Anda di halaman 1dari 5

Dari Ahmad Dahlan Sampai Amien Rais

Tempo, 8-7-2000 / 19:59 WIB


Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan
K.H. Ahmad Dahlan tangal 8 Zulhijah 1330 (18 November 1912) di
Yogyakarta.
Muhammadiyah
dikenal
sebagai
organsisasi
yang
menghembuskan pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Organisasi ini
bergerak di berbagai bidang kehidupan umat, terutama pendidikan.
Pada 29 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Tapi tidak
segera dikabulkan. Pemerintah Hindia Belanda baru mengakui keberadaan
Muhamadiyah pada 22 Agustus 1914, melalui Surat Ketetapan Pemerintah
No. 81/1914. Izin ini pun hanya berlaku untuk wilayah Yogyakarta; artinya,
organisasi Muhammadiyah hanya boleh berdiri dan bergerak di Yogyakarta
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan K.H. Ahmad Dahlan ketika
mendirikan organisasi ini. Pertama, Sebagian umat Islam tidak memegang
teguh Al-Quran dan Sunah dalam beramal, sehingga takhayul dan syirik
merajalela. Akibatnya, amalan-amalan sebagian dari mereka merupakan
campuran anatara tradisi agama Hindu, Budha, dan Islam.
Kedua, lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu dinilai tidak
efisien. Pesantren, yang menajdi lembaga pendidikan kalangan bawah bumi
putera, pada masa itu sudah dinilai tidak sesuai lagi dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat.
Ketiga, kemiskinan menimpa rakyat Indonesia, terutama umat Islam, yang
sebagian besar adalah petani dan buruh. Orang muslim yang kaya hanya
mementingkan dirinya sendiri. Mereka sering lupa menunaikan kewajiban
membayar zakat. Akibatnya, hak-hak orang miskin terabaikan.
Keempat, kebanyakan umat Islam hidup dalam alam fanatisme yang sempit,
bertaklid buta, serta berfikir secara dogmatis. Kehidupan umat Islam
diwarnai konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme.
Budi Utomo
Melihat keadaan umat Islam seperti ini, didorong oleh pemahamannya
terhadap ajaran Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
sebagai organisasi pembaharu. Ia mengajak umat Islam untuk kembali
menjalankan syariat sesuai tuntuan Nabi Muhammad SAW.
Sudah sejak masa awal kelahirannya, aktivitas Muhammadiyah meliputi
berbagai hal. Misalnya, membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruhpengaruh non-Islam. Hal ini dilakukan dengan mempergiat penyelidikan ilmu
agama Islam, untuk menguji kemurniannya. Juga, mengadakan reformasi
doktrin Islam, sesuai dengan alam pikiran modern.

Masih berkaitan dengan ajaran Islam, dilakukan juga reformasi pengajaran


agama Islam. Antara lain dengan memberikan pelajaran agama Islam di
sekolah-sekolah Belanda dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri yang
berbeda dengan sistem pesantren.
Lebih luas lagi, Muhammadiyah berusaha menyadarkan soal beragama, dan
berusaha memperbaiki kehidupan umat. Ini agar benteng umat tak
terkecuali semua lapisan masyarakat, pemuda, wanita, pelajar, dan rakyat
biasamenjadi kukuh.
Untuk mencapai cita-citanya, organisasi ini mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh untuk membicarakan
masalah-masalah Islam. Organisasi ini pun mendirikan wakaf dan masjid,
menerbitkan buku, brosur, surat kabar, dan majalah.
Dalam mengarahkan kegiatannya, pada masa awalnya organsisasi ini tidak
mengadakan pembagian tugas yang jelas antara anggota dan pengurus. Hal
ini semata-mata karena keterbatasan gerak yang dimiliki Muhammadiyah.
Daerah persebaran Muhammadiyah mulai diperluas setelah tahun 1017.
Tahun itu Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta, tepatnya di rumah
K.H. Ahmad Dahlan. Saat itu, K.H. Ahmad Dahlan bisa meyakinkan peserta
kongres. Sehingga, cabang-cabang Muhammadiyah di Jawa dapat diterima
keberadaannya.
Tahun 1920, untuk pertama kalinya, Muhammadiyah menyempurnakan
anggaran dasar organisasinya. Ini dilakukan untuk menunjang kegiatan
perluasan jangkauan organisasi dan kegiatan Muhammadiyah.
Menentang UU Larangan Sekolah Liar
Tahun 1920-an merupakan masa perluasan Muhammadiyah ke luar pulau
Jawa. Dengan upaya yang serius, penyebaran organisasi Muhammadiyah
berkembang pesat. Pada tahun 1925, organisasi ini telah memilki 29 cabang
dengan 4.000 anggota, memiliki delapan Holands Indische School (HIS,
setaraf sekolah dasar), satu sekolah guru di Yogyakarta, 32 sekolah dasar
lima tahun, satu Schakelschool, 14 madrasah dengan 119 guru dan sekitar
4.000 murid.
Tahun 1927, Muhammadiyah mendirikan cabang-cabangnya di Bengkulu,
Banjarmasin, dan Amuntai. Sementara itu, pada tahun 1929, pengaruh
Muhammadiyah mulai tersebar di Aceh dan Makasar, dan memiliki 19.000
anggota.
Meski Muhammadiyah mendapatkan pengakuan hukum dari pemerintah
kolonial Belanda, tidak berarti Belanda menyenangi organisasi ini. Bahkan,
sifat gerakan Muhammadiyah dicurigai bisa membangkitkan rasa
nasionalisme bangsa Indonesia. Karena itu, pemerintah Belanda merasa
perlu berhati-hati terhadap gerakan kultural ini. Subsidi yang diberikan

pemerintah Belanda tidak membuat Muhammadiyah selalu patuh. Hal ini


antara lain terbukti dari sikap Muhammadiyah yang menentang keras udangundang larangan sekolah liar yang dikeluarkan Belanda (Wilde School
Ordonantie).
Kini Muhammdiyah mempunyai sejumlah majelis, biro, dan organisasi
otonom. Majelis itu adalah Majelis Tabligh, Majelis Tarjih, Majelis Pembina
Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Penidikan dan Pengajaran, Majelis
Pustaka, Majelis Ekonomi, dan Majelis Wakaf dan Kesejahteraan. Biro
organisaniya adalah Biro Kader, Biro Organisasi, dan Biro Hubungan Luar
Negeri. Sedangkan organisasi otonom Muhammadiyah adalah Aisyiah,
Nasyiatul Aisyiyah (NA) untuk pemudi, Ikatan Pelajar Muhaamdiyah (IPM),
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah, Ikatan
Sarjana Muhammdiyah, Ikatan Guru Muhammdiyah, dan Ikatan Seni
Budayawan Muhammadiyah.
Meski menyatakan diri sebagai organsisasi non-politik, Muhammadiyah tidak
sama sekali menyeterilkan diri aktivitas politik. Muhammadiyah tidak
melarang anggotanya untuk masuk partai politik --K.H. Ahmad Dahlan sendiri
adalah anggota Syarekat Islam. Selama kurun 1945-1959, Muhammadiyah
ikut menggagas pendirian dan menjadi anggota istimewa Partai Masyumi.
Pada tahun 1968, Muhammadiyah kembali memfasilitasi pendirian Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi).
Hiruk-pikuk perpolitikan tahun 1998, kembali menggoda Muhammadiyah
untuk ambil bagian. Sidang Tanwir 1998 di Semarang memberikan amanat
kepada PP Muhammadiyah agar melakukan ijtihad (terobosan) politik untuk
mendirikan partai politik. Sebagai tindak lanjutnya, Sidang pleno Pengurus
Pusat (PP) Muhammadiyah pada 22 Agustus 1998 memberikan izin kepada
M. Amien Rais untuk melepaskan jabatan sebagai ketua PP Muhammadiyah
dan selanjutnya memimpin Partai Amanat Nasional (PAN). (Jajang
Jamaludin/ dari berbagai sumber)
http://www.tempo.co.id/harian/fokus/31/2,1,2,id.html
Tabel 1. Urutan Kepemimpinan PP Muhammdiyah (1912-2000)
No.
Urut

Nama

K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ibrahim

K.H. Fakhruddin

K.H. Mas Mansyur

Ki Bagus Hadikusuma

Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan


Mansyur

K.H. Yunus Anis

K.H. Ahmad Badawi

K.H. Faqih Usman

10

K.H. Abdurrazaq Fachruddin

11

K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A.

12

Prof. Dr. H.M. Amien Rais, MA

13

Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif

Tabel 2. Jaringan Organisasi Muhammadiyah (2000)


Tingkat Struktur

Jumla
h

Pimpinan Wilayah (PW)

26

Pimpinan Daerah (PD)

295

Pimpinan Cabang (PC)

2.461

Pimpinan Ranting (PR)

6.098

Tabel 3. Potensi Amal Usaha Muhammadiyah (2000)


Jenis Amal Usaha

Jumlah

Sekolah Dasar (SD)

1.128

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1.179

Sekolah Menengah Umum (SMU)

509

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 249


Madrasah
(MD/MI)

Diniyah/Ibtidaiyah 1.768

Madrasah Tsanawiyah (MTs)

534

Pondok Pesantren

55

Universitas

32

Sekolah Tinggi

52

Akademi

45

Politeknik

Rumah Sakit/Poliklinik

312

Panti Asuhan dan Santunan

240

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

19

Baitul Tamwil (BTM)

190

Koperasi

808

Anda mungkin juga menyukai