Anda di halaman 1dari 22

VERTIKAL

vertikal /vrtikal/ a tegak lurus dr bawah ke atas atau kebalikannya,


membentuk garis tegak lurus (bersudut 90o) dng permukaan bumi, garis
horizontal, atau bidang datar

VERTIKAL

INDONESIA

ARTI KATA

PROSES /
HIERARKI

TEGAK
LURUS
MENUJU KE
ATAS

INGGRIS

BERTINGKAT

MEMECAHKAN MASALAH
DENGAN ARSITEKTUR

PEMBENAHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS
LINGKUNGAN

PEMBENAHAN KAWASAN
KUMUH DAN TEPI SUNGAI

KUALITAS

KAMPUNG KOTA
kampung
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, kampung berarti kelompok rumah yg
merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah); 2 n
desa; dusun; 3 n kesatuan administrasi terkecil yg menempati wilayah tertentu,
terletak di bawah kecamatan; 4 a terkebelakang (belum modern); berkaitan dng
kebiasaan di kampung; kolot; -- halaman daerah atau desa tempat kelahiran;

Pengertian kampung kota dalam kamus tata ruang adalah kelompok


perumahanyang merupakan bagian kota, mempunyai kepadatan
penduduk yang tinggi, kurangsarana dan prasarana, tidak ada luasan
tertentu, jadi dapat lebih besar dari satukelurahan, mengandung arti
perumahan yang dibangun secara tidak formal(mengikuti ketentuanketentuan kota yang bersangkutan) kampung kota dihunisangat padat
dan cenderung semakin padat, sehingga kesehatan merupakanmasalah
utama.
Kota
kota 1 n 1 daerah permukiman yg terdiri atas bangunan rumah yg merupakan
kesatuan tempat tinggal dr berbagai lapisan masyarakat; 2 Dem daerah
pemusatan penduduk dng kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian
besar penduduknya bekerja di luar pertanian; 3 dinding (tembok) yg mengelilingi
tempat pertahanan;

kampung kota
Pengertian kampung kota dalam kamus tata ruang adalah kelompok
perumahanyang merupakan bagian kota, mempunyai kepadatan penduduk yang
tinggi, kurangsarana dan prasarana, tidak ada luasan tertentu, jadi dapat lebih
besar dari satukelurahan, mengandung arti perumahan yang dibangun secara
tidak formal(mengikuti ketentuan-ketentuan kota yang bersangkutan) kampung
kota dihuni sangat padat dan cenderung semakin padat, sehingga kesehatan
merupakanmasalah utama

Kampung merupakan kawasan hunian masyarakat berpenghasilan rendah


dengan kondisi fisik kurang baik. (Budiharjo, 1992); Kampung merupakan
kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau
tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum atau squater
(Turner1972); Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia,
ditandai ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat
Kampung kotor yang merupakan bentuk permukiman yang unik, tidak dapat
disamakan dengan slum dan squater atau juga disamakan dengan
permukiman penduduk berpenghasilan rendah. Menurut Hendrianto (1992)

perbedaan yang mendasari tipologi permukiman kumuh adalah dari status


kepemilikan tanah dan Nilai Ekonomi Lokasi (NEL).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung kota
adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia
dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan prilaku
kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat,
kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan,
kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba
kurang, seperti air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuangan
sampah dan lainnya.

RUMAH SUSUN

Tinjauan Tentang Rumah Susun


Tinjauan mengenai permukiman dilakukan dengan mendeskripsikan pengertian
rumah susun, landasan dan tujuan rumah susun, pola pembangunan rumah susun,
jenis rumah susun.
1 Pengertian Rumah Susun
Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari
pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat
tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara
bertingkat. Jadi pengertian rumah susun adalah bangunan untuk tempat tinggal
yang diatur secara bertingkat.
Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa
berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana
sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan
menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang tersebut
di atas adalah
1. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut

sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara
perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana
penghubung ke jalan umum.

2. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas

barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan


fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian rusunawa.
3. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi

pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh
pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan
rusunawa.
4. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah

pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang


milik negara berupa rusunawa.
5. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang

berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status
kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan
rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
6. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok

masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang


melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa
adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang
sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian
rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
7. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen

bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada


waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan
lingkungan difungsikan.
8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola

sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi


pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
9. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan

perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya


penegakan hukum.

10. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah

masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam


Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

2. Landasan dan Tujuan Rumah Susun


Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh
amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan
permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan
lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan
permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau
masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah
susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan
mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah
susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah
1. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama

golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian


hokum dalam pemanfaatannya.
2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan

memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan


permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang
3. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi

kehidupan masyarakat
Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau
diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan
pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk
memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP
(Pasal 11 ayat 1 dan 2)
Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau kebutuhan
sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam membantu
pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar penduduk Indonesia
merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang
layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan

pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha peremajaan kota dan untuk
memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang vertikal.
Proses lahirnya kebijakan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kotakota besar di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pengalaman negara lain
(seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain) dalam mengatasi masalah perkotaan
yang diakibatkan urbanisasi, khususnya dalam bidang perumaan kota. Konsep
pembangunan rumah susun pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengatasi
masalah kualitas lingkungan yang semakin menurun maupun untuk mengatasi
masalah keterbatasan lahan dalam kota. (Yeh, 1975:186; Hassan, 1997:32)
3. Pola Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun di Indonesia dikaitkan dengan dua kegiatan yaitu
1. Program Peremajaan Kota

Pada awalnya penerapan kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia


dihubungkan dengan usaha peremajaan kota, yaitu usaha perbaikan dan
peningkatan kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota.
Lingkungan yang termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman yang
sulit ditingkatkan kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP).
Dipilihnya pusat kota sebagai rumah susun berdasarkan pertimbangan tingkat
kemudahan yang tinggi terhadap berbagai fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan
oleh kelompok sasaran, seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya.
Pertimbangan lain yang juga memepengaruhi dipilihnya pusat kota sebagai lokasi
rumah susun adalah perlunya peningkatan daya guna dan hasil guna lahn di pusat
kota yang sangat dibutuhkan untuk menampung dinamika perkembangan kegiatan
kota yang semakin meningkat serta pertimbangan efesiensi penyediaan prasarana
kota.
2. Program Pengadaan Perumahan

Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan


dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah yang tidak
memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah
susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun
rumah susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.
Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa juga dikaitkan dengan
program peremajan kota atau program pembangunan kota terpadu. Hanya saja
pelaksanaan pembangunannya yang berbeda. Bila dalam pembangunan rumah
susun dengan sistem kepemilikan lebih banyak dilakukan oleh Perum Perumnas

dan Dinas Perumahan, maka dalam pembangunan rumah susun sewa lebih banyak
ditangani oleh BUMD (Badan Usahan Milik Daerah).
Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat
keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan
dalam pembangunan adalah dengan memenuhi aspek-aspek yang menjadi dasar
pilihan masyarakat kelompok sasaran yaitu
1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti

lapangan pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan,


perbelanjaan.
2. Status kepemilikan yang terjamin secara hukum
3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran Kelengkapan

fasilitas baik didalam unit maupun untuk lingkungannya


4. Lingkungan yang teratur, bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah layak.

3. Jenis Rumah Susun di Indonesia


Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :
1. Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh

golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh


Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat,
Lebak Bulus, Jakarta.
2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau

disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada


masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen
Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
3. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat

konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate


oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.

5. Persyaratan Teknis Rumah Susun


Berdasarkan PP nomor 4/ 1988 mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan
Rumah Susun yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, antara lain
adalah kelengkapan, sarana dan prasarana rumah susun.

1. Kelengkapan rumah susun (Pasal 14)

Utilitas umum merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di rumah


susun. Kelengkapan utilitas rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan


perlengkapannya termasuk meter aiar, pengaturan tekanan air dan tangki air
dalam bangunan

Jaringan air listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan


perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta
pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan

Jaringan air gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya


termasuk meter gas, pengatur arus serta pengamanan terhadap kemungkinan
timbulnya hal-hal yang membahayakan

Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas,


kuantitas dan pemasangan

Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas,


kuantitas dan pemasangan

Saluran dan atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan


terahada kebersihan, kesehatan dan kemudahan

Tempat kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi


lainnya

Alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator dengan tingkat keperluan
dan persyaratan yang berlaku

Pintu dan tangga darurat kebakaran

Tempat jemuran

Alat pemadam kebakaran

Penangkal petir

Alat/Sistem alarm

Pintu kedap asap pada jarak- jarak tertentu

Generator listrik digunakan untuk rumah susun yang mengunakan lift

2. Lokasi Rumah Susun (Pasal 22)

Dalam memilih lokasi rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukan dan keserasian


lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah

Lokasi harus memungkinkan berfungsinya saluran-saluran pembungan


dalam lingkungan ke system jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air
limbah.

Lokasi harus mudah dicapai angkutan umum baik langsung maupun tidak
langsung

Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan air bersih dan listrik

3. Prasarana Lingkungan (Pasal 25 dan 26)

Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang


memungkinkan di lingkungan rumah susun, sehingga dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, berupa jalan, tangga, selasar, drainase, sistem air limbah, persampahan
dan air bersih. Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana
sebagai berikut

Prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan


kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, kendaraan &
tempat parkir

Prasarana lingkungan harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian


hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal
yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang sesuai
dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut.

Jaringan distribusi air bersih, gas dan listrik dengan segala kelengkapannya
seperti tangki air, pompa air, tangki gas dan gardu-gardu listrik

Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan daru rumah
susun ke system jaringan pembuangan air kota

Saluran pembuangan air limbah dan atau septik yang menghubungkan air
limbah dari rumah susun ke system jaringan limbah kota

Tempat pembuangan sampah, sebagai pengumpul sampah dari Rusun yang


dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan mempertimbangkan
faktor kemudahan pengangkutan, kebersihan, kesehatan dan keindahan

Kran-kran air untuk mencegah dan peangamanan terhadap bahaya


kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan

Tempat parkir kendaraan dan atau penyimpanan barang

Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan

4. Sarana Lingkungan (Pasal 27)

Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk


penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial dan budaya.Fasilitas
lingkungan dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan :

Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan


masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya sesuai
standar yang berlaku.

Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan sehari-hari sesuai standar yang


berlaku, seperti kesehatan, pendidikan, peribadatan, olahraga.

6. Tinjauan Sarana
Tinjauan sarana bedasarkan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas Niaga (warung) :
- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni.
- Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.
- Lokasi di pusat lingkungan rumah susun dan mempunyai radius 300 m.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit rumah susun sederhana dan
maksimal 36 m2 (termasuk gudang kecil).
2. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar) :
- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana anak-anak
usia 5-6 tahun sebanyak 8%.
- Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun.
- Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman tempat
bermain di RT/RW.
- Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa).

3. Fasilitas Kesehatan.
- Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni.
- Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita.
- Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor RT/RW.
- Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala aktivitas.
4. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan
harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan ketentuan:
- Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu
musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap
satu blok, dengan luas lantai 9 36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk setiap
satu masjid kecil adalah 400 KK.
5. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.
a. Siskamling.
- Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang.
- Dapat berada pada lantai unit hunian.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil.
b. Gedung Sebaguna.
- Jumlah maksimal yang dapat dilayani adalah 1000 orang.
- Dapat berada pada tengah-tengah lingkungan dan di lantai dasar.
- Luas lantai minimal 250 m2.
c. Kantor Pengelola.

6. Fasilitas Ruang Terbuka.


a. Tempat Bermain.
- Maksimal dapat melayani 12 30 anak.
- Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.
- Luas area minimal 75 180 m2.
b. Tempat Parkir.
- Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4).
- Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m, sedangkan
untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.
- Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga, sedang roda 2
untuk setiap 3 keluarga.
- 2 M2 tiap kendaraan roda 4; 1,2 M2 untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu
menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK.
7. Tinjauan Prasarana
Tinjauan prasarana berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.05/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun
Sederhana Bertingkat Tinggi adalah sebagai berikut :
1. Sistem air minum

Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan


mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi,
dan penampungannya.

Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman
dan standar teknis yang berlaku.

Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus


memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian


rupa agar menjamin kualitas air.

Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan bangunan


gedung.

Persyaratan plambing bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mengikuti:


1. Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes


907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman
Plambing; dan

2. SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru. Dalam

hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.

2. Sistem air limbah

Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk
pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang
dibutuhkan.

Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan


dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.

Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh
digabung dengan air limbah domestik.

Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestik sebelum
dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:

1. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;


2. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem

resapan, atau edisi terbaru;


3. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi

terbaru; dan
4. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan

air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta
ketentuan teknis yang berlaku.

3. Drainase

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi dan pekarangannya harus


dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.

Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan


mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan dan/atau sumur
penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang


berlaku.

Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah


terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:


1. SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan

untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru;


3. SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan

pekarangan, atau edisi terbaru; dan


4. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan

pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung;


Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau
pedoman teknis.

4. Pengolahan sampah.

Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan


mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.

Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan


tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-masing bangunan
rusuna bertingkat tinggi, yang diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni,
dan volume kotoran dan sampah.

Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan


pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan
penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

Ketentuan pengelolaan sampah padat

1. Bagi pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah, alat

pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan


pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan sistem
yang sudah ada.
2. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang,

memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas,


kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
3. Sampah padat kecuali sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) harus

dibakar dengan insinerator yang tidak mengganggu lingkungan. Dalam hal


masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempun

5. Persyaratan Terhadap Bahaya Kebakaran

Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif
dan sistem proteksi aktif.
1. Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai sistem proteksi


pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis
pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur
bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari
kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.

Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko


kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan gedung.

Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan


kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe
konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan
perlindungan pada bukaan.

Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;


dan
2. SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke

luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung,


atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum
tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku
dan/atau pedoman teknis.
2. Sistem Proteksi Aktif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi, harus dilindungi terhadap bahaya


kebakaran dengan proteksi aktif.

Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,


ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan rusuna bertingkat tinggi.

Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:

1. Sistem Pemadam Kebakaran baik berupa APAR, sprinkler, hidran box

maupun hidran pilar/halaman;


2. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;
3. Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan
4. Pusat Pengendali Kebakaran

Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:


1. SNI 03-3987-1995 Tata cara perencanaan, pemasangan pemadam api

ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah


dan gedung;
2. SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem

pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada


bangunan gedung, atau edisi terbaru;

3. SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian

sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya


kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
4. SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem

springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada


bangunan gedung, atau edisi terbaru;
5. SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan


6. SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan

ruangan bervolume besar, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada
persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk Pemadaman Kebakaran

Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran


meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan rusuna bertingkat tinggi, dan perencanaan
dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya
kebakaran.

Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran


tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses

lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan


gedung, atau edisi terbaru; dan
2. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan

keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung, atau


edisi terbaru.
3. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem


Peringatan Bahaya
1. Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan

sistem peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan


arahan yang jelas bagi pengguna bangunan rusuna bertingkat

tinggi dalam keadaan darurat untuk dapat menyelamatkan diri,


yang meliputi:
1. Sistem pencahayaan darurat;
2. Tanda arah keluar/eksit; dan
3. Sistem Peringatan Bahaya.
1. Pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan sistem peringatan

bahaya dalam gedung harus mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata


cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem
peringatan bahaya pada bangunan gedung, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum
tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan
standar baku dan/atau pedoman teknis.

Persyaratan Komunikasi Dalam Bangunan Rusuna Bertingkat Tinggi

1. Persyaratan komunikasi bangunan rusuna bertingkat tinggi dimaksudkan

sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal


bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran
dan/atau kondisi darurat lainnya. Antara lain: sistem telepon, sistem tata
suara, sistem voice evacuation, dll.
2. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan

asal memenuhi pedoman dan standar teknis.

Persyaratan Instalasi Bahan Bakar Gas


1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas

pembakaran dari Instalasi Gas Kota, maka harus memenuhi


ketentuan:
1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan

konstruksinya mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang


berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
2. Instalasi pemipaan (mulai dari katup penutup, meter-gas atau

regulator) mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang berwenang,


atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan. Katup penutup,
meter-gas harus ditempatkan di luar bangunan.
3. Pada instalasi untuk pembakaran, harus dilengkapi peralatan khusus

untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan


aliran gas.

1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas

pembakaran Instalasi gas elpji (LPG), maka harus memenuhi


ketentuan:
1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan

konstruksinya mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang


berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
2. Instalasi pemipaan untuk rumah tangga (domestik) dan gedung

(komersial) mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang


berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
3. Bila pasokan dari beberapa tabung silinder digabung ke dalam satu

manipol (manifold atau header), maka harus mengikuti peraturan


yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya
sepanjang tidak bertentangan. Tabung-tabung silinder yang digabung
harus ditempatkan di luar bangunan rusuna bertingkat tinggi.
4. Pada instalasi pembakaran, harus dilengkapi dengan peralatan khusus

untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan


aliran gas, dan tanda DILARANG MEROKOK.

Manajemen Penanggulangan Kebakaran

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus memiliki unit manajemen


pengamanan kebakaran

Pariwisata adalah aktivitas manusia yang sedang melakukan suatu perjalanan dari tempat
tinggalnya ( hanya sementara waktu tinggal ) menuju ke tempat yang akan dikunjungi untuk
keperluan rileks, bersenang senang, melepaskan stress, bisnis( tentang budaya daerah, seni
daerah dll), dan membeli buah tangan dll.
Pengertian pariwisata menurut Akhmad Arison ,SSTP,M.Si.
Suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar
tempat tinggalnya.
Dorongan kepergian: kepentingan politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, agama,
kesehatan, maupun hal lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman
ataupun untuk belajar.
Pariwisata = Perjalanan Wisata
Kemudian di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 dijelaskan pula Bahwa Pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk Pengusahaan objek dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata meliputi :
Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata.
Sebuah kegiatan dengan paket wisata yang ada.
Pengusaha objek dan daya tarik wisata seperti Kawasan wisata, taman rekreasi,
kawasan peninggalan sejarah, museum, pagelaran.
seni budaya, tata kehidupan masyarakat, dan yang bersifat alamiah keindahan alam,
gunung berapi, danau, pantai dan sebagainya.
Macam-macam Pariwisata
Menurut WORLD TOURISM ORGANIZATION ( WTO ) pariwisata dibedakan menjadi empat
kelompok yang saling terlibat sebagai berikut :
Kelompok pendatang ( visitor ).
Kelompok pengusaha yang menyediakan barang dan jasa (investor ).
Pemerintah sebagai pemilik areal.
Masyarakat lokal ( host ).
Masyarakat desa yang notabene memiliki kemampuan ekonomiyang kurang dapat berperan
aktif dalam kelangsungan kampung wisatadapat memiliki pekerjaan yang menghasilkan
keuntungan bagikehidupan ekonomi pribadi maupun menjadikan timbul lahan
lahanpekerjaan baru serta pemberdayaan masyarakat desa akan semakin lebihintensif.
Akhir dari konsep ini tentu saja agar peningkatan taraf hidup dan perekonomian masyarakat
akan lebih termaksimalkan masyarakat desa dituntut untuk lebih bersahabat dengan alam
sekitar. Lingkungan yang asri, pohon - pohon yang rindang serta terawat adalah salah satu
komponen daya tarik desa wisata.
Sedangkan macam-macam pariwisata sebagai berikut :
Pleasure tourism, Bersifat bersenang-senang menikmati daerah wisata dengan jangka
waktu yang cukup lama.
Recreation tourism, Perjalanan wisatawan dengan keluarga maupun teman dekat dan
menikmati fasilitas area bermain.
Sport tourism, Para wisatawan berkunjung ke Negara lain untuk menikmati pertandingan
olahraga.
Culture tourism, Bernuansa kebudayan daerah wisata yang dikunjungi, jadi bisa
menikmati aset budaya daerah wisata.
Defenisi Kampung Wisata

Kampung Wisata adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang menyuguhkan tujuan
wisata perkampungan. Dalam perwujudannya, kampung wisata hendaknya dapat memenuhi
tuntutan-tuntutan yang ada baik yang menyangkut fasilitas wisata, sirkulasi, dan pengolahan
ruang luar yang memiliki banyak keanekaragaman. Daerah tujuan wisata adalah kawasan
atau daerah tertentu yang memiliki potensi seperti atraksi dan objek-objek wisata yang
ditunjang.
oleh hubungan lalulintas, fasilitas kepariwisataan dan usaha-usaha pariwisata serta
masyarakat menjadi kebutuhan wisatawan.
Tujuan wisatawan adalah untuk :
Rekreasi/berlibur.
Keperluan pengetahuan dan kebudayaan.
Keperluan tugas dll.
Objek wisata budaya yang luas diseluruh Indonesia merupakan kekayaan budaya yang
memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai penunjang peningkatan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam UU No 9 tahun 1990 pasal 19 menyarankan bahwa pengusahaan objek dan daya tarik
wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran
wisata. Merupakan peninjauan atas terhadap kelayakan fasilitas pelayanan dan penciptaan
kepuasan kepada pengunjung.
Karakter Kampung Wisata
Kampung wisata merupakan sebuah potensi pariwisata yang dapat menunjang perekonomian
suatu daerah tertentu. Kampung wisata dapat dikatakan sebagai suatu daerah yang berpotensi
wisata jika mempunyai suatu keunikan didaerah tersebut berupa kehidupan keseharian
masyarakat setempat, adat istiadat, kebudayaan setempat yang menjadi daya tarik bagi
wisatawan.
Bebarapa karakter yang mendukung keberhasilan suatu kampung wisata sebagai berikut:
Sasaran wisatawan
Semakin banyak wisatawan yang datang, semakin informasi tentang daerah wisata
berkembang keseluruh penjuru dunia
Lokasi
Lokasi yang memilki potensi wisata yang menarik bisa menjadi daya tarik bagi para
wisatawan.
Fasilitas wisata
Fasilitas menjadi pelangkap bagi para wisatawan yang dapat dinikmati dan menjadi objek
wisata yang menimbulkan atraksi
wisata.
Arsitektur atau suasana harus memiliki sesuatu yang istimewa sesuai dengan karakter
pariwisata daerah setempat.
Citra
Sebuah kampung wisata merupakan gambaran karakter dari kampung itu yang membentuk
identitas unik dan khas dapat dibentuk dengan menghadirkan nuansa pedesaan dan budaya
setempat serta tradisi lokal kedalam kampung wisata.
beberapa faktor pendukung keberhasilan kampung wisata yaitu sebagai
berikut :
Keanekaragaman fasilitas rekreasi.
Akomodasi yang bersih dan nyaman.
Lokasi yang menarik dan terjangkau.

Nilai budaya yang terkandung.


Suasana lingkungan dan fasilitas objek yang beranekaragam.
Bagi daerah-daerah yang memiliki karakteristik dan keunikan terutama di keseharian
masyarakat perkampungan maka pengembangan konsep ini sangat direkomendasikan. Ada
tiga keuntungan yang utama dalam pengaplikasian konsep ini pada suatu daerah yaitu;
Dengan adanya kampung wisata maka pengelola harus menggali dan mempertahankan
nilai adat budaya yang telah berlangsung selama puluhan tahun di kampung tersebut.
Lestarinya nilai- nilai budaya merupakan daya tarik utama bagi wisatawan.
Masyarakat kampung yang notabene memiliki kemampuan ekonomi yang kurang dapat
berperan aktif dalam kelangsungan kampung wisata. Akhir dari konsep ini tentu saja agar
peningkatan taraf hidup dan perekonomian masyarakat akan lebih termaksimalkan.
Kegiatan Dalam Kampung Wisata
Kampung wisata mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama dengan potensi wisata
yang ada didaerah wisata yang unik. Hal ini memunculkan wisatawan untuk datang dan
menikmati fasilitas atau objek wisata. Jenis Jenis Kegiatan di kampung Wisata.
Kegiatan berkebun
Membatik
Jalan jalan bersepedah
Membuat hiasan dari janur
Memancing
Bermaen game tradisional
Menikmati jajanan tradisional setempat
Menginap di homestay
Belajar membuat kerajinan asli daerah setempat
Mandi dikali
Berternak hewan
Belajar tarian daerah setempat

Anda mungkin juga menyukai