Anda di halaman 1dari 3

Ayo Kembali ke Sekolah

Ujian Masuk Universitas Gadjah Mada (UM UGM) merupakan salah satu pintu
masuk di UGM. Beragam program ditawarkan dalam UM UGM, termasuk Ujian
Tulis (UTUL) UM UGM 2010 dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).

UM UGM akan kembali dilaksanakan pada tahun ini. UM UGM 2010, seperti
tahun-tahun sebelumnya, memiliki peranan yang sangat penting karena
merupakan sarana masyarakat untuk mengakses pendidikan di UGM. Terlebih
lagi UTUL, UTUL merupakan salah satu dari ragam program UM UGM 2010 yang
menjadi jalan utama mayoritas mahasiswa UGM. Hal tersebut dibuktikan dengan
pernyataan situs resmi UGM yang menyatakan jatah untuk SNMPTN tahun ini
hanya kurang dari 10% dari total kursi yang tersedia, sehingga secara otomatis
program UTUL UM UGM lebih diminati.

Sejak ditetapkannya UGM sebagai PT BHMN melalui PP 153 tahun 2000,


pembiayaan di UGM menjadi semakin rumit dan memberatkan. Rumit dalam arti
bahwa UGM praktis tidak lagi mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah
yang pada masa-masa sebelumnya digunakan dan ‘diandalkan’ sebagai sumber
dana untuk membiayai seluruh proses penyelenggaraan pendidikannya.
Kalaupun pemerintah masih memberikan subsidi, jumlahnya telah jauh
berkurang, bahkan sedikit demi sedikit dihapuskan sama sekali. Dengan
demikian, UGM dipaksa untuk ‘berkreasi’ dan ‘berinovasi’ dalam rangka
menambah pundi-pundi perolehan pendanaan bagi penyelenggaraan
pendidikannya.

Adapun ungkapan memberatkan dimaksudkan sebagai ekses negatif penetapan


PT BHMN oleh pemerintah di atas terhadap mahasiswa. Kenapa? Karena
perubahan status UGM tersebut telah mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan
di UGM, dan ternyata mau tidak mau UGM harus membebankan mahalnya biaya
pendidikan itu kepada para mahasiswa. Hal inilah yang kemudian menimbulkan
kritik dan protes dari banyak kalangan, baik masyarakat, akademisi, dosen, dan
bahkan mahasiswa sendiri.

Dengan semakin mahalnya biaya pendidikan di UGM, maka hal tersebut akan
semakin menutup akses bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi
menengah ke bawah untuk mengenyam pendidikan di UGM. Padahal UGM
adalah milik semua rakyat dan tidak ada seorang pun yang berhak membatasi
akses bagi rakyat bila memenuhi syarat akademik maupun keahlian (skill) untuk
masuk UGM hanya karena masalah kemampuan ekonomi. Kalau demikian yang
terjadi, di manakah letak sisi kerakyatan dari UGM itu sendiri? Atau, dengan nada
lain, masih pantaskah UGM menyandang gelar ‘kampus kerakyatan’ atau ‘kampus
perjuangan’?
Lantas apakah kita sebagai mahasiswa UGM yang peduli akan identitas
kerakyatannya UGM akan diam saja melihat ketidakadilan ini? Apa yang bisa kita
lakukan?

Kami dari Jaringan Advokasi BEM/LM/LEM/DEMA/HMJ se-UGM menghimbau


kepada rekan-rekan mahasiswa UGM untuk kembali ke sekolah masing-masing
untuk melakukan sosialisasi kepada adik-adik kelas XII yang sebentar lagi akan
menjadi calon mahasiswa. Jika yang dilakukan selama ini adalah sosialisasi biasa,
maka ada beberapa hal yang perlu ditambahkan dalam sosialisasi tersebut,
antara lain:

a. UGM menyediakan beasiswa Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA)


untuk 1.000 mahasiswa baru tahun akademik 2010/2011 yang mempunyai
prestasi akademik unggul dan secara ekonomi tidak mampu, yang bisa diakses
dari pendaftaran UM UGM.

b. UGM menyediakan 7.000 - 8.000 beasiswa dari berbagai sumber bagi


mahasiswa program S-1 berprestasi dan/atau tidak mampu secara ekonomi,
dengan anggaran total Rp. 18.5 milyar per tahun.

c. BEM KM UGM menyediakan posko advokasi (pembelaan/bantuan) secara


gratis bagi calon mahasiswa UGM yang mengalami permasalahan pada saat
pendaftaran, verifikasi, maupun herregistrasi, yang bertempat di Sekretariat BEM
KM UGM d.a Gelanggang Mahasiswa UGM Sayap Barat, Bulaksumur, Yogyakarta.
Telepon (0274) 902581.

d. Tanamkan kepada adik-adik kelas XII bahwa pendidikan adalah hak seluruh
rakyat Indonesia, hal ini sudah termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang
menyebutkan tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,
Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 (setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan), dan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 (setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya).

e. Tidak ada hubungan antara besarnya SPMA yang diisi dengan peluang lolos
ujian masuk UGM. Karena yang menentukan lolos atau tidaknya peserta ujian
masuk UGM adalah nilai ujian, bukan besarnya SPMA yang diisi oleh peserta
ujian yang bersangkutan.

f. Awas praktek jual beli kursi. Praktik kotor itu tercium BEM KM UGM yang
menemukan jaringan percaloan beroperasi pada saat pelaksanaan ujian masuk
UGM serentak di 10 kota, Minggu (13 April 2008). Para calo itu sanggup
menyediakan kursi mahasiswa di UGM asalkan calon mahasiswa bersedia
menyumbang Rp 100 hingga Rp 200 juta. Modus lainnya, mereka menyediakan
joki untuk mengerjakan soal-soal tes ujian masuk. Anak hakim Konstitusi Mahfud
MD nyaris menjadi korban percaloan itu. Anak mantan menteri pada era
pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid itu ditawari satu kursi di UGM
dengan harga Rp 100 hingga Rp 200 juta. Jangan mau diiming-imingi bisa masuk
UGM dengan membayar ratusan juta rupiah, karena calon mahasiswa harus
cerdas. Sebab, meski membayar ratusan juta rupiah, tidak akan diterima jika
hasil ujian tulis jelek.

Akhirnya, kami dari Jaringan Advokasi BEM/LM/LEM/DEMA/HMJ se-UGM


mengucapkan selamat liburan kepada rekan-rekan mahasiswa UGM. Lakukanlah
kegiatan yang berguna selama liburan panjang ini, salah satunya adalah
menyampaikan kabar dari kami kepada adik-adik kelas XII yang merupakan
calon mahasiswa Indonesia, generasi penerus yang akan menggantikan
generasi-generasi di atasnya untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan
mahasiswa. Hidup Mahasiswa Indonesia.

JANGAN KARENA BIAYA, GAGAL MASUK UGM.

Anda mungkin juga menyukai