Anda di halaman 1dari 11

PERMASALAHAN KESEHATAN MENTAL DALAM KELAS

1. Pengertian Kesehatan Mental


Banyak pengertian dan definisi tentang kesehatan mental yang diberikan oleh para
ahli sesuai dengan pandangan di bidang masing-masing. Zakiah Daradjat dalam pidato
pengukuhannya sebagai guru besar kesehatan jiwa di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengemukakan empat buah rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Keempat
rumusan tersebut disusun mulai dari rumusan-rumusan yang khusus sampai dengan yang
lebih umum.
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa(neurose)
dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)
Berbagai kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) menyambut baik definisi ini. Seseorang
dikatakan bermental sehat bila terhindar dari gangguan atau penyakit jiwa, yaitu adanya
perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada diri
seseorang dan bila gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety,
neurasthenia dan hysteria. Adapun orang yang sakit jiwa biasanya akan memiliki
pandangan berbeda dengan orang lain inilah yang dikenal dengan orang gila.
2. Kesehatan mental adalah: kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
dengan orang lain dan masyarakat sera lingkungan tempat ia hidup.
Definisi ini lebih luas dan bersifat umum karena berhubungan dengan kehidupan
manusia pada umumnya. Menurut definisi ini seseorang dikatakan bermental sehat bila
dia menguasai dirinya sehingga terhindar dari tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal yang
menyebabkan frustasi. Orang yang mampu menyesuaikan diri akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup karena tidak diliputi dengan perasaan-perasaan cemas, gelisah,
dan ketidakpuasan. Sebaliknya akan memiliki semangat yang tinggi dalam menjalani
hidupnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, harus lebih dahulu
mengenal diri sendiri, menerima apa adanya, bertindak sesuai kemampuan dan
kekurangan. Ini bukan berarti harus mengabaikan orang lain.
Dalam definisi ini orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dapat menguasai segala
faktor dalam hidupnya, sehingga dapat menghindarkan diri dari tekanan-tekanan perasaan
yang menimbulkan frustasi.
3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta
terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
Definisi ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan
pembawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat bagi orang
lain dan dirinya sendiri.
Dalam hal ini seseorang harus mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang
dimilikinya dan jangan sampai ada bakat yang tidak baik untuk tumbuh yang akan
membawanya pada ketidakbahagiaan hidup, kegelisahan, dan pertentangan batin.
Seseorang yang mengembangkan potensi yang ada untuk merugikan orang lain,
mengurangi hak, ataupun menyakitinya, tidak dapat dikatakan memiliki mental yang
sehat. Karena memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya untuk mengorbankan hak
orang lain.

4. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara


fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem
yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang dikatakan memiliki mental sehat apabila terhindar dari gejala penyakit jiwa
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam
dirinya. Kecemasan dan kegelisahan dalam diri seseorang lenyap bila fungsi jiwa di
dalam dirinya seperti fikiran, perasaan, sikap, jiwa, pandangan, dan keyakinan hidup
berjalan seiring sehingga menyebabkan adanya keharmonisan dalam dirinya.
Keharmonisan antara fungsi jiwa dan tindakan dapat dicapai antara lain dengan
menjalankan ajaran agama dan berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, dan
moral. Dengan demikian akan tercipta ketenangan batin yang menyebabkan timbulnya
kebahagiaan di dalam dirinya. Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti
fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan, harus saling menunjang dan bekerja
sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
Dapatlah dikatakan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejalagejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala
potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawanya pada kebahagiaan
bersama, serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Ada beberapa definisi penting
yang perlu di jelaskan dalam konsep kesehatan mental Zakiah Daradjat.
a. Pengertian mengenai terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi kejiwaan ialah berkembangnya seluruh potensi kejiwaan secara
seimbang sehingga manusia dapat mencapai kesehatannya secara lahiriah maupun
batiniah serta terhindar dari pertentangan batin keguncangan, kebimbangan, dan
perasaan dalam menghadapi berbagai dorongan dan keinginan.
b. Pengertian terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri
ialah usaha untuk menyesuaikan diri secara sehat terhadap diri sendiri yang
mencakup pembangunan dan pengembangan seluruh potensi dan daya yang
terdapat dalam diri manusia serta tingkat kemampuan memanfaatkan potensi dan
daya seoptimal mungkin sehingga penyesuaian diri membawa kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi diri sendiri maupun orang lain.
c. Pengertian tentang penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan dan
masyarakat merupakan tuntunan untuk meningkatkan keadaan masyarakatnya dan
dirinya sendiri sebagai anggotanya. Artinya, manusia tidak hanya memenuhi
tuntutan masyarakat dan mengadakan perbaikan di dalamnya tetapi juga dapat
membangun dan mengembangkan dirinya sendiri secara serasi dalam masyarakat.
Hal ini hanya bisa dicapai apabila masing-masing individu dalam masyarakat
sama-sama berusaha meningkatkan diri secara terus menerus dalam batas-batas
yang diridhoi Allah.
d. Pengertian berlandaskan keimanan dan ketakwaan adalah masalah keserasian
yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi kejiwaan dan penyesuaian diri antara
manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya hanya dapat terwujud secara
baik dan sempurna apabila usaha ini didasarkan atas keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT. Dengan demikian, faktor agama memainkan peranan yang
besar dalam pengertian kesehatan mental.
e. Pengertian bertujuan untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia di
dunia dan akhirat adalah kesehatan mental bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan yang baik, sejahtera, dan bahagia bagi manusia secara lahir dan batin
baik jasmani maupun rohani, serta dunia dan akhirat.
2. Ciri-ciri Peserta Didik yang Memiliki Mental Sehat dan Tidak Sehat
A. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose)
dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
1. Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena
psikose tidak.
2. Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam
kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala
segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada
integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
B. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi
kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah
tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang
normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar,
tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
C. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang
dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan
kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah
atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
D. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan
atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi
kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk
mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan pada tabel sebagai berikut
(Syamsu Yusuf LN ; 1987).
ASPEK PRIBADI
Fisik

Psikis

Sosial

KARAKTERISTIK
Perkembangannya normal.
Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak sakit-sakitan.
Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki Insight dan rasa humor.
Memiliki respons emosional yang wajar.
Mampu berpikir realistik dan objektif.
Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat kreatif dan inovatif.
Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan
pendapat dan bertindak.
Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang
(affection) terhadap orang lain, serta senang untuk

Moral-Religius

memberikan pertolongan kepada orang-orang yang


memerlukan pertolongan (sikap alturis).
Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat,
penuh cinta kasih dan persahabatan.
Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang
kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras,
atau warna kulit.
Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur, amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam
beramal.

Uraian diatas, menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat
cirinya sebagai berikut :
1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
2. Perasaan tidak aman (insecurity)
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri (self-understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidakmatangan emosi
7. Kepribadiannya terganggu
8. Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
3. Mekanisme Pertahanan Diri Dalam Belajar (defence menchonism)
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk
menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui
pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif
bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi,
mekanisme pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri.
Dan Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari
konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kemudian termanives ke dalam
perilaku kongkrit dalam mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego (Ego
Defense Mechanism).
The Id (Das Es) adalah aspek biologis dan merupakan sistem original, suatu realitas psikis
yang sesungguhnya (The true psychic reality) dunia batin atau subyektif manusia dan tidak
memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. The Id berisi hal-hal yang dibawa
sejak lahir (unsur-unsur biologis), libido seksualitas, termasuk juga instink-instink organisme.
The Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi
(gateway) antara kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego bertugas untuk menyelesaikan
rangsangan lapar dengan kenyataan tentang objek makanan, sehingga prinsip Ego adalah realitas
dunia obyektif.
Super Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek sosiologis yang merupakan nilai-nilai tradisional
sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya berupa perintah-larangan, ganjaran-

hukuman, baik-buruk. Prinsip Super Ego adalah internalisasi norma-norma lingkungan yang
berupaya untuk menekan dorongan Id.
Energi Id akan meningkat karena rangsangan (impuls) sehingga menimbulkan ketegangan
atau pengalaman yang tidak enak dan menguasai Ego agar bertindak secara kongkrit dalam
memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi lain Super ego berusaha untuk
menetang dan menguasai Ego agar tidak memenuhi hasrat dari Id karena tidak sesuai dengan
konsepsi Ideal. Dorongan Id yang primitif tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga
tidak akan mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf tertentu dorongan ini
bisa menjadi distruktif dengan penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Ego berdiri di tengah-tengah kekuatan dahsyat kebutuhan biologis dan norma. Ketika
terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini, ego merasa terjepit dan terancam, serta merasa
seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas kedua kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan
terancam ini disebut kecemasan (anxiety), sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam
bahaya dan berusaha tetap bertahan.
Ada tiga jenis kecemasan tersebut: Pertama, kecemasan realistik, contohnya melihat
seekor ular berbisa dihadapan. Kedua, kecemasan moral, ancaman datang dari dunia Super Ego
yang telah terinternalisasi, contohnya rasa malu, rasa takut mendapat sanksi, rasa berdosa. Ketiga,
kecemasan neurotik, perasaan takut jenis ini muncul akibat impuls-impuls id.
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan superego.
Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara
tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau
dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima
konsepsi dan tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan diri atau
mekanisme pertahanan ego (Ego DefenseMechanism).

Bentuk-bentuk Mekanisme pertahanan :


1. Represi
Represi merupakan paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk
menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi terjadi secara
tidak disadarai. Ini merupakan sarana pertahanan yang biasa mengusir pikiran serta perasaan
yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran. Mekanisme represi secara tidak
sadar menekan pikiran keluar pikiran yang mengganggu, memalukan dan menyedihkan
dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar.
Bila seseorang bersama-sama dengan saudaranya mengalami sesuatu kecelakaan dan
saudaranya kemudian meninggal maka oia merasa lupa terhadap kejadian tersebut. Dengan
cara hynosis atau suntikan Phenobarbital, pengalaman yang direpresi itu dapat dipanggil
(direcall) dari alam tak sadar kealam sadar.

Represi mungkin tidak sempurna bila itu yang terjadi maka hal-hal yang direpresikan akan
muncul ke dalam impian, angan-angan, lelucon dan keseleo lidah. Menurut Freud, represi
merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam terjadinya neurosis.
2.

Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan
analog represi yang disadari; pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya. 6 Rasa
tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan. 4Perlu dibedakan dengan represi, karena pada supresi
seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain.
Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadinya
dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya.

3. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk
melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan
dengan cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan menghilangkan data sensoris.
Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan normal maupun patologis. 4
Sebagai contoh, mereka tidak mau mengerti bahwa dirinya berpenyakit yang berbahaya,
menutup mata karena tidak mau melihat sesuatu yang ngeri, tidak mau memikirkan tentang
kematian, tidak mau menerima anaknya yang terbelakang dan sebagainya. 1,2
4. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang dihasilkannya adalah dirasakan dan
ditanggapi seakan-akan berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk
waham yang jelas tentang kenyataan eksternal, biasanya waham kejar, dan termasuk persepsi
persaan diri sendiri dalam orang lain dan tindakan selanjutnya terhadap persepsi (waham
paranoid psikotok). Impuls mungkin berasal dari id atau superego (tuduhan halusinasi) tetapi
dapat mengalami tranformasi dalam proses. Jadi menurut analisis Freud tentang proyeksi
paranoid, impuls libido, homoseksual dirubah menjadi rasa benci dan selanjutnya
diproyeksikan kepada sasaran impuls homoseksual yang tidak dapat diterima. 4 Proyeksi
merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau
keinginan yang tidak baik. Misalnya presentasi olah raga yang kurang baik dengan alasan
sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya sentiment. Mekanisme proyeksi ini
digunakan oleh pasien yang menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.
5. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat diterima oleh
norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima
bahkan ada yang mengagumi.2 Orang yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi
disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif disalurkan menjadi
dokter ahli bedah, mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari. 5

6. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang berbahaya baik yang
diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri hati
terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menyayangi secara
berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang perjudian dan kejahatan lain
dengan maksud agar dapat menekan kecendrungan dirinya sendiri ke arah itu.
7. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam penderiannya
berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu
seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta kan menjadi milikinya beberapa nilai
serta peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan prilakunya dan dapat mencegah
pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang
otoriter maka banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai
perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
8. Pengelakan atau salah pindah (Displacement)
Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau dielakkan kepada orang atau
obyek lain yang kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya dielakkan
atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik yang distruktif dan desusdesus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan cara yang terselubung dalam
menyatakan perasaan permusuhan.
9. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya itu masuk akal
(rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Contohnya membatalkan
pertandingan olah raga dengan alasan sakit dan akan ada ujian, padahal iya takut kalah.
Melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.
10. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk
mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan
bahasa dari alam tak sadar. Menulis dengan tinta merah merupakan symbol dari kemarahan.
Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan
simbol-simbol yang tak disadarai oleh orang yang bersangkutan.
11. Konversi
Konversi merupakan proses psikologi dengan menggunakan mekanisme represi, identifikasi,
penyangkalan, pengelakan dan simbolis. Suatu konflik yang berakibat penderitaan afek akan
dikonversikan menjadi terhambatannya fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya
menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis atau dengan gangguan sensorik, maka

konflik dielakkan dan afek ditekan. Hambatan fungsi merupakan symbol dari keinginan yang
ditekan. Seringkali konversi memiliki gejala atas dasar identifikasi.
12. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan menyamakan diri
dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang yang meniru
gaya orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya atau daerahnya
yang maju.
13. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan
respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ; anak
yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak kecil agar
keinginannya dipenuhi.
14. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini dirangsang oleh
suatu masyarakat yang bersaing. Karena itu yang bersangkutan sering membandingkan
dirinya dengan orang lain. Misalnya karena kurang mampu dalam pelajaran di sekolah
dikompensasiakan dalam juara olah raga atau sering berkelahi agar ditakuti. 7
15. Pelepasan (Undoing)
Pelepasan merupakan upaya untuk menembus sehingga dengan demikian meniadakan
keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya, misalnya seorang pedagang yang
kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan sumbangan besar
untuk usaha social.
16. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation)
Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat keterlibatan
emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan.
Sebagai contoh, melindungi diri terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara menyerah
dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang terjadi dalam kehidupan.
17. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)
Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional. Misalnya bila orang yang kematian
keluarganya maka kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan sudah nasibnya atau
sekarang sudah tidak menderita lagi dan sambil tersenyum.
18. Pemeranan (Acting out)

Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh
berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan melakukannya.
Dalam keadaan biasa, hal ini tidak dilakukan. Kecuali bila orang tersebut lemah dalam
pengendalian kesusilaannya. Dengan melakukan perbuatan tersebut, maka akan dirasakan
sebagai meringankan agar hal tersebut cepat selesai.

4. Implikasi Kesehatan Mental Dalam Belajar dan Pembelajaran


Beberapa teori implikasi kesehatan mental dalam belajar dan pembelajaran diantaranya,
yaitu :
A. Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan
dari guru kepada siswa, melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama
siswa dalam membangun pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis,
dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip
konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses
belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai fasilitator dan mediator tugas guru
dapat dijabarkan sebagai berikut:

Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab


dalam merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang
diperolehnya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah
bukanlah tugas utama guru.

Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan


mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta
mengkomukasikan-nya secara ilmiah

Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru
hendaknya menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik
yang memungkinkan siswa belajar memecahkan masalah;

Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa.


Guru dapat menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa
untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan dengan pengetahuan yang
dimilikinya.

B. Implikasi Teori Kognitifisme dalam Pembelajaran


Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya
memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru
melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat

berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang
perlu sebagai berikut:

Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu
kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban;

Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak;

Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur


sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar;

Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan


memperhatikan tahap-tahap perkembangannya;

Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian


secara logis.

C. Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran


Berangkat dari asumsi bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat
interaksi antara stimulus dengan respons, maka pembelajaran kemudian dipandang sebagai
sebuah aktivitas alih pengetahuan (transfer of knowledge) oleh guru kepada siswa. Dalam
perspektif semacam ini, terlihat bahwa peran guru dipandang sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan.
Kedudukan siswa dalam konteks pembelajaran behaviorisme menjadi orang yang
tidak tahu apa-apa dan karena itu perlu diberitahu oleh guru. Dengan demikian perubahan
perilaku siswa mesti bersesuaian dengan apa yang dikehendaki oleh guru. Jika terjadi
perubahan perilaku yang tidak sesuai maka hal tersebut dipandang sebagai error behavior
yang perlu diberikan ganjaran.
Pembelajaran dengan demikian dirancang secara seragam dan berlaku untuk semua
konteks, tanpa mempersoalkan perbedaan karakteristik siswa maupun konteks sosial dimana
siswa hidup. Kontrol belajar dalam pembelajaran behavioristik tidak memberi peluang bagi
siswa untuk berekspresi menurut potensi yang dimilikinya melainkan menurut apa yang
ditentukan.
Mengacu pada berbagai argumentasi yang telah dipaparkan, maka secara ringkas
implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.

Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.

Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi


dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.

Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan
pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.

Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan


dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan
menuntut hanya ada satu jawaban yang benar.

Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses,
atau sintesis antara keduanya.

Anda mungkin juga menyukai