibagi 2, yaitu menurut keadaan jantung itu sendiri,dan fungsi jantung
Keadaan jantung. Pada keadaan ini, jantung berhenti total, tidak berdenyut, dan
tidak memompakan darah. Keadaan ini sering terjadi pada Acute Myocard
Infarction, dimana terjadinya infark atau kematian akut pada sel sel otot jantung
yang mengakibatkan fungsi jantung turun mendadak dan berhenti. Acute Myocard
Infarction biasanya diakibatkan oleh oklusi akut pembuluh darah koroner
jantung, ataupun beberapa ramus-nya. Ramus yang paling akut dalam
menimbulkan henti jantung mendadak dan kematian mendadak saat terjadi
obstruksi pada pambuluh tersebut adalah Ramus Descendens Anterior Sinistra
atau biasa dikenal sebagai Artery of Sudden Death
Fungsi Jantung. Pada keadaan ini, jantung masih dapat berdenyut, namun
tidak dapat memompakan darah secara optimal, sel sel otot jantung dapat
ditemukan dalam keadaan sehat, konduksi listrik jantung terganggu. Keadaan ini
sering ditemukan pada Ventricular Fibrillation, dimana konduksi listrik jantung
amat sangat tidak beraturan, dan jantung hanya tampak seperti bergetar, bukan
berdenyut. Sehingga, jantung tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
meskipun, secara kasar, keadaan sel sel otot jantung itu sendiri normal.
Manifestasi Klinis
Keadaan keadaan yang mendahului terjadinya Henti Jantung adalah :
Nyeri dada hebat mendadak
Sesak nafas hebat
Bradicardia ataupun Tachicardia menetap yang lama
Penurunan kesadaran progresif cepat ataupun mendadak
Sedangkan keadaan keadaan yang biasanya ditemukan saat terjadinya Henti
Jantung adalah :
Pingsan mendadak
Apnea
Otot otot seluruh tubuh lemas
Diagnosis
Diagnosis Henti Jantung adalah dengan menilai langsung kondisi pasien saat
terjadi serangan, ataupun pada rekaman EKG pada pasien yang dirawat inap
Tatalaksana
Tindakan pertama yang harus dilakukan saat menemukan kasus Henti Jantung,
adalah resusitasi Jantung Paru untuk mengembalikan fungsi jantung. Lakukan cepat
dalam batas waktu paling lama 10 menit, sambil menunggu datangnya pertolongan
medis lebih lanjut. Jika berhasil, stabilkan vital sign,lalu lakukan observasi pada
pasien untuk menemukan sebab Henti Jantungnya, dan tegakkan diagnosis bila ada
penyakit penyerta, namun dengan tetap menkonservasi keadaan umum pasien. Perlu
diingat bahwa keadaan Henti Jantung bukan merupakan diagnosis pasti dari
Kematian. Kematian lebih didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seluruh
organ, utamanya Otak, telah mengalami kehilangan fungsinya secara total dan
irreversible
Keadaan henti napas dan henti jantung dapat terjadi baik tersendiri maupun
bersamaan. Pasien yang membutuhkan RKP dapat ditemukan dalam dua keadaan;
henti napas namun denyut nadi masih ada, serta dalam keadaan henti napas dan henti
jantung. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan apakah breathing support
atau circulation support yang akan didahulukan.
Prinsip penatalaksanaan resusitasi kardiopulmonal adalah melakukan semua
upaya untuk mempertahankan aliran darah mencapai organ vital hingga tercapainya
sirkulasi spontan.
Ketika menemukan pasien yang tidak sadarkan diri dan dicurigai mengalami
napas dan henti jantung, maka yang pertama dilakukan adalah memanggil
pertolongan jika penolong sendirian. Setelah itu periksa kesadaran pasien dengan
cara memanggil maupun memberikan rangsangan nyeri. Jika pasien tidak merespon
rangsangan yang diberikan, periksa keadaan napas dan sirkulasi pasien.
RKP pada dasarnya terbagi dalam tiga tahap dan pada setiap tahapan dilakukan
tindakan-tindakan pokok, yaitu:
1. Bantuan hidup dasar (basic life support)
a. Circulation support
b. Airway control dan cervical spine control
c. Breathing support
2. Pertolongan lanjut (advanced life support)
a. Drugs
b. EKG
c. Fibrilation treatment
3. Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)
a. Gauging
b. Hypothermia control
c. Intesive care
1. Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar merupakan tindakan darurat untuk mempertahankan perfusi
dan oksigenasi ke organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan.
a. Circulation support
Berdasarkan algoritme American Heart Association terbaru tahun 2010,
Circulation support merupakan tindakan resusitasi jantung utama yang
dilakukan dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat
jantung. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara pijat jantung luar (PJL)
dan pijat jantung dalam.
yang lebih banyak maka diharapkan aliran darah meningkat menuju organ
vital.
3) Pada pasien infant, pijat jantung luar dilakukan dengan menggunakan dua
jari. Letakan kedua jari diatas sepertiga distal sternum. Beri tekanan
sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior rongga thorax pasien.
Kombinasikan PJL dengan breathing support sebanyak 15:2.
ketidakmampuan
sebelumnya
mempertahankan
jalan
napas
dengan
teknik
mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dengan menggunakan alat seperti bag
valve mask.
1) Pada pasien dewasa dilakukan breathing support inisial sebanyak 2 kali.
Setiap breathing support dilakukan minimal selama 1 detik. Lihat apakah
pasien merespon dengan dapat bernapas spontan. Terlihatnya gerakan
dada menunjukan jalan napas paten. Jika pasien tidak merespon, maka
periksa sirkulasi dengan meraba denyut arteri karotis atau arteri femoralis.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu 5 sampai 10 detik. Jika sirkulasi ada,
maka terus lakukan pemberian bantuan pernapasan sampai pernapasannya
kembali normal. Setelah itu posisikan pasien dalam posisi mantap. Namun
jika sirkulasi tidak teraba, maka lakukan circulation support.
Posisi mantap merupakan posisi yang dapat membuat pasien senyaman
mungkin. Cara memposisikan pasien ke posisi mantap:
Pasien dalam keadaan tertelentang. Penolong berada disisi pasien.
Posisikan tangan pasien yang terdekat dengan penolong menjauhi
pasien.
Letakan tangan pasien yang lain ke leher kontralateral dan fleksikan
kaki pada sisi tubuh yang sama
Satu tangan penolong menahan leher pasien sedangkan tangan yang
lainnya menarik kaki yang fleksi.
Tarik badan pasien yang ke arah penolong.
a. Drugs.
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mempertahankan aliran darah ke
organ vital hingga tercapainya sirkulasi spontan yang adekuat. Obat-obat yang
dapat diberikan :
1) Ephinephrine
Indikasi : henti jantung oleh karena semua penyebab
Dosis
: 0,2-0,3 mg, ulangi setiap 3-5 menit
Efek
: inotropik positif, konotropik positif, dan vasokonstriksi perifer
2) Amiodarone
Indikasi : fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel
Dosis
: 300 mg dilarutkan dalam 20 ml Dextrose 5%
Efek
: antiaritmia
3) Atropine
Indikasi : asistol, sinus bradikardi pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil
Dosis
: 3 mg IV bolus, ulangi setiap 3-5 menit, maksimal 3 kali
pengulangan.
Efek
: memblok saraf vagus pada SA node dan AV node, dan
meningkatkan konduksi AV node
4) Theophylline (aminophylline)
Indikasi : Asistol dan peri-arrest bradikardi yang tidak respon pada
atropin
Dosis
: 250-500 mg IV
Efek
: merangsang pengeluaran adrenalin dari medula adrenal.
b. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah henti jantung pasien
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau asistol. Hal ini berpengaruh pada
penatalaksaan masing-masingnya yang berbeda. Jika hasil pemeriksaan EKG
menunjukan asistol, maka lanjutkan RKP pada pasien. Namun jika didapatkan
fibrilasi ventrikel, maka lakukan defibrilation treatment.
Gambaran EKG asistol adalah berupa garis lurus tanpa adanya gelombang
listrik. Sedangkan gambaran EKG fibrilasi ventrikel berupa irama yang sangat
kacau. Bentuk dan ukuran gelombang sangat bervariasi, dan tidak terlihat
adanya P, QRS, maupun T.
c. Fibrilation treatment
Fibrilation treatment dilakukan pada pasien henti jantung yang disebabkan
oleh fibrilasi ventrikel (FV). Segera setelah diketahui bahwa pasien
mengalami fibrilasi ventrikel, berikan satu kali DC-shock (defibrilasi) 200
joule untuk gelombang biphasic dan 360 joule untuk monophasic. Setelah itu
lanjutkan RKP sebanyak 5 siklus kemudian periksa kembali EKG pasien. Jika
fibrilasi ventrikel tetap ada, ulangi tahap fibrilation treatment sebelumnya.
Berikan ephineprin 1 mg IV dan ulangi setiap 3-5 menit. Jika fibrilasi
ventrikel tetap ada setelah tiga kali defibrilasi, pertimbangkan pemberian
amiodarone 300 mg IV.
b. Hypothermia control
Hypothermia adalah keadaan dimana suhu tubuh pasien berada dibawah 35C.
Suhu tubuh pasien harus selalu dikotrol agar tidak terjadi hypothermia. Hal
ini dilakukan dengan menjaga suhu lingkungan pasien agar tetap hangat dan
pemberian selimut serta pakaian yang hangat dan kering pada pasien. Dengan
demikian suhu tubuh pasien dapat dijaga dalam batas normal (36-37C).
c. Intensive care
Intensive care merupakan perawatan jangka panjang berupa usaha
mempertahankan homeostatis ekstrakranial dan homeostatis intrakranial,
antara lain dengan cara mempertahankan fungsi pernapasan, kardiovaskular,
metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Petunjuk Praktis Anestesi dari EGC, Buku Skill Lab Semester 4 tentang
Resusitasi Jantung Paru
2. Gray, Huon H, dkk.2002.Lecture Notes On Cardiology edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga.Halaman 188-198.
3. European
Resuscitation
Council.2005.Guidelines
for
Resuscitation.
http://www.erc.org . Diunduh pada tanggal 16 September 2008.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ke-4.Halaman 176-180.
5. Dorland.2000.Kamus Kedokteran edisi ke-29.Jakarta:EGC.
6. UK Resuscitation Council. 2005. Resuscitation Guidelines
http://www.resus.org.uk Diunduh pada tanggal 25 Agustus 2008.
2005.
Topik
Kasus Kematian
Tanggal (kasus)
14 Desember 2012
Nama Pasien
Tn. AH
No. RM
107107
Tanggal Presentasi
29 Jan 2013
Pendamping
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
-
Deskripsi
Tujuan
Bahan
Bahasan
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Pasien laki-laki, 44 tahun dirawat di bangsal penyakit dalam, pada pukul 13.50
tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran, apnue, nadi tidak teraba, tekanan
Riset
Kasus
Audit
Diskusi
Pos
Cara
Membahas
Nama : Tn. AH
Data Pasien
Telp :
Terdaftar sejak :
Guidelines
2005.
Diunduh
pada
tanggal
16
11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.Halaman 283.
Hasil Pembelajaran :
1.
2.
3.
4.
Kulit
Mata
THT
: airway paten
Leher
: Tidak di nilai
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
: tidak dinilai
Perkusi
: tidak dinilai
Palpasi
Perkusi
: tidak dinilai
Auskultasi
Abdomen
Ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang
EKG : PEA
4. Plan :
Diagnosis : Henti Nafas dan Henti jantung
Pengobatan :
Pada pasien ini dilakukan RKP, dan diberikan obat-obatan untuk menangani kasus
henti nafas dan henti jantung.
Pukul 13.50 WIB : GCS 3, nafas spontan (-), nadi tidak teraba, TD tidak terukur,
pupil anisokhor 2mm/4mm, RC +/+ menurun
EKG : PEA
Penatalaksanaan : Jaga jalan nafas dengan head tilt-chin lift ,RKP 30:2 sebanyak
Pendidikan :
Kepada keluarga sebelumnya telah dijelaskan bahwa kondisi pasien berat, dan mohon
kerjasamanya untuk mengobati pasien. Saat pasien meninggal keluarga bisa menerima
karena sudah diberikan penjelasan sebelumnya.
Konsultasi :
Tidak dilakukan konsultasi saat tatalaksana pasien. Konsultasi kepada spesialis
penyakit dalam diperlukan untuk tatalaksana selanjutnya jika usaha resusitasi berhasil.