Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.
1.
Tujuan
Melakukan uji disolusi terhadap tablet glycerol guaiacolat
II.
1.
Prinsip
Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif
sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung
dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh.
III.
Teori Dasar
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh
sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif
biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk
sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya
ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir,
2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum
adalah:
1.
Teori film (model difusi lapisan)
2.
Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3.
Teori Solvasi terbatas/Inerfisial (Amir, 2007).
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu
bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan
itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari
sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit
waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi
media yang dibakukan.Kecepatan pelarutan memberikan informasi
tentang profil proses pelarutan persatuan waktu. Hukum yang
mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897
dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut :
dc / dt
= kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan
waktu )
Cs
= kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut )
Ct
= konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t
= konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume larutan
jenuh dan tebal lapisan difusi (Shargel, 1988)
Dari persamaan di atas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan
dan konstannya suhu, menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari
gradien konsentasi antara konsentrasi jenuh dengan konsentrasi pada
waktu (Shargel, 1988).
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk
lapisan tipis larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke
dalam bagian sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di
bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan
dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum
difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski,
dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara
konkret.
dengan
tes
bioavaibilitas in
vitro.
Ada
dua
sasaran
dalam
mengembangkan uji disolusi in vitroyaitu untuk menunjukkan :
1.
Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2.
Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama
dengan laju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas
dan efektif secara klinis (Shargel, 1988).
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa
kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan.
Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan
informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke
batch lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan
kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada
kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Shargel, 1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon
klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat
sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu,
dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat
aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat.
Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan
system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid
(salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis
kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt,
1995).
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap
pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat
ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap
pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :
Zat aktif mula-mula harus larut
Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna (Voigt, 1995).
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan
analisis yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan
obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan wajib USP untuk
persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah
berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun,
disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi disolusi
lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Voigt, 1995).
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk
mengevaluasi dan menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan
:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
IV.
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b.
1.
2.
3.
Bahan
Aquadest
Baku pembanding Glycerol Guaiakolat
Tablet Glycerol Guaiakolat
V.
Prosedur
Pembuatan larutan baku
Baku glycerol guaiacolat sebanyak 222 mg ditimbang dan dilarutkan
dalam 100 ml air. Kemudian dibuat pengenceran bertingkat yaitu
70ppm, 60ppm, 50ppm, 40ppm, dan 30ppm. Setelah itu diukur
absorbansinya
dengan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang maksimum. Lalu dibuat kurva baku dari hasil pengukuran.
Uji Disolusi
Perlakuan pertama adalah dicari panjang gelombang serapan
maksimum untuk baku pembanding Glyceril Gualakoat. Langkah
selanjutnya adalah tablet dicelupkan ke dalam medium aquadest sampai
ke dasar yang terdapat dalam labu sebanyak 900mL, suhu dipertahankan
pada 37.5oC, motor diatur pada kecepatan konstan 50 rpm. Kemudian
cairan sample diambil pada selang waktu menit ke 5, menit ke 15 , menit
ke 25, menit ke 35, dan menit ke 45 untuk menentukan jumlah obat
dalam cairan itu. Kemudian diencerkan 1 mL dari setiap cuplikan menjadi
10 mL dengan medium dan tentukan absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum yang didapat pada percobaan. Untuk menentukan
kadar obat maka digunakan alat spektrophotometri dengan mengukur
tingkat absorbansi-nya.
VI.
1.
Data Pengamatan
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Tabel 1. Hasil pengukuran absorbansi larutan baku
No
Konsentrasi
1
30 ppm
40 ppm
50 ppm
60 ppm
70 ppm
Kurva Kalibrasi
a = 0.008993
b = 0.04126
r = 0.999
persamaan garis linear y = 0.008993x + 0.04126
2.
0.277
0.2764
15
0.5118
0.5122
25
0.4875
0.4875
35
0.51
0.5076
45
0.4592
0.4593
A1
0.3893
0.3897
15
0.4657
0.4653
25
0.4729
0.4723
35
0.4498
0.4497
45
0.4779
0.4768
A1
0.3475
0.3479
15
0.4392
0.44
25
0.4994
0.5001
3.
4.
35
0.5189
0.5184
45
0.4934
0.4931
0.026167
15
0.052356
25
0.049632
35
0.051889
45
0.046485
9.42 %
15
18.85 %
25
17.87 %
35
18.68 %
45
16.73 %
Perhitungan
Konsentrasi 30 ppm
Konsentrasi 40 ppm
Konsentrasi 50 ppm
Konsentrasi 60 ppm
Konsentrasi 70 ppm
Perhitungan konsentrasi dan %disolusi
VIII. Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan
terlepasnya zat-zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran
pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap
tablet gliseril guaiakolat. Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk
mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu tablet ketika kontak dengan
cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat
yang diberikan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat
yaitu temperatur, viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel,
polimorfisa, dan sifat permukaan zat.
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk
tablet yaitu tablet yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di
dalam lambung akan dipecah, mengalami disintegrasi menjadi granulgranul yang kecil yang terdiri dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan yang
lain. Granul selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan
larut dalam cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet tersebut
harus bekerja.
Sebelum melakukan uji disolusi, terlebih dahulu dilakukan
pembuatan kurva baku sampel gliseril guaiakolat. Prosedur pembuatan
kurva baku sampel gliseril guaiakolat dimulai dengan menimbang sampel,
kemudian sampel dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan
ditambahkan aquadest hingga mencapai tanda batas, dan dikocok hingga
homogen. Larutan tersebut merupakan larutan sampel standar.
Tablet 1
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Tablet 2
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Tablet 3
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
Menit ke
5 = 0,2766
15 = 0,5121
25 = 0,4876
35 = 0,5079
45 = 0,4593
5 = 0,3894
15 = 0,4655
25 = 0,4727
35 = 0,4498
45 = 0,4769
5 = 0,3479
15 = 0,4397
25 = 0,5
35 = 0,5187
45 = 0,4931
berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi.
Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke
tahap 3 (S3 ). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi. Kriteria
penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah
ini.
Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Tahap
S1
S2
R
u
Q
S3
12
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari
jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah
persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang
sama dengan Q. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi
75% dalam waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm
atau alat 2 pada 50 rpm.
Perhitungan hasil dari uji disolusi dilakukan menggunakan rumus :
% disolusi =
Pengujian dilakukan terhadap tiga tablet untuk membandingkan
hasil pada satu tablet dengan tablet yang lainnya dan meminimalisir
terjadinya kesalahan sehingga pengukuran dilakukan berulang. Hasil yang
didapatkan melalui perhitungan adalah :
1.
Tablet 1
Menit ke 5 = 9,16075%
Menit ke 15 = 18,32776%
Menit ke 25 = 17,37406%
Menit ke 35 = 18,16425%
Menit ke 45 = 16,27248%
2.
Tablet 2
R
d
2
Menit ke 5 = 13,53578%
Menit ke 15 = 16,49457%
Menit ke 25 = 16,77451%
Menit ke 35 = 15,88415%
Menit ke 45 = 16,93780%
3.
Tablet 3
Menit ke 5 = 11,90375%
Menit ke 15 = 15,46742%
Menit ke 25 = 17,80827%
Menit ke 35 = 18,5342%
Menit ke 45 = 17,54041%
o
o
o
o
o
IX.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh %disolusi tablet glycerol
guaikolat setelah 45 menit yaitu antara 16 18 %. Hal ini menunjukkan
bahwa %disolusi glycerol guaikolat tidak memenuhi syarat pada
Farmakope Indonesia yang menyebutkan bahwa dalam waktu 45 menit
harus larut tidak kurang dari 75 % sehingga bisa dikatakan %disolusi
tablet glycerolguaikolat pada percobaan tidak bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru.
Jakarta.
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi
keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika
Terapan.
Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti
Sjamsiah, Apt. Airlangga University Press. Surabaya.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. PT.
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta:
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta
Read
more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/g.html#ixzz3K8
2kxQTf