Anda di halaman 1dari 25

TUBERKULOSIS PARU

I. KASUS
Nama Pasien
: Tn. L
Umur
: 34 tahun
No. Rekam Medik
: 441019
Perawatan Bagian
: Infection Centre (lantai 2, kamar 5, Bed 2)
1.1.
Anamnesis :
Keluhan Utama
: Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi
aktivitas ataupn cuaca. Batuk (+) lendir berwarna putih, bauk darah (-). Nyeri
dada (-), demam (-), riwayat demam (+), keringat malam berlebih (+) tanpa
adanya aktivitas. Pasien juga merasa nafsu makan menurun. Penurunan berat
badan (+) tetapi pasien tidak menimbang berat badan secara teratur. Lemas (+),
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning, tidak ada darah.
BAK : Lancar dan warna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat mengonsumsi OAT selama 6 bulan pasien dirawat dengan diagnosis
TB Paru BTA (+) namun saat kontrol di poli pasien dinyatakan sembuh tanpa
pemeriksaan foto kontrol, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (+)
selama 3 tahun dan saat ini tidak berobat, riwayat pengunaan insulin (+) saat
diopname tahun 2012 namun pasien berhenti, riwayat penyakit jantung (-).
1.2.
Pemeriksaan fisis
Keadaan umum
: Sakit sedang, gizi cukup
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu

: 36,5oC

Pernafasan
: 26 x/menit
Status Generalis
:
Mata : anemis (+), ikterus (-)
THT
: epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-), Tonsil
Leher

T1 T1, hiperemis (-), Faring hiperemis (-), lidah kotor (-)


: DVS R-2 cm H2O, deviasi trachea ke kiri (+), Pembesaran kelenjar
limfe (-), kaku kuduk (-)
1

Thorax : Barrel chest (+), suara nafas vesikuler, bunyi paru menurun pada
hemithorax sinistra, ronchi pada paru kanan (+) pada apex paru
dan pada paru kiri sulit dinilai, wheezing Cor : BJ I/II murni,
reguler, bising (-).
Abdomen
: peristaltik (+), kesan normal, nyeri tekan (-)
Hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas

: Edema pretibial (-)

Laboratorium
Parameter
WBC
PLT
GDS
Albumin

Hasil
11,7x103/mm3
471 x 103
379
2,7

Nilai rujukan
4,00-10,00 x 103/uL
150-400 x 103/uL
140 mg/dl
3,3-5,0 mg/dl

Natrium

130

136-145 mmol

Kalium

3,6

3,5-5,1 mmol

Klorida

100

97-111 mmol

Hasil pemeriksaan sputum 3 kali

Sewaktu +1

Pagi +3

Sewaktu +3

1.3.
Radiologi
Foto Thorax

Tampak perselubungan inhomogen dan cavitas pada lapangan paru kiri

disertai penarikan organ mediatinum ke kiri


Cor : CTI sulit dinilai
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan : TB paru aktif lesi luas diserta atelektasis paru kiri
1.4.
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan
pemeriksaan laboraorium, diagnosis kasus ini adalah tuberkulosis paru BTA (+),
lesi luas kasus relaps
1.5.
-

Terapi
O2 1-2 RPM nasal canule
Ambroxol 30 mg 3x1
Paracetamol 500 mg 3x1 (jika demam)
OAT kategori 2 (4 FDC (Rifampisin 150 mg, INH 75 mg, Isoniazid 400 mg,
Etambutol 275 mg) dengan dosis 1x4 tablet + 1000 mg Streptomisin Inj.
setiap hari selama 56 hari dan 4 FDC (Rifampisin 150 mg, INH 75 mg,
Isoniazid 400 mg, Etambutol 275 mg)

selama 28 hari dan 20 minggu

selanjutnya diberikan pengobatan 4 tab 2FDC (Rifampisin 150 mg, INH 150
-

mg) + 4 tab Etambutol.


VIP albumin 3x2 tab
Novorapid 6-6-6 IU/SC
Levemir 0-0-10 IU/SC

II. Diskusi
2.1 Pendahuluan Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal pada
manusia, dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang
padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang
khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di

Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan


terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan
tampilan TB paru ini.1
Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, tuberkulosis paru
boleh dikatakan relatif mulai langka. Dalam urutan penyakit-penyakit yang disusun
menurut frekuensi, baik morbiditas maupun mortalitas, tuberkulosis paru menduduki
tempat yang jauh lebih rendah dibanding penyakit-penyakit seperti kanker dan
kelainan-kelainan kardiovaskuler. Hal ini adalah berkat tingginya standar hidup
(kondisi perumahan, gizi dan sebagainya) dan kemajuan-kemajuan dalam cara
pengobatan. Di Indonesia faktor-faktor tersebut di atas masih banyak memerlukan
perbaikan dan frekuensi penyakit tuberkulosis paru masih cukup tinggi. 2
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cellmediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat
mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit
yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik dan berakhir dengan
kematian. 3
B. Insiden
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. 4
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan
negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East
Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan
pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732
kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka

keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. 4
C. Etiologi
Penyakit tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan tahan asam.
Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30
anggota genus Mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun banyak yang
tidak tergolongkan. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm.
Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asamalkohol. 3,5,6
D. Patogenesis
Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena bakteri dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap,
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Bakteri akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. 1

Bila bakteri menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma


makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Bakteri yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis kecil dan disebut
Ghon Focus. Bila bakteri masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB miliar. 1
Dari fokus primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(linfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal ditambah dengan limfangitis
regional akan menjadi kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu
3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi : 1

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat


Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi yang luasnya >5 mm
dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktvitasi lagi karena bakteri yang

dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Perkontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c). Secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d). Secara hematogen, ke organ
tubuh lainnya.

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Bakteri yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa

(tuberkulosis

primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi menjadi 90%.


Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior
lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru. 1

Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang tuberkulosis kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. 1
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : 1

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju, Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding
tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibrosis
dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya
perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat
oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan
sitokin dengan TNF-nya.

Disini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas tersebut akan
menjadi : 1

Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.


Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi


Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan

seperti bintang (stellate shaped).


E. Gambaran Radiologi
Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi
tuberkulosis. Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pada

kasus tuberkulosis anak dan miliar,

diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi sedangkan pada


pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.1,3
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru, tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya
tumor paru pada endobronkial).1
Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang tuberkulosis,
gambaran radiologi berupa bercak-bercak seperti berawan dengan batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat seperti bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.1
Pada kavitas bayanganya berupa cincin yang berdinding tipis. Lama-lama
dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis maka
bayanganya bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercakbercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat sebagai fibrosis yang
luas disertai kolaps yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus atau satu bagian
paru. Gambaran tuberkulosis miliar terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya terebar merata pada seluruh lapangan paru.1
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura)
bayangan hitam radiolusen dipinggir paru/pleura (pneumotoraks). 1
Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi,
kavitas (sklerotik dan non sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.1
Klasifikasi Tuberkulosis Paru Dewasa
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi akibat infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi)
oleh Mycobacterium tuberculosis. Kelainan Roentgen akibat penyakit ini dapat
berlokasi dimana saja dalam paru-paru, namun sarang dalam parenkim paru sering
disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional. Salah satu komplikasi yang
mungkin timbul adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui

penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis, akibat stenosis bronkus


karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. 2
Tuberkulosis Sekunder atau tuberkulosis Reinfeksi
Saat ini pendapat umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul
reinfeksi pada seorang yang masa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer,
tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. 2
Sarang-sarang yang terlihat pada foto roentgen biasanya berkedudukan
dilapangan atas dan segmen apikal lobus bawah, walaupun kadang-kadang dapat
juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai pleuritis. 2
Klasifikasi tuberkulosis sekunder
Klasifikasi

tuberkulosis

sekunder

menurut

American

tuberculosis

association: 2

Tuberkulosis minimal yaitu luas sarang-sarang yang tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat
berada dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tesebut di atas. Tidak

ditemukan adanya kavitas.


Tuberkulosis lanjut sedang (Moderately advanced tuberculosis)
Luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak yang tidak melebihi luas satu

paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm.


Tuberkulosis sangat lanjut (Far advanced tuberculosis).
Luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih dari pada kalsifikasi, atau
bila ada kavitas , maka diameternya keseluruhan semua kavitas melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto
roentgen. Salah satu bentuk pembagian adalah menurut bentuk kelainan:2

Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak


tegas dengan densitas rendah.

Gambar 2. Tuberkulosis primer pada foto thorax PA. Gambaran bercak berawan pada kedua apex paru dengan
kavitas pada lobus atas paru. 7

Sarang produkif berbentuk butir-butir bulat kecil

densitasnya sedang
Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis atau pita tebal,

yang batas tegas dan

berbatas tegas dengan densitas tinggi.

Gambar 3. Post TB primer. Ditemukan adanya fibrosis lobus atas bilateral8

Kavitas
Ini selalu berarti proses aktif kecuali bila suatu kavitas sudah sangat kecil,
dinamakan kavitas sisa (residual cavity).

10

Gambar 4. Foto Thorax PA. Kavitas berdinding tipis.7

arang kapur ( kalsifikasi).

Gambar 5. Foto Thorax PA. TB reaktif. Memperlihatkan gambaran kalsifikasi pada lobus superior kanan. 7

Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di Indonesia


hampir tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di Indonesia,
yaitu : 2
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah
atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya
menunjukkan bahwa proses aktif.
2. Kavitas, selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil,
yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).
11

3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang


biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.
Kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis
Penyembuhan

1) Penyembuhan tanpa bekas2


Penyembuhan tanpa bekas sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis
primer) bahkan kadang penderita tidak menyadari pernah diserang penyakit
tuberkulosis. Pada orang dewasa (tuberkulosis sekunder) penyembuhan tanpa
bekaspun mungkin terjadi apabila diberikan pengobatan yang baik.
2) Penyembuhan dengan meninggalkan cacat2
Penyembuhan ini berupa garis-garis fibrotik atau bintik-bintik kapur
(kalsifikasi). Sarang-sarang fibrotik yang tebal dan kalsiferus, disingkat
sarang fibrokalsiferus, di kedua lapangan atas dapat mengakibatkan
penarikan pembuluh-pembuluh darah dasar besar di kedua hili ke atas.
Keadaan ini dinamakan tuberkulosis fibrosis densa dan memberikan
gambaran yang cukup khas.
Komplikasi penyakit2

Pleuritis
Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau
secara hematogen.
Penyebaran miliar
Akibat penyebaran secara hematogen tampak sarang-sarang kecil 1-2 mm,
atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar merata di kedua belah paru.

12

Gambar 6. Tuberkulosis miliar. Nodul miliar multipel pada kedua lapangan paru 8

Timbulnya kavitas.
Timbulnya kavitas ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding kavitas sering tipis
berbatas licin, tetapi juga tebal berbatas tidak licin.

F.

Pengobatan

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: 9

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini,
disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

Paduan OAT dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk : 9
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
b. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.

13

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Paduan OAT ini
diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: 9
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori dua
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan. 9
2.2 Atelektasis Paru
A. Definisi
Atelektasis berasal dari bahasa Yunani ateles dan ektasis yang berarti
ekpansi inkomplit. Atelektasis didefinisikan sebagai berkurangnya volume dari
sebagian paru atau seluruh paru, terjadi hambatan berkembang secara sempurna
sehingga aerasi paru berkurang, atau sama sekali tidak terisi udara.. Atelektasis
pulmonal merupakan salah satu kelainan yang banyak ditemukan pada pemeriksaan
radiologi thorak. Mengenali kelainan yang berhubungan dengan atelektasis pada
gambaran x foto thoraks sangat penting untuk memahami patologi yang mendasari.10
B. Klasifikasi
Atelekstasis secara penyebab fisiologis dibagi menjadi atelektasis obstruksi dan
nonobstruksi.10,11
a Atelektasis obstruksi
Merupakan tipe yang paling banyak terjadi dan merupakan hasil reabsorpsi
udara di alveoli jika terjadi obstruksi antara alveoli dan trakea. Obstruksi dapat
terjadi pada bronkus utama ataupun cabang bronkus. Penyebab atelektasis obstruksi
misalnya benda asing, tumor, dan sumbatan mukus. Setiap keadaan yang
menyebabkan akumulasi mukus, seperti : fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis
kronik yang meningkatkan resiko atelektasis resorpsi. Obstruksi saluran napas
menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap
sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit
demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus menjadi kolaps. (CORWIN)
14

Setelah terjadi obstruksi bronkus, aliran darah mengabsorbsi udara di alveoli


perifer menyebabkan terjadinya retraksi paru dan kondisi tanpa udara selama
beberapa jam. Jantung dan mediastinum bergeser ke arah paru yang mengalami
atelektasis, diafragma bergeser ke kranial dan rongga dada mendatar. Jika obstruksi
berhasil dihilangkan,bisa terjadi infeksi sebagai komplikasi pasca obstruksi dan paru
bisa kembali pada bentuk normal. Jika obstruksi menetap dan timbul infeksi, timbul
fibrosis pada paru dan paru menjadi bronkiektasis.
b

Atelektasis nonobstruksi 10
Disebabkan oleh hilangnya kontak antara pleura visceral dan parietal, kompresi,

hilangnya surfaktan, dan penggantian jaringan parenkim oleh infiltrat. Di bawah ini
adalah beberapa contoh dari atelektasis nonobstruksi.
Atelektasis pasif terjadi pada efusi pleura atau pneumothoraks yang
menghilangkan kontak antara pleura visceral dan parietal. Kolapsnya lobus medius
dan inferior disebabkan efusi pleura. Jika lobus superior yang kolaps disebabkan
oleh pneumothoraks.
Atelektasis kompresi terjadi jika ada massa thorak yang menekan paru dan
mendesak udara keluar dari alveoli. Mekanismenya mirip dengan atelektasis pasif.
Atelektasis adesiva merupakan akibat dari kekurangan surfactan. Surfaktan
memiliki fosfolipid dipalmitoil fosfatidilkoline yang normalnya berfungsi untuk
mereduksi tegangan permukaan alveolis sehingga mengurangi kecenderungan
terjadinya kolaps pada struktur paru. Berkurangnya produksi atau tidak berfungsinya
surfaktan menyebabkan alveoli menjadi tidak berfungsi dan kolaps, yang dapat
terjadi pada kasus acute respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonitis
radiasi, dan blunt trauma paru sehingga menyebabkan alveoli tidak stabil dan kolaps.
Atelektasis sikatrik merupakan hasil dari beberapa atau sejumlah besar
parenkim yang mengalami sikatrik yang biasanya disebabkan oleh penyakit
granulomatosa atau necrotizing pneumonia. Replacement atelektasis terjadi jika
seluruh alveoli dipenuhi dengan massa tumor , contoh bronchioalveolar cell
carcinoma, yang mengakibatkan berkurangnya volume paru.
C. Prosedur Diagnostik
a. Gejala dan Tanda10

15

Gejala dan tanda ditentukan oleh oklusi bronkial yang terjadi, luas lapangan
paru yang terkena, serta ada tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang cepat
dengan sebagian besar area paru kolaps menyebabkan nyeri pada sisi yang terkena,
dispneu akut, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga dapat
terjadi. Perkembangan atelektasis yang lambat mungkin terjadi secara asimtomatik
atau hanya menyebabkan gejala ringan.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan kepekakana pada perkusi di daerah dada
yang terkena dan berkurang atau hilangnya suara pernapasan. Stem fremittus di
daerah ini berkurang atau tidak ada. Trakea dan jantung menyimpang ke sisi yang
terkena.
b. Pemeriksaan Laboratorium 10
Atelektasis yang memiliki ukuran signifikan menyebabkan terjadinya
hipoksemia, yang dapat dideteksi dari analisa gas darah arterial. Kadar PaCO2
biasanya normal atau rendah.
c. Pemeriksaan Radiologi 10,12
Pemeriksaan X foto thorak dan CT scan menunjukkan tanda langsung dan
tanda tidak langsung dari lobus yang kolaps.
Tanda langsung kolapasnya lobus berupa pergeseran fisura dan opasifikasi dari
lobus yang kolaps. Pada atelektasis terjadi pengurangan volume bagian paru, baik
lobaris, segmental, atau seluruh paru, akibatnya terjadi pengurangan aerasi sehingga
memberikan bayangan dengan densitas yang lebih tinggi.
Tanda tidak langsung berupa bergesernya hilus, pergeseran mediatinum
menuju sisi lesi, pengurangan vulume hemithorak ipsilateral, elevasi diafragma
ipsilateral, sela iga menyempit, hiperlusensi kompensatorik pada lobus sehat, dan
tanda siluet diafragma atau batas jantung.
Atelektasis komplit pada seluruh lapangan paru menunjukkan gambaran
opasifikasi pada seluruh hemithorak dan pergeseran mediastinum ipsilateral. Adanya
pergeseran mediastinum membedakan atelektasis dari efusi plura masif.

16

Gambar 7. Atelektasis komplit pada paru kiri 10

Atelektasis lobus kanan atas memberikan gambaran densitas tinggi dengan


elevasi hilus kanan dan tanda penarikan fisura minor ke atas. Fisura minor biasanya
berbentuk konveks pada bagian superior, namun dapat pula berbentuk konkaf karena
adanya massa sehingga memberikan gambaran Golden S sign (Gambar 10). Selain
itu, dapat pula terjadi tenting pada puncak pleura diafragmatik jukstafrenikus. Pada
CT scan, kolaps lobus kanan atas tampak sebagai opasitas pada paratrakea kanan
dan fisura minor tampak konkaf pada bagian lateral. Terkadang dijumpai kolaps
lobus kanan atas bagian lateral sehingga menyerupai gambaran loculated efusi
pleura.

Gambar 8. Atelektasis lobus kanan atas dengan Golden S sign10

Atelektasis lobaris kanan tengah eering disebabkan oleh peradangan bronkus,


atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar. Atelektasis pada
lobus kanan tengah menyebabkan batas kanan jantung kabur pada proyeksi PA.
Terkadang dapat terlihat opasitas berbentuk segitiga yang superposisi dengan
jantung pada proyeksi lateral, akibat pergeseran fisura mayor ke atas dan fisura
minor ke bawah

17

Gambar 9. Atelektasis lobus kanan tengah proyeksi PA dan lateral 12

Atelektasis lobaris kanan bawah memberikan gambaran fisura mayor yang


biasanya tidak terlihat. Struktur mediastinum bagian atas tertarik ke kanan, dan
bayangan sepertiga posteror hemidiafragma kanan menjadi tidak jelas.

Gambar 10. Atelektasis lobus kanan bawah

Atelektasis lobus kiri atas memberikan gambaran opasitas pada hemithotak


kiri atas, yang mengaburkan batas kiri jantung. Lobus yang kolaps bergeser ke
anterior dan ke superior. Pada proyeksi lateral, fisura mayor bergeser ke anterior dan
lobus kanan atas yang mengalami hiperekspansi tampak melewati garis tengah.

Gambar 11. Atelektasis lobus kiri atas10

Atelektasis lobus kiri bawah opasitas retrokardial yang meningkat memberikan


tanda siluet (+) untuk arteri pulmonalis lobus kiri dan hemidiafragma kiri. Terjadi
pergeseran hilus ke bawah, pendataran pinggang jantung akibat rotasi jantung,

18

mediastinum superior dapat bergeser dan mengaburkan bayangan arcus aorta. Pada
proyeksi lateral, bayangan sepertiga posterior hemidiafragma kiri tidak jelas.

Gambar 11. Atelektasis lobus kiri bawah10

Atelektasis segmental sulit terlihat dari foto toraks proyeksi PA, memerlukan
proyeksi lain seperti lateral atau oblik, untuk melihat bagian yang terselubung
dengan penarikan fissura interlobaris.
Atelektasis lobularis/ plate like terjadi bila terdapat penyumbatan pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, sehingga terbentuk bayangan horizontal
tipis, biasanya di lapangan bawah paru yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atelektasis tergantung pada penyebab dari atelektasis tersebut.
Untuk atelektasis posoperatif, pencegahan merupakan tindakan terbaik yang dapat
dilakukan, selain pemberian oksigen adekuat dan reekspansi segmen paru. Jika dari
hasil pemeriksaan sputum atau sekresi bronkus dijumpai patogen spesifik, maka
pemberian antibiotik merupakan penanganan utama.12
Penanganan yang dapat dilakukan:12
1 Berbaring pada sisi paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
2 Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
3 Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
4 Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5 Postural drainase

19

6 Antibiotik diberikan untuk semua infeksi


7 Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
8 Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan
atau menyebabkan perdarahan, maka perlu dilakukan reseksi segmental atau
lobektomi.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang
mengalami atelektasis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan
jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.8
2.3 Resume Medis
Seorang laki-laki berusia 34 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak
napas dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi
aktivitas ataupn cuaca. Batuk (+) lendir berwarna putih, bauk darah (-). Nyeri dada
(-), demam (-), riwayat demam (+), keringat malam berlebih (+) tanpa adanya
aktivitas. Pasien juga merasa nafsu makan menurun. Penurunan berat badan (+)
tetapi pasien tidak menimbang berat badan secara teratur. Lemas (+), mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (-). BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning, tidak
ada darah. BAK : Lancar dan warna kuning. Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat mengonsumsi OAT selama 6 bulan pasien dirawat dengan diagnosis TB
Paru BTA (+) namun saat kontrol di poli pasien dinyatakan sembuh tanpa
pemeriksaan foto kontrol, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (+) selama
3 tahun dan saat ini tidak berobat, riwayat pengunaan insulin (+) saat diopname
tahun 2012 namun pasien berhenti, riwayat penyakit jantung (-). Pada pemeriksaan
fisis didapatkan anemis pada konjunctiva, barrel chest (+), suara nafas vesikuler,
bunyi paru menurun pada hemithorax sinistra, ronchi pada paru kanan (+) pada apex
paru dan pada paru kiri sulit dinilai,. Pemeriksaan foto thorax PA kesan yang
didapatkan TB aktif lesi luas disertai atelektasis paru kiri.
2.4 Diskusi Radiologi

20

Gambar 12. Foto Thorax Tn.L, Posisi PA.

Foto Thorax AP (25/11/2013)


Tampak perselubungan inhomogen dan cavitas pada lapangan paru kiri

disertai penarikan organ mediatinum ke kiri


Cor : CTI sulit dinilai
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan : TB paru aktif lesi luas diserta atelektasis paru kiri

Pembahasan:
Pada foto thorax PA ini ditemukan adanya Tampak perselubungan inhomogen
dan cavitas pada lapangan paru kiri disertai penarikan organ mediatinum ke kiri dan
di curigai sebagai kesan TB TB paru aktif lesi luas diserta atelektasis paru kiri.
Sifat kuman tuberkulosis adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksiennya. Dalam hal ini, tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Maka dari itu, lokasi
lesi umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal
21

lobus bawah, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru). 1
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Sarang primer ini dapat
terjadi disetiap jaringan paru. 1
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Dari bentuk kelainan pada foto rontgen seperti bayangan, bercakbercak, awan-awan dan kavitas merupakan tanda-tanda aktif. 1,2
2.5 Diagnosis Banding
Dalam diagnostik diferensial tuberkulosis paru dapat disebut berbagai penyakit
dan keadaan berikut: Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur (fungus) seperti
aspergillosis dan nocardiasis tidak jarang ditemukan pada para petani yang bekerja
diladang. 2
Kelainan-kelainan radiologik yang ditemukan pada penyakit jamur mirip sekali
dengan yang disebabkan oleh tuberkulosis, yaitu hampir semua berkedudukan di
lapangan atas dan disertai oleh pembentukan lubang kavitas. Perbedaannya ialah,
bahwa pada penyakit-penyakit jamur ini pada pemeriksaan sepintas lalu terlihat
bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergilloma, yang pada pemeriksaan
lebih teliti, biasanya dengan tomogram, ternyata adalah suatu kavitas besar berisi
bayangan bulat, yang sering dapat bergerak bebas dalam kavitas tersebut. Bayangan
bulat ini yang dinamakan bola jamur (fungus ball) adalah tidak lain daripada massa
mycelia yang mengisi suatu bronkus.2

22

Gambar 8. Aspergillosis pulmonal non invasif. Foto thoraks PA Dinding cavitas yang tebal pada lobus superior
paru kanan yang berisi fungus ball. 13

Penyakit yang dapat disalahtafsirkan sebagai sarang-sarang tuberkulosis paru


karena berbentuk bercak-bercak dan berkedudukan di lapangan atas adalah infiltrat
pneumonia lobaris lobus atas dalam masa resolusi. Kepastian mudah diperoleh
karena bercak-bercak tersebut cepat menghilang sama sekali dengan pengobatan
yang baik. Gambaran radiologisnya memperlihatkan bayangan homogen berdensitas
tinggi pada satu segmen, lobus paru atau pada sekumpulan segmen lobus yang
berdekatan, berbatas tegas. 2,14

Gambar 9. Pneumonia pneumokokus. Gambaran air bronchogram pada paru. 14

23

Perbedaan gambaran radiologi TB paru, Pneumoni dan Aspergillosis


TB paru

Pneumoni
Perselubungan

Aspergillosis
Pembentukan kavitas dan

Berbentuk awan-awan

inhomogen pada satu

hampir semua berkedudukan

atau bercak, yang

segmen, lobus paru atau

di lapangan atas paru. Terlihat

batasnya tidak tegas

pada sekumpulan

juga bayangan bulat agak

dengan densitasnya

segmen lobus yang

besar yang dinamakan

rendah. Biasanya

berdekatan, berbatas

aspergilloma.

berkedudukan di

tegas. Biasanya disertai

lapangan atas paru.

Air Bronchogram Sign.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta : Balai penebit FKUI. 2009; p. 998-1001.
2. Rasad S. Tuberkulosis Paru. Radiologi Diagnostik.. Edisi II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2006: p.131-147.
3. Daniel T. Tuberkulosis. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi XIII. Jakarta : EGC. 2006. p. 799-804
4. Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Strategi

Nasional

Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. 2011. p. 21


5. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes mellitus. J Indon
Med Assoc, Volume : 61, Nomor : 4, April 2011.

24

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman diagnosis


dan

penatalaksanaan

di

Indonesia.

2006.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
7. Collins J, Stern E. Tuberculosis. Chest Radiology. 2th edn. Lippincott
Wlliams & Wilkins; 2008. p.175.
8. Misra R, Planner A, Uthappa M. Tuberculosis. A-Z of Chest Radiology.
Cambridge University Press. 2007. p. 202-205
9. Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Pedoman

Nasional

Penganggulangan Tuberkulosis. 2011. p. 15-20


10. Madappa,

Tarun.

Atelectasis.

2008.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/296468 (Updated 30 Maret 2012)


11. Spencer BG, Olazagasti J, Higginbotham JW, et all. Introduction to Chest
Radiology. Universirty of Virginia Health Sciences Center.Department of
Radiology.2013.http://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/
cxr/pathology1 Achest.html

12. Corwin EJ. Atelektasis. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 revisi. Jakarta:
EGC.2009 .p.533-534Misra R, Planner A, Uthappa M. Aspergillus Lung
Disease. A-Z of Chest Radiology. Cambridge University Press. 2007. p. 179
13. Budjang N. Radang Paru Yang Tidak Spesifik Paru. Radiologi Diagnostik..
Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006: p.100-101
14. Brant W, Helms C. Airspace Disease. Fundamentals of Diagnostic

Radiology 2th edn. Lippincott Wlliams & Wilkins; 2007. p.366.

25

Anda mungkin juga menyukai