kehidupan yang baik, sejahtera, dan bahagia bagi manusia secara lahir dan batin
baik jasmani maupun rohani, serta dunia dan akhirat.
2. Ciri-ciri Peserta Didik yang Memiliki Mental Sehat dan Tidak Sehat
A. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose)
dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
1. Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena
psikose tidak.
2. Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam
kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala
segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada
integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
B. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi
kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah
tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang
normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar,
tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
C. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang
dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan
kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah
atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
D. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan
atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi
kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk
mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan pada tabel sebagai berikut
(Syamsu Yusuf LN ; 1987).
ASPEK PRIBADI
Fisik
Psikis
Sosial
KARAKTERISTIK
Perkembangannya normal.
Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak sakit-sakitan.
Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki Insight dan rasa humor.
Memiliki respons emosional yang wajar.
Mampu berpikir realistik dan objektif.
Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat kreatif dan inovatif.
Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan
pendapat dan bertindak.
Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang
(affection) terhadap orang lain, serta senang untuk
Moral-Religius
Uraian diatas, menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat
cirinya sebagai berikut :
1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
2. Perasaan tidak aman (insecurity)
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri (self-understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidakmatangan emosi
7. Kepribadiannya terganggu
8. Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
3. Mekanisme Pertahanan Diri Dalam Belajar (defence menchonism)
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk
menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui
pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif
bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi,
mekanisme pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri.
Dan Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari
konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kemudian termanives ke dalam
perilaku kongkrit dalam mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego (Ego
Defense Mechanism).
The Id (Das Es) adalah aspek biologis dan merupakan sistem original, suatu realitas psikis
yang sesungguhnya (The true psychic reality) dunia batin atau subyektif manusia dan tidak
memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. The Id berisi hal-hal yang dibawa
sejak lahir (unsur-unsur biologis), libido seksualitas, termasuk juga instink-instink organisme.
The Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi
(gateway) antara kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego bertugas untuk menyelesaikan
rangsangan lapar dengan kenyataan tentang objek makanan, sehingga prinsip Ego adalah realitas
dunia obyektif.
Super Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek sosiologis yang merupakan nilai-nilai tradisional
sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya berupa perintah-larangan, ganjaran-
hukuman, baik-buruk. Prinsip Super Ego adalah internalisasi norma-norma lingkungan yang
berupaya untuk menekan dorongan Id.
Energi Id akan meningkat karena rangsangan (impuls) sehingga menimbulkan ketegangan
atau pengalaman yang tidak enak dan menguasai Ego agar bertindak secara kongkrit dalam
memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi lain Super ego berusaha untuk
menetang dan menguasai Ego agar tidak memenuhi hasrat dari Id karena tidak sesuai dengan
konsepsi Ideal. Dorongan Id yang primitif tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga
tidak akan mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf tertentu dorongan ini
bisa menjadi distruktif dengan penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Ego berdiri di tengah-tengah kekuatan dahsyat kebutuhan biologis dan norma. Ketika
terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini, ego merasa terjepit dan terancam, serta merasa
seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas kedua kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan
terancam ini disebut kecemasan (anxiety), sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam
bahaya dan berusaha tetap bertahan.
Ada tiga jenis kecemasan tersebut: Pertama, kecemasan realistik, contohnya melihat
seekor ular berbisa dihadapan. Kedua, kecemasan moral, ancaman datang dari dunia Super Ego
yang telah terinternalisasi, contohnya rasa malu, rasa takut mendapat sanksi, rasa berdosa. Ketiga,
kecemasan neurotik, perasaan takut jenis ini muncul akibat impuls-impuls id.
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan superego.
Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara
tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau
dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima
konsepsi dan tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan diri atau
mekanisme pertahanan ego (Ego DefenseMechanism).
Represi mungkin tidak sempurna bila itu yang terjadi maka hal-hal yang direpresikan akan
muncul ke dalam impian, angan-angan, lelucon dan keseleo lidah. Menurut Freud, represi
merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam terjadinya neurosis.
2.
Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan
analog represi yang disadari; pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya. 6 Rasa
tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan. 4Perlu dibedakan dengan represi, karena pada supresi
seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain.
Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadinya
dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya.
3. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk
melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan
dengan cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan menghilangkan data sensoris.
Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan normal maupun patologis. 4
Sebagai contoh, mereka tidak mau mengerti bahwa dirinya berpenyakit yang berbahaya,
menutup mata karena tidak mau melihat sesuatu yang ngeri, tidak mau memikirkan tentang
kematian, tidak mau menerima anaknya yang terbelakang dan sebagainya. 1,2
4. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang dihasilkannya adalah dirasakan dan
ditanggapi seakan-akan berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk
waham yang jelas tentang kenyataan eksternal, biasanya waham kejar, dan termasuk persepsi
persaan diri sendiri dalam orang lain dan tindakan selanjutnya terhadap persepsi (waham
paranoid psikotok). Impuls mungkin berasal dari id atau superego (tuduhan halusinasi) tetapi
dapat mengalami tranformasi dalam proses. Jadi menurut analisis Freud tentang proyeksi
paranoid, impuls libido, homoseksual dirubah menjadi rasa benci dan selanjutnya
diproyeksikan kepada sasaran impuls homoseksual yang tidak dapat diterima. 4 Proyeksi
merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau
keinginan yang tidak baik. Misalnya presentasi olah raga yang kurang baik dengan alasan
sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya sentiment. Mekanisme proyeksi ini
digunakan oleh pasien yang menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.
5. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat diterima oleh
norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima
bahkan ada yang mengagumi.2 Orang yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi
disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif disalurkan menjadi
dokter ahli bedah, mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari. 5
6. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang berbahaya baik yang
diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri hati
terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menyayangi secara
berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang perjudian dan kejahatan lain
dengan maksud agar dapat menekan kecendrungan dirinya sendiri ke arah itu.
7. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam penderiannya
berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu
seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta kan menjadi milikinya beberapa nilai
serta peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan prilakunya dan dapat mencegah
pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang
otoriter maka banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai
perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
8. Pengelakan atau salah pindah (Displacement)
Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau dielakkan kepada orang atau
obyek lain yang kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya dielakkan
atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik yang distruktif dan desusdesus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan cara yang terselubung dalam
menyatakan perasaan permusuhan.
9. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya itu masuk akal
(rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Contohnya membatalkan
pertandingan olah raga dengan alasan sakit dan akan ada ujian, padahal iya takut kalah.
Melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.
10. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk
mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan
bahasa dari alam tak sadar. Menulis dengan tinta merah merupakan symbol dari kemarahan.
Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan
simbol-simbol yang tak disadarai oleh orang yang bersangkutan.
11. Konversi
Konversi merupakan proses psikologi dengan menggunakan mekanisme represi, identifikasi,
penyangkalan, pengelakan dan simbolis. Suatu konflik yang berakibat penderitaan afek akan
dikonversikan menjadi terhambatannya fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya
menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis atau dengan gangguan sensorik, maka
konflik dielakkan dan afek ditekan. Hambatan fungsi merupakan symbol dari keinginan yang
ditekan. Seringkali konversi memiliki gejala atas dasar identifikasi.
12. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan menyamakan diri
dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang yang meniru
gaya orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya atau daerahnya
yang maju.
13. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan
respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ; anak
yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak kecil agar
keinginannya dipenuhi.
14. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini dirangsang oleh
suatu masyarakat yang bersaing. Karena itu yang bersangkutan sering membandingkan
dirinya dengan orang lain. Misalnya karena kurang mampu dalam pelajaran di sekolah
dikompensasiakan dalam juara olah raga atau sering berkelahi agar ditakuti. 7
15. Pelepasan (Undoing)
Pelepasan merupakan upaya untuk menembus sehingga dengan demikian meniadakan
keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya, misalnya seorang pedagang yang
kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan sumbangan besar
untuk usaha social.
16. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation)
Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat keterlibatan
emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan.
Sebagai contoh, melindungi diri terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara menyerah
dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang terjadi dalam kehidupan.
17. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)
Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional. Misalnya bila orang yang kematian
keluarganya maka kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan sudah nasibnya atau
sekarang sudah tidak menderita lagi dan sambil tersenyum.
18. Pemeranan (Acting out)
Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh
berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan melakukannya.
Dalam keadaan biasa, hal ini tidak dilakukan. Kecuali bila orang tersebut lemah dalam
pengendalian kesusilaannya. Dengan melakukan perbuatan tersebut, maka akan dirasakan
sebagai meringankan agar hal tersebut cepat selesai.
Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru
hendaknya menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik
yang memungkinkan siswa belajar memecahkan masalah;
berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang
perlu sebagai berikut:
Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu
kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban;
Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak;
Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan
pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan
menuntut hanya ada satu jawaban yang benar.
Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses,
atau sintesis antara keduanya.