Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Singawalang (Petiveria alliaceae) yang termasuk ke dalam famili Phytolaceae di Indonesia
belum banyak dimanfaatkan sedangkan di Karibia, Amerika Latin, Afrika Barat dan daerah
lainnya sudah ratusan tahun digunakan sebagai pereda rasa sakit, flu, antiinflamasi, antitumor,
antibakteri, antijamur , antihiperlipidemia, antidiabetes dan untuk menangani penyakit lainnya
(Tropical Plant DatabaseAnamu, 2010). Petiveria Alliacea secara tradisional di Indonesia
digunakan sebagai analgetik, antiinflamasi dan sebagai tanaman obat untuk batuk berdarah.
Di daerah asalnya, yakni Amerika tropis, singawalang digunakan sebagai bahan insektisida dan
obat batuk rejan secara tradisional. Oleh penduduk setempat tanaman ini juga igunakan sebagai
obat minum peluruh kencing (diuretik) , peluruh dahak (ekspektoran), peluruh keringat
(sudorifik), peluruh cacing (vermifuga), pereda kekejangan (antispasmodik), dan obat bagi
penderita penyakit syaraf.
Beberapa tanaman obat secara empiris digunakan sebagai obat tradisional untuk
mengendalikan hipertensi. Salah satunya tanaman Singawalang (Petiveria alliaceae) ini. Akan
tetapi pengobatan menggunakan tanaman singawalang ini masih jarang digunakan di Negara
Indonesia ini, karena tumbuhannya jarang di temukan. Di Haiti , daun dan akarnya yang
ditumbuk digunakan sebagai obat hisap bagi penderita radang sakit kepala sebelah (migren).
Serbuk daunnya dimanfaatkan pula sebagai bahan obat pencuci mulut pasien yang sakit gigi.
Sementara masyarakat domonika memanfaatkan air rebusan akar singawalang untuk mengobati
penyakit reumatik dan radang paruparu (pneumonia). Menurut Weniger B.dkk. dalam Elements
For A Carribean Pharmacopeia (1988), berdasarkan hasil analisis kimia didalam tanaman
singawalang terkandung senyawa triterpen jenis isorbinol, isoarbinol sinamat;, asetat, dan
kumarin.
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi seringkali disebut sebagai Silent Killer karena sering
muncul tanpa gejala. Menurut WHO , penderita Hipertensi di dunia mencapai 976 juta orang
atau 26,4% penduduk di dunia dan di Indonesia mencapai 28,6%. Bahkan diperkirakan jumlah
penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025. Menurut
Departemen Kesehatan, Hipertensi adalah penyebab kematian terbanyak kedua (6,8%) setelah
stroke. Secara umum merupakan suatu keadaan tanpa gejala, tekanan yang abnormal tinggi
didalam arter menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantug, dan kerusakan ginjal. Fenomena saat ini menunjukan bahwa semakin banyak
konsumen yang cenderung kembali kealam back to nature, termasuk dala penggunaan obat.
Salah satu obat tradisional yang penggunaannya terus meningkat di tengah masyarakat adalah
jamu penurun tekanan darah.
Hipertensi merupakan suatu keadaan seseorang ketika terjadi peningkatan tekanan
sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, penderita memiliki resiko
penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal (Iskandar 2007; Yusuf 2008). Beberapa penyebab
munculnya hipertensi antara lain penyakit gagal ginjal, kelainan endokrin, asupan garam terlalu
tinggi, stress atau salah pemakaian obat (Iskandar 2007). Selain itu, tinggi rendahnya tekanan
darah juga dipengaruhi oleh faktor Renin Angiotensin System (RAS), yang melibatkan

pengubahan zat angiotensin I menjadi angiotensin II (Yusuf 2008). Angiotensin II berfungsi


untuk sekresi aldosteron penyebab retensi sodium yang dapat meningkatkan volume cairan
ekstraseluler, sehingga mengakibatkan terjadinya hipertensi. Dengan menghambat aktivitas
angiotensin converting enzyme (ACE), maka angiotensin I tidak diubah menjadi angiotensin II,
sehingga hipertensi dapat dicegah. Metode inhibitor ACE merupakan metode skrining
antihipertensi yang efektif (Wagner et al.1991; Hansen et al. 1995; Somanadhan et al.1996).
Penelitian mengenai inhibitor ACE menggunakan mikrob endofit dari suatu tanaman obat
masih jarang dilakukan. Sejauh ini di Indonesia, obat komersial antihipertensi hanya terbatas
pada sintesis secara kimiawi contohnya captopril, sedangkan sintesis obat antihipertensi dengan
bantuan mikrob endofit dari suatu tanaman obat belum dikembangkan, karena keterbatasan
bahan baku dan mutu yang tidak memenuhi syarat.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan skrining awal aktivitas antihipertensi dari
tanaman singawalang menggunakan metode enzim ACE inhibitor secara invitro. Hasil penelitian
ini diharapkan menjadi informasi awal untuk mengubah tanaman obat yang memiliki aktivitas
farmakologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah tanaman singawalang memiliki aktivitas sebagai antihipertensi?
2. Kandungan apa saja yang terkandung didalam tanaman singawalang?
1.3 Tujuan
-

Untuk mengetahui aktifitas antihipertensi dari tanaman Singawalang (Petiveria alliaceae)


secara invitro menggunakan enzim ACE inhibitor dan membandingkan dengan sediaan
antihipertensi yang beredar dipasaran (Captopril).
Untuk mengetahui kandungan senyawa dari tanaman singawalang.

1.4 Waktu dan tempat


Waktu : dari bulan Maret Juni
Tempat : Laboratorium Fitokimia kampus STFB

Daftar Pustaka
Tropical Plant DatabaseAnamu (Petiveria alliacea), Rain tree. http://www. raintree.
com/anamu.htm, Accessed on 12 January 2010
Weniger. Dkk. 1988 Elements For A Carribean Pharmacopeia
Iskandar Y. 2007. Tanaman obat yang berkhasiat sebagai antihipertensi [karya ilmiah]. Bandung: Fakultas Farmasi
Universitas Padjajaran Bandung.
Wagner H, Elbl G, Lotter H, Uinea M. 1991. Evaluation of natural products as inhibitors of angiotensin I-converting
enzyme (ACE). Pharm Pharmacol Lett 1:15-18.
Yusuf I. 2008. Hipertensi sekunder. Medicinus 21:71-79.

Anda mungkin juga menyukai