Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SINOPSIS
PROPOSALTESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
pendaftaran S2 Kebidanan
Oleh :
Fany Yanuarti
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang di tandai dengan adanya persaingan pada
berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi
agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor
penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia di suatu negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi,
tingkat pendidikan dan masalah anemia.
Anemia adalah keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal (Sadikin, 2001). Menurut World Health Organization
(WHO 1997) untuk diagnosis anemia bagi remaja putri apabila kadar Hb kurang
dari 12 gr/dl. Hb sendiri memiliki fungsi sebagai pengikat O2 ke seluruh tubuh
untuk kebutuhan respirasi sel dalam rangka pembentukan energi oleh tubuh.
(Pearce, 2004).
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
yang apda akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia
bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di
Negara yang sedang berkembang, salah satunya Indonesia. Penyebab utama
anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi
dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan
kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan
antibodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi (Almatsier, 2003).
Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus
merupakanan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Data dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri di Indonesia
menderita anemia. Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah
melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarkan
sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena
itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Dilain
pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka
ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup
tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena
masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang
lebih tinggi (Herman, 2003).
Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Diperkirakan 30%
penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah anemia
defisiensi besi
Suplementasi zat besi adalah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan
kesehatan pada pekerja wanita, dan meningkatkan produktivitas kerja di dalam
mengembangkan sumber daya manusia yang tangguh dan mantap (Tigakarsa,
2008). Tablet tambah darah adalah tablet suplementasi penanggulangan anemia
gizi yang setiap tablet mengandung Ferro Sulfat 200 mg (Anonymous, 2007).
Zat besi mempunyai fungsi yaitu untuk pembentukan Hemoglobin, mineral
dan pembentukan enzim. Hemoglobin bertindak sebagai unit pembawa oksigen
darah yang membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel, serta membawa CO2
kembali ke paru-paru. Defisiensi besi dapat mengakibatkan cadangan zat besi
dalam hati menurun, sehingga pembentukan sel darah merah terganggu akan
mengakibatkan pembentukan kadar hemoglobin rendah atau kadar Hemoglobin
darah di bawah normal.
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Suhardjo, 1989; Madanijah,
2004). Harapan dari upaya adalah orang bisa memahami pentingnya makanan dan
gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi
(Suhardjo, 1989). Pendidikan gizi pada anak anemia di sekolah dasar diberikan
dengan harapan pengetahuan gizi anak dan pola makan makan anak akan berubah
sehingga asupan makan terutama asupan besi anak akan lebih baik. Dengan
asupan besi yang lebih baik, maka kadar hemoglobin anak akan meningkat.
Namun, hingga kini masalah anemia merupakan masalah kesehatan yang
tingkat prevalensinya masih tinggi. Berbagai hasil evaluasi terhadap program
suplementasi telah dilakukan di beberapa tempat menunjukkan bahwa tidak semua
subyek yang diberi suplementasi memiliki waktu sama untuk mencapai kadar
hemoglobin normal. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pemberian
suplementasi besi yang dikombinasikan unsur vitamin dapat meningkatkan
bioavailabilitas besi dan lebih efektif meningkatkan kadar hemoglobin
dibandingkan dengan hanya suplementasi besi saja (Bloem,MW 1998).
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penanggulangan
terhadap anemia gizi zat besi pada remaja putri mengingat mereka adalah generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan
memberikan suplementasi zat besi dan suplementasi zat besi ditambah vitamin C
untuk mengetahui adakah perbedaan perubahan kadar hemoglobin pada anak SD
yang anemia pada kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok
suplementasi vitamin C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi,
vitamin C dan pendidikan gizi?
1.1 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah:
apakah ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin pada anak SD yang anemia
pada kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi, vitamin C dan
pendidikan gizi.
1.2 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari efek suplementasi besi, vitamin C, dan pendidikan gizi
terhadap perubahan kadar hemoglobin anak SD yang anemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisis perbedaan pengetahuan gizi remaja putri yang
anemia
sebelum
dan
sesudah
intervensi
pada
kelompok
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Anemia
2.1.1
Pengertian
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin darah
Umur
6 bulan sampai 6 tahun
6 14 tahun
12
laki-laki
13
wanita
wanita hamil
2.1.2
Hemoglobin (g/100ml)
11
12
11
(Akhmadi, 2006)
Etiologi
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
c.
sebagai berikut : Lelah, lesu, lemah, letih, lalai (5L), bibir tampak pucat, nafas
pendek, lidah licin, denyut jantung meningkat, susah buang air besar, nafsu makan
berkurang, kadang-kadang pusing, mudah mengantuk (Almatsier, 2001).
2.1.4
Klasifikasi anemia
2)
b.
Anemia makrositik
1)
biasanya
dimulai
dengan
parestesia,
lalu
gangguan
Perdarahan Akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
2)
Perdarahan kronik
Pengeluaran darah sedikit-sedikit,sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering terjadi ulkus peptiku, perdarahan saluran cerna dan
epitaksis
Manifestasi Klinis: Tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali
d.
Anemia hemolitik
Anemia yang disebabkan oleh penghancuran atau pemacahan sel darah merah
yang
didapat
diberikan
adalah
kortikosteroid
(prednison,
Anemia aplastik
Manifestasi Klinis Anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang
pembentuk sel darah baru, untuk memastikan dilakukan pemeriksaan : Darah tepi
lengkap, pemeriksaan fungsi sternal, pemeriksaan Retikulosit. Biasanya memiliki
tanda seperti pucat, lemah, demam, purpura, dan perdarahan. Untuk itu diperlukan
penatalaksanaan sebagai berikut : diberikan preparat Fe, tranfusi darah segar,
diberi antibiotik untuk mencegah timbulnya infeksi, kurtiko steroid, androgen,
imuno surpresif, dan transplantasi sumsum tulang. Untuk terapinya adalah jika
Kriteria Anemia
Menurut WHO 2003, kriteria Anemia pada Wanita
2.1.6
Hb 12 gr %
: Normal
Hb 10 11,9 gr %
: Anemia Ringan
Hb 7 9,9 gr %
: Anemia Sedang
Hb < 7 gr %
: Anemia Berat
ringan sampai berat. Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu,
lelah, pusing, pucat, dan penglihatan sering berkunang-kunang. Bila terjadi pada
anak sekolah, anemia gizi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan pada
orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Selain itu, penderita anemia
lebih mudah terserang infeksi (Almatsier, 2003).
2.1.7 Penanggulangan Anemia
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara
lain :
2.1.7.1 Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar
besi yang cukup secara rutin pada usia remaja.
2.1.7.2 Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging,
ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari buah yang
mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh
es, minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu
pada saat makan atau setelah mengkonsumsi tablet besi.
2.1.7.3 Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di
daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada
remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
2.1.7.4 Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi
tidak diberi bersama susu, kopi, teh, minuman ringan yang
mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung phosphate
dan kalsium.
2.2.1
Pengertian
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi yang memiliki afinitas
mengalami ikterus akibat hemolisis. Besi bersifat esensial untuk sintesis hemoglobin;
kalau darah hilang dari tubuh dan defisiensi besinya tidak dikoreksi, akan terjadi
anemia defisiensi besi (Ganong, 2002).
2.2.4
Fungsi Hemoglobin
Menurut Pearce (2004), Fungsi utama haemoglobin mengikat oksigen
yang kemudian bersama dengan sirkulasi darah melakukan proses difusi osmosis
dalam proses respirasi sel.
Menurut Sadikin (2001), Fungsi utama adalah mengikat dan membawa
oksigen dari paru untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh sel di berbagai
jaringan.
Menurut FKUI dalam eksperimen Laboratorium Biokimia (2001)
disebutkan bahwa fungsi haemoglobin antara lain:
a. Mengikat dan membawa oksigen dari paru ke seluruh jaringan tubuh.
b. Mengikat dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru
c. Memberi warna merah pada darah
d. Mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh
2.2.5
Hb digital
Lancet dan autoclick
Test strips
Kapas alkohol
2. Cara kerja :
-
Bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol, lalu
tunggu hingga kering.
Pria : 14 - 18 g/dl
Wanita : 12 - 16 g/dl
Bayi : 20 - 22 g/dl
2.3
2.3.1
Definisi remaja
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan terdapat berbagai
b.
c.
d.
e.
Menurut Dinas Kesehatan anak dianggap remaja apabila anak sudah berumur
18 tahun, yang sesuai dengan saat Lulus Sekolah Menengah.
b.
Pada
tahap
ini
remaja
sangat
membutuhkan
kawan-kawan.
Ada
Remaja awal (early adolescense) umur 11-13 tahun seorang remaja pada
tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada
tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan itu, menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan
dimengerti orang dewasa.
b.
Remaja madya (middle adolescense) umur 14-16 tahun pada saat ini remaja
sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada kecenderungan mencintai dirisediri. Selain itu dia berada dalam kondisi kebinggungan karena tidak tahu
harus memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis.
c.
b.
c.
d.
e.
f.
2.4.1
Definisi
Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi
adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (Soebroto,
2009).
2.4.2
merah bertugas mengangkut oksigen dan zat zat makanan keseluruh tubuh serta
membantu proses metabolisme tubuh untuk mengahasilkan energi,jika asupan zat
besi kedalam tubuh berkurang dengan sendirinya sel darah merah juga akan
berkurang, tubuh pun akan kekurangan oksigen akibatnya timbullah gejala gejala
anemia (Samuel, 2006).
Remaja
38
46
10
1,3
15
1,6
180
2
1200
1200
15
12
(Story M, 2007)
2.4.5
Farmakologi Dasar
Salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah
adalah zat besi. Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Kekurangan zat
besi dalam menu makanan sehari-hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi
atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Fe terdapat dalam
bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua.
Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami sebab rendahnya tingkat
penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap
1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%. Fe
bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe nabati (non
heme).
Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin
C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain meng-konsumsi makanan sumber
zat besi adalah terpenuhinya kecukupan
Farmakokinetika
Tubuh memiliki suatu sistem yang rumit untuk mempertahankan pasokan
zat besi yang diperlukan untuk hematopoiesis. Sistem ini melibatkan proteinprotein transpor dan penyimpanan yang khusus yang konsentrasinya diatur oleh
permintaan tubuh untuk sintesis hemoglobin dan penyimpanan zat besi yang
adekuat. Sebagian zat besi yang digunakan untuk membantu hematopoiesis
diperoleh kembali dari katalisis hemoglobin dalam eritrosit-eritrosit tua. Secara
normal, hanya sejumlah kecil zat besi hilang dari tubuh setiap hari, sehingga
kebutuhan dalam diet hanya sedikit dan mudah dipenuhi oleh zat besi yang
tersedia dalam berbagai macam makanan. Namun, pada populasi tertentu yang
membutuhkan peningkatan zat besi (misalnya, anak dalam masa pertumbuhan,
wanita hamil) atau kehilangan zat besi yang meningkat (misalnya, pada wanita
yang sedang menstruasi) kebutuhan-kebutuhan zat besi dapat melebihi pasokan
makanan yang normal sehingga dapat menimbulkan defisiensi zat besi.
Absorpsi
Zat besi biasanya diabsorpsi di duodenum dan jejunum proksimal,
meskipun bila perlu usus kecil yang lebih distal dapat mengabsorpsi zat besi.
Absorpsi meningkat sebagai respons simpanan zat besi yang rendah atau
kebutuhan zat besi yang meningkat. Absorpsi total meningkat sampai 1-2
mg/hari pada wanita normal yang sedang menstruasi. Bayi dan orang dewasa
muda juga membutuhkan zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan
cepat.
Zat Besi dapat dibagi menjadi dua jenis, jika ditinjau berdasarkan
mekanisme penyerapannya. Dua jenis zat besi tersebut, yaitu :
1. Heme Iron :
Heme iron merupakan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin dan
myoglobin. Sumber dari Heme Iron adalah daging-dagingan. Heme Iron
diserap sebagai iron phorpyrin complex yang dipecah oleh enzim heme
oxygenase di dalam sel mukosa usus. Senyawa ini akan meninggalkan sel
mukosa dalam bentuk kimia yang sama dengan non heme iron. Kandungan
heme di dalam heme iron dapat terdenaturasi oleh proses pemanasan pada
suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga berpengaruh terhadap
bioavailabilitas heme iron. Bioavailabilitas heme iron tidak dipengaruhi oleh
komposisi bahan makanan.
2. Non Heme Iron :
Senyawa ini secara alami terdapat di dalam daging, serealia, sayur dan
buah-buahan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh keberadaan
senyawa inhibitor (phythate, tannin). Penyerapan non heme iron akan
semakin meningkat ketika kebutuhan tubuh akan zat besi juga semakin
meningkat. Jika suplai zat besi dari makanan telah habis terserap maka proses
penyerapan zat besi akan berhenti dan menyebabkan konstipasi.
( Rusiman. 2008 )
b. Transpor
Zat besi ditranspor dalam plasma dengan terikat transferring- yang
khusus mengikat besi ferric. Kompleks besi transferring-ferric memasuki sel
eritroid dewasa melalui mekanisme reseptor khusus. Reseptor-reseptor
transferin-glikoprotein membran yang integral yang ada dalam jumlah yang
sangat besar di sel-sel eritroid yang berpoliferasi mengikat kompleks besitransferrin dan menginternalisasi zat besi tersebut, merilisnya di dalam sel.
Transferrin dan reseptor transferring didaur ulang, dan membentuk suatu
mekanisme yang efisien untuk menggabungkan zat besi ke hemoglobin untuk
pembentukan sel-sel darah merah.
c.
Penyimpanan
Zat besi disimpan, terutama dalam bentuk ferritin, dalam sel-sel
mukosa usus dan dalam makrofag di dalam hati, limpa, dan tulang. Sintesis
apoferritin diatur oleh kadar zat besi bebas. Apabila kadar ini rendah, sintesis
apoferritin dihambat dan keseimbangan ikatan zat besi bergeser menuju
transferring. Apabila kadar zat besi bebas tinggi, maka lebih banyak apoferrin
yang diproduksi sebagai usaha untuk mengamankan lebih banyak zat besi dan
melindungi organ-organ dari efek-efek toksik kelebihan zat besi bebas.
d.
Eliminasi
Tidak ada mekanisme untuk mengekskresi zat besi. Sejumlah kecil zat
besi akan hilang melalui eksfoliasi sel-sel mukosa usus ke dalam feses, dan
sisanya diekskresi ke dalam empedu, urine, dan keringat. Namun, yang hilang
ini semua tidak lebih dari 1 mg zat besi setiap harinya. Karena kemampuan
tubuh untuk meningkatkan ekskresi zat besi ini begitu terbatas, pengaturan
keseimbangan zat besi harus dicapai dengan mengubah absorpsi dan
penyimpanan zat besi, tergantung pada kebutuhan tubuh.( Katzung. 2002 )
Konsep Vitamin C
2.5.1
Definisi Vitamin C
Vitamin C adalah derivate heksosa yang cocok digolongkan sebagai suatu
karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam
air dan oksalat. Vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi
dalam keadaan larutan, apalagi dalam suasana basa. Asam askorbat adalah bahan
yang kuatkemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksireaksi hidroksilasi (Suharjo, 1992).
2.5.2
Fungsi Vitamin C
Menurut Moedji (2002), berbagai penelitian menunjukkan beberapa fungsi
Metabolisme Vitamin C
Vitamin C mudah diserap secara aktif dan secara difusi pada bagian atas
usus halus masuk ke peredaran darah melalui Vena Porta. Rata-rata absorbsi
adalah 90% untuk konsumsi antara 20-120 mg sehari kemudian vitamin C dibawa
ke semua jaringan. Vitamin C stabil dalam suasana basa.
2.5.4
disalurkan oleh darah ke seluruh tubuh, dimana oksigen dilepaskan ke jaringanjaringan yang memerlukan (Minarno dan Hariani, 2008). Zat besi berfungsi juga
dalam proses oksidasi reduksi dalam sel yang berhubungan dengan pembentukan
energi. Dalam hal ini, zat besi merupakan kofaktor dari beberapa enzim yang
terlibat dalam metabolisme energi (Minarno dan Hariani, 2008).
Kebutuhan akan besi meningkat selama masa pertumbuhan. Jika tidak
terdapat cukup besi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah berkurang dan volume sel darah merah (eritrosit) juga
menurun.Hal ini disebabkan hemoglobin untuk mengisi sel berkurang.Keadaan
seperti ini, dikenal sebagai anemia (kurang darah) defisiensi besi (Suhardjo dkk,
2006).
Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan
protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari
35% hem ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah non heme yaitu
senyawa besi anorganik yang kompleks terdapat dalam bahan makanan nabati
yang hanya dapat diabsorbsi 5 % (Mulyawati, 2003).
Farmakodinamik zat besi, penggantian besi terutama diberikan untuk
memperbaiki atau mengendalikan anemia difisiensi zat besi, yang didiagnosis
dengan sediaan apusan darah. Respon pertama yang terukur terhadap keberhasilan
terapi zat besi dapat dilihat dalam waktu kurang dari seminggu, ketika
retikulokositosis terjadi dengan cepat, yaitu karena sel-sel darah merah yang
mengandung hemoglobin yang baru dibentuk dari sumsum tulang memasuki
aliran darah. Kadar hemoglobin akan meningkat secara signifikan dalam waktu 24 minggu (Almatsier, 2005). Alur perjalanan besi dalam tubuh dapat dilihat pada
gambar berikut.
Fe dalam saluran
cerna
Fe diangkut Transferin
mukosa
Fe dalam alat
transport transferin
reseptor
Kelebihan
disimpan sebagai
feritin
Sebagian hilang
melalui sel usus
halus yang dibuang
Kelebihan disimpan
sebagai feritin &
hemosiderin
Sebagian tulang
melalui darah
Sumsum tulang
mengikatkan Fe ke
Hb sel darah merah
Darah mengangkut Fe
sebagai Hb sel darah
merah
Sebagian
hilang dalam
keringat,
kulit, uria
Menyimpan
kelebihan sebagai
metalotionin
Pembentukan
Kadar
Hemoglobin (Hb)
Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat
dalam bentuk interaksi sinergistik (saling bekerjasama / menguntungkan).
Interaksi zat besi sinergistik terlihat antara zat besi dengan vitamin C. Vitamin C
mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyerapan besi terutama dari
besi non hem yang banyak ditemukan dalam makanan nabati. Bahan makanan
yang mengandung besi hem yang mampu diserap sebanyak 37% sedangkan bahan
makanan golongan besi non hem hanya 5% dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan
besi non hem dapat ditingkatkan dengan kehadiran zat pendorong penyerapan
seperti vitamin C dan factor-faktor pendorong lain seperti daging, ayam, ikan
(Berdanier, 1998). Vitamin C bertindak sebagai enhancer yang kuat dalam
mereduksi ion ferri menjadi ion ferro, sehingga mudah diserap dalam pH lebih
tinggi dalam duodenum dan usus halus (Almatsier, 2003). Vitamin C menghambat
pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila
diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkatkan empat kali lipat
bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin
di dalam plasma ke ferritin (Almatsier, 2003).
Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin
umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik,
dapat memproduksi sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali. Besi
yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
di dalam sel retikuloendotelial sumsum tulang, hati, dan limfa.
Ekskresi dari besi sebanyak 0,5-1,0 mg per hari, dikeluarkan bersamasama urin, keringat, dan feses. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari
tubuh melalui perdarahan, menstruasi dan saluran urin. Sisanya dibawa ke bagian
tubuh lain yang membutuhkan.
Penyebaran (transport) besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung
lebih lambat dibandingkan penerimaannya pada saluran cerna, bergantung pada
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju transport
besi diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Laju transport besi juga
dipengaruhi peranan beberapa vitamin yaitu vitamin C. Vitamn C juga dapat
mencegah anemia dengan cara meningkatkan penyerapan besi dari usus atau
dengan membantu mobilisasi besi dan disimpan tubuh (Fishman, Christian &
West, 2000).
Vitamin C
Vitamin C
Gambar 2.5 Absorbsi Besi dan Vitamin C di Usus Halus (Andrews, 2005)
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks
dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh
asam lambung. Pada brush border dari sel absorptive (terletak pada puncak vili
usus, disebut apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim
ferireduktase (Gambar 2.5), mungkin dimediasi oleh protein, salah satunya yaitu
vitamin C. Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter
(DMT 1) yaitu dibantu oleh peran vitamin yaitu salah satunya vitamin C.
Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan
apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke
dalam sel mukosa dibantu oleh vitamin C (DMT 1). Besi non-heme akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.
2.8
PENDIDIKAN GIZI
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk
dewasa dan
hemoglobin ibu hamil kelompok yang diberikan pendidikan gizi lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang tidak diberikan pendidikan gizi. Sarwa (2003)
menunjukkan bahwa intensifikasi penyuluhan gizi dalam pemberian tablet besi
merupakan determinan terhadap pencapaian nilai hemoglobin harapan ibu hamil.
Hasil serupa terlihat pada penelitian Rojhani & Niewiadomska-Bugaj (2004)
bahwa pendidikan gizi pada ibu efektif meningkatkan pengetahuan gizi besi dan
mengurangi prevalensi anemia pada anak usia 1-5 tahun. Selanjutnya terdapat
perbedaan bermakna pengetahuan gizi besi ibu dan kadar hemoglobin anak antara
kelompok yang mendapatkan pendidikan gizi dengan kelompok yang tidak
mendapatkan .
2.8
KERANGKA KONSEP
Kerangka Konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
SOSIAL
EKONOMI
Suplementasi :
-
(Pendidikan,
Pendpatan)
Zat besi
Vitamin C
Fe dalam saluran
cerna
Fe diangkut Transferin
mukosa
Sel mukosa usus halus : Fe pindah ke
alat transport transferin reseptor
Vit. C
meningkatk
an absorbsi
Fe
Fe dalam alat
transport transferin
reseptor
Fe dibawa darah oleh
transferin
Mukosa usus
Jaringan
Periferal
Sumsum
Tulang
Kadar Hemoglobin
Ekskresi
zat besi
mel.
Perdaraha
Simpanan
besi
+ Vit. C
(hati,
darah)
konseptual
perbedaan
kenaikan
Hb
dengan
2.9
HIPOTESIS
Ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin anak SD yang anemia
pada kelompok besi dan vitamin C, kelompok vitamin C dan pendidikan
gizi, serta kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Quasy experiment dengan rancangan pretest
postest control group. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok perlakuan
yaitu: kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi, vitamin C, dan
penyuluhan gizi. Perlakuan suplementasi dilakukan setiap hari dalam 3 minggu
(Arisman, 2004; Schultink, Gross, Gliwitzki, Karyadi & Matulesi, 1995).
Penyuluhan gizi pada remaja yang anemia diberikan 2x dalam seminggu dalam 3
minggu. Rancangan penelitian sebagai berikut :
O1a
X1
O1b
O2a
X2
O2b
O3a
X3
O3b
___________________
(1- 2)2
Keterangan:
n = Besar sampel tiap kelompok.
Z 1-/2 = Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan (nilai Z pada = 0,05 adalah 1,96).
Z 1-= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)
sebesar yang diinginkan (nilai Z pada = 0,20 adalah 0,842).
= Standar deviasi kadar Hemoglobin = 0,8 g/dL.
c= Rata-rata kadar Hemoglobin sebelum intervensi.
I= Rata-rata kadar Hemoglobin setelah intervensi.
Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 95% atau
=0,05 dan tingkat kuasa atau power 80% atau
=0,20,
=0,8 ,
estimasi selisih antara rata-rata Hemoglobin = 0,6 (Sakti, dkk., 2003), maka
estimasi besar sampel tiap kelompok adalah :
n = 2(0,8)2(1,96 + 0,842)2
(0,6)2
= 27,9 dibulatkan 28 anak SD
3.2.2 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
(Sugiyono, 2009) Dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengambilan sampel
dengan
Kriteria Inklusi
5)
6)
seperti
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 2005).
3.3.1 Variabel bebas (Independent variabel )
Definisi Operasional
Definisi variabel operasional adalah mendefinisikan variabel secara
3.3
Kerangka Operasional
Populasi
Seluruh mahasiswi Akademi Kebidanan Dharma
Praja Bondowoso yaitu sebanyak 114 orang
Sampel
Mahasiswa yang sesuai dengan kriteria
inklusi
Pengolahan data
Meliputi editing, skoring, coding, transfering,
tabulating
Teknik Pengumpulan Data
Dilakukan pengukuran Hb sebelum
pemberian Fe, vitamin C+
penyuluhan,dan Fe+vitamin
C+penyuluhan dan sesudah perlakuan
Analisis data
Hasil
Kesimpulan
b.
c.
Fe dan Vitamin C
3.7.2 Pelaksanaan
a. Mengadakan
pendekatan
kepada
subyek
penelitian
dengan
dan
Fe+Vitamin
Editing
Editing dilakukan segera setelah data terkumpul dan dilakukan ditempat
pengumpulan data, memeriksa apakah kuisioner atau lembar observasi
sudah diisi seluruhnya atau apakah ada yang kurang.
b.
Coding
Dengan pemberian kode pada data yang telah diperoleh diharap bisa
mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data.
Pada penelitian ini peneliti memberi kode sebagai berikut:
1) Kode kelompok Responden
:
Kelompok perlakuan (pemberian Fe)
=1
Kelompok perlakuan (penyuluhan gizi+Vitamin C)
=2
Kelompok perlakuan (penyuluhan gizi+Vitamin C+Fe) = 3
2) Kode responden
R1 responden pertama
R2 responden kedua
R3 responden ketiga, dan seterusnya
3) Umur
Umur 18 thn = 1
Umur 19 thn = 2
Umur 20 thn = 3
Umur 21 thn = 4
c.
Transfering
Memindahkan kedalam media tertentu misalnya master sheet atau kartu
kode. Dalam penelitian ini peneliti memindahkan jawaban atau kode
jawaban kedalam bentuk tabel.
d.
Tabulasi Data
Pengumpulan data dengan mengukur kadar Hb sebelum dan setelah
pemberian perlakuan. Kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan
pengelompokannya.
3.9.2
Analisis Data
Etika Penelitian
lembar
persetujuan
kepada
responden.Jika
bersedia,
DAFTAR PUSTAKA
Conrad, ME, dan Umbreit, JN (2003), Sebuah Tinjauan Singkat : Penyerapan Zat
Besi Jalur Musim-Mobilferin-Integrin, America : American Journal of
Hematology.
Dahlan (2009), Fungsi Zat Gizi dan Sumber dalam Bahan Makanan, (http://www
Dahlan forum.Wordpress.com) diakses tanggal 20/12/2009
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Farmakologi danTerapan. Jakarta: Gaya Baru
Dinkes (2007), Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Jakarta
Fairweather, Susan (1995), Bioavailibility of Iron, Iron Interverentions for Chid
Survival.
Guyton, A. C. 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta: EGC
Herman (2003), Gizi, Anemia, dan Remaja Putri (http: www wnpg.org.c0.id).
Hughes dkk. (1996), Absorpstion Ascorbic Acid and Ferrous, England : Fishman.
Husaini, M.A. (1989), Study Nutritional Anemia An Assesment of Information
Complication for Supporting and Formulating National Policy and
Program, Bogor.
Katzung, BG (2002), Farmakologi :Dasar dan Klinik. Penerjemah Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta :
Salemba Medika.
Mansjoer,Arif (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:Media Aesculapius.
Moedji (2002), Ilmu Gizi, Jakarta : Bhratara.
Nelson (2003), Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo (2005), Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta, PT
Rineka Cipta
Nursalam(2008), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
(2004)