I. KASUS
Nama Pasien
: Tn. L
Umur
: 34 tahun
No. Rekam Medik
: 441019
Perawatan Bagian
: Infection Centre (lantai 2, kamar 5, Bed 2)
1.1.
Anamnesis :
Keluhan Utama
: Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi
aktivitas ataupn cuaca. Batuk (+) lendir berwarna putih, bauk darah (-). Nyeri
dada (-), demam (-), riwayat demam (+), keringat malam berlebih (+) tanpa
adanya aktivitas. Pasien juga merasa nafsu makan menurun. Penurunan berat
badan (+) tetapi pasien tidak menimbang berat badan secara teratur. Lemas (+),
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning, tidak ada darah.
BAK : Lancar dan warna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat mengonsumsi OAT selama 6 bulan pasien dirawat dengan diagnosis
TB Paru BTA (+) namun saat kontrol di poli pasien dinyatakan sembuh tanpa
pemeriksaan foto kontrol, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (+)
selama 3 tahun dan saat ini tidak berobat, riwayat pengunaan insulin (+) saat
diopname tahun 2012 namun pasien berhenti, riwayat penyakit jantung (-).
1.2.
Pemeriksaan fisis
Keadaan umum
: Sakit sedang, gizi cukup
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Pernafasan
: 26 x/menit
Status Generalis
:
Mata : anemis (+), ikterus (-)
THT
: epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-), Tonsil
Leher
Thorax : Barrel chest (+), suara nafas vesikuler, bunyi paru menurun pada
hemithorax sinistra, ronchi pada paru kanan (+) pada apex paru
dan pada paru kiri sulit dinilai, wheezing Cor : BJ I/II murni,
reguler, bising (-).
Abdomen
: peristaltik (+), kesan normal, nyeri tekan (-)
Hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Laboratorium
Parameter
WBC
PLT
GDS
Albumin
Hasil
11,7x103/mm3
471 x 103
379
2,7
Nilai rujukan
4,00-10,00 x 103/uL
150-400 x 103/uL
140 mg/dl
3,3-5,0 mg/dl
Natrium
130
136-145 mmol
Kalium
3,6
3,5-5,1 mmol
Klorida
100
97-111 mmol
Sewaktu +1
Pagi +3
Sewaktu +3
1.3.
Radiologi
Foto Thorax
Terapi
O2 1-2 RPM nasal canule
Ambroxol 30 mg 3x1
Paracetamol 500 mg 3x1 (jika demam)
OAT kategori 2 (4 FDC (Rifampisin 150 mg, INH 75 mg, Isoniazid 400 mg,
Etambutol 275 mg) dengan dosis 1x4 tablet + 1000 mg Streptomisin Inj.
setiap hari selama 56 hari dan 4 FDC (Rifampisin 150 mg, INH 75 mg,
Isoniazid 400 mg, Etambutol 275 mg)
selanjutnya diberikan pengobatan 4 tab 2FDC (Rifampisin 150 mg, INH 150
-
II. Diskusi
2.1 Pendahuluan Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal pada
manusia, dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang
padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang
khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. 4
C. Etiologi
Penyakit tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan tahan asam.
Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30
anggota genus Mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun banyak yang
tidak tergolongkan. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm.
Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asamalkohol. 3,5,6
D. Patogenesis
Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena bakteri dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap,
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Bakteri akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. 1
dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Perkontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c). Secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d). Secara hematogen, ke organ
tubuh lainnya.
(tuberkulosis
Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang tuberkulosis kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. 1
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : 1
Disini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas tersebut akan
menjadi : 1
tuberkulosis
sekunder
menurut
American
tuberculosis
association: 2
Tuberkulosis minimal yaitu luas sarang-sarang yang tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat
berada dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tesebut di atas. Tidak
Gambar 2. Tuberkulosis primer pada foto thorax PA. Gambaran bercak berawan pada kedua apex paru dengan
kavitas pada lobus atas paru. 7
densitasnya sedang
Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis atau pita tebal,
Kavitas
Ini selalu berarti proses aktif kecuali bila suatu kavitas sudah sangat kecil,
dinamakan kavitas sisa (residual cavity).
10
Gambar 5. Foto Thorax PA. TB reaktif. Memperlihatkan gambaran kalsifikasi pada lobus superior kanan. 7
Pleuritis
Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau
secara hematogen.
Penyebaran miliar
Akibat penyebaran secara hematogen tampak sarang-sarang kecil 1-2 mm,
atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar merata di kedua belah paru.
12
Gambar 6. Tuberkulosis miliar. Nodul miliar multipel pada kedua lapangan paru 8
Timbulnya kavitas.
Timbulnya kavitas ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding kavitas sering tipis
berbatas licin, tetapi juga tebal berbatas tidak licin.
F.
Pengobatan
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: 9
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini,
disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
13
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Paduan OAT ini
diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: 9
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori dua
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan. 9
2.2 Atelektasis Paru
A. Definisi
Atelektasis berasal dari bahasa Yunani ateles dan ektasis yang berarti
ekpansi inkomplit. Atelektasis didefinisikan sebagai berkurangnya volume dari
sebagian paru atau seluruh paru, terjadi hambatan berkembang secara sempurna
sehingga aerasi paru berkurang, atau sama sekali tidak terisi udara.. Atelektasis
pulmonal merupakan salah satu kelainan yang banyak ditemukan pada pemeriksaan
radiologi thorak. Mengenali kelainan yang berhubungan dengan atelektasis pada
gambaran x foto thoraks sangat penting untuk memahami patologi yang mendasari.10
B. Klasifikasi
Atelekstasis secara penyebab fisiologis dibagi menjadi atelektasis obstruksi dan
nonobstruksi.10,11
a Atelektasis obstruksi
Merupakan tipe yang paling banyak terjadi dan merupakan hasil reabsorpsi
udara di alveoli jika terjadi obstruksi antara alveoli dan trakea. Obstruksi dapat
terjadi pada bronkus utama ataupun cabang bronkus. Penyebab atelektasis obstruksi
misalnya benda asing, tumor, dan sumbatan mukus. Setiap keadaan yang
menyebabkan akumulasi mukus, seperti : fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis
kronik yang meningkatkan resiko atelektasis resorpsi. Obstruksi saluran napas
menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap
sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit
demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus menjadi kolaps. (CORWIN)
14
Atelektasis nonobstruksi 10
Disebabkan oleh hilangnya kontak antara pleura visceral dan parietal, kompresi,
hilangnya surfaktan, dan penggantian jaringan parenkim oleh infiltrat. Di bawah ini
adalah beberapa contoh dari atelektasis nonobstruksi.
Atelektasis pasif terjadi pada efusi pleura atau pneumothoraks yang
menghilangkan kontak antara pleura visceral dan parietal. Kolapsnya lobus medius
dan inferior disebabkan efusi pleura. Jika lobus superior yang kolaps disebabkan
oleh pneumothoraks.
Atelektasis kompresi terjadi jika ada massa thorak yang menekan paru dan
mendesak udara keluar dari alveoli. Mekanismenya mirip dengan atelektasis pasif.
Atelektasis adesiva merupakan akibat dari kekurangan surfactan. Surfaktan
memiliki fosfolipid dipalmitoil fosfatidilkoline yang normalnya berfungsi untuk
mereduksi tegangan permukaan alveolis sehingga mengurangi kecenderungan
terjadinya kolaps pada struktur paru. Berkurangnya produksi atau tidak berfungsinya
surfaktan menyebabkan alveoli menjadi tidak berfungsi dan kolaps, yang dapat
terjadi pada kasus acute respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonitis
radiasi, dan blunt trauma paru sehingga menyebabkan alveoli tidak stabil dan kolaps.
Atelektasis sikatrik merupakan hasil dari beberapa atau sejumlah besar
parenkim yang mengalami sikatrik yang biasanya disebabkan oleh penyakit
granulomatosa atau necrotizing pneumonia. Replacement atelektasis terjadi jika
seluruh alveoli dipenuhi dengan massa tumor , contoh bronchioalveolar cell
carcinoma, yang mengakibatkan berkurangnya volume paru.
C. Prosedur Diagnostik
a. Gejala dan Tanda10
15
Gejala dan tanda ditentukan oleh oklusi bronkial yang terjadi, luas lapangan
paru yang terkena, serta ada tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang cepat
dengan sebagian besar area paru kolaps menyebabkan nyeri pada sisi yang terkena,
dispneu akut, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga dapat
terjadi. Perkembangan atelektasis yang lambat mungkin terjadi secara asimtomatik
atau hanya menyebabkan gejala ringan.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan kepekakana pada perkusi di daerah dada
yang terkena dan berkurang atau hilangnya suara pernapasan. Stem fremittus di
daerah ini berkurang atau tidak ada. Trakea dan jantung menyimpang ke sisi yang
terkena.
b. Pemeriksaan Laboratorium 10
Atelektasis yang memiliki ukuran signifikan menyebabkan terjadinya
hipoksemia, yang dapat dideteksi dari analisa gas darah arterial. Kadar PaCO2
biasanya normal atau rendah.
c. Pemeriksaan Radiologi 10,12
Pemeriksaan X foto thorak dan CT scan menunjukkan tanda langsung dan
tanda tidak langsung dari lobus yang kolaps.
Tanda langsung kolapasnya lobus berupa pergeseran fisura dan opasifikasi dari
lobus yang kolaps. Pada atelektasis terjadi pengurangan volume bagian paru, baik
lobaris, segmental, atau seluruh paru, akibatnya terjadi pengurangan aerasi sehingga
memberikan bayangan dengan densitas yang lebih tinggi.
Tanda tidak langsung berupa bergesernya hilus, pergeseran mediatinum
menuju sisi lesi, pengurangan vulume hemithorak ipsilateral, elevasi diafragma
ipsilateral, sela iga menyempit, hiperlusensi kompensatorik pada lobus sehat, dan
tanda siluet diafragma atau batas jantung.
Atelektasis komplit pada seluruh lapangan paru menunjukkan gambaran
opasifikasi pada seluruh hemithorak dan pergeseran mediastinum ipsilateral. Adanya
pergeseran mediastinum membedakan atelektasis dari efusi plura masif.
16
17
18
mediastinum superior dapat bergeser dan mengaburkan bayangan arcus aorta. Pada
proyeksi lateral, bayangan sepertiga posterior hemidiafragma kiri tidak jelas.
Atelektasis segmental sulit terlihat dari foto toraks proyeksi PA, memerlukan
proyeksi lain seperti lateral atau oblik, untuk melihat bagian yang terselubung
dengan penarikan fissura interlobaris.
Atelektasis lobularis/ plate like terjadi bila terdapat penyumbatan pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, sehingga terbentuk bayangan horizontal
tipis, biasanya di lapangan bawah paru yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis.
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atelektasis tergantung pada penyebab dari atelektasis tersebut.
Untuk atelektasis posoperatif, pencegahan merupakan tindakan terbaik yang dapat
dilakukan, selain pemberian oksigen adekuat dan reekspansi segmen paru. Jika dari
hasil pemeriksaan sputum atau sekresi bronkus dijumpai patogen spesifik, maka
pemberian antibiotik merupakan penanganan utama.12
Penanganan yang dapat dilakukan:12
1 Berbaring pada sisi paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
2 Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
3 Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
4 Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5 Postural drainase
19
20
Pembahasan:
Pada foto thorax PA ini ditemukan adanya Tampak perselubungan inhomogen
dan cavitas pada lapangan paru kiri disertai penarikan organ mediatinum ke kiri dan
di curigai sebagai kesan TB TB paru aktif lesi luas diserta atelektasis paru kiri.
Sifat kuman tuberkulosis adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksiennya. Dalam hal ini, tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Maka dari itu, lokasi
lesi umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal
21
lobus bawah, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru). 1
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Sarang primer ini dapat
terjadi disetiap jaringan paru. 1
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Dari bentuk kelainan pada foto rontgen seperti bayangan, bercakbercak, awan-awan dan kavitas merupakan tanda-tanda aktif. 1,2
2.5 Diagnosis Banding
Dalam diagnostik diferensial tuberkulosis paru dapat disebut berbagai penyakit
dan keadaan berikut: Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur (fungus) seperti
aspergillosis dan nocardiasis tidak jarang ditemukan pada para petani yang bekerja
diladang. 2
Kelainan-kelainan radiologik yang ditemukan pada penyakit jamur mirip sekali
dengan yang disebabkan oleh tuberkulosis, yaitu hampir semua berkedudukan di
lapangan atas dan disertai oleh pembentukan lubang kavitas. Perbedaannya ialah,
bahwa pada penyakit-penyakit jamur ini pada pemeriksaan sepintas lalu terlihat
bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergilloma, yang pada pemeriksaan
lebih teliti, biasanya dengan tomogram, ternyata adalah suatu kavitas besar berisi
bayangan bulat, yang sering dapat bergerak bebas dalam kavitas tersebut. Bayangan
bulat ini yang dinamakan bola jamur (fungus ball) adalah tidak lain daripada massa
mycelia yang mengisi suatu bronkus.2
22
Gambar 8. Aspergillosis pulmonal non invasif. Foto thoraks PA Dinding cavitas yang tebal pada lobus superior
paru kanan yang berisi fungus ball. 13
23
Pneumoni
Perselubungan
Aspergillosis
Pembentukan kavitas dan
Berbentuk awan-awan
pada sekumpulan
dengan densitasnya
rendah. Biasanya
berdekatan, berbatas
aspergilloma.
berkedudukan di
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta : Balai penebit FKUI. 2009; p. 998-1001.
2. Rasad S. Tuberkulosis Paru. Radiologi Diagnostik.. Edisi II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2006: p.131-147.
3. Daniel T. Tuberkulosis. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi XIII. Jakarta : EGC. 2006. p. 799-804
4. Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Strategi
Nasional
24
penatalaksanaan
di
Indonesia.
2006.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
7. Collins J, Stern E. Tuberculosis. Chest Radiology. 2th edn. Lippincott
Wlliams & Wilkins; 2008. p.175.
8. Misra R, Planner A, Uthappa M. Tuberculosis. A-Z of Chest Radiology.
Cambridge University Press. 2007. p. 202-205
9. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
Nasional
Tarun.
Atelectasis.
2008.
Available
from:
12. Corwin EJ. Atelektasis. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 revisi. Jakarta:
EGC.2009 .p.533-534Misra R, Planner A, Uthappa M. Aspergillus Lung
Disease. A-Z of Chest Radiology. Cambridge University Press. 2007. p. 179
13. Budjang N. Radang Paru Yang Tidak Spesifik Paru. Radiologi Diagnostik..
Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006: p.100-101
14. Brant W, Helms C. Airspace Disease. Fundamentals of Diagnostic
25