Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEMAM DENGUE
NAMA : STEFANI
NIM : C111 11 149
DENGUE
PATOGENESIS
Virus dengue dibawa oleh nyamuk aedes aegypty dan aedes albopictus sebagai vector ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala
sebagai DD. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berbeda
akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di
nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendothelial
dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh kemudian akan membentuk kompleks
virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang
berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat. Akan terjadi juga aggregasi trombosit yang melepaskan ADP, trombosit
melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan
trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya aktivasi faktor Hageman
(faktor XII) akan menyebabkan pembekuan intravaskular yang meluas dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah.
nonspesifik yang berperan penting adalah makrofag dan sel Natural Killer (Sel NK)
(Baratawidjaja, 2009). Makrofag akan segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Makrofag juga akan
mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi. Sitokin utama yang disekresi oleh makrofag
adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam
yang dipicu baik faktor eksogen atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon
imun nonspesifik lain yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi dan
merupakan faktor efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun
spesifik bekerja (Baratawidjaja, 2009). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus.
Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktifasi adalah T CD4+ . T
CD4+ ini akan mengaktifasi Th2 untuk membentuk antibodi lagi sehingga meningkatkan
opsonisasi dan aktivasi komplemen. T CD4+ juga mengaktifkan Th1 yang akan mengaktifkan T
CD8+ melalui presentasi oleh molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan
peptida virus. Th1 akan melepaskan IFN-, IL-2, dan limfokin sedangkan Th2 melepaskan IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN- akan merangsang monosit melepaskan TNF-, IL-1,
PAF, IL-6, dan histamin.
Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan
pelepasan IL-1, TNF-, dan IFN-. Pada jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan
aktivasi jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan
jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-, IFN-, IL-2,
dan histamin (Kresno, 2001; Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).
IL-1, TNF-, dan IFN- dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-1
langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF- dan IFN- bekerja tidak secara
langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1.
Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1 adalah preoptik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis (OVLT).
OVLT terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif
(cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel
memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam
arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam
hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut
adalah peningkatan thermostatic set pointyang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk
menahan panas (vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil (Kresno, 2001;
Abdoerrachman, 2002).
Gambar
Pola demam
bifasik pada
Virus dengue ini setelah beredar didalam darah
akan 1.
difagosit
oleh makrofag.
Virus ini
demam berdarah.
menggunakan makrofag sebagai tempat replikasinya. Selama melakukan replikasi virus terhindar
dari respon imun, sehingga respon imun dan sitokin yang dihasilkan berkurang dan demam mulai
turun. Saat proses replikasi selesai, virus dengue akan siap dikeluarkan lagi melalui lisis sel,
sehingga respon imun mulai meningkat lagi dan menghasilkan sitokin, sehingga terjadilah
demam. Demam yang meningkat lagi suhunya tidak setinggi diawal infeksi, hal ini dikarenakan
karena sudah terbentuknya antibodi tubuh spesifik virus. Sehingga pada saat virus keluar dan
menyerang lagi, tubuh sudah dapat mengkompensasi serangan virus tersebut untuk
menetralisirnya.
Antibodi yang terbentuk pada virus dengue adalah antibody netralisasi, antihemaglutinin
dan antikomplemen yang pada umumnya termasuk kelas IgG, selain itu dibentuk juga IgM.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
NS1 dengue disekresikan ke dalam system darah pada individu-individu yang terinfeksi
dengan virus dengue. NS1 bersikulasi pada konsentrasi yang tinggi dalam serum pasien dengan
infeksi primer maupun sekunder selama fase klinik sakit dan hari-hari pertama fase konvalesens.
Pemeriksaan NS-1 dapat dilakukan sejak hari pertama munculnya demam hingga hari ke 9, baik
pada serotipe DEN-1 (terbanyak), DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Antigen NS1 terdapat baik pada
infeksi primer maupun sekunder
Sumber:
1. Baratawidjaja KG , Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Abdoerrachman MH. 2002. Demam : Patogenesis dan Pengobatan. In: Soedarmo dkk (ed). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama.Jakarta: IDAI, pp: 27-51.
3. Kresno SB. 2001. Respons Imun terhadap Infeksi Virus. In: Imunologi Diagnosis dan Prosedur
Laboratorium. Jakarta : FK UI, pp: 178-181.
4. Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. In: In: Sudoyo
dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 1731-1736.
5. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.
6. Setiawan, Meddy. Demam Berdarah Dengue (DBD) dan NS1 Antigen untuk Deteksi Dini Infeksi
Akut Virus Dengue. Malang.