Anda di halaman 1dari 23

KAKI DIABETIK

I. PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan
metabolik ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek
sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Pada penderita DM
dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan
anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar
(makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi kronik
DM dapat terjadi pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus ginjal
(nefropati diabetik) dan otot jantung (kardiomiopati). Sedangkan pembuluh
darah besar (makrovaskular) dapat ditemukan komplikasi pada otak
(stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome) dan pembuluh darah perifer
(tungkai bawah). 1
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan
bahawa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu
jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan insulin.2
Sejak ditemukannya insulin

tahun 1921 oleh Banting dan Best,

komplikasi Diabetes Mellitus (DM) berangsur-angsur bergeser dari


komplikasi akut ke komplikasi kronik. Salah satu komplikasi menahun dari
DM adalah kelainan pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Kaki
Diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Mellitus yang
paling ditakuti oleh para penderita DM karena dapat mengakibatkan
terjadinya cacat bahkan kematian. Hampir sepertiga dari kasus DM yang
dirawat punya masalah dengan kakinya.3
Salah satu komplikasi penyakit DM yang sering dijumpai adalah kaki
diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan
gangrene dan artropati Charcot. Sekitar 15% penderita DM dalam

perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika


terutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika
tersebut memerlukan tindakan amputasi. Muha J melaporkan satu diantara
lima penderita ulkus DM memerlukan tindakan amputasi. Berdasarkan
studi deskriptif dilaporkan bahawa 6-30% pasien yang pernah mengalami
amputasi dikemudian hari akan mengalami risiko re-amputasi dalam waktu
1-3 tahun setelah amputasi pertama.4
II.

EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih
merupakan besar. Sebagaian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun
2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat
buruk. Sebanyak 14.3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi
dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1
Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki
yang disebut sebagai kaki diabetik. Di negara berkembang prevalensi kaki
diabetik didapat jauh lebih besar dibanding dengan negara maju yaitu kirakira 2-4%. Data dari beberapa negara tertentu menunjukkan bahwa 1020% penderita harus dirawat di rumah sakit akibat problem kaki diabetik. Di
Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab utama
perawatan bagi pasien DM. Pada penelitian selama 2 tahun 16%
perawatan akibat kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM
akan

mengalami

persoalan

kaki

dalam

kehidupan

bersama

DM.

Keberhasilan pengelolaan tukak diabetik berkisar diantara 57-94%


bergantung pada besarnya tukak tersebut. Prevalensi tukak diabetik pada
penduduk sekitar 2-10%. Sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki
diabetik kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai bawah
sebanyak 15-19% pada pasien DM. Penelitian lain pula menunjukkan 515% pada pasien DM.5
Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita DM, angka
kejadian kaki diabetik seperti ulkus, infeksi, gangren kaki dan artropati
Charcot semakin meningkat. Diperkirakan sebanyak 15% penderita DM
dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika

terutama ulkus kaki diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki


diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi. Lebih dari 90% ulkus
akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner,
melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi
tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist),
penanganan infeksi, debridement, revaskularisasi dan tindakan bedah
elektif, profilaktif, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.6
III.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya

masalah

kaki

diawali

adanya

hiperglikemia

pada

penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada


pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun neuropati
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit
dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya
ulkus.1
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga
akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1
1. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat
dengan pathogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal
menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut
sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan
semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jika
dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah
lebih dulu yang terkena. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan
aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini
bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer
sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan
gangrene. Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol
(glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan
saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar

mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam


jaringan saraf akan mengganggu kerja metabolik sel Schwann dan
menyebabkan hilangnya akson.2
Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini
perjalanan

neuropati.

Selanjutnya

timbul

nyeri,

paresthesia,

berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik


yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot
dan

atrofi.

Neuropati

dapat

menyerang

saraf-saraf

perifer

(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial atau sistem saraf


otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare
nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis,
hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom
diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri, pasien ini
juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan
tidak menyedari reaksi-reaksi hipoglikemia.2
1.1.Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan
daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai
ambang proteksi dari kaki ditemukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris

kaki.

Pada

keadaan

normal

sensasi

yang

diterima

menimbulkan reflex untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan


menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara
mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih
besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
kemudian respons dikirim melalui saraf motorik. Pada penderita DM
yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena
gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering pasien tidak merasakan
adanya tekanan besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui
setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan
dapat membahayakan keselamatan pasien.2,4
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada
pasien DM, seperti:2

1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada


tumit karena lama berbaring, dekubitus)
2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek. (luka, tertusuk paku/jarum)
3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
1.2.Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan
terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf
otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat
berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi,
kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya
timbul selulitis, ulkus maupun gangrene. Selain itu neuropati otonom
juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi,
fungsi dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari
kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.2,4
1.3.Neuropati Motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot
instrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan
gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis sehingga terjadi
kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan
gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal
(claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus
tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah menjadi ulkus
dan akhirnya gangren.2,4
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat
neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan.2
1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.
2) Terjadi disolusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal.
3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

2. Fokus Infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui
jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung
tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai sehingga terjadi
sellulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kapsul metatarsal
pada sisi plantar pedis.2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah
terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya
kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangrene diabetes akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur
untuk berkembangnya bakteri patogen. Jika kadar gula darah tidak
terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena
pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin,
kortisol, hormone pertumbuhan dan glucagon.) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan

gagalnya

fungsi

neutrofil

dan

gangguan

sistem

immunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis


sel

PMN

membutuhkan

energi

dari

glukosa

eksogen

untuk

mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat


erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber
energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin.2
3. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan dalam lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah
menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus.
Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala
aliran kollateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangrene
yang luas. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita
muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah

arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai


bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis
dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit,
penebalan membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin
(vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa
ini akan mengakibatkan timbulnya iskemis organ dan/atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa
disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:7

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari


protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan
perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan

keseimbangan NO dan prostaglandin.


Overekspresi growth factor meningkatkan proliferasi sel endotel dan
otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG)


melalui jalur glikotik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan
aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi

terjadinya vasokonstriksi.
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif.
Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya
stress oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small
dense LDL-cholestrol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik.
Disamping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan

hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.


Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombitik dan
agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor
antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas
fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM

Tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat engaruh


berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycosylatin end

products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat.


Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi
dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang
dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel

IV.

sehingga akan terjadi disfungsi endotel.


GAMBARAN KLINIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan
tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau
makroangiopati, sifat obstruksi dan status vaskuler.8
1. Neuropati diabetik, secara klinis dapat dijumpai parestesi, hiperestesi,
nyeri

radikuler,

hilangnya

reflek

tendon,

hilangnya

sensibilitas,

anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki


karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi.
2. Tanda tanda dan gejala-gejala mikroangiopati (penurunan akibat aliran
darah ke tungkai) meliputi intermittent claudication, nyeri yang terdapat
pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau malam hari, tidak
ada denyut a. poplitea atau denyut a. tibialis superior, kulit menipis atau
berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan, tidak ada rambut pada tungkai
dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena
ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
3. Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangrene panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral ini tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian
distal. Biasanya terdapat ulkus diabetic pada telapak kaki.
4. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (kelumpuhan)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari Fontaine, yaitu:
-

Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas seperti kesemutan.


Stadium II: terjadi intermittent claudication.
Stadium III: timbul nyeri saat istirahat.

Stadium IV: berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia


(ulkus)

V.

KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London 2004-2005)1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot
2. Klasifikasi Wagner1
Wagner 0: kulit intak/utuh.
Wagner 1: tukak superficial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: tukak dalam dengan gangrene terlokalisasi
Wagner 5: tukak dengan gangrene luas seluruh kaki.

3. Klasifikasi Texas1
Stadium

Tingkat
0
Tanpa
tukak
atau
pasca
tukak,
kulit
intak/utuh.

B
C
D

1
2
3
Luka superficial Luka
sampai Luka
sampai
tidak
samka tendon
atau tulang/sendi.
sampai tendon kapsul sendi
atau
kapsul
sendi
Dengan infeksi
Dengan infeksi
Dengan infeksi

4. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot,


2003)1
Impaired
Perfusion

1
2
3
Size/Extent in mm2
Tissue
1
Loss/
2
Depth

None
PAD + but not critical
Critical limb ischemia
Superficial full thickness, not deeper than dermis
Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures,
fascia, muscle or tendon.
9

All subsequent layers of the foot involved including bone and or

joint.
Infection
1
No symptoms or signs of infection
2
Infection of skin and subcutaneous tissue only
3
Erythema >2cm or infection involving subcutaneous structures.
No systemic signs of inflammatory response.
4
Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired
1
Absent
Sensation
2
Present
5. Klasifikasi Liverpool1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder

VI.

Tukak sederhana, tanpa komplikasi


Tukak dengan komplikasi

DIAGNOSIS
Melakukan diagnosis kaki diabetik merupakan hal yang sangat
penting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian kaki
diabetik

dimulai

pemeriksaan

dengan

anamnesis

penunjang. Anamnesis

dan

pemeriksaan

aktivitas

harian,

fisik

sepatu

dan
yang

digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri


tungkai saat beraktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,
kebiasaan (merokok,alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat
menderita ulkus/amputasi sebelumnya.9
Pada

penderita

kaki

diabetik,

sering

dikeluhkan

nyeri

saat

beristirahat. Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering


terasa dingin. Pulsasi pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering
juga ditemukan terdapat gangren sampai ulkus.5
Pemeriksaan fisik adalah seperti inspeksi kaki untuk mengamati
terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, penderita
sensasi vibrasi/rasa berkurang/hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis

10

menurun atau hilang. Pemeriksaan penunjang seperti X-Ray, EMG, dan


pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi
infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.6
Pemeriksaan laboratorium ditentukan berdasarkan gejala klinis, tetapi
pemeriksaan

berikut

adalah

berguna

sebagai

garis

asas

dalam

kebanyakan penyakit lain yaitu pemeriksaan darah lengkap (untuk


mengetahui anemia atau polycythemia), elektrolit serum, urea dan creatinin
(untuk mengetahui fungsi ginjal), serum bilirubin, alkali fosfatase, gamma
transferase glutamyl, aspartat transminase (untuk menilai fungsi hati),
glukosa darah dan HbAIc (untuk menilai resiko penyakit pembuluh
darah/arteri).10
Antara pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
kaki diabetik adalah menilai API (Ankle Pressure Index) dengan Doppler.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan Transcutaneous Oxygen
Tension. Pemeriksa juga bisa dilakukan Duplex Ultrasonography pada
penderita kaki diabetik. Untuk melihat keadaan pembuluh darah pada
penderita kaki diabetik, pemeriksaan angiography juga bisa dilakukan.
Pemeriksaan API berdasarkan perbandingan antara tekanan arteri daerah
ankle joint biasanya menggunakan arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis
posterior dibandingkan dengan arteri brakialis. Pada keadaan normal
tekanan arteri daerah ankle lebih besar dari tekanan arteri brakialis
sehingga nilai API lebih besar dari satu. Bila nilai API dibawah 0.9
mempunyai arti klinis kemungkinan terjadi gangguan vaskularisasi perifer,
nilai API dibawah 0.5 arti klinis tidak ada vaskularisasi perifer. Kriteria Rose,
terjadi gejala klaudiasio intermitten nilai API dibawah 0.8. Pada beberapa
peneliti berpendapat bahwa untuk penilaian API normal bila nilai >1.2,
mempunyai arti klinis untuk terjadi gangguan vaskuler <1,0, secara klinis
tidak ada vaskularisasi bila nilai API <0.6.5
VII.

PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para

11

penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita


kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua
orang dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial
disease.3

Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk dipasir dan air.
Periksa kaki setiap hari dan laporkan pada dokter apabila ada kulit

terkelupas atau daerah kemerahan atau luka.


Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoles krim
pelembab ke kulit yang kering.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan

terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha


pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut.
Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Penyuluhan diperlukan
untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki
perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut.
Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki
yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vascular, latihan kaki perlu diperhatikan benar
untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan
dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.1
2. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang perlu ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang sangat maksimal dapat digolongkan sebagai
berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.
Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing
area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih
besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk
mencapai keadaan weight bearing dapat dilakukan antara lain dengan
removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding,

12

crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. Berbagai cara


surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti
dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah
(misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy.)1
Wound Control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang dengan merupakan
hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah
debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan
tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari
ulkus/gangren.

Berbagai

terapi

topikal

dapat

dimanfaatkan

untuk

mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan saline sebagai pembersih


luka atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll.
Demikian pula berbagai cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan
untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat
enzim. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka
tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan
epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat
pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum
dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.1,3
Microbiological control (infection control)
Pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi
(indikasi adanya kolonisasi dari pertumbuhan organism pada hasil usap
bukan merupakan infeksi jika tidak ada gejala klinis. Data mengenai pola
kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda.
Antibotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan
kuman dan resistansinya. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram
positif dan negatif ( misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan
dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazol).1,3
Vascular Control

13

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan


luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai
keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer
dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea
dan arteri femoralis serta pengukuran tekanan darah. Disamping itu, saat
ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan
pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,
seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure,
TcPO2 dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.1,3
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
1. Modifikasi Faktor Risiko1
Berhenti merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait arteriosklerosis (hiperglikemia,
hipertensi, dislipidemia).
2. Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan
pada kelainan akibat arteriosklerosis di tempat lain (jantung, otak),
mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki
penyandang DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup
kuat

untuk

menganjurkan

pemakaian

ubat

secara

rutin

guna

memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang


DM.1
3. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermitten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang jelas.1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur
endovascular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan
tromboarterektomi.

Dengan

berbagai

teknik

bedah

tersebut,
14

vaskularisasi distal dapat diperbaiki sehingga hasil pengelolaan ulkus


diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung
pada berbagai faktor lain yang turut berperan. Selain itu, terapi
hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi
dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi
adjuvant. Walaupu demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan
terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.1
Metabolic Control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus

diperhatikan

dan

diperbaiki.

Nutrisi

yang

baik

akan

membantu

kesembuhan luka.berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaik, seperti
kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenisasi jaringan serta fungsi
ginjal.1,3
Educational Control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1
VIII.

PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi
pada kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang
menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisma
radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah
yang subur untuk perkembangan bakteri pathogen dan faktor ketiga ialah
karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran
nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.2
Selain ketiga faktor diatas, masih ada banyak lagi faktor lain yang ikut
berpengaruh

dalam

terbentuknya

kaki

diabetik.

Pendidikan

dan

sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang


mengenai

diabetes

mellitus

dan

pencegahan

komplikasinya

serta

15

kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus


yang dideritainya. Status gizi yang yang rendah memiliki keterkaitan
dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudahkan terjadinya
infeksi.1,2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara kepanjangan antara lain :11
1. Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya
2.
3.
4.
5.
6.

dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri)


Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4kali/tahun)
Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
Pemeriksaan mata (setiap tahun)
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter dan setiap hari oleh pasien

sendiri)
7. Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis-setiap tahun)
8. Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
9. Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
10. Imunisasi influenza/pneumococcus
11. Pertimbangkan terapi antiplatelet.

16

KAKI DIABETIK
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Hsn

Umur

: 09-02-1968 / 47 tahun

Jenis Kelamin :Perempuan


Alamat

:Layang

Nomor RM

: 314135

Tanggal MRS : 31 Januari 2015


II.

SUBJEKTIF
Anamnesis
KU

: Luka lecet pada kaki kiri

AT

: Pasien mengalami luka lecet pada kakinya yang tidak sembuhsembuh sejak 2 minggu yang lalu. Demam (+) selama 2 minggu
terakhir, hilang timbul, tidak disertai menggigil. Riwayat demam (-),
Sakit kepala (-), Sesak napas (-), nyeri dada (-), batuk (-), riwayat
batuk (-), mual (+), muntah (-), dan nyeri ulu hati (-).
Nafsu makan cukup.
BAB: biasa, kuning.
BAK: lancar, kuning.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu, tidak berobat teratur, dan


obat yang dikonsumsi adalah Glibenclamid.

III.

Riwayat HT sejak 5 tahun terakhir, tidak berobat.

OBJEKTIF
A. Keadaan Umum : sakit sedang/gizi cukup/Composmentis
B. Tanda Vital dan Antropometri
a. Tekanan darah
: 140/80 mmHg
b. Nadi
: 76 x/ menit
c. Pernapasan
: 20 x/menit, Tipe : Thorakoabdominal
d. Suhu
: 36,5 C
e. BB
: 66 kg
f. TB
: 162 cm

17

C. Pemeriksaan Fisis
Kepala
o Ekspresi
: normal
o Simetris muka : simetris kiri = kanan
o Deformitas
:o Rambut
: hitam, lurus, sukar dicabut

o
o
o
o
o
o
o

o
o
o

Mata
Eksoftalmus/enoftalmus
: -/Gerakan
: ke segala arah
Tekanan bola mata
: tidak diperiksa
Kelopak mata
: edema palpebra (-)
Konjunctiva
: anemis -/Kornea
: jernih
Sklera
: ikterus -/Telinga
Pendengaran
: dalam batas normal
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

Hidung
o Perdarahan
: (-)
o Sekret
: (-)
Mulut
o Bibir
: sianosis (-)
o Gigi
: normal, caries (-)
o Gusi
: normal, perdarahan (-)
o Lidah
: kotor (-)
o Tonsil
: T1-T1, hiperemis (-)
o Faring
: hiperemis (-)

o
o
o
o
o
o

Leher
Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
DVS
: R-2 cmH2O
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Dada
Inspeksi
:
Bentuk
: Normochest, pergerakan
napas

: simetris, kiri sama


dengan kanan.

Pembuluh darah
Buah dada

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan

Paru

18

o
o
o
o

o
o
o

Palpasi
Sela iga
Fremittus raba

: kiri=kanan
: vocal fremitus kiri
= kanan

Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
Perkusi
Paru kiri
: sonor
Paru kanan
: sonor
Batas paru hepar
: ICS VI Anterior Dextra

Auskultasi
Bunyi pernapasan : vesikuler,
Bunyi tambahan : Rh- RhWh- WhRh - RhWh- WhRh- Rh Wh- WhJantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: thrill (-)
Perkusi
: pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi
: BJ I/II murni reguler, bising (-)
Perut
Inspeksi
:datar, ikut gerak napas
Auskultasi
: peristaltik (+), kesan normal
Palpasi
: NT (-), MT (-)
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: ballottement (-)
o Perkusi
: timpani (+)
Punggung / paru belakang
Inspeksi
: Gerakan napas simetris kiri dan kanan.
Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Perkusi
:
Batas paru belakang kanan : setinggi vertebra Th.X
Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra Th.XI
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/Alat Kelamin
: tidak diperiksa
Anus dan rektum
: tidak diperiksa
Ekstremitas
: Tampak lesi pada telapak kaki sinistra
dengan ukuran 2 x 3 cm, hiperemis (+), pus
(+), jaringan nekrosis (+), edema (+), nyeri
tekan (+), bau (+). Pulsasi a.dorsalis pedis
(+).

19

IV.

ASSESSMENT
Kaki diabetik sinistra Wagner I
DM tipe 2
Hipertensi Grade 1 (JNC-7)

1.

Penatalaksanaan Awal
- Diet DM 1700 kkal/hari
- Captopril tab 12,5 mg 3x1
- Glibenklamid 1x1

2. Rencana Pemeriksaan
Peiksa gula darah sewaktu setiap kali control ke puskesmas
RESUME
Seorang perempuan, 47 tahun datang ke pusksmas dengan keluhan luka
lecet pada kaki kiri 2 minggu yang lalu. Pasien mengalami luka pada kaki kiri
sejak 2 minggu yang lalu yang tidak sembuh-sembuh. Demam (+) selama 2
minggu terakhir, hilang timbul, tidak disertai menggigil. Riwayat demam (-), Sakit
kepala (-), Sesak napas (-), nyeri dada (-), batuk (-), riwayat batuk (-), mual (+),
muntah (-), dan nyeri ulu hati (-).

Nafsu makan cukup. BAB: biasa, kuning.

BAK: lancar, kuning. Riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu, tidak berobat teratur,
dan obat yang dikonsumsi adalah Glibenclamid. Riwayat HT sejak 5 tahun
terakhir, tidak berobat.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup serta
komposmentis.Tekanan darah 140/80 mmHg dan nadi 76x/menit, pernapasan
20x/menit dan suhu dalam batas normal.Pada ekstremitas tampak lesi pada
telapak kaki sinistra dengan ukuran 2 x 3 cm, hiperemis (+), pus (-), jaringan
nekrosis (+), edema (+), nyeri tekan (+), bau (-), pulsasi a.dorsalis pedis sinistra
(+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah puasa 278 mg/dl
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sinistra Wagner I + DM
tipe 2 + Hipertensi Grade 1 +

20

DISKUSI
Pasien ini datang ke puskesmas dengan keluhan luka lecet pada kaki
kiri 2 minggu yang laluyang tidak sembuh-sembuh. Pemeriksaan status gizi,
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat diabetes mellitus
tipe 2 dan hipertensi. Dari pernyataan tersebut alur pikir menjadi terarah pada
kaki diabetik. Hasil dari anamnesis mendalam lagi didapatkan bahwa pasien
telah mengidap DM sejak 12 tahun yang lalu. Kaki diabetik terutama terjadi pada
penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 6 bulan atau lebih, apabila
kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang
berhubungan

dengan

vaskuler

sehingga

mengalami

makroangiopati-

mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan


menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki yang terinfeksi.
Hasil pemeriksaan fisik yang bermakna yaitu pada bagian ektermitas
bawah. Didapati Tampak lesi dengan ukuran 2 x 3 cm, hiperemis (+), pus (-),
darah (-), jaringan nekrosis (+), edema (+), nyeri tekan (+), bau (-), pulsasi
a.dorsalis pedis (+).
Klasifikasi kaki diabetes mengikut Wagner
Grade 0

: tidak ada ulkus pada kaki yang beresiko tinggi

Grade 1

: ulkus superfisial yang melibatkan keseluruhan lapisan kulit


namun tidak jaringan di bawahnya

Grade 2

: ulkus dalam, berpenetrasi sampai ke ligamen dan otot, tapi


tanpa keterlibatan tulang atau pembentukan abses

Grade 3

: ulkus dalam dengan selulitis atau pembentukan abses, sering


dengan osteomielitis

Grade 4

: gangren terlokalisasi

Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah


Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan hiperglikemia.
Foto pedis AP/Lateral didapatkan erosi os cuboid (S/ osteomyelitis), tendinitis os
calcaneus pedis sinistra, dan gas gangren pedis sinistra. Maka dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya, dapat kita
simpulkan bahwa Ny.R didiagnosis dengan kaki diabetik sinistra Wagner III, DM
tipe 2 Non Obese, hipertensi grade 1 dan anemia.
Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah
satu gejala dari komplikasi kronik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi

21

ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah


menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada
stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran
kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada
awal muncul luka, pasien tidak merasa ada gangguan sampai pasien tersebut
melihatnya, hal ini menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi
pada penderita DM. Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh
karena adanya gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang
selanjutnya akan menimbulkan gangguan pada sel saraf dan menyebabkan
hilangnya akson sehingga kecepatan konduksi motorik akan berkurang.
Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor
metabolik, infeksi, maupun vaskular.Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan
erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kultur. Namun,
jika hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pemberian
antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,
yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur pus dan sensitivitas antibiotik
yang dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik
terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi
bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 292 mg/dl, sehingga
dapat dilihat bahwa pengobatan dengan obat yang selama ini dikonsumsi tidak
cukup berhasil bagi penderita. Adapun untuk kontrol gula darah pasien,
pengobatan yang dilakukan adalah dengan memberikan terapi insulin karena
sudah ada indikasi pemakaian insulin yaitu adanya infeksi berat. Saat ini tersedia
berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai insulin analog.
Memahami farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan dalam
penggunaan

insulin

sehingga pemakaiannya

dapat

disesuaikan dengan

kebutuhan tubuh .
Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja
menengah (intermediateacting insulin ) atau kerja panjang (long acting insulin);
sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan)

22

digunakan insulin kerja cepat (short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat
(rapid- atau ultra-rapid acting insulin).
Adapun perhitungan dosis insulin untuk pasien tersebut :
Dosis insulin

: 56 kg x 0,5 = 28 UI/hari

Insulin praprandial

: 28 UI x 60 % = 18 UI/SC
(diberikan tiga kali sebelum makan 6-6-6)

Insulin basal

: 28 UI x 40% = 10UI/SC
(diberikan satu kali jam sepuluh malam. 0-0-10)

Selain

dari

pemberian

terapi

farmakologis

diatas,

pasien

juga

memerlukan terapi non farmakologis berupa edukasi agar komplikasi-komplikasi


lain dari DM dapat dicegah dan agar pasien dapat memahami pentingnya
keteraturan mengkonsumsi obat dan pengontrolan gula darah. Hal lain yang juga
perlu diperhatikan adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien dengan
pemantauan berkala dan dengan menjaga asupan makan.
Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes. Oleh karena itu selain antibiotik
dan insulin, hal yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan yaitu perawatan
luka pada kaki diabetik. Dimana, balutan luka harus ganti sebanyak 2 kali/hari.
Pasien juga perlu diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki, memakai pelembab
agar kulit tidak kering, memakai alat pelindung kaki saat berjalan dan memeriksa
keadaan kaki setiap hari agar tidak menambah luka-luka baru.

23

Anda mungkin juga menyukai