Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi
akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi
(Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang
disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan
alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit
tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2005)
B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus
Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah
dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan
oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara untuk
memperoleh
metode
jelas
dan
konsisten
untuk
menggambarkan
dan
1. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak
berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator
2. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka
superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.
3. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di
bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan;
atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan
epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.
C. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras
lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu
yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat.
Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan
nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah
kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila
tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka
pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih
mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah
sekitar 32 mmHg.
b. Gesekan dan pergeseran
Kerusakan
saraf
(misalnya
akibat
karena
kekurangan
zat-zat
gizi
yang
penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus
dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya
berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan,
dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan
empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat
badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang
berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi
beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat
bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor
yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil
penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok
dengan perkembangan terhadap luka tekan.
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena
dekubitus dan memperburuk dekubitus.
D. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu diketahui
dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya,
perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan,
riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita.
Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme
(kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi
menjadi empat tadium, yaitu :
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang ormal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :
perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan
konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan
yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam
4.
Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan
luar kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka
tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot
walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan
istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena
jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada
permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka
waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya
adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).
Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada
luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit
disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan
WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan,
namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada
merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan
(top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial
( bottom-up).
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan
pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering
digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang
dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering
nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode
yang reliabel untuk mengenali adanya
E. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya maka
semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
F. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat
terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis, osteomielitis,
dan arthritis septik.
3. Septikimia
4. Animea
5. Hipoalbuminea
6. Kematian.
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan
toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3.
Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu
dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4.
Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan
laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5.
Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan
ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,
transferrin level, dan serum protein level.
6.
H. Pengkajian
Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting integritas kulit
pasien dan peningkatan resiko terjadinya dekubitus. Pengkajian dekubitus tidak
terlepas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor etiologi. Oleh karena
itu, pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki beberapa dimensi (AHPCR, 1994
dalam Potter & Perry, 2005).
1. Ukuran Perkiraan
Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi,
rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien
harus dikaji resiko terjadi dekubitus (AHPCR, 1992). Pengkajian resiko luka
dekubitus harus dilakukan secara sistematis (NPUAP, 1989) seperti
Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada pasien:
a
Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur
atau kursi
Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal
perawat pada pasien beresiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk
mempertahankan integritas kulit. pengkajian ulang untuk resiko luka dekubitus harus
Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh yang
paling sering beresiko luka dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau
duduk di atas maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu. Permukaan
tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area beresiko
tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
3. Mobilisasi
Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas kulit.
Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus dan
kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk bergerak
secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi.
Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien memiliki
tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong pasien agar sering
mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang
dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus
menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry,2005).
4. Status Nutrisi
Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian data awal
pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom, 1994; Water et
el, 1994; Finucance, 1995;). Pasien malnutrisi atau kakesia dan berat badan kurang
dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat badan lebih dari 110% berat badan
ideal lebih beresiko terjadi luka dekubitus (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005). Walaupun presentase berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika
ukuran ini digunakan bersama-sama dengan jumlah serum albumin atau protein total
yang rendah, maka presentase berat badan ideal pasien dapat mempengaruhi
timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005).
5.
Nyeri
Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan tentang
nyeri dan luka dekubitus, AHPCR (1994) telah merekomendasi pengkajian dan
manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka dekubitus. Selain itu
AHPCR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang nyeri pada pasien luka
dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung pengalaman nyeri pasien
yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallam et el
(1995). Pada studi ini 59,1% pasien melaporkan adanya nyeri dangan menggunakan
skala analog visual, 68,2% melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan
menggunakan skala urutan nyeri faces.
Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang
telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan para
peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2005) adalah menambah evaluasi
tingkat nyeri pasien kedalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan nyeri
memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas, dan
program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi pelayanan
kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus.
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncu
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan, kehilangan control motorik.
3. Perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
J. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Diagnosa
Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah
Hasil
Kolaborasi
Intervensi
Kerusakan
NOC:
integritas jaringan
1. Tissue integrity :
berhubungan
dengan:
Gangguan
sirkulasi, iritasi
kimia (ekskresi
dan sekresi tubuh,
medikasi), defisit
cairan, kerusakan
mobilitas fisik,
keterbatasan
pengetahuan,
faktor mekanik
(tekanan,
gesekan),kurangny
a nutrisi, radiasi,
faktor suhu (suhu
yang ekstrim)
NIC :
1. Kerusakan
jaringan
(membran
mukosa,
integumen,
subkutan)
primary and
2.
intention
pakaian
yang
Setelah dilakukan
3.
tindakan
keperawatan selama
4.
. kerusakan
Monitor
kulit
akan
adanya
kemerahan
integritas jaringan
5.
pasien teratasi
Oleskan
lotion
atau
yang tertekan
6.
normal
Monitor
aktivitas
dan
mobilisasi pasien
7.
8.
Memandikan
pasien
dengan
4. Menunjukkan
pemahaman
dalam
10. Observasi
dimensi,
proses
perbaikan
kulit
mencegah
terjadinya cidera
berulang
5. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan
luka
untuk
longgar
secondary
dan
pasien
menggunakan
3. Ketebalan dan
DO :
Anjurkan
luka
lokasi,
kedalaman
luka,
karakteristik,warna
granulasi,
jaringan
cairan,
nekrotik,
posisi
yang
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Gangguan mobilitas fisik
NOC :
NIC :
Berhubungan dengan :
1. Joint Movement :
Exercise therapy :
1. Gangguan metabolisme
sel
2. Keterlembatan
perkembangan
3. Pengobatan
4. Kurang support
lingkungan
5. Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
6. Kehilangan integritas
struktur tulang
Active
2. Mobility Level
ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan
4. Transfer
performance
Setelah dilakukan
saat latihan
2. Konsultasikan dengan
tindakan keperawatan
terapi
selama.gangguan
rencana
sesuai
kebutuhan
1. Klien meningkat
3. Bantu
fisik
tentang
ambulasi
dengan
klien
untuk
dalam aktivitas
menggunakan tongkat
8. Kurang pengetahuan
fisik
saat
tentang kegunaan
pergerakan fisik
9. Indeks massa tubuh diatas
75 tahun percentil sesuai
dengan usia
10. Kerusakan persepsi
sensori
2. Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas
3. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
berjalan
teknik
ambulasi
5. Kaji
kemampuan
kekuatan dan
pasien
kemampuan
mobilisasi
12. Kerusakan
berpindah
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
13. Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
4. Memperagakan
dan
dalam
6. Latih
pasien
dalam
pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat
Bantu untuk
sesuai kemampuan
mobilisasi (walker)
dan
bantu
penuhi
klien memerlukan.
9. Ajarkan
pasien
bagaimana
posisi
dan
bantuan
deconditioning
diperlukan
merubah
berikan
jika
langkah pendek)
23. Keterbatasan motorik
kasar dan halus
24. Keterbatasan ROM
25. Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
26. Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
27. Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
3. Perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
dengan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
NOC:
1. Nutritional status:
kebutuhan tubuh
Adequacy of
Berhubungan
nutrient
kalori
dengan :
2. Nutritional
nutrisi
yang
dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan
untuk memasukkan
Fluid Intake
atau mencerna
dan
3. Weight Control
tinggi
serat
Setelah dilakukan
faktor biologis,
tindakan keperawatan
psikologis atau
selama.nutrisi kurang
harian.
ekonomi.
DS:
1. Albumin serum
1. Nyeri
abdomen
2. Muntah
4. Hemoglobin
3. Kejang
5. Total
perut
4. Rasa penuh
tiba-tiba
iron
binding
capacity
6. Jumlah limfosit
setelah
makan
kadar Ht
DO:
1. Diare
2. Rontok
rambut yang
berlebih
3. Kurang
kekeringan
jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan
nafsu
makan
nutrisi
4. Bising usus
berlebih
5. Konjungtiva
pucat
6. Denyut nadi
adekuat
lemah
dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
16. Kelola
pemberan
anti
emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat
adanya
edema,
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Risiko infeksi
NOC :
NIC :
1. Immune Status
2. Knowledge
Faktor-faktor risiko
1. Pertahankan
:
Infection control
3. Risk control
:
1. Prosedur
Infasif
2. Kerusakan
jaringan dan
peningkatan
paparan
Setelah
tindakan
paparan
untuk
patogen
3.
respon
inflamasi)
7. Penyakit
kronik
8. Imunosupre
si
Menunjuk
3. Cuci
tangan
setiap
sebagai
alat
pelindung
dan
dressing
sesuai
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung kencing
intake
nutrisi
8. Berikan
terapi
antibiotik:......................
sehat
5.
perlu
7. Tingkatkan
sekunder
penekanan
mencegah
normal
pertahanan
Leukopenia,
kemampuan
Jumlah
4.
6. Tidak
Hb,
gejala
timbulnya infeksi
si
(penurunan
dan
dari
Menunjuk
kan
lingkungan
adekuat
bebas
infeksi
2.
aseptif
kriteria hasil:
3. Malnutrisi
5. Imonusupre
keperawatan
lingkungan
4. Peningkatan
dilakukan
teknik
Status
imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal
...........
9. Monitor
tanda
dan
teknik
isolasi k/p
11. Inspeksi
kulit
membran
terhadap
dan
mukosa
kemerahan,
panas, drainase
9. Malnutrisi
10. Pertahan
primer tidak
adekuat
15. Ajarkan
pasien
dan
(kerusakan
keluarga
tanda
dan
kulit,
gejala infeksi
trauma
jaringan,
pasien
neutropenia
gangguan
setiap 4 jam
peristaltik)
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
dengan:
NIC :
1.
Pain
1. Lakukan pengkajian
Level,
2.
kerusakan jaringan
nyeri
pain
3.
termasuk
comfort
level
1. Laporan secara
verbal
DO:
1. Posisi untuk
menahan nyeri
2. Tingkah laku
berhati-hati
Setelah
tinfakan
secara
komprehensif
control,
DS:
Intervensi
lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi,
dilakukan
kualitas
keperawatan
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
kriteria hasil:
3. Bantu
1.
Mampu
mengontrol
nyeri
pasien
dan
keluarga
untuk
mencari
dan
3. Gangguan tidur
(tahu
penyebab
menemukan
(mata sayu,
nyeri,
mampu
tampak capek,
menggunakan tehnik
sulit atau
nonfarmakologi
yang
gerakan kacau,
untuk
mengurangi
mempengaruhi nyeri
menyeringai)
nyeri,
mencari
dukungan
4. Kontrol
lingkungan
dapat
4. Terfokus pada
diri sendiri
bantuan)
2.
5. Fokus
pencahayaan
Melapor
kan
bahwa
nyeri
menyempit
berkurang
(penurunan
menggunakan
persepsi waktu,
manajemen nyeri
kerusakan proses
3.
dengan
kebisingan
5. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
Mampu
untuk
menentukan
mengenali
penurunan
(skala,
interaksi dengan
teknik
orang dan
nyeri)
farmakologi:
4.
6. Tingkah laku
intensitas,
Menyata
kan
rasa
distraksi,
setelah
contoh : jalan-
berkurang
jalan, menemui
nyeri
nyeri
berpikir,
lingkungan)
5.
nyaman
nyeri
Tanda
dan/atau
normal
6.
intervensi
7. Ajarkan
tentang
non
napas
dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/ dingin
8. Berikan
orang lain
aktivitas,
dan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri: ...
9. Tingkatkan istirahat
Tidak
10. Berikan
informasi
aktivitas
mengalami
berulang-ulang)
gangguan tidur
penyebab
nyeri,
berapa
nyeri
7. Respon autonom
lama
(seperti
diaphoresis,
antisipasi
perubahan
ketidaknyamanan
tekanan darah,
dari prosedur
perubahan nafas,
11. Monitor
vital
sign
pupil)
pemberian analgesik
8. Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
pertama kali
lemah ke kaku)
9. Tingkah laku
ekspresif (contoh
: gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
10. Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
DAFTAR PUSTAKA
Guenter P., Malyszck R.,Bliss D.Z.,et al. Survey of nutritional status in newly
hospitalized patiens with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in Wound
Care.2000;13:164-168
Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T.
DiPiro, kk, editor. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.Edisi 6. Chicago:
McGrawHill Company; 2005. p1998-90
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Jakarta: EGC
Sugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore
development, intensive care unit, Pressure relieving care, the Japanese version of
the Braden Scale. Kanazawa Junior Collage, 1992, 16, 55-59
Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the
braden scale translated into indonesia. 2002. Master thesis. Kanazawa University,
Japan
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC.
Faktor Intrinsik
Usia - Merokok
Penurunan persepsi sensori - Malnutrisi
Penurunan kesadaran - Tirah baring
Temperature kulit - Anemia
Hipoalbuminemia - Kebiasaan makan
System kardiovaskuler menurun
Faktor Ekstrinsik
Tekanan
Geseskan dan pergoresan
Kelembaban
Kebersihan tembat tidur
Nyeri
Resiko Infeksi
Kerusakan Jaringan
Terjadi di ekstrimitas