PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bab ini kita akan membahas topik social cognition (kognisi sosial), studi
tentang bagaimana orang menarik kesimpulan atau inferensi dari informasi sosial yang ada
di lingkungan. Riset tentang kognisi sosial membahas bagaimana membuat orang
membuat penilaian sosial tentang individu atau kelompok sosial lain, tentng peran sosial,
dan tentang pengalaman mereka sendiridalam setting sosial. Membuat penilaian sosial
adalah lebih sulit ketimbang yang kita bayangkan. Sering kali informasi-informasi yang
tersedia tidaklah lengkap, bersifat ambigu, atau bertentangan satu sama lain. Bagaiman
kita menggunakan semua informasi ini untuk melakukan penilaian yang koheren? Inilah
persoalan utama dalam riset kognisi sosial.
Anda barangkali berasumsi bahwa kognisi sosial adalah memandang dunia secara
akurat dan membentuk penilaian atas kehidupan sosial secara nonbias dan jernih. Tetapi
dalam kenyataannya dalam satu temuan awal psikologi sosial menunjukkan bahwa kognisi
sosial sering memuat kekeliruan dan bias. Jelas ada cara yang logis dan tepat untuk
menyatukan informasi guna mengambil keputusan yang bijak, namun inferrernsi sosial
seseorang sering tidak logis dan tidak akurat. Tetapi, seperti apa yang kita lihat nanti,
kesalahan dan bias ini menunjukkan informasi tentang bagaimana kita menarik inferensi
atau kesimpulan tentang lingkunagan sosial kita. Pertama, mari kita lihat situasi sosial
untuk melihat bagaimana inferensi sosial sering tidak logis dan kurang akurat, dan
kemudian kita akan membahas bagaiman inferensi sosial membentuk panadangan kita
tentang cara kita membentuk penilaian sosial kita.
Bayangkan anda sudah lulus kuliah dan sedang menghadapi wawancara kerja pertama
anda. Anda bertemu dengan direktur personalia dan beberapa calon karyawan lainnya.
Anda juga telah melihat-lihat calon kantor anda, dan banyak mengetahui tentang
perusahaan yang anda ingin masuki dan memahami akan seperti apa tanggung jawab anda
nanti dikantor, jika anad diterima. Bagaiman anda memutuskan apakah ini adalah jenis
perusahaan yang memang anda inginkan dan apakah anda menyukai pekerjaan dan orangorang yang bekerja disana?
1.2 Rumusan Masalah
Kognisi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
Kognisi Sosial
dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert
Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada
tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura (Bandura, 1962) juga
merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative
learning).
Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial
dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses
belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi media massa pada
khalayak media di level individu.
Kognisi Sosial
Sudah jelas bahwa konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian
tentang obvervational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang
"model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga
di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang
berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara
memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena
proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction
of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis [1]. Sebagai contoh, ketika
seorang
ibu
mengajarkan
anaknya
bagaimana
cara
mengikat
sepatu
dengan
memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses
ini disebut proses modeling.
Dengan begitu kognisi sosial adalah tata cara di mana kita menginterpretasi,
menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Kognisi social
dapat terjadi secara otomatis. Contonya, saat kita melihat seseorang dari suatu ras tertentu
(Cina, misalnya), kita seringkali secara otomatis langsung berasumsi bahwa orang tersebut
memiliki crri/sifat tertentu. Kapasitas kognitif kita juga terbatas. Selain itu, terdapat suatu
hubungan antara kognisi dan afeksi (bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita merasa).
2.3
Skema sosial
Komponen dasar kognisi social adalah skema (schema). Skema adalah sruktur
mental
yang
membantu
kita
mengorganisasi
informasi
social,
dan menuntun
pemrosesannya. Skema berkisar pada suatu subyek atau tema tertentu.. dalam otak kita,
skema itu seperti skenario, yang memiliki alur. Skema di otak kita terbenuk berdasarkan
pengalaman yang pernah kita alami sendiri atau diceritakan oleh orang lain. Skema berisi
pengetahuan tentang konsep atau stimulus, relasi antar berbagai pemahaman tentang
konsep itu, dan contoh-contoh spesifiknya (Fiske & Taylor, 1991).
Skema dapat berupa skema tentang orang tertentu, peran sosial, atau diri sendiri; sikap
terhadap objek tertentu; stereotif tentang kelompok tertentu; atau persepsi tentang kejadian
umum.
Skema tentang kejadian yang sangat umum dinamakan script (Abelson, 1976).
Script adalah urutan standar dari suatu perilaku selama satu periode waktu tertentu.
Contohnya adalah urutan pesan makanan di restoran Cina. Semua orang duduk, dan
1
Kognisi Sosial
untuk
menyampaikan
semua
pesanan
kepada
pelayan.
Kita bisa membuat script yang sama untuk sederetan peristiwa, seperti
memandikan bayi, mengikuti ujian akhir, atau bermain basket. Esensi dari script adalah
konteks waktunya, aliran kausalnya (satu kejadian menimbulkan kejadian lain) dan
kesederhanaankoherensinya.Skema
dan
script
adalah
penting
karena
orang
ramalan itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk siswa yang minoritas yang
menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara berbeda (kurang positif)
sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini menurun. Stereotip tidak hanya
memiliki pengaruh namun bisa melalui efek pemaastian dirinya, stereotip juga membentuk
realitas social.
2.4
Heuristic
Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah suatu keadaan di mana
pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya
sehingga menuntut system kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai
strategi untuk melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus
menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi social dalam
jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakanharus berhasil. Namun, yang paling
berguna adalah Heuristic, yaitu aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks
atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti.
Heuristic ada 2 macam:
a. Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness)
Heuristic keterwakilan yaitu sebuah strategi untuk membuat penilaian
berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan
dengan stimuli atau kategori yang lain.
Pada dasarnya metode heuristic ini menyandingkan informasi dalam
lingkungan dengan skema untuk menentukan kemungkinan apakah penyandingan itu
tepat atau tidak. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi yang teratur, lramah,
rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan sedikit pemalu. Namun kita tidak
mengetahui pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan.
Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri
khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari
kelompok
tersebut.
Keterwakilan
heuristic,
karenanya,
membantu
seseorang
menentukan apakah orang atau kejadian tertentu adalah contoh dari skema tertentu.
Akan tetapi, metode identifikasi yang cepat ini kadang-kadang salah kerena seseorang
tidak mempertimbangkan informasi penting lainnya. Karenanya, dalam penggunaan
metode ini kemungkinan akan menghasilkan inferensi yang salah. Heuristic
Kognisi Sosial
cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru
terpaku pada hal yang negative dan mengabaikan hal-hal positif.
b. Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu
dapat berakhir baik. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki
kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negative
dan kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negative. Contoh:
pemerintah seringkali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai
penyelesaian proyek-proyek besarjalan, bandara baru, dsb. hal ini mencerminkan
kesalahan perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima
umpan balik atau informasi yang mungkin negative dan memiliki konsekuensi
penting, tampaknya ia justru sudah bersiap menghadapi hal yang buruk (brancing
of loss) dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistic: mereka menjadi pesimis.
c. Pemikiran konterfaktual, yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan
sekarang. Efek dari memikirkan apa yang akan terjadi seandainya. Contoh:
ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, bagaimana bila
saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib
keluarga saya sepeninggalan saya?, dsb. pemikiran konterfaktual dapat secara kuat
berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertiakelambanan apatismuncul
ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.
d. Pemikiran magis, yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari
alasan yang rasional. Contoh: supaya ujian lulus, Raju berdoa banyak-banyak dan
memakai banyak cincin.
e. Menekan pikiran, yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki
alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang
otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang
memaksa untuk muncul kea lam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi,
proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar
kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh:anti yang ikut program diet
menekan pikirannya akan makanan-makanan manis.
2.6
Kognisi Sosial
10
Perasaan kita dan suasana hati memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa
aspek kognisi, dan kognisi juga berperan kuat pada perasaan dan suasana hati kita. Suasana
hati saat ini dapat secara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang baru
pertama kali kita temui. Contoh: ketika kita sedang bergembira dan berkenalan dengan
orang baru, penilaian kita terhadap orang tersebut pastinya lebih baik dibanding saat kita
berkenalan dengannya ketika kita bersedih.
Perasaan hati (moods) kita dapat mempengaruhi apa yang kita ingat melalui dua
mekanisme:
a. Pengaruh pada ingatan, ingatan yang bergantung pada suasana hati (mooddependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati
tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika
kita berada dalam suasana hati tersebut.
b. Efek kesesuaian suasana hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan
untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana
hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negatif.
Perasaan hati kita juga berpengaruh pada aspek penting kognisi yang lain yaitu
kreativitas. Hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa berada dalam mood
yang baik (happy mood) dapat meningkatkan kreativitas.
Mungkin karena dengan berada dalam mood yang baik dapat mengaktifkan
jangkauan ide dan asosiasi menjadi lebih luas daripada ketika berada dalam mood
yang negatif, dan kreativitas merupakan bagian dari penyatuan beberapa asosiasi ke
dalam bentuk atau pola yang baru (Estrada, Isen, & Young,1995). Afeksi juga dapat
mempengaruhi kognisi lewat pengaruhnya pada rencana-rencana dan tujuan kita
dalam situasi sosial yang lebih luas. Temuan terbaru oleh Forgas (1998)
menyebutkan bahwa negosiator yang berada dalam mood baik memiliki strategistrategi kooperatif yang lebih banyak dan memperoleh hasil yang lebih baik
daripada negosiator yang berada dalam mood buruk.
Penemuan terbaru mengindikasikan bahwa informasi yang membangkitkan
reaksi afeksi mungkin diproses secara berbeda daripada jenis informasi yang lain,
sebagai akibatnya, informasi ini hampir tidak mungkin untuk diabaikan atau
dikesampingkan (Edwards, Heindel, &Louis-Dreufus, 1996; Wegner & Gold,
1995).
Peneliti-peneliti
tersebut
beralasan
bahwa
emosi-informasi
yang
11
mental (mental contamination) yaitu suatu proses judgement, emosi, atau perilaku
yang dipengaruhi oleh proses mental yang tidak sadar dan tidak dapat dikontrol
(Wilson & Brekke, 1984).
A. Hubungan antara afeksi dengan kognisi
Pada saat kita senang akan berpengaruh pada pikiran dan persepsi . Penilaian pada
wawancaraIngatan yang bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory). Jika
anda menyimpan informasi dalam ingatan jangka panjang di saat sedang dalam mood yang
baik, maka kita cenderung mengingat informasi itu pada saat berada dalam suasana hati
yang serupa.
B. Efek kesesuaian suasana hati (mood congruence effects)
Kecenderungan menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam
suasana hati positif dan informasi negatif ketika berada dalam suasana hati negatif
1. Suasana hati positif juga terkait dengan kreativitas
2. Pengaruh kognisi pada afek
3. Melalui interpretasi kita atas suatu peristiwa
4. Aktivasi skema
5. Teknik kognisi mengontrol afek
6. Melakukan pemikiran konterfaktual peristiwa negatif yang tak dapat dihindari
7. Melakukan tindakan yang membuat kita merasa lebih baik sementara, walau
berakibat tidak baik di kemudian hari.
C. Pengaruh kognisi terhadap afeksi
Menurut Forgas (1995a), perasaan mempengaruhi pemikiran sosial dan pendapat sosial
melalui dua mekanisme pokok :
1. Perasaan menyajikan sesuatu yang terbaik berhubungan dengan kategori kognitif.
Ketika kita berada dalam mood yang baik, perasaan positif akan memberi
keterangan berkaitan dengan ingatan dan asosiasi yang positif. Ketika kita berada
dalam mood yang buruk, perasaan negatif cenderung untuk memberi keterangan
berkaitan dengan ingatan dan asosiasi yang negatif (Bower, 1991 ; Erber, 1991).
2. Bertindak sebagai isyarat heuristik yaitu aturan sederhana untuk membuat
keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa
Kognisi Sosial
12
usaha yang berarti, yang dibutuhkan ketika kita berada dalam keadaan di mana
pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas kemampuan yang
sesungguhnya sehingga menuntut system kognitif yang lebih besar daripada yang
bisa diolah.
Sebagian peneliti yang mempelajari hubungan antara afeksi dan kognisi
telah fokus pada bagaimana perasaan mempengaruhi pikiran. Meskipun demikian,
ada juga fakta yang berkebalikan, yaitu pengaruh kognisi terhadap afeksi. Satu
aspek dari hubungan ini dideskripsikan dalam apa yang disebut sebagahu the twofactor theory of emotion(Schachter, 1964). Teori tersebut mengatakan bahwa
seringkali kita tidak mengetahui perasaan atau sikap kita sendiri. Sehingga, kita
menyimpulkannya dari lingkungandari situasi di mana kita mengalami reaksireaksi internal ini. Contohnya: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas
kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh
cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di
dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Skema atau stereotip yang
teraktivasi dengan kuat dapat sangat berpengaruh pada perasaan atau suasana hati
kita saat ini.
Selain itu, pikiran bisa mempengaruhi afeksi melibatkan usaha kita dalam
mengatur emosi kita. Contohnya, kemarahan yang kita rasakan bisa berkurang
ketika kita menerima permintaan maaf atau penjelasan mengapa orang lain berbuat
sesuatu yang memicu kemarahan kita itu (Ohbuci,Kameda, & Agari, 1989). Lebih
jauh lagi, kemarahan seringkali bisa dikurangi, atau bahkan dicegah dengan cara
lebih memikirkan hal lain daripada memikirkan sesuatu yang membuat kita
menjadi marah (Zillmann, 1993).
2.7
rangkaian hari, minggu, atau bulan. sebagian besar orang menghadapi situasi yang
menyebabkan mereka memiliki pengalaman emosi seperti gembira, marah, takut, sedih,
dan merasa bersalah. Namun pertanyaannya adalah : apakah faktor budaya berpengaruh
terhadap reaksi-reaksi emosi tersebut? Jawaban untuk pertanyaan tsb telah dinyatakan
oleh Scherer dan Walbot (1994) melalui sebuah penelitian skala besar.
Kognisi Sosial
13
Dalam penelitian ini hampir tiga ribu orang yang tinggal dalam tiga puluh tujuh
negara yang berbeda diminta untuk mengingat situasi yang menyebabkan mereka mengala
mi tujuh macam emosi : gembira, marah, takut, sedih, jijik, malu, dan merasa
bersalah. Kemudian penliti menanyakan beberapa pertanyaan tentang bagaimana mereka
menghadapi situasi-situasi tersebut. Dari penelitian mereka disimpulkan bahwa Kehidupan
di seluruh dunia dan dalam banyak budaya yang berbeda menyumbangkan berbagai
pengalaman dasar kehidupan sosial, tetapi reaksi dan interpretasi mereka terhadap banyak
peristiwa begitu beragam dan dipengaruhi oleh budaya khusus dalam kehidupan mereka.
Perbedaan budaya memberikan pengaruh pada penilaian seseorang terhadap pengalaman
emosional. Faktor yang memainkan peran dalam perbedaan ini yaitu urbanisasi dan faktor
kepercayaan/agama.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana perilaku
bisa dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh media massa.
Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang imbalan dan hukuman
yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari khalayak pada model tersebut, dan
melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang perilaku yang dicontohkan di
media. Meski berdasarkan bidang studi psikologi sosial, teori ini memeiliki efek yang kuat
untuk pemahaman tentang efek kekerasan melalui media baik untuk anak-anak maupun
orang dewasa dan juga pada perencanaan kampanye yang ditujukan untuk mengubah
perilaku masyarakat melalui media.
Selain itu, terdapat sumber-sumber yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam
kognisi sosial. Diantaranya : bias negativitas, yaitu kecenderungan memberikan perhatian
Kognisi Sosial
14
lebih pada informasi yang negative. Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk
mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik, lalu kerugian yang mungkin terjadi
akibat terlalu banyak berpikir, pemikiran konterfaktual, pemikiran magis, dan menekan
pikiran.
DAFTAR PUSTAKA
Taylor,Anne&sears D. Psikologi Sosial (edisi kedua belas). 2009. Jakarta : Prenada Group.
Bandura, A. Psychological Review. 1977. Efficacy: Toward a unifying theory of behavior
change.
Bandura, A. Social Learning Theory. 1977. New Jersey: Prentise Hall
Baran,S.J & D.K. Davis. Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and
Future. 2nd edition.2000. Belmon, CA: Wadsworth
http://arihdyacaesar.wordpress.com/2010/01/13/resume-konsep-dasar-perilaku-sosialpersepsi-dan-kognisi-sosial/
Kognisi Sosial
15