Oleh:
dr. Rochip
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang terjadi 2-3% pada
keseluruhan kejadian kehamilan dan 5-7% terjadi pada populasi wanita nulipara.
Preeklampsia menjadi penyebab utama kematian ibu hamil dan perinatal di dunia
(1).
Adapun HELLP syndrome terjadi sekitar 0,9% dari keseluruhan kehamilan
dan 20% kasus disertai dengan preeklampsia berat (2). Saat ini HELLP menjadi
masalah serius di bidang obstetrik terkait risiko kematian bumil maupun janin (3).
Walaupun bervariasi, akan tetapi onset kejadian bersifat cepat (4). Gejala-gejala
yang dialami pasien bersifat kontinu progresif dan sering berubah secara
spontan.Terutama pada malam hari, pasien bisa mengalami eksaserbasi (5).
Selain itu populasi bumil dengan penyakit jantung termasuk ke dalam
populasi emergensi dan merupakan tantangan bagi dokter obstetrik, dokter
jantung, dan dokter anestesi (6). Pada kehamilan normal terjadi perubahan
hemodinamik yang mengakibatkan dekompensasi jantung. Adanya penyakit
jantung
pada
bumil
dapat
memperburuk
kondisi,
komplikasi,
bahkan
mengurangi kematian perinatal (10). Adapun makalah ini membahas terkait kasus
ibu hamil preeklampsia berat HELLP syndorme dengan kondisi kehamilan
berisiko tinggi (NYHA III, VSD besar, HT pulmonal, trombositopenia) pada
IUGR primigravia hamil preterm belum dalam persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE-EKLAMPSIA BERAT
1.
Definisi
Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan
yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur
kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan
proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda
kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) (16).
2.
Etiologi
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. Hipotesa factorfaktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok,
yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara faktorfaktor tersebut(17).
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi
dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The
disease of theory adapun teori-teori tersebut antara lain (18):
a.
normal
meningkat,
aktivasi
penggumpalan
dan
c.
3.
Faktor Resiko
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (missal, diabetes melitus,
hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid
antibody syndrome, dan nefropati (19).
dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu
dan ayah janin (16).
Tabel 1. Faktor Resiko Preeklampsia
Faktor yang berhubungan
dengan kehamilan
Abnormalitas
kromosom
<20 tahun
pernah
menikahi
Mola hidatidosa
Hidrops fetalis
Riwayat Preeklampsia
Donor
inseminasi donor
kongenital
ISK
Pemaparan
atau Nullipara
oosit
Anomali
preeklampsia
pada keluarga
Kehamilan ganda
struktur
Preeklampsia
pada
kehamilan sebelumnya
Kondisi medis khusus :
DM,
HT
Obesitas,
Kronik,
Penyakit
terbatas
terhadap sperma
Primipaternity
Ginjal, trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom
4.
Patofisiologi
Walaupun penyebab pasti reeklampsia tidak jelas, banyak teori
memusatkan masalah pada impantasi plasenta dan level invasi trofoblas.
Penting diingat bahwa walaupun hipertensi dan proteinuria adalah kriteria
diagnostik preeklampsia, kedua hal ini hanyalah gejala dari perubahanperubahan patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu
perubakan patofisiologi yang paling menonjol adalah vasospasme sistemik
yang sangat nyata yang bertanggung jawab terhadap penurunan perfusi
semua system organ. Perfusi juga berkurang karena hemokonsentrasi
vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga ketiga. Selain itu, preeklampsia
disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan aktivasi endotel yang tidak
tepat. Aktivasi kaskade pembekuan dan resultan dari pembentukan
thrombin lebih lanjut menghalangi aliran darah organ (16).
Tanda-tanda utama pada Preeklampsia adalah :
a. Penurunan perfusi uteroplasental
b. Peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator dengan
akibat vasokonstriksi local dan sistemik
c. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Hipotesa perubahan patofisiologis preeklampsia sangat banyak
antara lain : kegagalan invasi trofoblas, stress oksidatif, disfungsi endotel,
perubahan
hormon-hormon
kalsiotrofik,
pelepasan
faktor-faktor
Perubahan plasentasi
PGE2/PGI2
Renin/angiotensin II
Vasokonstriksi arteri
Kerusakan endotel
Hipertensi sistemik
Tromboksan
DIC
Ginjal
SSP
Proteinuri
GFR
kejang
koma
Hati
LFT abnormal
5.
Disfungsi endotel
endotelin, NO
Klasifikasi
Organ lainnya
iskemi
fibrin,
trombin
adalah
munculnya
kejang
pada
wanita
dengan
>140/90 mmHg
Sebelum usia kehamilan 20 minggu
Proteinuria (-) /
stabil
Proteinuria
(+) /
meningkat, TD
meningkat,
HELLP
Syndroma
Proteinuria
(+) /
Hipertensi
kronik
Preeklampsia
superimposed
pada Hipertensi
kronik
Preeklampsia /
Proteinuria (-) /
Hipertensi
Gestasional
Cara
pengukuran
sekurang-kurangnya
pada
dua
kali
Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat
badan 1 kg per minggu
Proteinuria 5 gram/liter.
Thrombosytopenia berat
Kerusakan hepatoseluler
Genuine pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu
disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah
140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300
mg/24 jam (Esbach)
b.
6.
Diagnosis
Kriteria Diagnostik Untuk Preeklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah : sistolik 140 mmHg atau diastolic 90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang
normal.
Proteinuria : 0,3 gr atau lebih protein 24 jam
Preeklampsia berat
Tekanan darah : sistolik 160 mmHg atau diastolic 110 mmHg
Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam
Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan,
edema paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi
liver, trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.
10
7.
Pencegahan
Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeklampsia
(16). walaupun demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeklampsia
telah dilakukan, antara lain:
a.
Restiksi garam
Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia
11
Dipyridamol
Komplikasi (22)
a. HELLP syndrom
b. Perdarahan otak
c. Gagal ginjal
d. Hipoalbuminemia
e. Ablatio retina
f. Edema paru
g. Solusio plasenta
h. Hipofibrinogenemia
i. Hemolisis
j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
9.
Perawatan Aktif
Terminasi kehamilan
Ibu
- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi
kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal,
ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
Janin
- Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
- Adanya tanda IUGR
12
Laboratorium
- Adanya HELLP syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi
hepar, trombositopenia).
b.
Pengobatan Medisinal
Antasida
13
diberikan secara
oral
Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D
Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat
celcius
14
menurun,
fungsi
jantung
terganggu,
depresi
SSP,
d.
Penanganan konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tandatanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup
15
pada
HELLP
disebabkan
oleh
microangipathic
16
17
4. Diagnosis
Penentuan diagnosis HELLP syndrome membutuhkan semua
komponen mayor (H and EL and LP). Sedangkan apabila ditemukan 1 atau
2 komponen saja (H or EL or LP) maka disebut sebagai HELLP
incomplete atau partial HELLP (4).
Onset kejadian HELLP termasuk cepat (Martin, 2006). Disamping
itu pada sebagian besar bumil akan mendapatkan gejala proteinuria dan
peningkatan tekanan darah, walaupun pada 20% kasus tidak ditemukan
(27). Juga mendapat peningkatan berat badan serta oedem pada 50% kasus
(3). Hemolisis intravaskuler didiagnosis dengan apusan darah perifer,
peningkatan serum bilirubin, dan peningkatan kadar LDH (27).
Biasa pasien merasakan gejala nausea, mual, dan rasa nyeri pada
regio epigastrik dan hipocondriaca dextra. Nyeri abdomen bagian atas
biasa hilang timbul dan biasa merasakan mulas. Banyak pasien
melaporkan merasakan malaise beberapa hari sebelum muncul gejala
HELLP. Selain itu hingga 60% wanita merasakan sakit kepala dan 20%
diantaranya hingga mengganggu penglihatan (27). Akan tetapi wanita
dengan HELLP syndrome memang tidak memiliki gejala spesifik maupun
tanda preeklampsia. Gejala yang dimiliki bersifat progresif dan intensitas
berubah secara spontan. HELLP syndrome biasa menyerang ketika malam
hari dan menurun peluangnya hingga pagi hari (5).
Terdapat 2 pembagian klasifikasi utama diagnosis HELLP
syndrome, yaitu:
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Utama HELLP Syndorme
Kelas HELLP
Klasifikasi
Klasifikasi
Tennessee
Platelet 100x109/L
Mississippi
Platelet 50x 109/L
AST 70 IU/L
LD 600 IU/L
Platelet 100x 109/L
18
5. Diagnosis Banding
HELLP syndrome sering salah diagnosis sebagai hepatitis virus,
kolangitis, dan penyakit akut lain (Haram, 2009). Penyakit lain walaupun
jarang terjadi namun menyerupai HELLP yaitu ITP, Acute Fatty Liver Of
Pregnancy (AFLP), Haemolytic Uremic Syndrome (HUS), Thrombotic
Thrombocytopenic Purpura (TTP), dan SLE (25).
Tabel 3. Differential Diagnosis HELLP syndrome
1. Penyakit terkait kehamilan
Trombositopenia kehamilan
AFLP
2. Penyakit infeksi dan peradangan
Hepatitis
Kolangitis
Kolesistitis
UTI
Gatritis
Ulkus gastrik
Pancreatitis akut
3. Trombositopenia
ITP
Defisiensi folat
SLE
Antipospholipid syndrome (APS)
4. Penyakit lain (jarang)
TTP
Haemolitic uremic syndrome (HUS)
(Haram, 2009)
6. Komplikasi
HELLP syndrome merupakan risiko serius untuk bumil maupun
janin. Berbagai jenis komplikasi bisa ditimbulkan oleh karena itu
diagnosis dan manajemen tepat, waktu dan metode kelahiran sangat
penting untuk keselamatan bumil dan janin (28). Bumil dengan partial
HELLP memiliki lebih sedikit gejala dan kemungkinan komplikasi (3).
19
% Kejadian
4-9
9-20
5-561
7-36
4-11
1-8
3-10
7-14
0,9 2%
1,8% (200 kasus)
30 kasus
Komplikasi Janin
Kematian perinatal
IUGR
Kelahiran preterm
Trombositopenia4
RDS
% Kejadian
7,4-3,4
38-61
70
15-50
5,7-40
1.
2.
3.
4.
1
Jarang
1,5-403
1-25
7. Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah mengevaluasi pasien, meliputi: status klinis
bumil, umur kehamilan (USG), dan skor Bishop. Pemeriksaan laboratorium
bisa dilakukan meliputi: hitung lengkap sel darah, hitung platelet, faktor
koagulasi, AST, LDH, haptoglobin dan pemeriksaan urin. Pengukuran
tekanan darah, USG, dan dopler juga bisa dilakukan (29).
20
21
dasarnya
disebabkan
oleh
berkurangnya
aliran
darah
22
seperti
Crohns
disease,
kolitis
ulcer,
operasi
Faktor Janin
Faktor dari janin bervariasi bisa berasal dari genetik, kelainan
kongenital, dan infeksi. Penyebab genetik menyumbang hingga 20%
IUGR. Kelainan genetik yang berperan yaitu kelainan kromosom
trisomi 21, 18, 13, dan 16, delesi kromosom 4, 5, 13, dan 18, disomi
kromosom 6, 14, dan 16, delesi kromosom X (sindrom Turner),
Cornelia de Lange syndrome, Russel silver syndrome, Fanconi, Bloom
syndrome, polimorfiseme matrix metalloproteinase-2, LRP8 gen
maternal, dan CYPP1A1 gen maternal (36).
Sedangkan
meliputi,
penyebab
penyakit
jantung
IUGR karena
kongenital,
kelainan
hernia
kongenital
diafragmatika,
23
24
< 10%
Suspek
iInfeksi
USG
Memastikan penyakit
maternal
Menghentikan rokok
Serology TORCH
Amniosentesis
Karyotype
PCR TORCH
Microarray NIPT
(optional)
Biopsi plasenta
(optional)
Faktor Janin
Genetik:
Faktor Plasenta
Plasenta:
Usia ekstrem
Plasenta abruption
Suku
Sindrome Turner
Plasenta accreta
Riwayat BBLR
Plasenta infark
Genetic syndrome
Plasenta circumvallata
Plasenta hemangioma
Plasenta chorangioma
Fetal obliteration
Obstetrik:
Malformasi Kongenital:
CDH
Riwayat BBLR
Perilaku:
Infeksi:
25
Rokok
TORCH
Alkohol
Malaria
Orang pegunungan
Penyakit sistemik:
Clamydia, TB
Hipertensi
Diabetes pregestasional
Penyakit ginjal
Anemia
Malnutrisi
Gangguan
saluran
pencernaan
Penyakit autoimun
4. Komplikasi
IUGR meningkatkan risiko kejadian asphiksia intrapartum,
kelahiran
pretermal,
respiratory
distress
syndrome,
pendarahan
cord
<
7,
intubasi,
kejang,
sepsis,
polisitemia,
Intrapartum
Neonatus
Status abnormal Hipotermia
Pediatri
Kerdil
Prematur
janin
Asfiksia
Hipoglikemia
Cerebral palsy
iatrogenik
Abruptio
Kedaruratan
Hipokalemia
Gangguan
Perinatal stroke
caesare section
Resuscitasi aktif
Polisitemia
perkembangan
Gangguan
perilaku
emosional
26
dan
Perinatal stroke
Sepsis
Koagulopati
IQ rendah
Penyakit
Disfungsi
kronis
Penyakit
hepatocellular
Respiratory
paru
jantung
dan hipertensi
distress syndrome
Hipoksia-iskemi
encephalopathy
5. Penatalaksanaan
Setelah
diagnosis
IUGR
ditetapikan,
tindakan
investigasi,
27
manfaat yang berati. Walaupun begitu pemberian dosis rendah ASA tidak
meningkatkan komplikasi, morbiditas maupun mortalitas (42).
Pada pasien ini selalu diawasi apabila sewaktu-waktu terjadi
preeklampsia. Bumil yang perlu melahirkan melalui caesarean section
tetapi memiliki risiko seperti obesitas, umur >40 tahun, dan riwayat
preeklampsia, maka perlu mendapatkan terapi prophilaksis seperti heparin
subkutaneus agar terhindar dari tromboembolism (42).
D. Kehamilan Berisiko Tinggi
1. Definisi
Kehamilan berisiko dengan ibu berpenyakit jantung ditentukan
berdasarkan indek. Adapun indek risiko Toronto cukup prospektif
dimanfaatkan untuk menentukan adanya kehamilan berisiko akibat
abnormalitas jantung. Yaitu dengan cara melihat faktor-faktor berikut,
dimana setiap faktor memiliki nilai satu poin:
a. riwayat penyakit jantung sebelumnya (gagal jantung, Transient
Ischemic Attact (TIA), stroke, aritmia paska operasi jantung)
b. NYHA kelas II atau lebih atau kondisi sianosis (saturasi oksigen
<90%)
c. obstruksi jantung kiri (luas katup mitralis < 2cm2, luas katup aorta
<1,5cm2, tinggi gelombang puncak ventrikel kiri dilihat dari
echocardiograph >30mmHg. Berkurangnya volume ejeksi hingga
<40% (disfungsi sistolik ventrikel)
Dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu; tanpa faktor (no point), 1 point,
dan lebih dari 1 point. Masing-masing kelompok secara berurutan
menunjukkan prediksi terjadinya kehamilan berisiko komplikasi sebesar
5%, 27%, dan 75% (7).
Indeks risiko di atas bisa digabungkan dengan risiko jejas spesifik
pada jantung jika ada (tabel 7). Juga bisa ditambahkan risiko apabila bumil
mengkonsumsi antikoagulan. Tabel menggambarkan kondisi kehamilan
berisiko tinggi, sedang, atau rendah karena kondisi jejas.
Tabel 7. Dugaan Bumil CHD Berisiko Berdasar Kondisi Jejas Jantung
Kehamilan Berisiko Rendah
Tanpa komplikasi / stadium ringan dari stenosis pulmonal, ventricular septal
28
defect (VSD), patent ductus arteriosus (PDA), dan prolaps katup mitralis
tanpa regurgitasi
Berhasilnya perbaikan jejas dari atrial septal defect (ASD), VSD, PDA
Kehamilan Berisiko Menengah
Gangguan katup bawaan
Rusaknya katup mitralis
Coarctation aorta (COA)
Sindrom Marfan
Tetralogy of Fallot (TOF)
Gangguan sistemik ventrikel kanan
Fontan type circulation
Penyakit jantung sianotik
Kehamilan Berisiko Tinggi
Obstuksi ventrikel kiri (rata-rata gradient echocardiogram > 50 mmHg atau
puncak gradient > 80 mmHg)
Stenosis katup mitralis berat
Sindrom marfan dengan dilatasi aorta > 40mm
NYHA III/IV atau volume ejeksi < 30%
Eisenmenger syndrome dan hipertensi pulmonal
(Hellen, 2006)
2. Diagnosis
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat riwayat penyakit jantung
dan pemeriksaan jantung, 12 lead electrocardiogram (ECG), tranthorax
echocardiogram (TTE), dan standar treadmill exercise tolerance test
(ETT) dengan oximetry atau metabolic oxygen consumption (MVO2).
Lebih jauh apabila diperlukan maka bisa dilakukan evaluasi kondisi bumil
menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dan kateterisasi jantung
kiri (42).
3. Pencegahan
Beberapa wanita ada baiknya hamil pada usia yang toleran
terhadap kondisi ini, yaitu lebih baik pada usia 20an daripada usia 30an
(6).
4.
Komplikasi
Kejadian komplikasi pada janin (kelahiran prematur, BBLR,
respiraory distress syndrome, pendarahan intraventrikel, kematian
neonatus) paling besar terjadi pada bumil usia kurang dari 20 tahun atau
29
Penatalaksanaan
Setelah mengetahui adanya risiko pada dirinya, bumil sebaiknya
datang ke dokter jantung atau obstetrik. Jika diperlukan pasien diberikan
anjuran untuk bedrest mulai trimester kedua ke depan (6).
Sebaiknya medikasi penyakit jantung yang berpotensi teratogenik,
seperti ACE-inhibitor dihentikan ketika positif hamil. Tetapi untuk terapi
antikoagulan tidak selalu aman apabila dihentikan begitu saja tergantung
penyakitnya. Oleh karena itu pilihlah heparin (tidak melewati plasenta dan
tidak berefek pada janin) untuk menggantikan warfarin selama kehamilan.
Warfarin bisa melewati plasenta dan berisiko teratogen pada trimester
pertama dan perdarahan janin selama kehamilan. Namun apabila bumil
mengalami kerusakan katup, terjadi dilema keselamatan bumil atau fetus.
Karena pada situasi kerusakan katup, heparin kurang efektif daripada
warfarin. Oleh karena itu apabila hanya menggunakan heparin, dapat
membahayakan bumil terkena fatal trombosis pada katup (6).
Untuk pasien yang membutuhkan antikoagulan penuh (gangguan
katup), warfarin (coumadin) sebaiknya diberikan selama trimester pertama
untuk menghindari embryopathy janin dengan risiko abnormalitas tulang
dan kartilago, atrofi optik, dan gangguan pertumbuhan. Heparin
subkutaneus diberikan per 12 jam maksimal pada trimester kedua.
Kemudian pada trimester ketiga dapat diberikan warfarin kembali dan IV
heparin bisa diberikan apabila telah terjadi kelahiran (7).
Pemberian antibiotik prophilaksis direkomendasikan terutama
ketika kelahiran untuk mencegah endokarditis pada bumil dengan riwayat
30
31
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Ny. V
Umur
: 22 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
No.CM
: 01246298
Usia Kehamilan
: 31 minggu
Tanggal masuk
: 17 Maret 2014
Alamat
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak kurang lebih 2 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
G1P0A0, 22 tahun, usia kehamilan 31 minggu, konsulan dari
bagian jantung dari dari ruang ICVCU sebelumnya. Rujukan dari RS Oen
Surakarta dengan Penyakit Jantung Bawaan, diagnosis banding asidosis.
Karena ICU penuh, pasien mengeluh sesak nafas sejak kurang lebih 2 hari
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan perubahan
posisi, 2 hari SMRS pasien sakit (+), mual (+), dan muntah (-).
Selama kehamilan kenceng kenceng terasa belum dirasakan,
gerakan janin diraskan masih aktif, lendir darah (-). Pasien rutin periksa
ANC di dokter kandungan maupun dokter jantung sejak SMP.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, didiagnosis sejak SMP
D. Riwayat Penyakit Keluarga
E. Riwayat Obstetri
Kehamilan primigravida
32
I. Riwayat ANC
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Interna
Keadaan Umum
Tanda Vital
: Tensi
: 150/90 mmHg
Nadi
: 98 x/menit
RR
: 30 x/menit
Suhu
: afebris
Saturasi
: 62%
EKG
Kepala
Ekstremitas
: Sianosis
Jantung
Paru-paru
B. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala
Mata
: CA (-/-), SI (-/-)
Thorak
Abdomen
: Supel, NT (-)
Pemeriksaan Leopold
I
33
II
III
IV
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. USG Abdomen
Belum dilakukan karena kondisi tidak transportable
B. Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil
Hb
11,2
Satuan Rujukan
g/dl
13,5-
Hct
AL
%
103/ul
36
12
AT
AE
Asam Urat
LDL
HDL
Trigliserid
HbsAg
20
3,98
6,3
98
27
178
Non
10 /ul
106/ul
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
ECHO
reactive
VSD PMO
17,5
33-45
4,511,00
150-450
4,5-5,9
2,4-5,7
<150
>55
<150
Non
reactive
Besar
Bidirectinal
Shunt
V. KESIMPULAN
Seorang G1P0A0, 22 tahun, umur kehamilan 31 minggu dengan keluhan sesak
napas sudah 2 hari. Dengan riwayat penyakit jantung, riwayat obstetrik baik.
Pemeriksaan fisik teraba janin tunggal letak lingtang, memanjang, punggung
34
di kanan, presentasi kepala, kepala belum masuk panggul. Tinggi fundus uteri:
setinggi pusat. HIS (-), DJJ (+) reguler, portio livide, OUE kesan tertutup,
belum dalam persalinan. Dengan kondisi ibu hamil NYHA III, VSD besar,
hipertensi pulmonal, dan trombositopenia.
VI. DIAGNOSIS
Kehamilan Preterm belum dalam persalinan dengan kondisi NYHA III, VSD
besar, Hipertensi Pulmonal, dan Trombositopenia
VIII. PENATALAKSANAAN
usul transfuse TC
kontrol Fetomaternal
KIE keluarga
konsul Interna
Obs DJJ
Penatalaksanaan Jantung:
O2 10 NRM
Inf RL 20ml/jam
Sildanefil 3x200mg
Echocardiography
35
KU
: Sedang, CM
VS
T : 133/83 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 94 x/menit
T : 37oC
SpO2: 62%
Cor
DJJ (+) 12-13-13 152x/menit, bagian bawah belum masuk panggul, TFU
setinggi pusat = 24 minggu
Gen
Hasil Laboratorium
Diagnosis
Terapi
36
Protab PEB :
O2 6NRM
As folat 2x400mg
KIE keluarga
sildenepil 3x20mg
KSR 3x1
transfusi TC 1 kolf
Visite dr.Sp.JPP
37
KU
VS
T : 134/77 mmHg
Rr : 28 x/menit
N : 94 x/menit
t : 37oC,SpO2: 62%
Mata
: CA (-/-), SI (-/-)
Leher
Thorax
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Hb
Hct
AL
38
AT
AE
GDS
OT
PT
HbsAg
Diagnosis: PEB HELLP syndrome, IUGR pada primigravida kehamilan preterm
belum dalam persalinan dengan kondisi VSD besar, NHYA III, HT
Pulmonal
Terapi
O2 10NRM
as folat 2x400mg
KIE keluarga
Tx obgyn
O2 10 NRM
Inf RL 20ml/jam
Sildanefil 3x200mg
transfusi trombosit 6x
inj.dexamethasone
resque
(2amp/12jam)
menyelamatkan trombosit
39
dimaksudkan
untuk
Bila ada perbedaan opsi, akan dilakukan lebih lanjut antar pihak FM dan
chief de clinic, bila perlu KU pasien sudah baik laporkan kembali ke
chief de clinic, apakah perlu pendampingan
pada saat sudah siap untuk dilakukan SC: -1/2jam sebelum iris, dimasukan
inj. Plasminex 1gr,
bila pada saat durante op, ada kondisi hipotoni s.d atonia dapat
dilakukan billing metode
Jam 06.00
Dispnea (+)
CM
T 139/73
RR 38x/menit
N 105x/menit
T 370C
Jam 11.30
Apnea (+)
Koma
TRR ventilator
N 105x/menit
T 360C
40
Jam 12.25
TRR NT 36,20C
Mata
Leher
Thoraks
Cor
Sp02 52%
CA (-/-) SI (-/-)
JVP tdk meningkat
Retraksi (-)
BJ I-II regurgitasi, bising
Sama
Sama
Sama
Sama
Pulmo
Abdomen
pansistolik
SDV (+/+)
Supel, NT (-), janin letak
Sama
Sama
setinggi pusat
Darah - , discharge -
Sama
41
Midriasis maksimal
DJJ -
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kehamilan
berisiko
dengan
ibu
berpenyakit
jantung
ditentukan
berdasarkan indek. Bisa menggunakan indek risiko Toronto dan indeks berdasar
jejas jantung. Berdasar Toronto, dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu; tanpa faktor
(no point), 1 point, dan lebih dari 1 point. Dikatakan berisiko tinggi apabila ibu
hamil memiliki lebih dari 1 point. Sedangkan berdasarkan indeks jejas spesifik
jantung, dikatakan berisiko tinggi apabila memiliki salah satu dari obstruksi
ventrikel kiri, stenosis katup mitralis berat, sindrom marfan dilatasi aorta > 40mm,
NYHA III/IV, volume ejeksi <30%, Eisenmenger syndrome, dan hipertensi
pulmonal.
Pada awal masuk, pasien ini memiliki keluhan sesak napas 2 hari secara
terus menerus, dengan riwayat penyakit jantung sejak SMP, tekanan darah 150/90,
hasil EKG menunjukkan RAD dan RVH, JVP meningkat, tampak sianosis,
saturasi 62%, auskultasi jantung terdengar BJ I-II regurgitasi dan bising
pansistolik. Oleh karena itu berdasarkan indeks Toronto, maka pasien ini
dikategorikan sebagai ibu hamil dengan risiko tinggi.
Setelah dilakukan palpasi dan pemeriksaan leopold diketahui bahwa nyeri
tekan (-), teraba janin tunggal letak lintang, bagian bawah belum masuk panggul,
TFU setinggi pusat sesuai UK 24 minggu, kepala belum masuk panggul.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat abnormalitas dari Hb
11,2%g/dl, AL 12 x 103/ul, AT 20 x 103/ul, AE 3,98 x 106/ul, HDL 27 mg/dl,
trigliserid 178 mg/dl, ECHO VSD. Belum dilakukan USG karena kondisi tidak
transportable.
Dari hasil tersebut, selain buruknya kondisi jantung bumil, pasien juga
dicurigai HELLP syndrome dengan melihat rendahnya Hb, AT. Setelah dilakukan
followup diketahui bahwa terjadi penurunan hemoglobin yang mengindikasikan
terjadinya hemolisis, peningkatan LDH, peningkatan enzim hepar, dan penurunan
platelet. Selain itu juga diketahui bahwa terdapat proteinuria. Sehingga pasien
didiagnosis preeklampsia berat HELLP syndrome pada primigravida Kehamilan
Preterm belum dalam persalinan dengan VSD besar, NYHA III, HT Pulmonum.
42
O2 6NRM
43
dilakukan
terminasi,
perlu
adanya
pemberian
terapi
44
BAB V
SARAN
1.
2.
Edukasi
pengetahuan
tentang
penyakit,
penatalaksanaannya.
45
kepada
gejala,
pasien
dan
mengenai
komplikasinya,
Daftar Pustaka
1. Royal College of Physicians of Ireland (2013) The Diagnosis And
Management Of Pre-Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline.
Version 1.0 Guideline No. 3.
2. Karumanchi SA, Maynard SE, Stillman IE, Epstein FH, Sukhatme VP (2005)
Preeclampsia: a renal perspective. Kidney Int, 67:2101-2113.
3. Haram K, Einar S, Ulrich A (2009) The HELLP syndrome: Clinical issues and
management. A Review. BMC Pregnancy and Childbirth. 9:8.
4. Martin JN Jr, Rose CH, Briery CM (2006) Understanding and managing
HELLP syndrome: the integral role of aggressive glucocorticoids for mother
and child. Am J Obstet Gynecol, 195:914-934.
5. Koenen SV, Huisjes AJ, Dings J, van der GY, Visser GH, Bruinse HW (2006)
Is there a diurnal pattern in the clinical symptoms of HELLP syndrome? J
Matern Fetal Neonatal Med, 19:93-99.
6. Hellen W dan Sara T (2006) Congenital heart disease and pregnancy. Review.
Women's Health; 2(5), 743752.
7. Fenske TK (2014) Pregnancy and heart disease: Identifying your high-risk
patients. ProQuest. Vol 14 issue 11 p68.
8. Thorne SA (2004) Pregnancy in heart disease. Heart 90, 450456.
9. Royal
College
of
Obstetricians
and
Gynaecologists.
http://www.rcog.org.uk/womens-health/investigation-and-managementsmallgestational-age-fetus-green-top-31. Published November 1, 2002.
10. Suhag A dan Berghella V (2013) Intrauterine Growth Restriction (IUGR):
Etiology and Diagnosis. Curr Obstet Gynecol Rep. 2:102111.
11. Gardosi J (2011) Clinical strategies for improving the detection of fetal growth
restriction. Clin Perinatol.;38:2131.
12. Chen HY, Chauhan SP, Ward TC (2011) Aberrant fetal growth and early, late,
and postneonatal mortality: an analysis of Milwaukee births, 19962007. Am J
Obstet Gynecol; 204:261. e1e261, e10.
13. Reeves S, Galan HL (2012) Fetal growth restriction. In: Berghella V, editor.
Maternal-fetal evidence based guidelines. 2nd ed. London: Informa Health
Care. p. 32944.
14. Pallotto E, Kilbride H (2006) Perinatal outcomes and later implications of
intrauterine growth restriction. Clin Obstet Gynecol; 49 (2):25769.
15. Barker D (2006) Adult consequences of fetal growth restriction. Clin Obstet
Gynecol; 49(2):27083.
46
Pre-
47
29. Ertan AK, Wagner S, Hendrik HJ, Tanriverdi HA, Schmidt W (2002) Clinical
and biophysical aspects of HELLP-syndrome. J Perinat Med, 30:483-489. 6.
Magann EF, Martin JN.
30. Haddad B, Sibai BM (2005) Expectant management of severe preeclampsia:
proper candidates and pregnancy outcome. Clin Obstet Gynecol, 48:430-440.
31. Stiles AD (2007) Prenatal corticosteroids early gain, long-term questions. N
Engl J Med, 357:1248-1250.
32. Jobe AH, Soll RF (2004) Choice and dose of corticosteroid for antenatal
treatments. Am J Obstet Gynecol, 190:878-881.
33. Berghella V (2007) Prevention of recurrent fetal growth restriction. Obstet
Gynecol; 110(4):90412.
34. Kametas NA, McAuliffe F, Krampl E (2004) Maternal cardiac function during
pregnancy at high altitude. BJOG; 111:10518.
35. Hendrix N, Berghella V (2008) Non-placental causes of intrauterine growth
restriction. Semin Perinatol; 32(3):1615.
36. Baschat AA, Galan HL, Gabbe SG (2012) Intrauterine growth restriction. In:
Gabbe SG, Neibyl JR, Simpson JL, editors. Obstetrics normal and problem
pregnancies. Philadelphia: Elsevier; p. 70641.
37. Wendel GD (2010) Cytomegalovirus, genital herpes, rubella, syphilis and
toxoplasmosis. In: Queenan JT, Hobbins JC, Spong CY, editors. Protocols for
high-risk pregnancies: an evidence-based approach. 5th ed. Oxford: WileyBlackwell.
38. Adanu RMK (2010) Malaria in pregnancy. In: Queenan JT, Hobbins JC,
Spong CY, editors. Protocols for high-risk pregnancies: an evidence-based
approach. 5th ed. Oxford: Wiley-Blackwell.
39. Cappelletti M, Giannelli S, Martinelli A (2013) Lack of activation of
peripheral blood dendritic cells in human pregnancies complicated by
intrauterine growth restriction. Placenta; 34(1):3541.
40. Alfirevic Z, Stampalija T, Gyte GML (2010) Fetal and umbilical Doppler
ultrasound
in
high-risk pregnancies.
Cochrane
Database Syst
Rev
1:CD007529.
41. Beckerath AK, Kollmann M, Rotky-Fast C (2013) Perinatal complications and
long-term neurodevelopmental outcome of infants with intrauterine growth
restriction. Am J Obstet Gynecol; 208(2):130.e16.
42. Siu SC, Colman JM, Sorense S (1997) Prospective multicenter study of
pregnancy outcomes in women with heart disease. Useful prospective study
48
49