Anda di halaman 1dari 12

GAMBARAN DAN ANALISIS LUARAN TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON

FARMAKOLOGI PASIEN SKIZOFRENIA DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT


KHUSUS DHARMA GRAHA TAHUN 2009

1), 2)

Munirah 1), Tahoma Siregar2), Magdalena Niken3)


Program studi Farmasi FMIPA ISTN, 2) Instalasi Farmasi RS Khusus Dharma Graha

INTISARI
Telah dilakukan penelitian terhadap gambaran Pasien dan terapi skizoprenia di unit rawat
inap RS Khusus Dharma Graha tahun 2009 dan dilakukan analisis luaran (outcome) terapi
farmakologi dan non farmakologi dengan mengukur skor keperawatan awal (masuk RS) dan akhir
(pulang RS). Penelitian dilakukan dengan metode survey yang bersifat deskriptif-analisis
retrospektif. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis bivariat. Hasil penelitian yaitu pasien
skizofrenia yang menjalani perawatan di rawat inap RS Khusus Dharma Graha pada tahun 2009 yang
memperoleh terapi farmakologi dan non farmakologi, dengan jenis kelamin laki-laki 72.3%.
Umumnya masuk rawat inap pada usia dewasa antara 41 60 tahun 72.3%. Diagnosis terbanyak
adalah skizofrenia paranoid, dan lamanya pasien menjalani perawatan umumnya kurang dari 100
hari, yaitu 49.2%. Pasien masuk di rawat inap dengan kondisi kurang (55.4%). Pasien setelah
menjalani pengobatan pada umumnya keluar dengan kondisi baik (55.4%). Analisis terhadap terapi
farmakologi dan non farmakologi yang dilakukan di RS Khusus Dharma Graha pada skor
keperawatan awal dan akhir memberikan hasil bahwa terapi farmakologi dan non farmakologi
bermakna mempengaruhi skor keperawatan ( perbaikan kondisi pasien).
Kata kunci : Skizofrenia, terapi farmakologi, terapi non farmakologi, skor keperawatan.
ABSTRACT
Has done research on patients and therapeutic overview skizoprenia in the Special Hospital
inpatient unit Dharma Graha in 2009 and performed outcome analysis pharmacological and non
pharmacological therapy by measuring the initial nursing score (hospitalized) and late (out of
hospital). The study was conducted by survey method that is descriptive-retrospective analysis. The
data obtained were processed using bivariate analysis. The results of schizophrenic patients who
underwent inpatient treatment at the Hospital for Special Dharma Graha in 2009 to acquire nonpharmacological and pharmacological therapies, with the male sex 72.3%. Generally, inpatient
admission at the age of adults between 41-60 years of 72.3%. The most diagnosis is schizophrenia
paranoid, and patients undergoing treatment duration is generally less than 100 days, ie 49.2%.
Patients entered in hospitalizations with less conditions (55.4%). Analysis of the pharmacological
and non pharmacological therapies are performed at the Special Hospital nursing Dharma Graha at
the beginning and the end score gives the result that non-pharmacological and pharmacological
therapies significantly affect the scores of nursing (improving the patient's condition).
Key word : schizophrenia, pharmacological and non pharmacological therapy, scores of nursing.

mengatasi gangguan skizofrenia adalah


antipsikotik.
Terapi non farmakologi menunjang
perbaikan (kualitas hidup) pasien skizofrenia.
Tujuan utama pelaksanaan terapi non
farmakologi
adalah
mengembangkan
keterampilan dan mengasah bakat serta
meningkatkan minat pasien. Terapi non
farmakologi dilakukan untuk menunjang terapi
farmakologi dan dilakukan pada tahap
pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan,
karena skizofrenia merupakan penyakit
kronis.(10) Pemilihan kegiatan pada terapi non
farmakologi turut berperan dalam menunjang
proses penyembuhan.
Evaluasi luaran (outcome) terapi
farmakologi dan non farmakologi terhadap
penyakit skizofrenia sangat penting dilakukan
karena lamanya masa perawatan serta sering
terjadinya riwayat kekambuhan. Keberhasilan
luaran (outcome) terapi terhadap gangguan
skizofrenia dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara seperti Brief Psychiatric Rating
Scale (BPRS), Positive and Negative Symptom
Scale (PANSS).(26) Pengukuran luaran
(outcome) terapi di RS Khusus Dharma Graha
dilakukan dengan membandingkan skor akhir
keperawatan saat masuk dan pulang(11), bahwa
maksud dari hal tersebut diatas adalah
membandingkan pasien baru masuk (sebelum
di beri terapi) dengan sesudah di beri terapi
(pasien pulang), perubahan kondisi pasien
yang pada awalnya tidak mau makan, tidak
mau mandi, tidak mau bergaul, tidak mau
berbicara, emosi tidak dapat dikendalikan,
pikiran kacau, tidak bisa tidur, bicara
sendirian,akan tetapi setelah diberikan terapi
farmakologi dan non farmakologi secara
bertahap pasien memperlihatkan perubahannya
yaitu ditandai dengan kondisi pasien sudah
mau makan , mandi dan berpakaian inisiatif
sendiri, timbul minat bergaul, bicara dengan
baik dan teratur, emosi dapat diatasi, pikiran

PENDAHULUAN
Gangguan mental merupakan suatu
gangguan yang menyebabkan perilaku menjadi
bertentangan dengan keadaan normal (1). Salah
satu bentuk gangguan mental adalah
skizofrenia yang merupakan gangguan otak
dan menimbulkan gejala kejiwaan berupa
sikap,
pikiran,
dan
perilaku
yang
(2)
menyimpang.
Prevalensi
penderita
schizophrenia di dunia sekitar 0,22%,
sedangkan di Amerika Serikat berkisar antara
1% sampai 1,5% dengan angka kejadian 1 per
10.000 orang per tahun.(3) Penyebab timbulnya
skizofrenia dapat dikarenakan faktor biologi
(hipotesis dopamin, hipotesis serotonin,
komplikasi kelahiran, dan infeksi otak), faktor
genetik, dan faktor psikososial.(4,5,6)
Pengenalan dan pengobatan secara
cepat sangat penting karena semakin lama
penderita
skizofrenia
tidak
diobati,
kemungkinan kambuh semakin sering dan
timbul resistensi terhadap pengobatan,
Pengobatan terhadap skizofrenia dilakukan
dengan terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi.
Terapi
farmakologi
dengan
penggunaan obat-obat golongan psikotropika
sangat bermanfaat dalam mengatasi gangguan
skizofrenia.(7) Penggunaan obat secara rasional
sangat mempengaruhi luaran (outcome) terapi.
Proses pemilihan obat-obatan diharapkan
mengikuti tatalaksana pengobatan yang sudah
ditetapkan, dimana pemilihan jenis obat
disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
yang
ingin
diatasi.(8)
Undang-undang
Psikotropika Nomor 5
Tahun 1997
menyatakan bahwa psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku.(9) Golongan
psikotropika yang direkomendasikan untuk
2

baik, tidur baik, bicara sendirian hilang, hasil


ini yang menjadikan skor perawatan
berubah.(24)
Terapi skizofrenia di RS Khusus
Dharma Graha dilakukan dengan terapi
farmakologi dan non farmakologi, outcome
terapi di RS ini belum diketahui, untuk
evaluasi tatalaksana perlu dilakukan, evaluasi
terhadap luaran (outcome) terapi di RS ini
dengan membandingkan skor keperawatan
diawal dan akhir terapi skizofrenia.

Kriteria Eksklusi
Catatan rekam medik tidak lengkap, dan tidak
jelas. Pasien pulang paksa, kabur, dan
meninggal dunia selama pengobatan. Pasien
mempunyai riwayat penyakit lain (TBC,
sindrom otak organik).
Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan mulai
bulan September sampai Nopember 2010,
dengan mencatat data rekam medik pasien
skizofrenia ke dalam lembar pengumpulan
data di RS Khusus Dharma Graha, BSDTangerang.

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan
penelitian deskriptif analisis menggunakan
metode survei retrospektif, dengan melihat
data sekunder dari data rekam medik pasien
skizofrenia di RS Khusus Dharma Graha pada
tahun 2009.

Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam
medik dan unit rawat inap RS Khusus Dharma
Graha, BSD-Tangerang.
Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari data sekunder
dibagian rekam medik RS Khusus Dharma
Graha. Pengambilan data dilakukan dengan
terlebih dahulu mengajukan surat permohonan
izin penelitian dan proposal kepada Direktur
RS Khusus Dharma Graha.
Pengambilan data dilakukan dengan
terlebih dahulu meminta rekapitulasi data
pasien skizofrenia yang menjalani perawatan
di bagian rawat inap pada tahun 2009 dan
dilakukan pencatatan nomor rekam medik.
Nomor rekam medik
yang diperoleh
digunakan untuk mencari buku rekam medik,
yang kemudian dibaca dan dicatat dalam
lembar pengumpulan data.

Populasi dan Sampel


Populasi
adalah
semua
pasien
skizofrenia yang menjalani pengobatan di RS
Khusus Dharma Graha sebanyak 65 orang.
Sampel yang diambil adalah semua
data rekam medik pasien skizofrenia yang
menjalani pengobatan di RS Khusus Dharma
Graha
periode bulan Januari sampai
Desember Tahun 2009 sebanyak 65 orang.
Kriteria Inklusi
1. Pasien didiagnosa mengalami skizofrenia
dan
mendapat
pengobatan
dengan
psikotropika.
2. Catatan rekam medik lengkap dan jelas.
3. Pasien menjalani pengobatan di rawat inap
dan tidak pulang paksa, kabur, atau
meninggal dunia selama pengobatan.
4. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
lain (TBC, sindroma otak organik).

HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian merupakan data dari
pasien skizofrenia yang menjalani perawatan
selama tahun 2009 dan memperoleh terapi

Terapi non farmakologi yang di


berikan kepada pasien skizofrenia dalam
menunjang terapi farmakologi yang banyak
dilakukan selama tahun 2009.

farmakologi dan non farmakologi, jumlah


sampel adalah 65 pasien.
Pasien skizofrenia yang menjalani
perawatan di rawat inap RS Khusus Dharma
Graha pada tahun 2009, sebagian besar adalah
laki-laki dengan jumlah 72.3%. Pasien pada
umumnya masuk rawat inap pada usia dewasa
antara 41 60 tahun yaitu 72.3%. Diagnosis
terbanyak adalah skizofrenia paranoid 46.2%,
dan lamanya pasien menjalani perawatan pada
umumnya membutuhkan waktu kurang dari
100 hari, yaitu 49.2%. Pasien masuk di rawat
inap dengan kondisi kurang baik (55.4%).
Pasien setelah menjalani pengobatan pada
umumnya keluar dengan kondisi baik (55.4%).
Dalam bentuk tabel data karakteristik sampel
selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.1.
Terapi Farmakologi
Farmakologi

dan

Terapi

Dapat dilihat pada tabel IV.4


Tabel IV.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Non

Terapi farmakologi dinyatakan dengan


pemakaian obat yang digunakan pasien
skizoprenia yang di rawat inap di RS Khusus
Dharma Graha tahun 2009. Berdasarkan jenis
dan golongan obat, digunakan dapat dilihat
pada tabel IV.2 dan IV.3
Berdasarkan jenis obat dipakai pasien
skizoprenia yang banyak di pakai adalah
Trihexiphenidil (20.2%) diikuti Risperidon
(15.8%) dan Clozapin (14.2%).
Selengkapnya pada tabel IV.2
Pemakaian obat berdasarkan golongan yang
terbanyak adalah antipsikotik atipikal (38.9%),
antiparkinson (20.2%), dan antipsikotik tipikal
(14.2%), selengkapnya pada tabel IV.3
Ket : Total = Jumlah sampel

Tabel IV.2 Pemakaian Obat berdasarkan Jenis


Obat pada pasien Skizofrenia di RS Khusus
Dharma Graha Tahun 2009

Tabel IV.3 Pemakaian Obat berdasarkan


Golongan Obat pada pasien Skizofrenia di RS
Khusus Dharma Graha tahun 2009

IV.4 Terapi Non Farmakologi yang dilakukan


pada Pasien Skizofrenia di RS Khusus Dharma
Graha Tahun 2009

Jenis terapi non farmakologi yang

banyak
dilakukan
oleh
pasien
skizofrenia adalah kegiatan Grup psikoterapi
(26.29%), dan terapi non farmakologi yang
paling sedikit dilakukan adalah terapi tari yaitu
sebesar (2.34%).

Tabel IV.5 Hubungan antara lama rawat


dengan jenis Skizofrenia yang diterapi dengan
farmakologi dan non farmakologi.

Skor keperawatan
Awal masuk RS dengan skor keperawatan
kurang 55.4%, sedang 43,1% dan buruk 1.5%.
Setelah diterapi farmakologi dan non
farmakologi skor keperawatan akhir (pulang)
tercatat yaitu kondisi baik sekali 10.8%, baik
55.4% dan sedang 33.8%
Perbaikan skor keperawatan setelah
terapi farmakologi dan non farmakologi dilihat
dari perbedaan kelompok skor keperawatan
antara awal masuk RS dan pulang RS. Skor
keperawatan dihitung dengan mengurangkan
persentase kelompok skor akhir dengan
persentase kelompok skor awal sehingga
diperoleh hasil perbaikan skor keperawatan
yaitu dengan kondisi baik sekali 10.8%, baik
55.4%, sedang berkurang sebesar 9.3%,
kondisi kurang dengan buruk menjadi tidak
ada ( 0 % ) saat pulang.

Ket : F20.0 Skizoprenia paranoid


F20.1 Skizoprenia hebephrenik
F20.5 Skizprenia residual
F20.6 Skizoprenia simpleks
F20.9 Skizoprenia yang tidak
tergolongkan

Hubungan antara lama rawat dengan jenis


Skizofrenia yang diterapi dengan farmakologi
dan non farmakologi.

Tabel IV.6 Tabel Chi-Square Hubungan antara


lama rawat dengan jenis Skizofrenia yang
diterapi dengan farmakologi dan non
farmakologi.

Hipotesis bahwa ada hubungan yang


bermakna antara lama di rawat dengan jenis
Skizofrenia yang diterapi dengan farmakologi
dan non farmakologi. Analisis hubungan
dilaksanakan
dengan
analisis
bivariat
menggunakan metode Chi-Square. Hasil
analisis ditunjukan pada Tabel. IV.6.

Perbedaan antara Skor Awal dengan Skor


Akhir
setelah
pelaksanaan
Terapi
Farmakologi dan Terapi Non Farmakologi

Nilai signifikansi uji Chi-Square


P=0.385 >0.05 maka hipotesis di terima.
Artinya tidak ada hubungan bermakna antara
lama di rawat dengan jenis Skizofrenia yang
diterapi dengan farmakologi dan non
farmakologi.

Sebelum pelaksanaan pengobatan skor


awal dicatat. Setelah pelaksanaan pengobatan
skor akhir dicatat. Perbedaan antar skor
menunjukan outcome terapi yang diperoleh.
Hipotesis adalah bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna antara skor keperawatan
sebelum dan setelah terapi farmakologi dan

non farmakologi. Analisis dilaksanakan


dengan analisis bivariat menggunakan metode
uji T berpasangan (Paired T Test).
Hasil t test berpasangan diperoleh
bahwa nilai signifikansi uji T berpasangan
(Paired T Test) 0.000 (P< 0.05) menunjukan
bahwa hipotesis ditolak. Artinya terdapat
perbedaan bermakna antara skor keperawatan
sebelum dan setelah terapi pada pasien
skizofrenia yang menjalani perawatan dan
pengobatan dengan menggunakan terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi.
Nilai interval kepercayaan benar
mencapai 95 % dengan range terbawah
1.20575 dan tertinggi 1.50194.

menjalani pengobatan di RS Khusus Dharma


Graha.
Prevalensi skizofrenia di Indonesia
diperkirakan 1 permil, meski angka yang pasti
belum diketahui karena penelitian prevalensi
skizofrenia secara khusus belum dilakukan di
Indonesia.(32)
Penderita skizofrenia yang dirawat di
RS Khusus Dharma Graha pada tahun 2009,
sebagian besar adalah laki-laki dengan nilai
persentase 72.3%.Pasien skizofrenia pada
umumnya laki-laki oleh karena perjalanan
penyakit dan gejala yang tampak pada laki-laki
lebih buruk dibandingkan perempuan. Selain
itu muncul lebih awal pada usia (15-25 tahun)
sedangkan pada Perempuan bisa muncul pada
usia yang lebih lanjut (25-35 tahun).(3) Secara
umum, kategori usia dewasa antara 41 60
tahun, merupakan usia produktif dimana
tekanan hidup semakin besar sehingga mudah
menyebabkan
munculnya
gejala-gejala
penyakit seperti waham kebesaran, halusinasi,
sifat marah-marah, atau tertawa, dengan bicara
yang tidak teratur, sehingga terjadi kurangnya
minat hidup dan menarik diri dari
pergaulan.(19)
Kaplan, dkk (1997) melalui hasil
penelitiannya membuktikan bahwa laki-laki
lebih berpeluang lebih besar untuk terganggu
oleh gejala negatif dibandingkan perempuan
dan perempuan pada umumnya mempunyai
fungsi sosial yang lebih baik daripada lakilaki. Pada umumnya hasil akhir untuk
penderita skizofrenia perempuan lebih baik
daripada hasil akhir penderita skizofrenia lakilaki.(33)
Diagnosis pada pasien skizofrenia
terbanyak adalah tipe skizofrenia paranoid
dengan kode F20.0. Tipe skizofrenia paranoid
merupakan tipe skizofrenia yang lebih mudah
ditegakan diagnosisnya karena gejala gejala
yang tampak lebih jelas dibandingkan tipe
skizofrenia yang lain. Tipe paranoid

Tabel IV.7 Analisis Skor Awal dengan Skor


Akhir setelah dilakukan Terapi Farmakologi
dan Terapi Non Farmakologi

PEMBAHASAN
Sampel penelitian pasien skizofrenia
yang menjalani pengobatan di rawat inap RS
Khusus Dharma Graha pada tahun 2009.
Seorang pasien dapat memberikan data sampel
yang berbeda jika kembali untuk menjalani
perawatan di rawat inap selama tahun 2009
karena munculnya gejala. Oleh karena pasien
yang berobat di rawat inap terbatas, maka
jumlah sampel diperoleh secara total sampling.
Sampel penelitian ini diharapkan dapat
mewakili populasi pasien skizofrenia yang

merupakan tipe skizofrenia yang banyak


terdapat bukan saja di Indonesia, melainkan
juga di beberapa negara lain di dunia.(13)
Lama dirawat bagi pasien skizofrenia
membutuhkan waktu cukup lama yaitu kurang
dari 100 hari Lamanya pengobatan tergantung
dari gejala yang tampak dan perjalanan
penyakit yang dimulai dari fase akut, fase
stabilisasi, dan fase stabil. Pada fase akut
terdapat gambaran psikotik yang jelas seperti
waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan
pikiran
yang kacau
Fase
stabilisasi
berlangsung selama 6-18 bulan. Fase stabil
dimana simptom negatif lebih terlihat dan
residual dari simptom positif. Pada beberapa
individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan
individu lain mengalami simptom nonpsikotik
misalnya, merasa tegang (tension), ansietas,
depresi, atau insomnia. (6)
Pasien masuk di rawat inap dengan
kondisi kurang dengan skor keperawatan
antara 9 sampai 16. Skor kurang menunjukan
pasien datang dengan keadaan tidak dapat
mengurus diri sendiri, dan dikarenakan adanya
gejala-gejala yang muncul. Pasien setelah
menjalani perawatan dan pengobatan akan
mempunyai nilai skor yang meningkat
sehingga diperoleh kriteria baik yaitu skor
dengan nilai antara 25 sampai 32, yang berarti
pasien sudah mulai mampu merawat diri
sendiri dikarenakan gejala penyakit dapat
diatasi.

sangat dianjurkan bagi penderita skizofrenia.


Pemakaian
trihexyphenidyl
sebagai
antiparkinson mendominasi pada pemakaian
obat berdasarkan jenis, namun berdasarkan
golongan
antipsikotik
atipikal
lebih
mendominasi. Pasien yang mendapatkan
pengobatan skizofrenia dapat memperoleh
obat antipsikotik atipikal lebih dari satu
macam, sehingga pemakaian antipsikotik
atipikal menempati urutan pertama, diikuti
oleh antiparkinson sebagai pencegah efek
samping, dan dilanjutkan oleh antipsikotik
tipikal. Efek samping yang ditimbulkan oleh
antipsikotik tipikal lebih banyak dibandingkan
dengan
antipsikotik atipikal. Pemakaian
antipsikotik tipikal kurang diminati.
Pasien skizofrenia selama pengobatan
menggunakan obat-obat yang mempengaruhi
susunan saraf pusat. Obat-obat tersebut
mempunyai efek samping seperti sindrome
ekstrapiramidal (EPS), yang menyebabkan
gerakan otot tidak dapat dikendalikan dan
tidak mempunyai tujuan. Trihexyphenidyl
merupakan senyawa antikolinergik yang akan
menghambat aktifitas dari saraf parasimpatik.
Efek penghambatan ini menyebabkan relaksasi
dan kelembutan pada saraf parasimpatik. Oleh
karena itu, pemakaian Trihexyphenidyl
sebagai pencegah timbulnya EPS, pada pasien
yang
mendapat
antipsikotik
sangat
mendominasi.
Risperidone sebagai
antipsikotik
atipikal direkomendasikan sebagai obat pilihan
untuk
penderita
skizofrenia.
Clozapin
digunakan sebagai antipsikotik atipikal jika
penggunaan Risperidon sudah tidak efektif
bagi pasien skizofrenia. Dari hasil penelitian
yang dilakukan pada 490 pasien yang diterapi
dengan Clozapine dan 490 pasien diterapi
dengan Olanzapine, terjadi perbaikan pada
pasien yang diterapi dengan Clozapine
dibandingkan dengan Olanzapine dalam hal :
Penurunan pasien yang mencoba melakukan

Terapi Farmakologi dan Terapi Non


Farmakologi
Pengobatan
antipsikotik
atipikal
memberikan manfaat sebagai berikut; tingkat
responden yang lebih tinggi, efisiens pada
pasien dengan penyakitrefraktori, risiko bunuh
diri yang lebih rendah, kapasitas fungsional
yang lebihbaik dan peningkatan kualitas
hidup.(34) Pemakaian obat antipsikotik atipikal

bunuh diri. Pada pasien yang diterapi dengan


Clozapine yang masih mencoba melakukan
bunuh diri sebanyak 34 orang/ sekitar 6.9%,
sedangkan pada pasien yang diterapi dengan
Olanzapine sebanyak lebih banyak yaitu 55
orang/ sekitar 11.2%.(35)

analisis bivariat menggunakan metode ChiSquare.


Nilai signifikansi uji Chi-Square
P=0.385 >0.05 maka Ho di terima. Artinya
tidak ada hubungan bermakna antara lama di
rawat dengan jenis Skizofrenia yang diterapi
dengan farmakologi dan non farmakologi

Terapi Non Farmakologi


Mengingat demikian pentingnya terapi
non farmakologi terhadap pemulihan penderita
skizofrenia, maka selama perawatan di RS
Khusus Dharma Graha, pasien diberikan terapi
non
farmakologi
dalam
mengatasi
ketidakmampuan
bersosialisasi
menjadi
penting dilakukan, mengingat konsekuensi
terjadinya ketidakmampuan bersosialisasi
sangat berpengaruh terhadap kehidupan
penderita dalam berinteraksi dengan keluarga
maupun masyarakat.
Terapi non farmakologi yang banyak
dilakukan di RS Khusus Dharma Graha oleh
pasien skizofrenia secara berurutan adalah
kegiatan
Grup
Psikoterapi,
Meditasi
Medik,Terapi Relaksasi serta Terapi Olahraga
dan Terapi Ketawa.
Keberhasilan terapi farmakologi tidak
dapat optimal tanpa disertai oleh terapi non
farmakologi. Kedua terapi ini dapat berjalan
bersama
selama
pengobatan
pasien
skizofrenia.
Pelaksanaan
terapi
non
farmakologi dapat menyebabkan kemandirian
pasien cepat tercapai.

Perbedaan antara Skor Awal dengan Skor


Akhir
setelah
pelaksanaan
Terapi
Farmakologi dan Terapi Non Farmakologi
Skor keperawatan merupakan nilai
yang menunjukan kemandirian pasien serta
tingkat timbulnya gejala. Semakin tinggi nilai
skor pasien semakin mandiri dan tingkat
timbulnya gejala dapat diatasi, begitu pula
sebaliknya. Pencatatan skor sebelum dan
setelah pengobatan dapat menunjukan
keberhasilan pengobatan baik dengan terapi
farmakologi maupun non farmakologi.
Skor awal didominasi dengan kriteria
kurang sebanyak 36, sedang 28, dan buruk 1.
Setelah menjalani pengobatan terdapat 7
sampel yang menjadi baik sekali, 36 yang
menjadi baik, dan 22 yang menjadi sedang.
Skor akhir sendiri didominasi oleh kriteria
baik dengan jumlah 36 sampel. Pergeseran
nilai skor ini menunjukan outcome terapi
karena
pengobatan
yang
dilakukan.
Keberhasilan outcome terapi pada setiap
individu berbeda, hal ini dipengaruhi oleh
respon terhadap terapi farmakologi dan terapi
non farmakologi serta kegawatan gejala yang
timbul, serta kemampuan mengatasi gejala
penyakit
Nilai signifikansi Pearson Pairedsampel T Test 0.000 (P<0.05) menunjukan
bahwa terdapat perbedaan antara skor
keperawatan awal dengan skor keperawatan
akhir pada pasien skizoprenia.

Analisis
lama rawat dengan jenis
Skizofrenia
yang
diterapi
dengan
farmakologi dan non farmakologi.
Hipotesis adalah bahwa ada hubungan
yang bermakna antara lama di rawat dengan
jenis Skizofrenia yang diterapi dengan
farmakologi dan non farmakologi dengan skor
akhir. Analisis hubungan dilaksanakan dengan

DAFTAR PUSTAKA
1.
Yosep, I, Proses Terjadinya Gangguan
Jiwa, Skizofrenia sebagai Bentuk
Gangguan Jiwa, 20 Januari. Diakses dari
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/, 15 Mei 2009
2.
Kaplan, I. Harold, Sadock, J. Benjamin,
Schizophrenia in: Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences and
Clinical Psychology, 8th ed, Baltmore
USA: Lippincott Williams and Wilkins,
1998
3.
Norquist
GS,
Narrow
WE,
Schizophrenia : Epidemiology, in :
Kaplan and Sadock Comprehensive
textbook of psychiatry, 7th ed,
Philadelphia : Lippincott, Williams and
wilkins, 2000:1110-1117.
4.
Julius, I., Steinfeld, M.D., The
Etiological Syndrome of Schizophrenia,
in: A New Approach to Schizophrenia,
Merlin Press Inc, New York, 1956: 111114.
5.
Kendler KS., Schizophrenia: Genetics,
in: Kaplan and Sandock Comprehensive
textbook of psychiatry, 7th ed,
Philadelphia: Lippincott Williams and
wilkins, 2000: 1147-1169
6.
Sapiie TWA, Patobiologi Skizofrenia
dan Peranan Serotonin dalam Gejala
Negatif Skizofrenia, dalam majalah
psikiatri, Jakarta, 2007 : 77-89
7.
American
Psychiatric
Association.
Practice Guideline for the treatment of
patients with schizophrenia, 2nd ed.
Arlington (VA): American psychiatric
Association, 2004: 114.
8.
Nasrallah HA and Smeltzer DJ.,The
patient
with
schizophrenia

contemporary
diagnosis
and
management of, Handbook in Health
Care Co, Newtown, Pennsyvania, USA.,
2002

Simpulan
1. Gambaran pasien skizofrenia yang
menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Khusus Dharma Graha pada tahun 2009,
sebagian besar adalah laki-laki 72.3%.
dengan usia dewasa antara 41 60 tahun
(72.3%), diagnosis terbanyak adalah
skizofrenia paranoid (46.2%), dan waktu
lama dirawat kurang dari 100 hari (49.2%).
2. Gambaran pemakaian obat berdasarkan
jenisnya
terbanyak
Trihexyphenidyl
(20.2%), kemudian Risperidon (15.8%),
dan Clozapin (14.2%). Pemakaian obat
psikotropika
berdasarkan
golongan
terbanyak adalah
antipsikotik atipikal
(38.9%), antiparkinson (20.2%), dan
antipsikotik tipikal (14.2%), jenis terapi
non farmakologi yang banyak dilakukan
oleh pasien skizoprenia adalah kegiatan
Grup psikoterapi (26,29 %), dan terapi non
farmakologi yang paling sedikit dilakukan
adalah Terapi tari (2,34%).
3. Terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi dapat meningkatkan skor
keperawatan (peningkatan kualitas hidup )
pasien skizoprenia,skor keperawatan awal
kurang (55,4 % ) dan skor keperawatan
akhir baik (55,4%)
4. Terdapat
perbedaan
antara
skor
keperawatan sebelum terapi dengan
kondisi buruk 1,5 %, kurang 55, 4%,
sedang 43,1%, dan setelah terapi
farmakologi dan non farmakologi skor
keperawatan menjadi kondisi sedang
33,8%, Baik 55,5 %, dan baik sekali 10,8
% di RS Khusus Dharma Graha tahun
2009.

10

9.

10.

11.

12.
13.

14.

15.

16.

17.

18.

Departemen Kesehatan Penjelasan


Undang-Undang
No.5
tentang
Psikotropika, 1997, diakses dari
www.hukumonline.com, tanggal 15 Mei
2009
Iskandar, Yul., 2005, Managemen
Diagnostik dan
Terapi Gangguan
Psikiatrik di RSK (psikiatrik) Dharma
Graha, Ed.1, Yayasan Dharma Graha,
Jakarta.
Johson, Dale.L., 2010, A Compendium
Psychosocial Measures: Assessment of
People With Serious Mental Illnessess in
The Community, 2009, Springer
Publishing Company, LLC., New
York.Diakses
dari:
http://www.google.co.id/books?id,
tanggal 10 Mei 2010
Maslim R, Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik, ed 2, Jakarta, 2001 : 14-22
American
Psychiatric
Association,
Schizophrenia and other psychotic
disorders, in diagnostic and statistical
manual of mental disorders, 4th ed,
Washington, DC, 1994:273-286.
Agus, D, Pendekatan Holistik terhadap
Skizofrenia, dalam majalah psikiatri,
Jakarta, 2005:1
Irmansyah, M., Skizofrenia Bisa
Mengenai
Siapa
Saja,
Majalah
Kesehatan Jiwa, No.3, 2005: 210
Departemen Kesehatan RI, Skizofrenia,
Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa III, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta., 2000: 105-118
First M.B., Tasman A. Schizophrenia.:
DSM-IV-TR
Mental
Disorders
Diagnosis, Etiology and Treatment.
London:2004: 640-700.
Kay S.R., Positive and Negative
Symptoms in Schizophrenia, Assessment
and Research, New York: Bruner/mazel
Publisher, 1991: 86-91.

19.

20.
21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

11

Loebis,
B.,
Skizofrenia:
Penanggulangan
Memakai
Antipsikotik, Pidato Pengukuhan Guru
Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara, 19 Juli 2007, diakses
dari:
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb
/2007/, tanggal 18 Mei 2010.
Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis
Banding, Jakarta 2007:12-137.
Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon
L.B., et al.Practice Guideline for The
Treatment
of
Patients
with
Schizophrenia,
2nd
ed.
Arlington:American
Psychiatric
Association, 2004.
Kay, Stanley R., 1991, Positive and
Negative Syndromes in Schizophrenia:
Assessment
and
Research,
Bunner/Mazel Inc., New York. Diakses
dari: http://www.google.co.id/books?id,
tanggal 12 Mei 2010
Prawitasari, Johana E., dkk. 2002.
Psikoterapi Pendekatan Konvensional
dan Kontemporer . Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1989.
Petunjuk Teknis Asuhan Keperawatan
Pasien
Gangguan
Skizofrenia.
Direktorat Kesehatan Jiwa.
Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J.
(1990). The Handbook of Psychiatry.
California:
Year
Book
Medical
Publishers
Hicks W.E., Practice Standards of
ASHP 1994-1995, Bethesda: The
American
Society
of
Hospital
Pharmacist Inc, 1992: 47.
Ganiswarna, G.S., Farmakologi dan
Terapi,
5th
ed,
Departemen
Farmakologi FKUI, Jakarta,2007:161178

28.

29.

30.
31.

32.

33.

34.

35.

Lacy,F.C.,et all, Drug Information


Handbook with International Trade
Mark Index, Lexi-Comp Inc., Ohio,
2007
Soekidjo, N. 2002, Methodologi
Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta
Profile Rumah Sakit Khusus Dharma
Graha ,2009: 3-4
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb,
J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry.
New York: Williams and Wilkins
Prabandari. 2003. Penanganan Penderita
Skizofrenia:
Tinjauan
Psikologis.
Makalah.Simposium
Skizofrenia.
Yogyakarta: RSK Puri Nirmala. Juni
2003
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 1997.
Comprehensive Texbook of Psychiatry.
SeventhEdition. New York: Williams &
Wilkins.
Horacek, J., Bubenikova-Valeova,V.,
Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery,C.,
Mohr, P. & Hschl, C. (2006)
Mechanism of Action of Atypical
Antipsychotic
Drugs
and
the
Neurobiology of Schizophrenia, CNS
Drugs 20(5)389-405 Retrieved from
Psychology and Behavioral Sciences
Collectiondatabase.
Luften-Terapi
Skizofrenia
yang
Berimbang dan Kuat. Tersedia di
http://pharosindonesia.com. Di akses
tanggal 10Desember 2010

12

Anda mungkin juga menyukai