Anda di halaman 1dari 26

PEMBUDAYAAN

SISTEM KENEGARAAN PANCASILA


(UUD 2002 AMANDEMEN) MENYIMPANG DARI NILAI
UUD PROKLAMASI 45
(ERA REFORMASI DALAM PRAKTEK BUDAYA NEO-LIBERALISME)

disusun dan disajikan oleh :


Mohammad Noor Syam

Dalam
Seminar Nasional

Diselenggarakan IKA UNISKA 20 Desember 2008,


di Kampus UNISKA

LABORATORIUM PANCASILA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
2008

0 MNS, Lab. Pancasila UM


PEMBUDAYAAN SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
UUD 2002 (AMANDEMEN) MENYIMPANG DARI NILAI UUD PROKLAMASI 45
(ERA REFORMASI DAN BUDAYA NEO-LIBERALISME)

Memahami nilai dasar negara Pancasila akan valid dengan menghayati nilai sosio
budaya dan filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa, sekaligus amanat pendiri negara
(PPKI) yang terjabar dalam UUD Proklamasi 45, diperjelas dalam Penjelasan UUD
tersebut :
“ ….. untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionelle) suatu negara,
tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi
constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen
Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu…… Untuk mengerti
sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara,
kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, ……. Dengan
demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita
pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu “.

Penjelasan UUD 45 mengklarifikasi asas kerohanian bangsa sebagai landasan


fundamental sebagai cita-cita kenegaraan Indonesia sebagaimana terjabar dalam
Pembukaan dan Batang Tubuh (Pasal-pasal) seutuhnya. Perwujudan sistem kenegaraan
Pancasila dalam UUD 45 terutama beridentitas dalam sistem kenegaraan yang
berkedaulatan rakyat dan negara hukum (Rechtsstaat ).
MPR RI hasil Pemilu pertama era reformasi ketika akan melakukan perubahan atas
UUD 45 (baca : Amandemen) mufakat bahwa MPR tidak akan merubah nilai fundamental
berikut (sebagai konsensus nasional) :
1. Pembukaan UUD 45;
2. Sistem NKRI;
3. Sistem Pemerintahan Presidensial;
4. Nilai-nilai dalam Penjelasan UUD 45 akan diakomodasi dalam Batang Tubuh
(Pasal-pasal); dan
5. Amandemen dilakukan dalam bentuk Addendum.

Catatan : Ternyata yang terlaksana secara konstitusional, hanyalah ad : 2 (nilai 1, 3, lebih-


lebih 4, dan 5 belum terlaksana secara signifikan!). Karenanya, amandemen UUD 45 ini
(=kita namakan sebagai UUD 2002) sarat kontroversial, baik normatif-konstitusional,
maupun kelembagaan. Akibatnya, praktek dan budaya kebangsaan dan kenegaraan kita amat
jauh menyimpang dari nilai dasar negara Pancasila dan Pembukaan UUD Proklamasi.
Untuk lebih memahami sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan dalam
UUD Proklamasi 45, diuraikan secara mendasar dan komprehensif.

I. LANDASAN DAN WAWASAN FILOSOFIS – IDEOLOGIS


DAN KONSTITUSIONAL
Sebagai bangsa dan negara modern, kita mewarisi nilai-nilai fundamental
filosofis-ideologis sebagai pandangan hidup bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung)
yang telah menjiwai dan sebagai identitas bangsa (jatidiri nasional, Volksgeist)

) = Makalah disajikan dalam Seminar Nasional diselenggarakan IKA UNISKA 20 Desember 2008,
di Kampus UNISKA

1 MNS, Lab. Pancasila UM


Indonesia. Nilai-nilai fundamental warisan sosio-budaya Indonesia ditegakkan dan
dikembangkan dalam sistem kenegaraan Pancasila, sebagai pembudayaan dan
pewarisan bagi generasi penerus.
Kehidupan nasional sebagai bangsa merdeka dan berdaulat ---sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 berwujud NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45. Sistem NKRI
ditegakan oleh kelembagaan negara (suprastruktur) bersama semua komponen bangsa
(=infrastruktur) dan warganegara (subyek SDM pemilik, penegak dan pewaris)
berkewajiban menegakkan asas normatif filosofis-ideologis secara konstitusional,
yakni UUD Proklamasi 1945 seutuhnya sebagai wujud kesetiaan dan kebanggaan
nasional.
Nilai-nilai fundamental dimaksud terutama filsafat hidup (Weltanschauung)
bangsa (i.c. filsafat Pancasila) yang oleh pendiri negara (PPKI) dengan jiwa hikmat
kebijaksanaan dan kenegarawanan, musyawarah mufakat menetapkan dan
mengesahkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka (dalam UUD Proklamasi 45
seutuhnya). Berdasarkan legalitas dan otoritas PPKI sebagai pendiri negara, maka UUD
Proklamasi sesungguhnya mengikat (imperatif) seluruh komponen bangsa, bahkan seluruh
generasi bangsa untuk setia menegakkan dan membudayakannya. Asas demikian diakui
dan berlaku secara universal sebagaimana terlukis dengan ringkas dalam uraian bagian B
di bawah.

A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara


Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat
manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM
berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious,
secara fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup,
kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri
oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan
kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat)
manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan
Maha Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,
termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan
Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada
(kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas
potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah
kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk
wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan
ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara
berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas

2 MNS, Lab. Pancasila UM


fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan
RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai
dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
Bagaimana menegakkan, mewariskan, membudayakan dan melestarikan nilai-nilai
fundamental kebangsaan dan kenegaraan Indonesia diamanatkan kepada fungsi sistem
pendidikan nasional; termasuk kewajiban semua keluarga warga negara Indonesia yang
memiliki kesetiaan dan kebanggaan nasional. Juga merupakan kewajiban semua
infrastruktur dan suprastruktur dalam wilayah kekuasaan hukum NKRI!
Sesungguhnya, secara filosofis-ideologis, menurut filsafat hukum setiap teori
negara ---yang dianut bangsa-bangsa modern, bersumber dari ajaran sistem filsafat dan
atau ideologi yang mereka anut---.
Kita menyaksikan dalam dunia modern adanya berbagai sistem kenegaraan yang
dinamakan dengan predikat dari sistem filsafat dan atau ideologi; seperti : negara
kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme, fascisme-naziisme,
theokratisme, zionisme, fundamentalisme; dan negara Pancasila !
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari
ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan
asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan
Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 ---
yang orisinal, bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi
UUD 2002 --- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-
liberalisme !

B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi
Nasional
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai
wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat
dinyatakan sebagai: Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD
Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan
filosofi-ideologis dan konstitusional berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen
dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang
bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum
dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga
apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara
(Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 –
70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental,
sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud
bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi
infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan
membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang
dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD
Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan
mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem

3 MNS, Lab. Pancasila UM


kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai
fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah
filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh
lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1x oleh
pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas
pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan
lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara
berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara
Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus
1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara
Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan
tidak membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat
dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi,
mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati
negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45;
terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai
asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa
terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang adil dan
beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-
Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-
pasalnya."
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar
negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas
supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan
Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai
kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara
bangsa (nation state) dengan membudayakannya.
Amanat menegakkan NKRI dalam integritas sebagai sistem kenegaraan
Pancasila, bermakna bahwa bangsa Indonesia (rakyat, warganegara RI) berkewajiban
membela NKRI dalam integritasnya sebagai sistem kenegaraan Pancasila ---antar
sistem kenegaraan: kapitalisme – liberalisme, dan marxisme – komunisme – atheisme
--- yang dapat mengancam integritas bangsa dan NKRI. Jadi, bangsa Indonesia senantiasa
waspada dan siap bela negara atas tantangan dan ancaman bangsa dan negara yang
mengancam integritas ideologi Pancasila: baik neoimperialisme Amerika maupun
ideologi marxisme – komunisme – atheisme dari manapun datangnya; termasuk
kebangkitan PKI, neo-PKI atau KGB.

4 MNS, Lab. Pancasila UM


II. SISTEM KENEGARAAN PANCASILA TEGAK SEBAGAI NEGARA
DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM.

Berdasarkan asas filosofis-ideologis Pancasila maka pendiri negara (PPKI)


dengan jiwa kepemimpinan dan kenegarawanan dan dengan musyawarah mufakat
menetapkan dan mengesahkan dasar negara Pancasila sebagai terumus di dalam
Pembukaan UUD 45.
UUD 45 seutuhnya adalah jabaran dasar negara Pancasila (seutuhnya) untuk
ditegakkan sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Dasar negara ini bersifat tetap dan
imperatif (mengikat dan memaksa) semua warganegara untuk mendidikkan,
mengembangkan, membela dan membudayakannya.
Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia
menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai
NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental, sebagai
asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis bangsa dan negara. Karenanya
memberikan asas budaya dan moral politik nasional NKRI sebagaimana diamanatkan di
dalam UUD Proklamasi 45. Artinya, dasar negara Pancasila (filsafat Pancasila)
ditegakkan dan dikembangkan sebagai sistem ideologi negara (ideologi nasional). Secara
kelembagaan negara, ditegakkan sebagai sistem kenegaraan (in casu: sistem kenegaraan
Pancasila; analog dengan: sistem negara kapitalisme-liberalisme; dan sosialisme, atau
marxisme-komunisme-atheisme).
Demi integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan UUD
Proklamasi 45, maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa) Pemerintah
bersama semua komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan
membudayakannya; dalam makna menegakkan budaya dan moral Pancasila sebagai
bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan beragama dalam negara demokrasi
dan negara hukum NKRI.
Sistem kenegaraan Pancasila terjabar dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya; untuk
ditegakkan dan diwariskan bagi generasi penerus! ---bukan untuk diselewengkan, apalagi
diubah/diamandemen dan atau diganti, yang samasekali menyimpang/tidak sama
kualitas dan integritas martabatnya!
(Renungkan dengan akal dan budinurani bagaimana kondisi bangsa dalam NKRI
dengan kepemimpinan nasional, dan praktek budaya neo-liberalisme: sosial politik dan
ekonomi dalam era reformasi dan era UUD 2002!)

A. Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional


Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara
Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara
dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-
konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik
nasional, terjabar secara konstitusional:
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan
nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi
keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai
negara hukum Pancasila.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan

5 MNS, Lab. Pancasila UM


kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan
politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai
seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi
paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem
ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2000: XV, 3).
Semua asas filosofis-ideologis, sebagai asas kerohanian bangsa dan negara
---terutama asas keseimbangan HAM dan KAM--- demikian terjabar dalam UUD
Proklamasi: sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi), dan negara hukum
(Rechtsstaat). Jadi, adalah menjadi amanat dan kewajiban semua lembaga negara,
kepemimpinan nasional dan warganegara untuk melaksanakan amanat filosofis-
ideologis dan konstitusional dimaksud. NKRI dengan identitas dan integritas sebagai
negara demokratis dan negara hukum menegakkan HAM dengan asas budaya dan
moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-
religious---. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral
Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara
hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh
semua, untuk semua!).

B. Keunggulan Bangsa dan Nusantara Indonesia Raya


Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila makin sempurna berkat didukung oleh
keunggulan natural dan kultural serta SDM bangsa Indonesia.
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial,
terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta
km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan
nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi
geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan
samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa
depan (MNS 2000: 23 – 30).
2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa;
merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang
diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana
identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal
sebagai filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas
kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas
nasional.
4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan
negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI)
dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari
Taiwan sampai Madagaskar).
5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus
1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45, yang makin kokoh dan besar
berkat Asas Wawasan Nusantara dalam integritas NKRI!.

Berdasarkan semua keunggulan dimaksud, bangsa dan NKRI senantiasa menghadapi


tantangan neo-imperialisme dan neo-komunisme dalam dinamika globalisasi-
liberalisasi dan postmodernisme! Artinya, kondisi kekayaan alam (SDA) dan kondisi

6 MNS, Lab. Pancasila UM


sosial politik yang mengalami degradasi wawasan nasional mendorong neo-
imperialisme termasuk neo-PKI untuk memiliki dan menguasai Indonesia Raya.

III. UUD Proklamasi 45 Sebagai Perwujudan Sistem Kenegaraan Pancasila


Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai
kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara
bangsa (nation state) dengan asas wawasan nasional dan asas wawasan nusantara!

A. Sistem Kenegaraan Pancasila


Bangsa dan negara modern menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan
ajaran atau sistem filsafat dan atau sistem ideologi.sebagai dijelaskan di atas (Bagian
IA).
Sesungguhnya nilai fundamental pandangan hidup bangsa (filsafat hidup,
Weltanschauung), sekaligus sebagai jiwa bangsa (jatidiri nasional, Volksgeist)
diangkat dan dikukuhkan sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional)
sebagai terumus di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45. Artinya, nilai
fundamental filsafat Pancasila dijabarkan di dalam UUD Proklamasi seutuhnya
( Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya). Nilai-nilai fundamental
konstitusional ini berlaku, dan ditegakkan secara kebangsaan dan kenegaraan dengan
asas imperatif. Nilai fundamental ini memberikan identitas dan integritas sebagai
sistem kenegaraan Pancasila.
Sistem kenegaraan Pancasila dimaksud, perwujudannya terlukis dalam skema 1

Perwujudan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila - UUD 45

TAP MPR

U U D 45

P A N C A S I L A

skema 1 (MNS, 1985)


Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang
memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious.
(Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari:
negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme
maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan
kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa
dan negara jaya (MNS, 2000: 45)
Sistem kenegaraan Pancasila bersifat tetap sekaligus sebagai perwujutan jiwa
bangsa, jati diri nasional dan pandangan hidup bangsa. Karenanya, sistem kenegaraan
Pancasila tidak dapat diubah oleh siapapun, dan lembaga apapun --- kecuali melalui
revolusi, sebagaimana yang diperjuangkan oleh gerakan ekstrim kanan: DI, TII, NII
maupun ekstrim kiri: PKI : 1948 dan 1965 (G30S/PKI). Karenanya, semua gerakan itu
makar itu ditumpas (diperangi) oleh rakyat bersama TNI ! .

7 MNS, Lab. Pancasila UM


Tegasnya, dalam kurun waktu 1948, 1950 – 1958 ; berpuncak dengan 1965
yang terjadi ialah penumpasan atas potensi separatisme-ideologi dalam wilayah
NKRI. Semua komponen bangsa secara imperatif wajib menumpas separatisme
ideologi yang mengancam integritas nasional dan NKRI. Semua komponen bangsa
dalam NKRI setia bela negara dengan menegakkan integritas sistem kenegaraan
Pancasila. Secara filosofis-ideologis dan konstitutsional NKRI memiliki integritas
keunggulan sebagai terpancar dalam predikat Indonesia Raya!

B. Sistem Ideologi Nasional Pancasila ditegakkan dalam N-Sistem Nasional


Secara filosofis-ideologis dan konstitusional bangsa Indonesia berkewajiban
(imperatif) mengembangkan dan membudayakan N-Sistem Nasional (sejumlah sistem
nasional).
Karena dasar negara RI berasal dari filsafat hidup Pancasila, maka dengan
resmi dasar negara RI dinamakan dasar negara Pancasila. Berdasarkan analisis
normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, wajarlah NKRI sebagai
negara Proklamasi kita namakan dengan predikat: negara Pancasila atau sistem
kenegaraan Pancasila. Karenanya, semua fungsi kelembagaan nasional adalah
melaksanakan, menegakkan, mengembangkan dan membudayakan sistem nasional
sebagai dimaksud dalam skema 2.
Jadi, NKRI berdasarkan UUD Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat dinamakan:
NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan Pancasila ini terjabar
secara konstitusional dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Karenanya, secara imperatif
(categorical imperative) mutlak ditegakkan asas-asas normatif filosofis-ideologis dan
konstitusional berikut:
Untuk meningkatkan kesyukuran, kebanggaan nasional dan wawasan nasional,
bangsa Indonesia menegakkan asas-asas normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional
sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan oleh PPKI dalam UUD Proklamasi
45 kepada kita dan generasi penerus demi integritas dan martabat nasional. Demi
diantara berbagai sistem ideologi Pancasila, NKRI menegakkan N-Sistem Nasional,
sebagai terlukis dalam skema 2.berikut:

N-SISTEM NASIONAL*
SISTEM HUKUM NASIONAL

SISTEM POLITIK SISTEM EKONOMI


N E G A R A H U K U M

FILSAFAT HUKUM
FILSAFAT NEGARA
SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP

NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA


*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila

8 MNS, Lab. Pancasila UM


6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
skema 2 (MNS, 1988)
Catatan:
Kondisi nasional dan global maka tantangan mendesak untuk tegak lestarinya sistem
kenegaraan Pancasila, terutama: mewujudkan dan melaksanakan sistem nasional 1 – 6
sebagai prioritas! Inilah hakekat pembudayaan dasar negara Pancasila dan Ketahanan
Nasional yang fundamental!. Sistem nasional ini sebagai wujud kesetiaan dan
kebanggaan nasional SDM warganegara NKRI atas sistem kenegaraan Pancasila!
Kesetiaan atas ideologi Pancasila tunggal; bukan kesetiaan ganda dengan mengakui
NKRI berdasarkan Pancasila-UUD Proklamasi 45, tetapi dalam praktek
mengembangkan budaya ideologi neo-liberalisme dan atau ideologi marxisme-
komunisme-atheisme!.
(Renungkan dan hayati uraian dalam Bagian IV A dan B)

IV. TANTANGAN NASIONAL : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme

Dalam dinamika millenium III dan postmodernisme yang paling dirasakan ialah
dinamika globalisasi-liberalisasi sekaligus postmodernisme yang menggoda dan
melanda bangsa-bangsa, terutama negara berkembang.
Juga memperhatikan runtuhnya negara adidaya Unie Soviet pasca reformasi
glasnost dan perestroika; mereka kehilangan kepercayaan kepada integritas dan
otoritas negara Unie Soviet sekaligus ideologi marxisme-komunisme-atheisme ---yang
telah dipraktekkan sejak 17 Oktober 1917, runtuh 1990 (McCoubrey & White 1996: 114
—121)---. Era reformasi Indonesia, Mei 1998 hampir satu dasawarsa bangsa dan NKRI
hidup dalam krisis multidimensional yang tak teratasi.
Reformasi yang ditandai dengan sikap elite politisi memuja kebebasan dan
demokrasi atas nama HAM. Fenomena sosial politik dan ekonomi bangsa nampak
terlanda oleh praktek budaya supremasi ideologi politik neo-liberalisme-kapitalisme
---yang bergerak sebagai “proses supremasi dan dominasi” ideologi neo-liberalisme
yang berwatak: sekularisme-pragmatisme dan neo-imperialisme!
Secara filosofis-ideologis dan politis bangsa dan negara RI sesungguhnya telah
terbawa a r u s dan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme; tepatnya
tergoda dan terlanda oleh praktek budaya ideologi neo-imperialisme yang sinergis
dengan gerakan kebangkitan neo-PKI (Perhatikan watak: neo-liberalisme dan neo-PKI
dalam skema 3).

A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme


Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan
sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian
terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri)
agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme dan neo-PKI/KGB!
Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda
kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---
maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas
kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai

9 MNS, Lab. Pancasila UM


jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa (Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus
sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan
nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan
terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur
memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-
religious. Maknanya, sistem filsafat demikian secara filosofis-ideologis dan konstitusional
berfungsi sebagai asas kerokhanian Indonesia; jiwa dan kepribadian bangsa (jatidiri
nasional); jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik
Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran sistem filsafat Pancasila terjabar dalam Pembukaan UUD 45 dan Batang
Tubuh seutuhnya; karenanya melaksanakan dasar negara Pancasila terutama dengan
dijiwai, dilandasi dan berpedoman UUD 45 (UUD Proklamasi) kita akan tegak-tegar,
bahkan jaya sentausa............insya Allah dunia dan akhirat.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas
individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan
hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-
atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca:
materi, kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek
politik dan ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang
bergaya pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa
bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab tetap
bungkam ?!
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut
supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya
sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat
sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-
imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka
meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak
negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah
penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-
imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di
negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC
dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa
dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-
imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka
makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat
tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik
bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI
kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA
dan UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal,
atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan
dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa
proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan.
Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-
imperialisme.
5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah
menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional.

10 MNS, Lab. Pancasila UM


Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang
(angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa
otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi
politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak
intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-
negara blok Barat. Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda
wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi
liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal!

Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi
dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina
mereka belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang
makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan
subur bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum
miskin dan buruh tani dalam NKRI!
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya
degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya
degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM
individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat
dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi
(neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme
dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai
neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan
kebangkitan neo-PKI / KGB;! Perhatikan dan hayati skema 3 !

B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi


Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen
bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam
integritas nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan
alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat mengandung kontroversial; baik filosofis-ideologis
bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional
amandemen mengandung sarat kontroversial dan konflik kelembagaan. Berdasarkan
analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu
program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi
praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama
demokrasi liberal dan ekonomi liberal.
2. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi
kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi
nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan
budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia
mengalami erosi jatidiri nasional!
3. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi
liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara
(suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek budaya oligarchy,
plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya anarchy (anarkhisme)!
4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak
menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan
“budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah:

11 MNS, Lab. Pancasila UM


Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan
dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh
elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi
hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam
suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai
rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen
UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan
demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka
kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif
strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan
vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam
wujud stress massal dan anarchisme!
6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong
bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan
budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan
degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi
Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen
pimpinan, manusia, bangsa!)
7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM,
dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan “pelurusan sejarah”
---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan
Papernas. Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan
rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama:
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem
filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa
menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai
moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi: marxisme-
komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan antek-anteknya.
b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai
Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No.
I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi,
terutama Pasal 107a—107f).
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam skema 3

12 MNS, Lab. Pancasila UM


INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

TAP – MPR *
NEO-IMPERIALISME
NEO-LIBERALISME NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB
SEKULARISME-PRAGMATISME KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME),
DEMOKRASI LIBERAL, U U D 45 KOLEKTIVISME – INTERNASIONALISME
INDIVIDUALISME – AN. HAM MARXISME – KOMUNISME – ATHEISME,
KAPITALISME (MATERIALISME) DIALEKTIKA–HISTORIS–MATERIALISME

P A N C A S I L A

ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI

7. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI):


TERUTAMA PASAL 107a – 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS No.
XXV/MPRS/1966 (KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA).
6. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4
5. UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA ……. (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN
PENJELASAN )
4. NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
3. DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA
2. FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA
1. SOSIO – BUDAYA NUSANTARA INDONESIA
*) = UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
(MNS, 2007)

skema: 3

13 MNS, Lab. Pancasila UM


V. Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda NKRI
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik
supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan
keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai
neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional,
sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan
(=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai
individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit
dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan
dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD
45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat
terlaksana, dalam makna SDM Indonesia cerdas dan bermoral! Tegasnya, bukan
euforia reformasi dengan budaya demokrasi neo-liberal dalam praktek oligarchy,
plutocracy dan anarchy…….berwujud konflik horisontal…..degradasi wawasan
nasional dan moral (korupsi menggunung) dapat bermuara disintegrasi bangsa dan
NKRI.
Demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara langsung memilih
pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk mewujudkan
harapan rakyat ... ! dengan biaya tinggi serta adanya konflik horisontal !
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi
dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme
melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan
nasional (konsep : RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat
miskin makin tidak mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007
tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial
ekonomi bangsa !
Khusus demokrasi liberal dalam praktek Pemilu langsung, misalnya mohon dihayati
uraian ringkas berikut :

1. Pelaksanaan Pilkada
Pilkada sebagai praktek demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda dalam budaya
politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga mahal,
dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek
demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu (demokrasi palsu).
Bagaimana tidak semu ; bila peserta pilkada 3 – 5 paket calon; terpilih dengan jumlah
suara sekitar 40%, 35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih
sebagai mayoritas. Padahal norma mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51% !
Apa model demokrasi-semu (=demokrasi palsu) ini yang akan dikembangkan
reformasi Indonesia? atas nama demokrasi langsung dan HAM. Bandingkan
dengan demokrasi Pancasila dalam UUD Proklamasi 45 Pasal 1, 2 dan 37!

Cermati PP RI No. 6 Th. 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan,


dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah : Bab VIII Pasal
95 (1), (2), yang menetapkan : calon terpilih bila memperoleh suara lebih dari 25 %
dari jumlah suara sah.

14 MNS, Lab. Pancasila UM


Sebaliknya, bila diadakan putaran kedua, akan sangat mahal !. Inilah demokrasi
liberal yang lebih liberal dari yang berlaku di negara asalnya
2. Kehidupan multi partai
Sudah amat banyak partai politik supaya rakyat rukun bersatu, masih terjadi konflik
internal. Bila parpol kita hargai sebagai upaya persatuan dan kesatuan warga
masyarakat; atas nama demokrasi dan HAM kita juga menghargai hak individu atas
nama golongan independen untuk tampil dalam pemilu? Kontroversial ini akan
aktual dalam DPR dan DPRD! Untuk apa parpol, bila individualisme dan egoisme
sang tokoh terus menonjol. bagaimana praktek dalam DPR dan DPRD.
3. Praktek Otoda yang cenderung mengejar peningkatan PAD, namun bukan untuk
kesejahteraan rakyat, melainkan lebih untuk kepentingan elite dan pejabat. Praktek
otoda cenderung menjadi budaya negara federal, mungkin lebih federal dari sistem di
negara aselinya. Perhatikan syarat calon : putera daerah aseli, PNS lokal sulit pindah
antar kabupaten/kota. Juga terus meningkat karsa (=keinginan) sebagian ”elite”
adanya pemekaran (status) daerah .........demi ..........? (=penyempitan status daerah)
4. Kontroversial didaerah bersumber dari kontroversial konstitusional (UUD 2002
sebagai pedoman) kontroversial dipusat negara; seperti : bagaimana DPR x DPD;
MA x KY; Presiden x DPR (sistem Kabinet Presidensial x Budaya Parlementer)
Otoritas prerogatif Presiden tunduk kepada otoritas DPR, terutama melalui fit and
proper test.
5. Reformasi dikelola oleh pembentukan berbagai Komisi, baik ad hoc maupun tetap
dengan otoritas yang amat tinggi dan biaya besar! Renungkan: Bagaimana KHN
dibandingkan dengan fungsi BPHN; dan KPK dengan Jaksa Agung ---siapa / lembaga
apa yang mengawasi komisi-komisi itu ?---
(Otoritas KPK dengan menjangkau elemen acara keluarga (mengawasi kemungkinan
KKN) sebagai sikap kelembagaan yang belum sesuai dengan etika budaya Timur.
Masih lebih banyak urusan negara yang lebih besar yang perlu dijangkau oleh KPK).
6. Kita terus menikmati euforia reformasi yang memberikan kebebasan atas nama
demokrasi dan HAM, mungkin termasuk kebebasan menikmati rezeki yang lebih
(yang seharusnya milik rakyat). Kita menjadi lupa untuk mendidikkan dan
membudayakan nilai dasar negara Pancasila supaya generasi penerus mampu
tetap menegakkan sistem kenegaraan Pancasila.( =moral Pancasila)
7. Biaya Pemilu mulai KPU menunjukan peningkatan luar biasa (44 T); demikian juga
biaya KPUD provinsi Jatim sekitar 1,4 T; bila diperlukan putaran kedua dapat
dirasakan bagaimana beban negara. Demikian juga untuk Pemilu, Pilkada Kabupaten
Kota; sementara social cost tidak dapat diduga dan diperkirakan; sementara hasil
demokrasinya masih dianggap sebagai produk demokrasi semu! Hasilnya, kadang
melahirkan konflik horisontal; sampai anarchisme!

VI. Kesimpulan dan Pokok-Pokok Pikiran


Uraian ringkas diatas menjadi kewajiban kita untuk merenungkan sebagai bagian
dari audit nasional atas 10 th kepemimpinan elite reformasi dan bangsa kita berjalan
diatas jalan kebebasan atas nama demokrasi dan HAM yang dipandu UUD 2002!
Marilah dengan akal dan budinurani yang dijiwai moral Ketuhanan Yang Maha Esa
kita memohon hidayah untuk menghadapi --- dan menaklukkan--- semua tantangan yang
menggoda dan melanda bangsa dan NKRI yang kita cintai! Alternatif yang bijaksana
ialah kembali menegakkan dan membudayakan UUD Proklamasi 45 dalam rangka
menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila! Melalui pokok-pokok pikiran
berikut sebagai bahan renungan dan pertimbangan :

15 MNS, Lab. Pancasila UM


1. Degradasi wawasan-nasional dan mental-ideologi, bahkan degradasi moral sebagian
elite kepemimpinan mengancam integritas nasional dan NKRI; cita dan citra Indonesia
sebagai telah terjegal (terlanda) neo-imperialisme dan neo-PKI.
2. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dalam praktek budaya
demokrasi-liberal dapat meruntuhkan ideologi Pancasila dan NKRI, meruntuhkan
budaya kekeluargaan, kerukunan dan kesatuan nasional !
3. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) dalam praktek budaya HAM individualistik
mendegradasi asas dan moral keadilan berdasarkan sila I, II dan V Pancasila !
4. Praktek budaya ekonomi liberal dalam NKRI melalui penguasaan dunia ekonomi, lebih-
lebih SDA oleh PMA (baca : neo-imperialisme) yang lebih buruk dari kolonialisme-
imperialisme ---yang dapat kita perangi demi kemerdekaan dan kedaulatan nasional!
---. Sebaliknya neo-imperialisme melalui supremasi budaya PMA dan multinational
coorporation dijamin oleh hukum internasional dan asas HAM universal!
5. SDM Rakyat warganegara Indonesia, terutama generasi muda cenderung kehilangan
jatidiri nasional dan kebanggaan nasional; ……cita dan citra Indonesia dapat terkikis
dalam fenomena degradasi wawasan nasional !
6. Praktek Kabinet Presidensial dalam budaya Parlementer mendegradasi otoritas lembaga
kepresidenan sebagai sistem yang diamanatkan UUD Proklamasi 45. Budaya demikian
sebagai karma pemilihan secara langsung dan hapusnya (lembaga negara tertinggi :
MPR, sebagai pengamalan sila IV Pancasila) dan demokrasi-liberal (juga : budaya
multiparpol yang kebablasan!).
Hayati bahwa di negara Amerika Serikat yang liberal dan federal tetap melalui lembaga
perwakilan (dalam Senat) dalam memilih Presiden.
7. Berkembangnya berbagai komisi (permanen dan ad-hoc) dengan otoritas yang melebihi
Departemen merupakan juga budaya pemborosan ---karena tumpang tindih dengan
berbagai Badan / setingkat Ditjen, seperti Komisi Hukum Nasional overlap dengan
BPHN; KPK dengan Kejaksaan Agung, dan Polri; juga Komisi Ombudsman dengan
Kejaksaan Agung dan Polri; dan sejumlah komisi lainnya.
Quo Vadis UUD 2002 memandu elite kepemimpinan nasional dan parpol dalam
NKRI memacu reformasi ? Semoga tidak bermuara menjadi kontroversial dan
anarchisme; bahkan disintegrasi nasional ! Komisi demikian dengan otoritas yang amat
besar sekaligus biaya besar; melahirkan otoritarianisme kelembagaan ekstra-
konstitusional (tidak diatur dalam UUD negara, dengan status menyamai kelembagaan
negara).
Hayati nilai dialektika dalam dinamika globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme (skema 3) yang mengancam integritas nasional dan integritas
mental-moral Keberagamaan rakyat dan bangsa kita.... yang tergoda dan terlanda
dengan budaya sekularisme dan atheisme (yang diperjuangkan oleh neoimperialisme
dan neokomunisme!) terus menggerogoti Indonesia! Kepada bangsa, mulai keluarga
sampai pemimpin nasional mohon kebijaksanaan untuk lebih memberikan perhatian,
kasih sayang dan pengayoman khusus bagi generasi muda yang dapat tergoda dan
terlanda narkoba ---yang makin melanda dunia, khususnya dalam NKRI !---.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa (Yang Maha Berdaulat) senantiasa
mengayomi bangsa dan NKRI sebagai bangsa yang membudayakan moral Pancasila
yang memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious!
Amien. Malang, 14 Desember 2008
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua
Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH

16 MNS, Lab. Pancasila UM


Kepustakaan:

Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus
(terjemahan pustaka firdaus).
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta,
Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II),
Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble,
Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and
Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,
Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow,
Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-
Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,
Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London,
George Allen and Unwind Ltd.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;
2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New
York, Harvard College, University Press.

17 MNS, Lab. Pancasila UM


LAMPIRAN :

Untuk lebih memahami HAM berdasarkan ajaran Filsafat Pancasila, dilengkapi dengan
studi perbandingan dengan ajaran HAM berdasarkan Teori Natural Law (teori hukum
alam) yang dianut ideologi Liberalisme-Kapitalisme dan dengan ajaran HAM
berdasarkan Filsafat Idealisme Murni (Hegel) yang dianut ideologi marxisme-
komunisme-atheisme; perhatikan skema terlampir;

HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA


(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)

Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) Kewajiban Asasi Manusia (KAM)

1. Hak Hidup = Life HAM berdasarkan filsafat Pancasila


2. Hak Kemerdekaan = Liberty (1 - 7) dilandasi asas KAM:
3. Hak Milik = Property
+ 1. Kewajiban mengakui dan menerima
1. Hak Pribadi (Personal rights) = hak bahwa Allah Yang Maha Esa adalah
hidup, beragama, berkeluarga (cinta). Maha dan Sumber alam semesta,
2. Hak Ekonomi (Economical rights) = hak termasuk manusia.
memiliki, bekerja dan usaha, hidup- 2. Kewajiban mengakui dan menerima
sejahtera, kontrak kerja. Kedaulatan Allah Yang Maha
3. Hak Hukum (Legal rights) = hak Berdaulat (Kuasa) atas semesta,
mendapat kewarganegaraan, hak termasuk nasib manusia.
mendapat keadilan, hak membela diri, 3. Kewajiban berkhidmat (berterima
praduga tak bersalah. kasih/bersyukur) kepada Allah Yang
4. Hak Politik (Political rights) = hak Maha Rahman (dan mencintai Allah
berserikat-berkumpul, menyatakan dan agama yang diamanatkan-Nya).
pendapat lisan & tertulis, hak memilih &
4. Kewajiban setia dan bangga kepada
dipilih, hak suaka politik. bangsa negaranya; kewajiban setia
5. Hak Sosial-budaya (Social-cultural ideologi dan konstitusi.
rights) = hak mendapat & memilih 5. Kewajiban bela negara, dan
pendidikan, hak menikmati seni, hak membayar pajak.
cipta (HAKI), hak menikmati mode.

Asas HAM dan Substansi HAM di atas,


adalah pokok-pokok ajaran HAM
berdasarkan teori Hukum Alam
(Natural theory) yang dianut negara HAM berdasarkan filsafat Pancasila
Barat (liberalisme-kapitalisme) (meliputi asas fundamental 1 - 7) dijiwai
dan dilandasi asas keseimbangan HAM dan
KAM sebagai asas moral sistem filsafat
Pancasila yang beridentitas theisme-
(MNS, 2000: 85 – 98)
religious.

skema 4

18 MNS, Lab. Pancasila UM


HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)

Allah Maha Pencipta Semesta, termasuk umat manusia,


Allah Yang Maha Berdaulat dan Maha Pengayom
(Maha Rahman dan Rahim)

HAM = ANUGERAH untuk disyukuri, dinikmati


Hak hidup, sekaligus sebagai AMANAT
Kemerdekaan, (= Kewajiban Asasi Manusia/KAM)
Hak Milik

Asas HAM seimbang dengan KAM


NKRI sebagai Sistem Negara Berkedaulatan Rakyat, dan
Sistem Negara Hukum (Rechtsstaat)

NATURAL LAW HEGEL THEORY


Sumber HAM = Tuhan (God)
Sumber HAM = Alam Semesta Life, Liberty & Property
Life For humankind, collectivity, State
Liberty (Theocratism, Etatism) for State
Property as Represents of God Idea.
For Men as Individuality -------------------------------------
Ditegakkan dalam sistem Dijiplak dan diterapkan Karl
demokrasi liberal – kapitalisme: Marx dalam Sistem Kedaulatan
Individualisme, Secularisme, Negara (Etatisme, Atheisme,
Pragmatisme Totalitarianisme)
(MNS, 1983 – 1993; 2003)

skema 5

Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai
anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia,
pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia.
Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas
kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi,
kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia
dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56).
Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas keseimbangan dengan KAM ialah kemuliaan
martabat manusia jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin
martabat HAM yang hidup dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat),
yang dipercaya umat beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara Pancasila,
sila I dan II).

19 MNS, Lab. Pancasila UM


CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI
Nama : Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH
NIP : 130220550
Tempat, tanggal lahir : Banjarmasin, 9 Maret 1937
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Nama Istri : Rulia Irsyada
Jumlah anak : 4 (Empat) orang
(pertama putra, dua putri; putra)*
(kedua putri sudah menikah)
Pekerjaan : Guru Besar FIP Universitas Negeri Malang
(PPS UM dan beberapa PPS di Jawa Timur)
Pangkat/Golongan : Guru Besar Madya (IV/c) 2000; dan Guru Besar
(IV/d) 1 April 2004
Purna tugas : 1 April 2007 (Guru Besar IV/e)
Guru Besar Emiritus, (IV/e), 1 April 2008
Jabatan fungsional : Guru Besar (usia pensiun diperpanjang,
berdasarkan SK Mendiknas No. 96007/A2.III.1/
KP/2001, tertanggal 31 Desember 2001)
Alamat Rumah : Jl.Bogor 7 Malang
Telp (0341) 551785
(HP 6281 8383897)
Kantor : Jl. Veteran No. 9 Malang
Telp/Fax 551169 dan Fax. 551921
E-mail: rektorat@malang.ac.id,
Bidang/Minat Keahlian : Filsafat Pendidikan, Filsafat Ilmu, Filsafat
(membina matakuliah) Hukum dan Filsafat Pancasila (S-1, S-2 dan S-3)
PENDIDIKAN
1. SR, SGB dan SGA di Banjarmasin.
2. Sarjana Muda FKIP Unair
3. Sarjana Pendidikan FIP IKIP MALANG
4. Doktor Ilmu Hukum (S3) PPS Universitas Airlangga
Judul Tesis/Disertasi : Penjabaran Filsafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai landasan pembinaan sistem hukum nasional)
PENDIDIKAN TAMBAHAN
1. Mengikuti program Innotech-SEAMEO 1971 dan studi banding sistem pendidikan Guru
di negara-negara SEAMEO.
2. Seminar Modular Instruction in U P, UNESCO, Manila 1978.
3. Berbagai Penataran Lokakarya Ketahanan Nasional dan Wawasan Nusantara, Lemhannas
1976 dan 1978.

*)= Putera ragil meninggal kecelakaan : 18 Juli 1992 (lahir 24 Mei 1977); dan putera pertama,
meninggal demam berdarah di Surabaya 26 Juni 1995 (lahir 29 Agustus 1972)

20 MNS, Lab. Pancasila UM


4. Penataran P-4 Tipe A Propinsi 1979; Padnas 1984; P-4 Tingkat Nasional BP-7 Pusat
Jakarta 1986.

KEPANGKATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL


Mulai Asisten Perg. Tinggi FKIP Unair (E/II) 1 Agustus 1963; dan dosen FIP IKIP
MALANG 1 September 1966 sampai sekarang (2007) : Sebagai Lektor Kepala (IV/b) 1
Oktober 1979; dan Guru Besar (IV/c) 1 Januari 2001 dan (IV/d) 1 April 2004. Guru Besar
Purnatugas (IV/e) 1 April 2007. Guru Besar Emiritus, 1 April 2008.

JABATAN STRUKTURAL
1. Mulai Ketua Departemen (sekarang jurusan) PU FIP 1967 - 1972; Dept. PDS FIP
1975-1983.
2. Ketua Pelaksana Diklat Tenaga Kependidikan (Kerjasama IKIP - Ditjen Dikdasmen)
1981-1983.
3. Anggota Satgas Penatar (PMP/PPKN) Ditjen Dikdasmen Depdikbud 1978 - 1983
4. Anggota Satgas Penataran, Pengembangan Kurikulum dan Penulisan Buku Ditjen
Dikdasmen dan Dikti Depdikbud 1980 - 1985; 1989 - 1991.
5. Anggota Team Penulis Buku PMP/PPKN: SD-SMP-SMA (Buku Paket) Ditjen
Dikdasmen 1979 – 1983
6. Sekretaris Pelaksana Kerjasama Kelembagaan Lab. Pancasila UM – Dewan Hankamnas
(berkelanjutan: 1974 – 1998; 2000 – sekarang). Pakar dari Sesjen Dewan Hankamnas
1998 – sekarang.
7. Anggota Satgas Ditjen Dikti: Penulis Buku Filsafat Pancasila bagi UT (1989 - 1991)
8. Sekretaris/Wakil Ketua Harian Laboratorium Pancasila IKIP MALANG 75 - 85; 88 - 98;
Ketua Lab. Pancasila 1998-2004; 2005 sampai sekarang.
9. Ketua Team Pembukaan Program Studi Ilmu Hukum dalam UM kepada Dirjen Dikti
Depdikbud 2000
10. Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Kota Malang 2001 – 2004
11. Ketua Pelaksana Kerjasama UM – LKPKB; dan Sekretaris Perwakilan LKPKB
(Koordinator Jawa Timur) Oktober 1999 – sekarang.

KARYA DAN KEGIATAN


Menulis beberapa buku; terutama:
1. Buku-buku PMP (SD-SMP-SMA 1978-1988) Team Ditjen Dikdasmen.
2. Buku-buku PKn (SD-SMP 1999-2007) Lab. Pancasila Kerjasama Ditjen Dikdasmen
3. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (cetakan I 1973; revisi
sampai cetakan IV/1988).
4. Pancasila Dasar Negara RI (Wawasan Sosio Kultural, Filosofis dan Konstitusional)
cetakan I 1999; dan cetakan II 2000.
5. Penjabaran Filsafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (Sebagai Landasan Pembinaan
Sistem Hukum Nasional), Disertasi: cetakan I 1998, cetakan II 2000 dan cetakan III
2007.
6. Filsafat Ilmu; cetakan I 2000, cetakan II 2006.

21 MNS, Lab. Pancasila UM


KARYA KEGIATAN AKADEMIK DAB SOSIAL
Sebagai kegiatan keilmuan dan sosial budaya melalui berbagai forum seminar, dialog
dan lokakarya nasional maupun regional; terutama :
7. Anggota Team Penelitian/Penulis Sejumlah Karya Kerjasama Kelembagaan (terutama)
dengan Dewan Hankamnas (riset strategis, confidential) sejumlah 20 buku laporan
penelitian (1974 – 1997); dan anggota pakar dalam Rakertas Dewan Ketahanan
Nasional sampai sekarang.
8. Anggota team Pengkajian Kritis Normatif atas Amandemen UUD 45 (LKPKB-LPPKB
dan Laboratorium Pancasila UM) 2000-berkelanjutan; beberapa karya tulis *.
9. Sejumlah buku Pendidikan Kewarganegaraan (civics hukum, PMP, PPKn) team Pusat
dan Lab Pancasila: 1967 – 1976; Ditjen Dikdasmen 1977 – 1988: SD – SMA; dan 1988
– 1998 Lab Pancasila SD – SMA; dan 2005 – sekarang SD – SMU.
10. Sejumlah karya tulis kumpulan Makalah Seminar (daerah dan nasional) 1966 – sekarang
(termasuk dengan DPA 1985; 2000 dan 2002; Lemhannas 1978; 1985; 2004 dan 2005);
dan dengan Dewan Hankamnas 1974-2000; dan Dewan Ketahanan Nasional sampai
sekarang.
11. Sebagai anggota team Pembina Bakesbanglinmas Kota dan Kabupaten Malang, dan
Blitar (1995 – 1998; 1998 – 2003; 2004 – 2006; 2007-2008).
12. Pakar dan Konsultan organisasi sosial politik pembela Pancasila (i.c.: FKCB Jakarta,
GNPI dan CICS Surabaya)**.
13. Karya : Memahami marxisme-komunisme-atheisme (edisi I, 2008).
14. Karya : Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Masa Depan (dalam proses
penulisan/penyelesaian).
15. Karya : Kumpulan Makalah Seminar Nasional dan Karya dalam beberapa Jurnal 1995-
2008.

PENGHARGAAN DAN TANDA JASA


1. Ditjen Dikdasmen 1982
2. Kodam Brawijaya 1986
3. Dewan Pertahanan Keamanan Nasional 1993
4. Dewan Ketahanan Nasional 2003; 2008
5. Satya Lencana Karya Satya 30 th. dari Presiden RI 1999
6. Anugeraha Sewaka Winayaraha, Depdiknas 2008

Demikian data dan keterangan yang disampaikan dengan kesadaran dan tanggungjawab atas
kebenarannya.
Malang, Agustus 2008

Mohammad Noor Syam

Catatan :
*)= Lembaga Kerjasama Penumbuhan Karakter Bangsa (LKPKB) dengan
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB)
**)= Forum Kajian Cita Bangsa (FKCB);
Gerakan Nasional Patriot Indonesia (GNPI)
Center of Indonesian Communities Studies (CICS) Surabaya

22 MNS, Lab. Pancasila UM


PEMBUDAYAAN
SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
(UUD 2002 AMANDEMEN) MENYIMPANG DARI NILAI
UUD PROKLAMASI 45
(ERA REFORMASI DALAM PRAKTEK BUDAYA NEO-LIBERALISME)

disusun dan disajikan oleh :


Mohammad Noor Syam

Dalam
Seminar Nasional

Diselenggarakan IKA UNISKA 20 Desember 2008,


di Kampus UNISKA

LABORATORIUM PANCASILA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
2008

23 MNS, Lab. Pancasila UM


Bangsa Indonesia mutlak memperjuangkan untuk menegakkan NKRI sebagai sistem
kenegaraan Pancasila dengan membudayakan sistem demokrasi (berdasarkan) Pancasila
dan ekonomi nasional (ekonomi kerakyatan) berdasarkan Pancasila.
Bangsa Indonesia berkewajiban menyelamatkan NKRI dalam integritasnya sebagai
sistem kenegaraan Pancasila (terjabar dalam UUD Proklamasi 45) yang menjamin
manusia, warganegara dan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya, adil-beradab
dan bermartabat.

IV. NKRI dan UUD Proklamasi dalam Era Reformasi

Sesungguhnya gejolak dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme telah


menggoda dan melanda bangsa Indonesia --- terutama elite reformasi--- yang
memperjuangkan reformasi dengan asas : kebebasan (liberalisme, neo-liberalisme),
demokrasi (demokrasi liberal; termasuk ekonomi –liberal) atas nama HAM (HAM
individualisme) dan keterbukaaan (transparansi) . Kemudian euforia reformasi
melaksanakan perubahan (baca : amandemen) UUD 45, melalui kesepakatan berikut:

MPR-RI mufakat untuk mengamandemen UUD45 dengan konsensus tidak


mengamandemen :
1. Pembukaan UUD 45,
2. Sistem negara kesatuan (NKRI)
3. Sistem Pemerintahan Presidensial;
4. Nilai dalam Penjelasan UUD 45 diakomodasi dalam Batang-Tubuh (Pasal-Pasal); dan
5. Amandemen ditetapkan dalam bentuk Addendum .

A. Amandemen UUD 45
Banyak tokoh nasional bahkan lembaga-lembaga keilmuan yang mengkritisi
amademen UUD 45 ( tahap I-IV: 1999-2002) berkesimpulan: sarat dengan kontroversial;
jauh menyimpang dari jiwa UUD 45 sebagai UUD Proklamasi. Karenannya, kita lebih baik
bukan menamakan UUD 45 Amandemen, melainkan sebagai UUD 2002! Analisis normatif-
filosofis-ideologis berikut adalah bukti penyimpangan mendasar dimaksud:
1. Dari 5 konsensus nasional (MPR) sebagai prinsip yang tidak diamandemen, ternyata
hanya 1 (=ad.2, NKRI tetap ditegakkan). Nilai dalam ad.1, 3,4, dan 5 dilangkahi dan
mengalami distorsi; yakni :
a. Nilai sila IV dalam Pembukaan dijabarkan sebagai demokrasi-liberal (mulai
hapusnya MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sampai pemilihan langsung: Pemilu
Presiden dan Wapres, DPR, DPD, dan DPRD serta Pilkada Gubernur, Bupati,
Walikota). Demokrasi dalam Pemilu menjadi praktek budaya demokrasi liberal:
multi partai, oligarchy, plutocracy dan anarchy! dengan social cost mahal dan
konflik horisontal yang anarchis!
Budaya dan moral politik jauh menyimpang dari budaya dan moral politik Pancasila.
Berbagai komponen bangsa kehilangan jatidiri bangsa.
b. Nilai dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, menjadi budaya Parlementer
---otoritas DPR melebihi otoritas prerogatif Presiden ---.
c. Nilai dalam Penjelasan banyak mengalami distorsi dan degradasi; mulai wawasan
nasional dipraktekkan dalam budaya otoda yang cenderung menjadi praktek budaya

24 MNS, Lab. Pancasila UM


federal dan bermuara disintegrasi nasional--- set back jauh sebelum Sumpah
Pemuda 1928 ---.

V…………………………………

Praktek Budaya Ideologi Liberalisme-Kapitalisme

1. Semua warga negara sebagai SDM Indonesia dijiwai asas moral filsafat negara
Pancasila (yang beridentitas theisme-religious). Jadi, manusia warga negara RI yang
berdalih atas nama demokrasi dan HAM tidak mengakui asas Ketuhanan Yang Maha
Esa (baca: menganut paham atheisme, seperti penganut marxisme-komunisme/PKI)
sesungguhnya bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila I sebagai terjabar dalam
UUD 45 Pasal 29; dan
2. Semua produk kelembagaan negara (peraturan perundangan) nasional wajib bersumber,
dijiwai dan dilandasi kaidah fundamental negara atau asas kerokhanian negara (filsafat
Pancasila) seutuhnya. Demikian pula pelaksanaan semua bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara ditegakkan dengan N-sistem nasional* (cermati skema 3).

Keunggulan sistem filsafat Pancasila secara natural dan kultural, historis dan
konstitusional dapat dihayati dalam jabaran sistem nasional, sebagai asas (imperatif)
identitas dan integritas ideologi nasional. Bandingkan dengan sistem ideologi: kapitalisme-
liberalisme, dan sosialisme; serta marxisme-komunisme-atheisme sebagai praktek budaya dan
moral politik ideologi modern!

*
) N = Sejumlah

25 MNS, Lab. Pancasila UM

Anda mungkin juga menyukai