Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN
Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai pertanda
penyakit. Galileo pada abad pertengahan menciptakan alat pengukur suhu dan
Santorio di Padua melaksanakan aplikasi pertama pertemuan alat ini di lingkungan
klinik. Tiga abad kemudian baru untuk pertama kali, Traube memperlihatkan sebuah
kurve suhu secara menyeluruh yang dibuat di sebuah klinik di Leipzig. Suhu pasien
biasanya diukur dengan thermometer air raksa dan tempat pengambilannya dapat di
aksila, oral, atau rectum. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 oC-37,2oC. Dengan
demam pada umumnya diartikan suhu tubuh diatas 37,2 oC. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2oC atau lebih.
Dalam beberapa keadaan diperlukan pengukuran suhu yang lebih akurat
seperti pada pasien yang banyak berkeringat atau dengan frekuensi pernapasan yang
tinggi. Demam pada mamalia dapat memberi petunjuk bahwa pada temperature 39oC,
produksi antibody dan proliferasi sel limfosit-T meningkat sampai 20 kali
dibandingkan dengan keadaan pada temperature normal (37 oC). Demam terjadi
karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh
pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil
reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi.
Pengaruh pengaturan autonomy akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi
perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien merasa demam.
Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolism
yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dank arena kurang adekuat
penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada seorang pasien.1

Anda mungkin juga menyukai