Anda di halaman 1dari 36

MASA KEJAYAAN ISLAM PADA DINASTI

UMAYYAH DAN DINASTI ABBASIYAH

NAMA

KELAS :

8-1

ABSEN :

20

JAFAR ALI

Kekhalifahan Umayyah

Bani Umayyah (bahasa Arab: , Banu


Umayyah, Dinasti Umayyah) atauKekhalifahan Umayyah,
adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masaKhulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah
Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta
dari 756 sampai 1031 di Kordoba,Spanyol sebagai Kekhalifa
han Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepadaUmayyah bin
'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani
Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala
disebut juga dengan Muawiyah I.

Kekhalifahan Umayyah

660750

Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah


Ibu kota

Damaskus

Ibu kota dalam


pengasingan

Kordoba

Bahasa

Arab

Agama

Islam

Pemerintahan

Monarki

Sejarah
- Didirikan

660

- Dibubarkan

750

Masa Keemasan

Kubah Batu di Masjidil Aqsa yang dibangun Bani


Ummayyah.Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya
berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orangorang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin
Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Muawiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan
kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda
bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman
bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan
penghianatan dari orang-orang Khawarij danSyi'ah, dan
terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.Pada masa
Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia,
kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai
daerah Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai keKabul. Sedangkan
angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-

serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.


Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus
dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara
menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm,Ferghana
dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan
menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai
keMaltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di
zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan alWalid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun
itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.
Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan
antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan
mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
namaGibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran
ekspansi selanjutnya. Ibu kotaSpanyol, Cordoba, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota
lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu
kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba.
Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan
ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini
dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan
yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan
tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-

daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut


Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada
zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di
timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani
Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah
Arab, Irak, sebagian Asia Kecil,Persia, Afganistan, daerah
yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan,
dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah
juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai
bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos
dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda
yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan
mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis
dibidangnya.Abdul Malik bin Marwan mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata
dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid
bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan,
diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat,
dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta
membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedunggedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini,
namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat

dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah


suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun
temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin
Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada
di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan,
namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi
sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam
pengertian penguasayang diangkat oleh Allah.
Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap
tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin
Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa
persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada
pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan
anaknyaYazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota
menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang
saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh
terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa
penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin
Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu,
kaum Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba al-Yahudi)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali,
dan menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah
di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah
mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk
menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak
seimbang yang kemudian hari dikenal denganPertempuran

Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal


dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur
di Karbalasebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri bahkan terus melakukan
perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah
yang dipimpin oleh Al-Mukhtardi Kufah pada 685-687 M. AlMukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi)
mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali
(yaitu umat Islam bukan Arab, berasal
dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani
Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh
Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara
terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh.
Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan
Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya
di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap
Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali
mengepung Madinah dan Mekkah. Dua pasukan bertemu
dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun,
peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin
Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali
ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan
pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang
kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah
yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan
berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73
H/692 M.
Setelah itu gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh
kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan.
Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani
Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan
daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kotakota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian

utara, bahkan membuka jalan untuk


menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M),
dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan
akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang
berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik
daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan
dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan
zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan
muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat
singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah,
serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain
untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya.
Penurunan
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani
Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724
M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam
ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah
menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan
etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan
khalifah berikutnya,Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M).
Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru
dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan
mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik
adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan
tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga
tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah
Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah

tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat


golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah
Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang
merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri,
dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani
Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir,
namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana.
Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya
kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang
digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru
Bani Umayyah di Al-Andalus.
Bani Umayyah Al-Andalus
Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang)
mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani
Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana
tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika
Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
dinasti Bani Umayyah.
Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan
pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian
pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga
berhasil menaklukkan Sidonia,Karmona, Seville,
dan Merida serta mengalahkan penguasa
kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung
dengan Thariq diToledo. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk
bagian utaranya, mulai dari Zaragozasampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99
H/717 M, dimana sasaran ditujukan untuk menguasai
daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan.
Pimpinan pasukan dipercayakan kepadaAl-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102
H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan
kepadaAbdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan

pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari


sini ia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini ia
ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal
dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga
penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur
kembali ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam
keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol
terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri
kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak
toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa,
yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama
lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan
bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis
menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan
dibunuh secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut
terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan
pasukan Muslimin. Awal kehancuran
kerajaanVisigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu
kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza,
yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo,
diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah
dari Oppas dan Achila, kakak dan anakWitiza. Keduanya
kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan
bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi
pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu Julian,
mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung
usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan
memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh
Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa


tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas
tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang
Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan
persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan
kaum Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan
tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang
mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri.
Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang
ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama
dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi
kaum muslimin itu menyebabkan
penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
Kronologi Bani Ummayyah

661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan


Bani Ummayyah.

670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.

677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan


ke Konstantinopel.

680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta.


Peristiwa pembunuhan Husain.

685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa


Arab sebagai bahasa resmi.

700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika


Utara.

711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana.

713 M- Penaklukan Multan.

716 M- Serangan ke Konstantinopel.


717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah.
Reformasi besar-besaran dijalankan.
725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Perancis.

749 M- Kekalahan tentara Ummayyah


di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.

750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah.


Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.

756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi


khalifah Muslim di Kordoba.Memisahkan diri
dari Abbasiyyah.
Kekhalifahan Utama di Damaskus
1.Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
2.Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
3.Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
4.Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
5.Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan
pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
6.Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
7.Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
8.Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
9.Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
10.

Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M

11.

Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M

12.

Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M

13.

Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M

14.

Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M

15.
Marwan II bin Muhammad (memerintah
di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M
Keamiran di Kordoba

Abdur-rahman I, 756-788

Hisyam I, 788-796

Al-Hakam I, 796-822

Abdur-rahman II, 822-888

Abdullah bin Muhammad, 888-912

Abdur-rahman III, 912-929


Kekhalifahan di Kordoba

Abdur-rahman III, 929-961

Al-Hakam II, 961-976

Hisyam II, 976-1008

Muhammad II, 1008-1009

Sulaiman, 1009-1010

Hisyam II, 1010-1012

Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017

Abdur-rahman IV, 1021-1022

Abdur-rahman V, 1022-1023

Muhammad III, 1023-1024

Hisyam III, 1027-1031

A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan
Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn alAbbass. Dia dilahirkan di
Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada
tanggal 3 Rabiul awwal
132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun
750-1258 M
(Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri.
Pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan
yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad
(Dinasti Bani Umayyah).
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan
jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu
bangkitlah kekuasaan
Abbasiyah.
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah
bukan saja pergantian
Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial
dan ideologi. Sehingga
dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan
suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang
menjadi identitas

revolusi yaitu :
1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa
mendapat kritik keras dari
masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang
di sebabkan
ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya
menyesuaikan
lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan
dan tuntutan
zaman.
3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung
ideologi yang berkuasa
pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan
digerakkan oleh orang-orang
lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa oleh karena halhal
tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada .
Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang
menjadi pusat
kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain
mempunyai kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan
kekuasaan keluarga besar
paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti
itu disandarkan). Tiga
tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim
bermukim, baik dari
kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas.
Humaimah terletak
berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang
penduduknya menganut aliran
Syiah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terangterangan dengan
golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota

yang penduduknya
mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang
bertemperamen pemberani, kuat
fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh
nafsu dan tidak mudah
bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah
diharapkan dakwah kaum
Abbassiyah mendapatkan dukungan.
Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani
Abbas dilakukan
dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terangterangan dan pertempuran
(Hasjmy, 1993:211).
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat
rahasia.
Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat
pengikut yang banyak,
terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari
golongan yang pada
mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim,
maka seorang
pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu
Muslim al-Khusarany,
bergabubg dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah
gerakan dengan cara
terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan
Zulhijjah 132 H Marwan,
Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir.
Kemudian Daulah bani
Abbasiyah resmi berdiri.
B. Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan
yang ada pada
pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari

rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman
khalifahurrasyidin. Hal ini dapat
dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur Saya adalah sultan
Tuhan diatas buminya .
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang
diterapkan berbedabeda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Sistem politik yang
dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri,
panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik,
ekonomi sosial dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting
dan mulia .
d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk
menjalankan tugasnya
dalam pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214).
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah
mengalami
penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan
negara-negara bagian
(kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah
pusat , kecuali pengakuan
politik saja . Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya ,dan
mereka telah
mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja
munculnya DaulahDaulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau
Spanyol, Daulah Fatimiyah .
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh
para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan

mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan
yaitu : pertama, tindakan
keras terhadap Bani Umayah . dan kedua pengutamaan orangorang turunan persi.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada
waktu itu dibantu
oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut
dengan wizaraat .
Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat
Tanfiz (sistem
pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu
Khalifah dan bekerja atas
nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet). Wazirnya
berkuasa penuh untuk
memimpin pemerintahan . Sedangkan Khalifah sebagai lambang
saja . Pada kasus lainnya
fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai
gubernurnya Khalifah
(Lapidus,1999:180).
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha
negara diadakan
sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara)
yang dipimpin oleh
seorang raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan
pemerintahan negara,
wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemendepartemen). Tata usaha negara
bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.
Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan
perang, amirul
umara, baitul maal, organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini
berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial,
ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan membagi masa

pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :
1. Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah
kekuasaan para Khalifah
kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini
sebagai berikut :
a. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
b. Abu Jafar al mansyur (754 775 M)
c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
d. Abu Musa Al-Hadi (785786 M)
e. Abu Jafar Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g. Abu Jafar Abdullah Al Mamun (813-833 M)
h. Abu Ishak M. Al Mutashim (833-842 M)
i. Abu Jafar Harun Al Watsiq (842-847 M)
j. Abul Fadhl Jafar Al Mutawakkil (847-861)
2. Periode kedua (232 H/847 M 590 H/1194 M)
Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada
sistem
desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :
a. Kaum Turki (232-590 H)
b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)
c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari
kekuasaan Baghdad pada
masa Khalifah Abbassiyah.
3. Periode ketiga (590 H/1194 M 656 H/1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah,
tetapi hanya di
baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa
kebudayaan Islam di zaman
daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :
1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah
tahun 750 M,
sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).

2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M),


sampai berdirinya
daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun
(946 M) sampai
masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad
(1055 M), sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako
(1268 M).
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi
masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi lima periode :
1. Periode pertama (750847 M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai
masa keemasannya.
Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat
singkat, yaitu dari tahun
750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah
Abbasiyah adalah Abu
Jafar al-Mansur (754775 M). Pada mulanya ibu kota negara
adalah al-Hasyimiyah, dekat
Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas
negara yang baru berdiri
itu, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru
dibangunnya, yaitu
Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.
Dengan demikian, pusat
pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah
bangsa Persia.

Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan


penertiban
pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk
menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia
menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen.
Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri
dalam negeri itu selama
lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal
dari Balkh, Persia (Iran).
Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian
digantikan oleh anaknya, Yahya
bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya, Jafar
bin Yahya, menjadi
wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya,
menjadi Gubernur Persia Barat
dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan
administrasi negara
lebih banyak ditangani keluarga Persia itu. Masuknya keluaraga
non Arab ini ke dalam
pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah
dan Daulah Umayyah
yang berorientasi ke Arab.
Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia
menunjuk Muhammad
ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman
negara. Jawatan pos yang
sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan
peranannya dengan tambahan
tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada
masa al-Mansur, jawatan
pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerahdaerah sehingga

administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur


jawatan pos bertugas
melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerahdaerah yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan
memantapkan keamanan di
daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar
Constantine V dan selama
genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.
Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah.
Konsep khilafah dalam
pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya
merupakan mandat dari
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi
sebagaimana pada masa al
Khulafa al-Rasyidin.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman
Khalifah Harun alRasyid (786-809 M) dan putranya al-Mamun (813-833 M).
Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit,
lembaga pendidikan
dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi
terwujud pada zaman
Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak
tertandingi (Yatim,
2003:52-53). Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa
Khalifah Harun al-Rasyid
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam
dari pada perluasan
wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan
peradaban dan

kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti


Abbasiyah dan Dinasti
Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang
sangat cinta kepada
ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Ia juga
mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan Bait
al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan
tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad
mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang
besar kepada orangorang
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar
belakangi oleh
adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa alMamun dan
sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara
pengawal. Tidak seperti pada
masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan
sistem ketentaraan.
Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti.
Tentara dibina secara
khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian,
kekuatan militer Dinasti
Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang
mengganggu stabilitas,
baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakangerakan itu seperti
gerakan sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas
dan lain-lain
semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu para
Khalifah mempunyai prinsip

kuat sebagai pusat politik dan agama sekaligus. Apabila tidak,


seperti pada periode
sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para
Khalifah sendiri berada
dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.
2. Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar
yang dicapai Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa
untuk hidup mewah,
bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini
ditiru oleh para
hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda
pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang
kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah alMutasim untuk mengambil
alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga
kekuasaan sesungguhnya
berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di
dalam Khilafah Abbasiyah
yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari
keruntuhan Dinasti ini,
meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari
empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari
periode ini adalah
seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orangorang Turki dapat
merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil
wafat, merekalah yang
memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan
tidak lagi berada di
tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan
Khalifah. Sebenarnya ada
usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi

selalu gagal. Dari dua belas


Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat
dengan wajar, selebihnya
kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan
paksa. Wibawa Khalifah
merosot tajam. Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di
daerah-daerah muncul
tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari
kekuasaan pusat, mendirikan
Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam
sejarah politik Islam.
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani
Abbas pada
periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus
dikendalikan, sementara
komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya
di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi.
c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat
besar. Setelah Khalifah
merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke
Baghdad.
3. Periode ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan
Bani Buwaih.
Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena
Bani Buwaih adalah
penganut aliran Syiah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang
diperintah dan diberi gaji.
Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali
untuk wilayah bagian
selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan
Ahmad untuk wilayah AlAhwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada

periode ini tidak lagi


merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz
di masa berkuasa Ali
bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah
Abbasiyah terus
mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul
pemikir-pemikir besar
seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan
kelompok studi Ikhwan asSafa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga
mengalami kemajuan. Kemajuan
ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit.
Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi
beberapa kali kerusuhan
aliran antara Ahlussunnah dan Syiah, pemberontakan tentara dan
sebagainya.
4. Periode keempat (1055-1199 M)
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah
Abbasiyah. Kehadiran
Bani Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan
kekuatan Bani
Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling
tidak karena
kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa
lama dikuasai oleh orangorang
Syiah.
Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga
berkembang pada
periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan
dan Malikhsyah,
mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah
Hanafiyah di Baghdad. Cabangcabang
Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan
Khurasan.
Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari.
Dari madrasah ini

telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di


antara para cendekiawan
Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah alZamakhsari, penulis
dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam
bidang tafsir, al-Ghazali
dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam
bidang ilmu
perbintangan.
Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota
Baghdad. Mereka
membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan
seorang Gubernur untuk
mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat
kekuasaan melemah,
masing-masing propinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik-konflik
dan peperangan yang
terjadi di antara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit
demi sedikit kekuasaan
politik Khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak.
Kekuasaan mereka tersebut
berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199
M.
5. Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah
Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah
Abbasiyah tidak lagi berada
di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali
Dinasti Islam berdiri. Ada
di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah
Dinasti kecil. Para Khalifah
Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di
Baghdad dan sekitarnya.
Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan
kelemahan politiknya. Pada
masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad.

Baghdad dapat direbut dan


dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran
Baghdad akibat serangan
tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang
disebut masa pertengahan.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa
kemunduran
dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor
penyebab kemunduran ini
tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada
periode pertama, hanya
karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
Khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika
Khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling
berkaitan satu sama
lain. Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1. Persaingan antar Bangsa
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi,
karena para Khalifah adalah
orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan,
stabilitas politik dapat
terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik
tahta, dominasi tentara
Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah
sebenarnya sudah
berakhir
2. Kemerosotan Ekonomi

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian


negara morat-marit.
Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan
politik Dinasti
Abbasiyah. Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan
3. Konflik Keagamaan
Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik
antara Muslim dan
Zindik atau Ahlussunnah dengan Syiah saja, tetapi juga antara
aliran dalam Islam.
4. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode
pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian
ditiru oleh para haratawan
dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat
menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
b. Faktor Eksternal
1. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau
periode dan menelan banyak
korban.
2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
C. Perkembangan Intelektual
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak
kejayaan pada
masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada
waktu itu setidaknya
dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain
yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh
Persia pada saat itu
sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak
berjasa dalam
perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh
Yunani masuk melalui

terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.


2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing
dilakukan dengan giat
sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan
umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan
sejarah. Dari
gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan,
antara lain ;
a. Bidang filsafat: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu
Sina, alGhazali,Ibnu Rusyid.
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib
bin Qurra ,Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni
dan sebagainya.
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan,
para alim ulama,
berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai
bidang-bidang ilmu
pengetahuan, antara lain :
1. Ilmu Umum
a.Ilmu Filsafat
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal
antara lain: Shafa,
Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam,
karangannya: Al
Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya
Ulumuddin dan lainlain
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza,

Kasful Afillah
dan lain-lain
b. Bidang Kedokteran
1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping
sebagai
penterjemah bahasa asing.
3) Thabib bin Qurra (836-901 M)
4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal
mengenai cacar dan
campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu
angka (0).
d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para
ahli yang terkenal
dalam perbintangan ini seperti :
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
2) Al Gattani/Al Betagnius
3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
4) Al Farghoni atau Al Fragenius
e. Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan
ada seni musik,
seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
2. Ilmu Naqli
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath
Tabary, Ibnu Athiyah al
Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150
H), Muhammad bin
Ishak dan lain-lain
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam
Bukhori (194-256 H),
Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud
(wafat 275 H), At

Tarmidzi, dan lain-lain


c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mutazilah berjasa besar
dalam menciptakan
ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha,
Abu Huzail al Allaf,
Adh Dhaam, Abu Hasan Asyary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy
(wafat 465 H).
Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632
H). Karangannya :
Awariful Maarif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz
dan lain-lain.
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang
aliran mereka masih
mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang
mengembangkan
faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam
Syafii, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syiah (Hasjmy,
1995:276-278).
D. Perkembangan Peradaban di Bidang Fisik
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah
sangat maju pesat, karena upayaupaya
dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat
dari bangunan -bangunan
yang berupa:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah
dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama,
sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun
Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga
disediakan tempat ruangan
belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang

mula-mula mendirikan
sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama
Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik
seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil
dikembangkan oleh Khalifah
Mansyur.
E. Kehidupan Perekonomian Daulah Bani Abbasiyah
Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan
negara penuh dan
berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran.
Yang menjadi Khalifah
adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang
kuat bagi ekonomi dan
keuangan negara. Dia mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab
dalam menguatkan Islam.
Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :
1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani,
bahkan meringankan pajak
hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama
sekali.
2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai
membangun berbagai
industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industriindustrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan
perdagangan seperti:
a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan
yang dilewati kafilah
dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari
serangan bajak
laut.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam

meningkatkan perdagangan
dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum
muslimin melintasi segala
negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan
yang
memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah.
1. Istana Qarruzzabad di Baghdad
2. Istana di kota Samarra
3. Bangunan-bangunan sekolah
4. Kuttab
5. Masjid
6. Majlis Muhadharah
7. Darul Hikmah
8. Masjid Raya Kordova (786 M)
9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Maruf,1996:39-40).
F. Strategi Kebudayaan dan Rasionalitas
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berpikir
diakui sepenuhnya
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh
karena itu, pada waktu itu
akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid,
sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan
Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafii ,
Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal itu juga
melahirkan Ilmu Tafsir
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum
terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari
berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187).

Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak


kebudayaan, yang
berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur
bangsa, terjadi pula dalam
unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat
unsur kebudayaan yang
mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia,
Kebudayaan Yunani,
Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu
pengetahuan.
1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan
Persia di zaman ini karena 2
faktor, yaitu :
a. Pembentukan lembaga wizarah
b. Pemindahan ibukota
2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk
kebudayaan Islam terjadi
dengan dua cara:
a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung
dengan orang-orang India
seperti lewat perdagangan dan penaklukan.
b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam
kebudayaan Islam
lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota
yang menjadi pusat
kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya
adalah :
a. Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang
dijadikan tempat
pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah
kekuasaan Islam.
Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai
ilmu Yunani dan
bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.
b. Harran,Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat

pertemuan segala
macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan
pengembangan kebudayaan
Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah
Abbassiyah.
c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani.
Dalam kota
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal Filsafat
Baru Plato
(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam
pemikiran Neo
Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
4. Kebudayaan Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi
dengan dua jalan
utama, yaitu :
a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Quran, Hadist, Fiqh
yang semuanya
dalam bahasa Arab.
b. Jalan Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab,
bahasa terkaya diantara
rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.

Anda mungkin juga menyukai