ANALISIS INPUT-OUTPUT
BIDANG KELAUTAN TERHADAP
PEMBANGUNAN NASIONAL
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat
dan karunia-Nya laporan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional
yang merupakan salah satu kegiatan dari Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) pada tahun 2012 dapat
diselesaikan dengan baik.
Sumber daya kelautan yang terkandung dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indinesia
mempunyai peranan yang cukup besar untuk pembangunan. Hal ini karena memang bahwa
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 13.466 pulau (terbanyak di dunia) dan
panjang garis pantai kurang lebih 95.181 kilometer (terpanjang ke-4 di dunia), dimana sekitar 70
persen wilayah teritorialnya berupa laut. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan pembangunan
dibutuhkan informasi dan perencanaan pembangunan yang matang. Salah satu informasi yang dapat
digunakan untuk perencanaan pembangunan tersebut adalah Analisis Input-Output Bidang Kelautan.
Maksud dari penyusunan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan
Nasional ini adalah untuk menyediakan data Tabel Input Output Kelautan yang cukup rinci dan up to
date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan bidang
kelautan di Indonesia.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan saran
dan masukan demi sempurnanya laporan ini. Semoga dengan adanya penyusunan Analisis InputOutput Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional dapat bermanfaat dalam menunjang
proses pembangunan dan penerapan kebijakan khususnya bidang kelautan.
Tentunya, masih
banyak kekurangan di sana-sini dalam pelaksanaan kegiatan ini, dan kami tetap mengharapkan saran
dan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaannya ke depan.
Tim Penyusun
Republik Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
..................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL
..................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR
..................................................................................................................vi
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................2
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................................3
1.3. Maksud dan Tujuan ..............................................................................................3
1.4. Sasaran ................................................................................................................4
1.5. Ruang Lingkup ......................................................................................................4
1.6. Keluaran ...............................................................................................................5
1.7. Hasil yang Diharapkan ..........................................................................................5
1.8. Manfaat ...............................................................................................................5
BAB II
Output .....................................................................................................10
2.3.2.
2.3.3.
2.3.4.
BAB III
METODOLOGI ................................................................................................................20
3.1. Kerangka Pikir Konseptual ....................................................................................20
3.2. Metode Analisa ....................................................................................................21
3.2.1.
BAB IV
BAB V
BAB VI
PENUTUP .......................................................................................................................92
6.1. Kesimpulan...........................................................................................................92
6.2. Saran ....................................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................................................97
LAMPIRAN
..................................................................................................................99
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2.
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Rumus Perhitungan Pengganda Menurut Jenis Pengganda dan Tipe Dampak ............22
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Sektor Kunci Bidang Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ................51
Tabel 4.9
Pengganda Output Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 .......52
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran Tahun 2006 2010
(unit) .........................................................................................................................77
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Tabel 5.15
Tabel 5.16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2.
Perkiraan Kontribusi Bidang Kelautan terhadap PDB Nasional Tahun 2002011 (Persen) .......................................................................................................48
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Perkembangan Nilai Investasi Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) Sektor
Perikanan .............................................................................................................58
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Kontribusi Sektor Kelautan Terhadap PDB Tahun 2000 2011 (persen) ................60
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Gambar 5.16
Gambar 5.17
Proyeksi dan Target Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDB Tanpa Migas
Tahun 2000-2014 (Persen)....................................................................................87
Gambar 5.18
Proyeksi dan Target Nilai Sektor Perikanan dalam PDB Nasional Tahun 20002014 (Rp. Milyar) ..................................................................................................88
Gambar 5.19
Gambar 5.20
Gambar 5.21
Gambar 5.22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sumberdaya kelautan Indonesia merupakan salah satu aset pembangunan yang penting dan
memiliki peluang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi negara ini.
Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari hal tersebut. Pertama, secara fisik Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 81.000 kilometer garis pantai,
dimana sekitar 70 persen wilayah teritorialnya berupa laut (Simanungkalit, 1999). Kedua, di wilayah
pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat potensi pembangunan berupa aneka sumberdaya
alam dan jasa-jasa lingkungan yang belum dimanfaatkan secara optimal (Resosudarmo, et.al., 2000).
Ketiga, seiring pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya
pembangunan di daratan, permintaan terhadap produk dan jasa kelautan diperkirakan akan
meningkat (Resosudarmo, et.al., 2000).
Dengan perairan laut seluas total 5,8 juta km2 (berdasarkan Konvensi PBB tahun 1982),
Indonesia menyimpan potensi sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah (Simanungkalit,
1999). Namun pemanfaatannya sebagai salah satu sistem sumber daya hingga saat ini dirasakan
belum optimal. Sektor perikanan misalnya, dari 6,7 juta ton perkiraan potensi perikanan per tahun,
baru sekitar 65% yang dieksploitasi, walaupun di beberapa tempat kemungkinan besar telah terjadi
penangkapan secara berlebihan (NRM News, 1999).
Apabila dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, potensi sumberdaya kelautan
Indonesia dapat menjadi modal utama pembangunan nasional di masa yang akan datang.
Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan sudah selayaknya memberikan perhatian
khusus terhadap potensi kelautan dan perikanan untuk selanjutnya menerapkan program-program
pengembangan berbagai jenis kegiatan di sektor-sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Salah
satunya adalah mendorong terjadinya investasi di beberapa sektor kelautan dan perikanan yang
dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia secara umum.
Sebagai langkah pertama, perlu dilakukan identifikasi terhadap berbagai jenis kegiatan di
sektor-sektor kelautan dan perikanan yang dapat memberikan kontribusi besar bagi masyarakat
Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui melalui peranan dari sektor kelautan dan perikanan
1.2.
Perumusan Masalah
Dalam konteks kelautan, terdapat cukup banyak jenis kegiatan/aktivitas yang masuk dalam
kategori sektor ekonomi yang tercakup di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa sektor ekonomi yang dimaksud antara lain adalah perikanan (perikanan tangkap, udang,
dan lain-lain), energi (minyak dan gas bumi), dan sumber daya mineral (garam, timah, dan lain-lain),
pelayaran (angkutan laut), pariwisata bahari, industri (perikanan, kapal, dan lain-lain) dan jasa
maritim, dan lain-lain. Tentunya masing-masing maupun secara bersama-sama berkontribusi
terhadap perekonomian, baik terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan
masyarakat, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain berkontribusi terhadap perekonomian, setiap
jenis aktivitas tersebut juga memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi, baik dalam sektor
itu sendiri maupun sektor yang lain. Dengan keterkaitan tersebut, kondisi suatu sektor akan
mempengaruhi kondisi sektor-sektor yang lain, baik sektor yang sebagai penyedia inputnya (sektor
hulu) maupun sektor pengguna outputnya (sektor hilir). Besar kecilnya pengaruh tersebut
tergantung dari nilai pengganda (multiplier) yang dimiliki oleh setiap sektor.
Dalam upaya pengembangan sektor kelautan, dikarenakan keterbatasan sumber daya yang
dimiliki, maka tidak semua aktivitas ekonomi yang terkait akan mendapatkan perhatian yang sama.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan prioritas dalam upaya pengembangannya dengan
mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya adalah nilai pengganda yang dimiliki oleh setiap
sektor.
Dengan potensi kelautan yang cukup besar, maka terdapat banyak pihak juga yang terkait
dalam pengembangan sektor kelautan. Agar terjadi kesinergian dalam pengembangannya, maka
perlu dilakukan identifikasi berbagai pihak yang terkait dan peranannya dalam pengembangan
sektor kelautan. Salah satu peran masing-masing pihak yang terkait adalah berupa investasi. Dengan
mengetahui target-target yang ada dalam pengembangan sektor kelautan, maka dapat diperkirakan
pula kebutuhan investasi yang diperlukan. Atau dengan logika yang sebaliknya, komitmen masingmasing pihak dalam pengembangan sektor kelautan, khususnya melalui investasi dalam beberapa
tahun ke depan juga dapat diketahui juga dampaknya terhadap perekonomian. Hal-hal tersebut
dapat dianalisis dan dijelaskan, salah satunya dengan analisa Input-Output yang disusun khusus
untuk analisis perencanaan kebijakan pembangunan kelautan.
Terkait dengan penjelasan di atas, maka kegiatan tentang penyusunan Analisis Input-Output
Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut,
antara lain:
a. Jenis kegiatan/aktivitas ekonomi apa sajakah yang termasuk dalam sektor kelautan
dalam perekonomian Indonesia?
b. Berapakah kontribusi sektor kelautan terhadap perekonomian Indonesia?
c. Bagaimana keterkaitan antar
perekonomian Indonesia?
sektor,
khususnya
sektor
kelautan,
dalam
d. Berapakah nilai pengganda, baik output, pendapatan, maupun tenaga kerja dari
sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia?
e. Sektor apa sajakah yang prioritas untuk dikembangkan melalui investasi di sektor
kelautan;
f.
dan
peranaannya
dalam
1.3.
Nasional ini adalah untuk menyediakan data Tabel Input Output Kelautan yang cukup rinci dan up to
date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan sektor
kelautan di Indonesia.
Sementara itu, tujuan dari Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan
Nasional ini secara rinci adalah:
a. Mengidentifikasi berbagai jenis kegiatan/aktivitas ekonomi yang termasuk dalam
sektor kelautan dalam perekonomian Indonesia;
b. Mengetahui kontribusi sektor kelautan terhadap perekonomian Indonesia;
c. Mengetahui keterkaitan
perekonomian Indonesia;
antar
sektor,
khususnya
sektor
kelautan,
dalam
d. Mengetahui nilai pengganda, baik output, pendapatan, maupun tenaga kerja dari
sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia;
e. Mengetahui sektor-sektor yang prioritas untuk dikembangkan melalui investasi di
sektor kelautan;
f.
1.4.
Sasaran
Sasaran dari kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan
penentuan
kebijakan
dalam
1.5.
Ruang Lingkup
Cakupan dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap
1.6.
Keluaran (Output)
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap
1.7.
1.8.
Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan Analisis
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KEBIJAKAN
2.1.
model I-O. Secara sederhana, model I-O menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa
serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan
dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom
menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi .
Sebagai model kuantitatif, model I-O mampu memberi gambaran menyeluruh tentang:
(1)
struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing
kegiatan ekonomi di suatu daerah
(2)
struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan
produksi di suatu daerah
(3)
struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri maupun
barang-barang yang berasal dari impor, dan
(4)
struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun
permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Kuadran II :
Permintaan akhir
(nxn)
(nxm)
Kuadran III :
Kuadran IV :
(pxn)
(pxm)
Kerangka dasar model I-O terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada Tabel 2.1.
Kuadran I:
Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektorsektor ekonomi dalam proses produksi di suatu perekonomian. Kuadran
ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu
umum dijumpai angka nol dalam sebuah baris di dalam Tabel I-O. Adapun kolom dalam Tabel I-O
mencatat berbagai pembelian yang dilakukan sebuah sektor terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada
pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena sebuah sektor tidak selalu
membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut.
Selain transaksi antar sektor, ada lagi beberapa transaksi yang dicatat dalam sebuah Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumahtangga), pemerintah, dan perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga
dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan
ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut konsumsi akhir. Dalam hal pembelian,
selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan
memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan
pemilik modal disebut pembayaran untuk nilai tambah. Selain itu perusahaan juga membeli
barang dan jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa.
Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris impor. Dengan demikian, lengkaplah
transaksi-transaksi perdagangan dari berbagai sektor yang ada di dalam suatu negara. Secara
sederhana simplifikasi dari Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :
Sektor
Sektor Pembeli
Konsumsi
Total
Penjual
...
Akhir
Produksi
x11
x12
...
x1n
f1
X1
x21
x22
...
x2n
f2
X2
xn1
xn2
...
xnn
fn
Xn
V1
v2
...
vn
M1
m2
...
mn
X1
X2
...
Xn
N
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input
Dari Tabel I-O pada Tabel 2.2 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang:
n
Baris
ij
fi Xi
i 1,..., n
j 1
n
Kolom:
ij
v j m j X j j 1,..., n
i 1
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah total
konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca yang berimbang adalah
jumlah produksi (keluaran) sama dengan jumlah masukan.
Aliran
antar
industri
dapat
ditransformasi
menjadi
koefisien-koefisien
dengan
mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk sebuah tingkat total keluaran
(dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara sebuah
bahan baku masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata lain, bahan baku masukan
dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:
ij
X j fi X i
i 1,..., n
j 1
Atau dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai AX f X dimana
aij Anxn ; f i f nx1 ; dan X i X nx1 . Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan
dasar dari Tabel I-O adalah :
(I - A)-1 f
=X
-1
2.2.
model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel I-O berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.
Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi satu jenis
output dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara
berbagai sektor.
2.
Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi hubungan antara
input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor
tertentu naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan
output sektor yang dihasilkan.
3.
Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan
produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti
bahwa di luar sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, model analisis I-O mempunyai keterbatasan-keterbatasan,
antara lain: karena rasio input-output konstan sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat
menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu,
hubungan yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan
dua kali juga. Asumsi semacam ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun
produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan
kuantitas dan harga output.
2.3.
terdapat beberapa besaran (variable) yang perlu dijelaskan. Besaran tersebut menyangkut output,
input antara, input primer (nilai tambah), permintaan akhir, dan impor.
2.3.1. Output
Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor-sektor
ekonomi yang ada di dalam suatu system ekonomi. Ada tiga jenis produksi yang dicakup dalam
penyusunan output setiap sector, yaitu:
1) Produk utama (main product), adalah produk yang memiliki nilai dan atau kuantitas paling
dominan di antara produk-produk yang dihasilkan, atau dengan kata lain adalah produksi
yang memberikan nilai terbesar pada keseluruihan kegiatan usaha perusahaan
2) Produk ikutan (by product) adalah produk yang secara otomatis terbentuk pada saat
menghasilkan produk utama, dengan kata lain adalah produksi yang dihasilkan bersama
produksi utama dalam suatu proses yang tunggal. Teknologi yang digunakan untuk
mendapatkan produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal.
3) Produk sampingan (secondary product) adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan
produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda, dengan kata lain adalah
produksi yang dihasilkan bersama produksi utama tetapi tidak dari suatu proses yang sama.
Untuk lebih jelasnya diberikan ilustrasi sebagai berikut: Andaikan seseorang berusaha di
bidang penggilingan padi. Dari penggilingan padi ini dihasilkan beras, merang, dan dedak, selain itu
mesin penggilingan padi tersebut dapat membangkitkan listrik. Listrik ini dijual ke lingkungan sekitar.
Listrik yang dijual ini dimasukkan sebagai produk sampingan karena teknologinya berbeda.
Sedangkan beras dimasukkan sebagai produk utama, dan untuk merang dan dedaknya dimasukkan
sebagai produk ikutan karena teknologinya menyatu dengan teknologi produk beras.
Untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan sebagai bagian dari
output sektor yang bersangkutan, sedangkan produksi sampingan dihitung di sektor yang sesuai
dengan karakteristiknya. Dalam contoh ini, listrik yang dihasilkan oleh penggilingan padi dan dijual
digolongkan ke dalam sektor listrik.
Secara umum pengertian mengenai output dan acara memperkirakan output telah
dijelaskan. Namun untuk beberapa sektor, agak berbeda atau bersifat khusus seperti sektor
bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan, dan sektor pemerintahan. Dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Output sektor bangunan adalah seluruh nilai proyek yang telah diselesaikan selama periode
perhitungan tanpa memperhatikan apakah bangunan tersebut sudah selesai seluruhnya
atau belum dan berlokasi pada wilayah domestik. Oleh karena itu, output dari sektor ini
pada umumnya diperoleh berdasarkan parkiraan
b. Output sektor perdagangan mencakup seluruh margin perdagangan yang timbul dari
kegiatan perdagangan pada suatu wilayah domestik. Margin perdagangan adalah selisih
antara nilai penjualan dengan nilai pembelian dari komoditas-komoditas yang
diperdagangkan dikurangi dengan biaya pengangkutan yang dikeluarkan dalam rangka
memperdagangkan komoditas-komoditas tersebut.
c. Output sektor bank terdiri dari jasa pelayanan di bidang perbankan (service charge) dan
imputasi jasa bank (imputed service charge) yaitu selisih antara bunga yang diterima dengan
bunga yang harus dibayar.
d. Output sektor pemerintahan terdiri atas belanja pegawai dan penyusutan barang-barang
modal milik pemerintah
Dalam kerangka model I-O, output biasanya dinotasikan dengan X (Xi atau Xj) sedangkan dalam
penyajian Tabel I-O biasanya, output diberikan kode 210.
menghasilkan output Xj. xij disebut sebagai total input antara sektor j, dan dalam Tabel I-O
biasanya diberikan kode 190.
Dalam suatu Tabel I-O, input antara dinilai dengan dua jenis harga. Input antara atas dasar
harga pembeli menggunakan harga beli konsumen sebagai dasarnya. Dan dalam harga tersebut
tentunya margin distribusi (keuntungan pedagang dan ongkos angkut) sudah termasuk di dalamnya.
Sebaliknya input antara atas dasar harga produsen menggunakan harga pabrik sebgai dasarnya, yang
tentunya margin distribusi tidak termasuk di dalamnya. Margin distribusi selanjutnya diperlukan
sebagai input yang berasal dari sektor perdagangan dan angkutan.
Input antara juga sebenarnya mencakup dua komponen, komponen input yang berasal dari
produksi suatu wilayah/daerah sendiri dan komponen impor (dari kota lain dan luar negeri). Oleh
karena itu suatu Tabel I-O yang ingin menggambarkan secara langsung hubungan produksi domestik
dengan berbagai sektor pemakai, harus memisahkan komponen impor dari setiap unit antara. Dalam
model I-O, analisis dengan menggunakan input antara domestik lebih sering dipakai.
perusahaan-perusahaan
swasta
(bisnis).
Barang
modal
dapat
terdiri
dari
bangunan/konstruksi, mesian dan peralatan, kendaraan dan angkutan serta barang modal lainnya.
Sedangkan perubahan stok (kode 304) sebenarnya juga merupakan pembentukan modal
(tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok akhir dan stok awal periode perhitungan. Stok
biasanya dipegang oleh produsen merupakamn hasil produksi yang belum sempat dijual, oleh
pedagang sebagai barang dagangan yang belum sempat dijual dan oleh konsumen sebagai bahanbahan/inventory yang belum sempat digunakan.
Ekspor dan impor (kode 305 dan 409) merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa
antara penduduk suatu wilayah/daerah dengan penduduk luar wilayah/daerah, baik penduduk kota
lain maupun luar negeri. Perbandingan ekspor dan impor baik keseluruhan maupun untuk setiap
kelompok komoditi menunjukkan terjadinya surplus atau defisit perdagangan antara suatu
wilayah/daerah dengan kota lain atau luar negeri.
2.4.
Dasar Hukum
Kegiatan tentang Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
21) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
22) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Dewan
Kelautan Indonesia;
23) Keputusan Presiden Nomor 84/M Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
24) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata
Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan
Departemen Kelautan Dan Perikanan;
25) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER06/MEN/2010 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 20010-2014;.
26) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
27) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 120/M-Ind/Per/10/2009 tentang Peta
Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan;
28) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 13/M-Dag/Per/5/2011
tentang Penetapan Harga Patokan Ikan Untuk Penghitungan Pungutan Hasil
Perikanan
: Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada
kemampuan dan kekuatan sendiri.
Maju
: Suatu bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki
kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi.
Adil
: Sedangkan Bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik
antarindividu, gender, maupun wilayah.
Makmur
: Kemudian Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi
bangsa-bangsa lain di dunia.
Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, maka salah misi yang diemban RPJMN 20052025, adalah Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan
pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran;
dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
kekayaan laut secara berkelanjutan.
Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan
berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi
aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial
budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.
1)
2)
3)
4)
6)
7)
2.6. Arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Ke-2 Bidang Kelautan (20102014)
Pengembangan wilayah laut dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan terpadu dengan
memperhatikan aspek-aspek geologi, oseanografi, biologi atau keragaman hayati, habitat, potensi
mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, potensi
transportasi, dan teknologi. Pendekatan ini merupakan sinergi dari pengembangan pulau-pulau
besar dalam konteks pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Pendekatan ini
memandang wilayah laut Indonesia atas dua fungsi: (i) sebagai perekat integrasi kegiatan
perekonomian antarwilayah, dan (ii) sebagai pendukung pengembangan potensi setiap wilayah.
a) Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera
Wilayah pengembangan kelautan Sumatera terletak di sebelah barat Pulau Sumatera yang
memanjang dari Sabang di bagian utara hingga Lampung di bagian selatan. Potensi
perikanan meliputi ikan hias di Pulau Breuh dan Sibolga, ikan kakap, kerapu, kerangkerangan, teripang, dan tiram merata di bagian barat Sumatera. Di samping itu juga terdapat
potensi rumput laut di pesisir Painan dan Lampung. Aneka jenis terumbu karang dapat
ditelusuri di Kepulauan Simeulue dan Mentawai. Potensi migas ditemukan di Cekungan
Busur Muka lepas pantai Bengkulu serta potensi pasir besi di sepanjang pantai Padang.
Potensi wisata bahari dan budaya sangat potensial dikembangkan di Kepulauan Nias dan
Mentawai. Wilayah ini hanya dilewati oleh satu jalur pelayaran nasional dan nusantara,
namun wilayah perbatasan internasional di bagian barat merupakan jalur pelayaran
internasional yang cukup sibuk.
antara pulau-pulau besar, perairan ini merupakan jalur pelayaran nasional dan nusantara
yang padat. Pelayaran internasional juga melintasi bagian timur perairan ini. Ancaman
turunnya kualitas lingkungan berasal dari pencemaran minyak dan limbah yang dialirkan
sungai-sungai di Pulau Jawa.
Pengembangan wilayah perairan ini diarahkan pada penguatan fungsi wilayah kelautan
sebagai perekat integrasi ekonomi antarwilayah (antarpulau) dengan tetap menjaga
kelestarian ekosistem laut. Untuk itu strategi yang diterapkan adalah: (1) peningkatan sistem
transportasi laut untuk mempermudah arus barang antarpulau khususnya ke wilayah timur
Indonesia; (2) penegakan peraturan terkait dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
laut; (3) pengendalian pembuangan limbah industri dan rumah tangga melalui sungai-sungai
yang bermuara di perairan Jawa; (4) pengendalian erosi di wilayah daerah aliran sungai
(DAS) untuk menghindari pendangkalan pelabuhan ikan dan pelabuhan laut; (5)
pengembangan perikanan budidaya; dan (6) minimalisasi risiko pencemaran perusakan
habitat laut oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai.
d) Wilayah Pengembangan Kelautan Makassar-Buton
Secara geografis, wilayah pengembangan kelautan Makassar diapit oleh Pulau Sulawesi di
sebelah timur dan Pulau Kalimantan di sebelah barat. Kecuali Selat Makassar, tingkat
pemanfaatan potensi perikanan masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Dari sisi sistem
transportasi, wilayah ini dilalui jalur pelayaran nasional dan Nusantara yang cukup aktif. Di
samping itu Selat Makassar juga dilintasi jalur pelayaran internasional yang cukup padat.
Kebijakan pengembangan wilayah ini diarahkan pada optimalisasi peran strategis kelautan
dalam meningkatkan interaksi perdagangan intra pulau (antar provinsi di Sulawesi) maupun
dalam mendukung peran wilayah Sulawesi sebagai penggerak Kawasan Timur Indonesia.
Untuk itu strategi yang diterapkan adalah: (1) peningkatan sistem transportasi laut yang
menghubungkan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi; (2) pemantapan sistem transportasi
laut untuk memperkuat fungsi intermediasi Sulawesi bagi KBI dan KTI; (3) pembangunan
pelabuhan-pelabuhan ikan dalam klaster-klaster industri pengolahan hasil laut; (4)
pengembangan pelabuhan hub ekspor komoditas unggulan; (5) peningkatan pengawasan
jalur pelayaran internasional untuk mencegah aktivitas penyelundupan; (6) pengembangan
lembaga pendidikan dan kurikulum berbasis kelautan (perikanan, pariwisata, perkapalan);
(7) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); dan (8) pengembangan wisata
bahari.
e) Wilayah Pengembangan Kelautan Banda-Maluku
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Sektor
Sektor Industri
Sektor Perhubungan/
Sektor Jasa
Perikanan
Maritim
Angkutan Laut
Kelautan
Sektor Bangunan
Sektor Pariwisata
Penggalian
Kelautan
Bahari
Sektor Kelautan
Tabel IO Kelautan
Kontribusi dalam
Keterkaitan Antar
Perekonomian
Sektor
Nilai Pengganda
Sektor Kelautan
Prioritas
Identifikasi
Perkiraan Kebutuhan
Dampak terhadap
Stakeholders
Investasi
Perekonomian
Saran/Rekomendasi Kebijakan
Pembangunan Kelautan
3.2.
Metode Analisa
Output
Pendapatan
Tenaga kerja
Ke Depan
Langsung
Total terbuka
Total tertutup
Langsung
Total terbuka
(1/n j aij)/
2
(1/n i j aij)
(1/n j bij)/
2
(1/n i j bij)
*
(1/n j b ij)/
2
*
(1/n i j b ij)
(1/n i aij)/
2
(1/n i j aij)
(1/n i bij)/
2
(1/n i j bij)
Total tertutup
(1/n i b ij)/
2
*
(1/n i j b ij)
(1/n i (b ij pi))/
2
*
(1/n i j (b ij pi ))
(1/n i (b ij ti))/
2
*
(1/n i j (b ij ti ))
Catatan :
n adalah jumlah sektor dalam perekonomian, pi koefisien pendapatan rumah tangga; ti adalah
koefisien tenaga kerja; aij adalah koefisien input langsung ; bij adalah koefisien matriks kebalikan
terbuka ; dan b*ij adalah koefisien matriks kebalikan tertutup.
Tabel 3.2 Rumus Perhitungan Pengganda Menurut Jenis Pengganda dan Tipe Dampak
Tipe Dampak
Dampak Awal
Pengaruh Langsung
Pengaruh
Tdk
Langsung
Dampak
Imbasan
Kons
Dampak Total
Dampak Luberan
Output
1
aij
bij - 1 aij
(b*ij bij)
b*ij
b*ij 1
Pendapatan
pj
aij pi
bij pi - pi -
aij pi
(b*ij pi - bij
pi)
b*ij pi
b*ij pi - pi
Tenaga Kerja
tj
aij ti
bij ti - ti -
aij ti
(b*ij ti - bij
ti )
b*ij ti
b*ij ti - ti
Catatan:
pi koefisien pendapatan rumah tangga; ti adalah koefisien tenaga kerja; aij adalah koefisien input
langsung ; bij adalah koefisien matriks kebalikan terbuka ; dan b*ij adalah koefisien matriks
kebalikan tertutup.
X1
11
12
...
1k
...
1n
F1
X2
21
22
...
2k
...
2n
Xb
b1
b2
bn
Xn
n1
n2
nn
:
...
bk
...
:
...
nk
...
X1 = 11. F1
X2 = 21. F1
:
Xb = n1. F1
:
Xn= n1.F1
Koefisien 11, 21, sampai dengan n1 pada rangkaian persamaan di atas menunjukkan
pengaruh total, baik langsung maupun tidak langsung dari setiap unit perubahan F1 terhadap hasil
produksi di sektor X1, X2, sampai dengan Xn. Dengan demikian rumus dari pengganda output
(produksi) total ini adalah
n
OMk = bk
b 1
Jika
vj = Vj / Xj
maka
Hj = vj. (I A)-1
dimana :
vj
Vj
Xj
Hj
(I A)
proporsi upah atau gaji dalam total output setiap sektornya. Sehingga nilai perubahan
pendapatan rumah tangga nantinya harus dibagi dengan proporsi upah atau gaji yang
diperlukan untuk memproduksi satu unit output sektor yang bersangkutan. Angka
pengganda macam ini, bila dilakukan pada model input-output terbuka, disebut dengan
angka pengganda pendapatan tipe I, dan apabila diterapkan pada suatu model input-output
tertutup, disebut dengan angka pengganda pendapatan rumah tangga tipe II.
Angka pengganda pendapatan tipe I didapatkan dengan membagi direct dan indirect income
changes dengan direct income changes. Direct dan indirect income changes diperoleh dari
hasil perkalian Leontief invers dengan proporsi bagian upah dan gaji di dalam pembentukan
output (wages share)
proporsi/bagian upah dan gaji per sektor tersebut terhadap total output. Untuk lebih
jelasnya nilai pengganda pendapatan tipe I dapat dihitung melalui persamaan:
Income Multiplier type 1 =
v (I A)1
v
Dimana:
v
Besarnya nilai pengganda pendapatan tipe II ini merupakan rasio antara penjumlahan
indirect, direct dan induced income changes dengan direct income changes. Besaran yang
menjadi pembilang dalam hal ini berasal dari matrik Leontief invers yang baru (dimana
induced income masuk). Untuk lebih jelasnya, formula penghitungannya adalah sebagai
berikut:
v (I A*)1
v
dimana
v
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa angka pengganda pendapatan tipe II akan lebih besar
bila dibandingkan dengan tipe I. Hal ini dikarenakan tambahan pendapatan di satu sektor
tersebut, dimasukkan kembali ke dalam perekonomian dalam bentuk konsumsi
Sebagai catatan tambahan, analisis ini hanya menekankan diri pada pertumbuhan
pendapatan di keseluruhan sektor tanpa melihat pemerataan pendapatan di masing-masing
sektor. Tetapi sebagai alat analisis, pengganda pendapatan ini dapat digunakan untuk
memilih sektor-sektor mana yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan. Karena tidak tersedianya data untuk bagian pertemuan
kolom (konsumsi rumah tangga) dan baris (nilai tambah berupa upah/gaji), untuk
membentuk matriks koefisien yang tertutup, maka untuk melakukan perhitungan jenis
pengganda pendapatan total dan tipe II data tersebut dianggap nol (Bambang PS
Brodjonegoro, 2001).
Analisis pengganda tenaga kerja ini digunakan untuk melihat peran suatu sektor dalam hal
meningkatkan besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap oleh perekonomian. Jika nilai pengganda
tenaga kerja disuatu sektor lebih besar dari satu menunjukkan daya serap tenaga kerja di sektor
yang bersangkutan cukuptinggi.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai pengganda tenaga kerja biasa adalah:
Jika
wj = Lj / Xj
maka
lj = wj. (I A)-1
dimana
wj
Lj
Xj
lj
Berbagai analisis tipe lain, seperti pengganda tenaga kerja total, Tipe I, dan Tipe II dapat
dilakukan seperti halnya dalam menganalisis pengganda pendapatan masyarakat.
effect) dan dampak imbasan konsumsi (consumption induced effect). Selain itu, juga ada
kategori lain yang disebut dampak luberan (flow-on impact).
a)
Dampak Awal
Dampak awal mengacu kepada nilai permintaan akhir yang diasumsikan meningkat. Ini
merupakan perangsang atau penyebab terjadinya suatu dampak. Untuk dampak awal output
nilainya sama dengan satu karena dampak awal dihitung berdasarkan satuan output.
Berkaitan langsung dengan peningkatan output adalah peningkatan pendapatan rumah
tangga dari sektor yang bersangkutan yang berupa upah dan gaji yang dibayarkan oleh
sektor tersebut untuk menghasilkan satu satuan output. Juga, berkaitan dengan peningkatan
output adalah peningkatan kesempatan kerja pada sektor yang bersangkutan, ditunjukkan
oleh besarnya koefisien tenaga kerja, ti. Koefisien tenaga kerja ini mencerminkan
perbandingan tenaga kerja dengan output yang dalam contoh ini satuannya adalah tenaga
kerja per Rp 1 juta output.
b)
c)
d)
e)
Dampak Total
Dampak total merupakan penjumlahan semua dampak, termasuk dampak awal, pengaruh
langsung (pembelian putaran pertama), pengaruh tidak langsung (pengaruh dukungan
industri) dan dampak imbasan konsumsi.
f)
Dampak Luberan
Dampak luberan didefinisikan sebagai dampak bersih yang terjadi di semua sektor
perekonomian karena adanya dampak awal. Oleh karenanya, dampak luberan dianggap
lebih mencerminkan ukuran suatu dampak karena dampak ini mengukur dampak bersih (net
impact) yang dihitung sebagai selisih dampak total dengan dampak awal. Pengukuran
dampak luberan memungkinkan pemisahan secara jelas faktor-faktor sebab dan akibat
pada konsep dampak berganda. Sebab dari suatu dampak ditunjukkan oleh dampak awal
(yaitu meningkatnya permintaan terhadap output suatu sektor), sedangkan akibat
dicerminkan oleh pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan dampak imbasan
konsumi yang kesemuanya merupakan dampak luberan. Perlu dicatat bahwa dampak
luberan juga terjadi pada sektor penyebab dampak walaupun seringkali lebih besar terjadi
pada sektor lain.
Dalam hal output, dampak luberan dihitung sebagai selisih antara dampak total dengan
dampak awal. Dampak luberan terhadap output perekonomian secara keseluruhan dihitung
sebagai i (b*ij - 1), sedangkan dampak luberan yang terinci menurut sektor dihitung sebagai
(b*ij - 1).
Dampak luberan terhadap pendapatan dengan mudah dapat dihitung sebagai selisih
dampak total dengan dampak awal. Dampak luberan pendapatan untuk seluruh
perekonomian dirumuskan sebagai i (b*ij pi - pi), sedangkan dampak luberan pendapatan
secara rinci menurut sektor dirumuskan sebagai (b*ij pi - pi).
Dengan cara yang sama, dampak luberan terhadap kesempatan kerja dirumuskan sebagai
selisih dampak total dengan dampak awal, dihitung sebagai i(b* ij ti - ti) untuk dampak
perekonomian secara keseluruhan, dan (b*ij p i - pi) untuk dampak luberan yang dirinci
menurut sektor.
3.3.
dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan bangsa Indonesia, yaitu: (1) perikanan
tangkap; (2) perikanan budidaya; (3) industri pengolahan hasil perikanan; (4) industri bioteknologi
kelautan; (5) pertambangan dan energi; (6) pariwisata bahari; (7) angkutan laut; (8) jasa
perdagangan; (9) industri maritim; (10) pulau-pulau kecil; dan (11) sumberdaya non-konvensional;
(12) bangunan kelautan (konstruksi dan rekayasa); (13) benda berharga dan warisan budaya (cultural
heritage); (14) jasa lingkungan, konservasi dan biodiversitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka
bidang kelautan dapat dibagi menjadi 2 sub bidang yakni sub bidang sumberdaya primer yakni (1)
perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya dan (3) pertambangan dan sub bidang jasa kelautan yang
meliputi (1) industri bioteknologi, farmasi dan sumberdaya genetika, (2) energi, (3) pariwisata
bahari, (4) industri maritim : galangan kapal, garam dll; (5) angkutan laut dan pelabuhan; (6) jasa
perdagangan; (7) sumberdaya non konvensional (deep sea water); (8) bangunan kelautan (kontruksi
dan rekayasa); (9) pulau-pulau kecil; (10) benda berharga dan warisan budaya (cultural heritage);
(11) jasa lingkungan, konservasi dan biodiversitas.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007disebutkan bahwa salah satu arah
pembangunan bidang kelautan adalah berupa pengembangan industri kelautan secara sinergi,
optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan;
(d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan. Selain
itu, dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014
disebutkan bahwa pengembangan wilayah laut dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan
terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek geologi, oseanografi, biologi atau keragaman hayati,
habitat, potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri
maritim, potensi transportasi, dan teknologi. Oleh karena itu, setidaknya terdapat 7 (tujuh) sektor
perekonomian yang terkait langsung dengan bidang kelautan, yaitu sektor perikanan, sektor energi
dan sumber daya mineral, sektor industri maritim, sektor bangunan, sektor pelayaran/perhubungan
laut, sektor pariwisata bahari, dan sektor jasa kelautan.
Dalam analisis Input Output (IO), agar diperoleh data yang akurat terkait dengan peranan
bidang kelautan terhadap perekonomian nasional, maka diperlukan pemisahan (disagregasi)
terhadap sektor-sektor yang memang terkait secara langsung dengan bidang kelautan dengan
sektor-sektor yang tidak terkait secara langsung atau yang tidak terkait sama sekali. Masing-masing
sektor dalam bidang kelautan, seperti sektor energi dan sumber daya mineral dan bangunan laut
perlu dipisahkan dari sektor-sektor energi dan sumber daya mineral dan bangunan bukan di laut.
Oleh karena itu, diperlukan perincian terhadap masing-masing sektor dalam bidang kelautan untuk
mengetahui kegiatan atau aktivitas apa saja yang menjadi bagian dari bidang kelautan.
Sektor yang menjadi bagian dari bidang kelautan secara rinci dengan kegiatan atau aktivitas
ekonominya antara lain adalah:
1. Sektor Perikanan, terdiri dari:
Sektor Penambangan Minyak, Gas, dan Panas Bumi (Sektor 25), yang terdiri
dari:
o Minyak Bumi di Laut
o Gas dan Panas Bumi di Laut
o
o
o
o
Pelabuhan/Bangunan Dermaga
Konstruksi Telekomunikasi Sarana Bantu Navigasi Laut dan Rambu Sungai
Instaslasi Navigasi Laut dan Sungai
Pengerukan
6. Sektor Pariwisata Bahari, yaitu Sektor Hiburan dan Rekreasi Laut, tergiri dari :
Wisata Alam
Jasa Perhotelan (di pantai)
Jasa Restoran/Rumah Makan (di pantai)
Pemancingan
Berenang,
Selancar
Berlayar
Terumbu Karang
Ikan Hias
Rekreasi Pantai
Wisata Pesiar
Sumber Daya Pulau-pulau Kecil
Konservasi
Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Penyerapan Karbon
Pengolahan Limbah secara alamiah
Keindahan Alam dan Udara Bersih
a. Desk Study
Desk study dilaksanakan untuk me-review berbagai regulasi dan kebijakan, tinjauan
literatur, dan identifikasi stakeholders terkait sektor kelautan. Selain regulasi dan
kebijakan, desk study juga dilakukan dengan pengumpulan dan analisa terhadap
data-data sekunder yang terkait dengan sektor kelautan.
c. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang
berbagai permasalahan yang ada terkait sektor kelautan dengan kemungkinan alternatif
solusi pemecahan serta strategi dan kebijakan yang dimungkinkan untuk dapat diterapkan.
Wawancara mendalam dilakukan terhadap berbagai stakeholders yang terkait, baik dalam
jajaran pemerintahan maupun masyarakat/swasta yang terkait. Wawancara mendalam
dilakukan dengan meggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur.
3.5.
Pembangunan Kelautan ini diperlukan beberapa jenis data sekunder yang bersumber dari berbagai
lembaga/institusi yang terkait dan berwenang, antara lain seperti yang terinci dalam tabel berikut
ini:
Jenis
Statistik Indonesia 2000-2011
Statistik Perikanan dan Kelutan 2000-2011
Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 dan
2008
Statistik Industri Sedang dan Besar 2000-2011
Jumlah Perusahaan Perikanan Menurut Provinsi
Tahun 2000-2011
Direktori Budidaya Perikanan
8
9
4
5
Sumber
Badan Pusat Statistik
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik/ Kementerian Kelautan
dan Perikanan
Badan Pusat Statistik/ Kementerian Kelautan
dan Perikanan
Badan Pusat Statistik
Kementerian Perdagangan/Kementerian
No.
10
11
12
13
14
15
16
Jenis
Sumber
Kelautan dan Perikanan/UN Comtrade
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
3.6. Data Tabel Input-Output Indonesia dan Klasifikasi Sektor untuk Bidang Kelautan
Dalam pedoman penyusunan Tabel IO yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) (2009),
Tabel
IO
adalah
suatu
sistem
penyajian
data
perekonomian
yangvmenyeluruh.vOleh
karenavitu,vsuatu Tabel IO dituntut untuk mampu mencakup seluruh komoditi dan kegiatan
perekonomian,baik komoditi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dalam negeri (domestik)
maupun komoditi yang berasal dari produksi luar negeri (impor)
Pada kenyataannya, barang dan jasa atau komoditi yang dihasilkan oleh sektor-sektor
produksi dapat terdiri dari berbagai jenis dan bentuk fisik yang sangat beragam. Akibatnya jika setiap
barang dan jasa yang berbeda tersebut dimunculkan sebagai satu sektor tersendiri, maka proses
penyusunan Tabel IO akan menjadi sangat rumit. Oleh karena itulah dalam proses penyusunan Tabel
IO diperlukan suatu tahapan untuk mengelompokan barang dan jasa ke dalam kelompok-kelompok
tertentu. Proses pengelompokan barang dan jasa inilah yang dikenal sebagai proses klasifikasi
sektor. Dalam praktek penyusunan Tabel IO, klasifikasi sektor harus dilakukan pada tahap awal.
Untuk menyusun klasifikasi sektor, sifat dan jenis komoditi yang ada harus dipelajari dengan
seksama. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini antar lain adalah teknologi pembuatan dan prospek
masa depan dari peranan dan kegunaan setiap komoditi dalam kegiatan perekonomian secara
menyeluruh. Jika penyusunan klasifikasi sektor dibuat secara rinci, maka akan lebih mendalam pula
pengenalan terhadap anatomi fisik berbagai barang dan jasa yang dicakup oleh masing-masing
sektor. Oleh karena itu proses penyusunan klasifikasi sektor selain dapat mempermudah pekerjaan
penyusunan Tabel IO, dapat pula dimanfaatkan dalam melakukan analisis. Selain itu, klasifikasi
sektor juga sangat diperlukan sebagai dasar dalam penyusunan konversi dari suatu sistem ke sistem
lainnya.
Selain untuk keperluan Tabel IO, sebenarnya telah banyak pula klasifikasi yang disusun untuk
keperluan lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Klasifikasi-klasifikasi tersebut
jenisnya tergantung dari bidang-bidang yang mengunakannya sebagai klasifikasi jabatan, klasifikasi
lapangan usaha, klasifikasi komoditi, klasifikasi tarif ekspor-impor dan sebagainya.
Prinsip utama dalam penyusunan klasifikasi sektor adalah keseragaman (homogenitas) dari
setiap kelompok/sektor. Maksudnya barang dan jasa atau kegiatan perekonomian yang dicakup oleh
suatu sektor harus memiliki sifat yang relatif homogen /seragam. Klasifikasi sektor yang diperlukan
untuk Tabel IO adalah suatu klasifikasi yang mampu merekam semua aspek yang berkaitan dengan
kegiatan produksi dan distribusi barang dan jasa, oleh karena itu penyusunan klasifikasi sektor untuk
Tabel IO harus memenuhi dua kriteria, yaitu (a) asa kesatuan komoditi dan (b) asas kesatuan
kegiatan.
Maksud dari masing-masing kriteria tersebut adalah:
1. Asas Kesatuan Komoditi
Asas kesatuan komoditi adalah suatu asas klasifikasi yang mendasarkan pengelompokan
pada keseragaman wujud fisik komoditi. Wujud fisik ini antara lain ditinjau dari jenis, macam,
susunan kimiawi, kandungan gizi dan sebagainya. Dalam praktek, ternyata sulit ditemukan dua
macam komoditi yang sama dan serupa dalam segala hal secara sempurna. Namun demukian dalam
pengelompokannya, harus diusahakan sebanyak mungkin unsur-unsur yang sama antar komoditikomoditi yang berada disatu kelompok/sektor.
Disamping memperhatikan unsur kesamaan dari komoditi-komoditi tersebut, penyusunan
suatu sektor juga harus mempertimbangkan peranan, prospek masa depan dan kegunaan setiap
komoditi bagi hajat hidup orang banyak. Maksudnya, jika suatu komoditi ternyata peranannya relatif
kecil tidak perlu dimunculkan sebagai suatu sektor tersendiri, walaupun mungkin wujud fisiknya
relatif khusus. Itulah sebabnya, dalam praktek, sektor-sektor yang dibentuk oleh lebih dari satu jenis
komoditi jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan sektor yang hanya terdiri dari satu
komoditi (tunggal).
Contoh dari sektor-sektor yang dibentuk berdasarkan asa kesatuan komoditi adalah padi dan
buah-buahan. Sektor padi dalam hal ini merupakan sektor tunggal yang hanya terdiri dari komoditi
padi. sedangkan sektor buah-buahan adalah sektor majemuk, yang antara lain mencakup komoditi
pepaya, pisang, jeruk, mangga dan sebagainya.
Asas kesatuan komoditi ini pada umumnya digunakan untuk penyusunan klasifikasi sektor
pada lapangan usaha primer sebagai pertanian, pertambangan, penggalian, gas, air bersih dan
sebagainya.
IO Updating 2008 dengan tabel-tabel IO terdahulu tetap dipertahankan, kecuali bila muncul
teknologi baru yang dapat menggeser struktur komoditi.
Sebagaimana diketahui, di Indonesia, Tabel I-O mulai dikenal pada akhir Pelita I. LIPI
merupakan lembaga yang pertama kali menyusun Tabel I-O untuk Indonesia, yaitu dengan metode
non-survai. Kemudian, Biro Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Institute of Developing
Economies (IDE) menyusun Tabel I-O Indonesia untuk data tahun 1971 dengan menggunakan
metode survai. Sejak itu, BPS menyusun Tabel I-O Indonesia secara berkala setiap 5 tahun sekali
(BPS, 1995). Tabel IO Indonesia Updating disusun setiap dua atau tiga tahun diantara tahun
berakhiran 5 atau 0 seperti Tabel IO Updating Tahun 2008. Hal tersebut didasarkan pada asumsi
bahwa level dan nominal (current price) sektor-sektor ekonomi untuk proses produksi barang dan
jasa mengalami perubahan cukup berarti, meskipun secara struktur ekonomi tidak berubah secara
nyata.
Data utama yang digunakan untuk penyusunan Tabel IO Updating seperti tahun 2008 adalah
data dasar yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sedangkan
data pendukung lainnya adalah data tentang rasio struktur input yang diperoleh melalui data
perekonomian yang berkaitan dengan produksi dan distribusi output yang dihasilkan oleh sektorsektor ekonomi dari Tabel IO Tahun 2005 sebagai basis penyusunannya.
Tabel IO hasil Updating, seperti tahun 2008, disusun berdasarkan klasifikasi 66 sektor, hal ini
mengingat keterbatasan sumber data dan metode non-survei yang digunakan. Berbeda dengan
Tabel IO Tahun 2005 berdasarkan klasifikasi 175 sektor yang menjelaskan sektor/komoditi secara
rinci dan ditunjang sumber data yang memadai.
Terkait dengan penyusunan Tabel IO Bidang Kelautan, sektor yang menjadi concern dalam
pembangunan kelautan, sesuai dengan Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 (klasifikasi 66
sektor) dan akan di-break down sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan datanya adalah:
1. Sektor Perikanan (Sektor 23), akan dipecah menjadi beberapa sektor, yaitu:
Batubara (24a)
Bijih Timah (24b)
Barang Tambang Logam Lainnya (24c)
Penambangan Bijih logam Lainnya (24d)
Selain itu, Sektor Penambangan Minyak, Gas, dan Panas Bumi (Sektor 25), akan
dipecah menjadi beberapa sektor, yaitu:
Selain Sektor Penambangan Minyak, Gas, dan Panas Bumi (Sektor 25), Sektor
Penambangan dan Penggalian Lainnya (Sektor 26) juga akan dipecah menjadi
beberapa sektor, yaitu:
Selain itu, terdapat juga Sektor Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya
(Sektor 49) yang akan dipecah menjadi:
4. Sektor Bangunan (Sektor 52a), akan dipecah menjadi beberapa sektor, yaitu:
5. Sektor Pelayaran/Perhubungan Laur: Sektor Angkutan Air (Sektor 57), akan dipecah
menjadi beberapa sektor, yaitu:
6. Sektor Pariwisata Bahari: Sektor Jasa Lainnya (Sektor 65), akan dipecah menjadi
beberapa sektor, yaitu:
7. Sektor Jasa Kelautan: Sektor Penunjang Angkutan (Sektor 59), yang akan dipecah
menjadi:
Setidaknya terdapat tambahan 19 (delapan belas) sektor dari data Tabel I-O Tahun 2008
yang berukuran 66 x 66 sektor . Oleh karena itu, Tabel I-O kelautan yang akan disusun nantinya
adalah Tabel I-O Tahun 2008 yang berukuran 85 x 85 sektor, dimana rincian klasifikasinya adalah
seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.4 Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kelautan Tahun 2008: 85 x 85 Sektor
Kode I-O
Kode I-O
Sektor
85 Sektor 66 Sektor
Kode I-O
175 Sektor
Padi
Tanaman kacang-kacangan
Jagung
Tanaman umbi-umbian
3--5
9--10
11
Karet
12
Tebu
13
Kelapa
14
10
10
Kelapa Sawit
15
11
11
Tembakau
17
12
12
Kopi
18
13
13
Teh
19
14
14
Cengkeh
20
15
15
16
16
16
21--23
17
17
Tanaman lainnya
24.34
18
18
Peternakan
19
19
Pemotongan hewan
49
20
20
27
21
21
Kayu
29
22
22
30
23
Perikanan
23
23a
31
24
23b
32
6--8
2
25--26,28
31--33
Kode I-O
Kode I-O
Sektor
85 Sektor 66 Sektor
25
Kode I-O
175 Sektor
23c
Udang
24
26
24a
Batubara
35
27
24b
Bijih Timah
38
28
24c
45
29
24d
39-44
25
3637
30
25a
36a
31
25b
36b
32
25c
37a
33
25d
37b
26
4648
34
26a
46
35
26b
Garam kasar
47
36
26c
48
27
37
27a
53
38
27b
54
39
27c
50-52
40
28
55-56
41
29
57
42
30
43
31
Industri gula
44
32
63--69
45
33
Industri minuman
70--71
46
34
Industri rokok
72--73
47
35
Industri pemintalan
74--75
48
36
76--83
49
37
84--89
50
38
90--93
51
39
95--96
52
40
Industri kimia
41
41a
53
33
35,38-45
5054
58--61
62
94,97--103
104--105
104
Kode I-O
Kode I-O
Sektor
85 Sektor 66 Sektor
Kode I-O
175 Sektor
54
41b
55
42
56
43
57
44
Industri semen
58
45
115--116
59
46
117--118
60
47
119--122
61
48
123--130
49
131--136
62
49a
63
49b
132-136
64
50
137141
65
51
142143
52
Bangunan
144--148
66
52a
146-147
67
52b
68
53
Perdagangan
69
54
150--151
70
55
152
71
56
Angkutan darat
153
57
Angkutan air
72
57a
154
73
57b
155
74
58
Angkutan udara
156
59
157
75
59a
Jasa Kepelabuhanan
157a
76
59b
157b
77
60
Komunikasi
158
78
61
Lembaga keuangan
159--161
79
62
162--163
80
63
81
64
165--170
65
Jasa lainnya
171--174
65a
82
105
106--109
110--112,114
113
131
144-145,148
149
154--155
164
172a
Kode I-O
Kode I-O
Sektor
85 Sektor 66 Sektor
Kode I-O
175 Sektor
83
65b
172b
84
65c
85
66
175
180
180
180
190
190
190
200
200
200
201
201
201
202
202
Surplus Usaha
202
203
203
Penyusutan
203
204
204
204
205
205
Subsidi
205
209
209
209
210
210
Jumlah Input
210
301
301
301
302
302
302
303
303
303
304
304
Perubahan Inventory
304
305
305
305
306
306
Ekspor Jasa
306
309
309
309
310
310
Jumlah Permintaan
310
401
401
401
402
402
Pajak Penjualan
402
403
403
Bea Masuk
403
404
404
Impor Jasa
404
405
405
405
409
409
Jumlah Impor
409
501
501
501
502
502
502
503
503
Biaya Pengangkutan
503
509
509
509
600
600
Jumlah Output
600
700
700
Jumlah Penyediaan
700
171, 173-174
BAB IV
ANALISA INPUT-OUTPUT
UNTUK BIDANG KELAUTAN
4.1. Peranan Bidang Kelautan dalam Perekonomian Nasional
Dalam penyusunan Input-Output untuk Bidang Kelautan, dibutuhkan kehati-hatian dan
kerincian dari berbagai sektor yang menjadi bagian dari sektor kelautan. Sehingga nantinya analisis
yang dilakukan dapat seakurat mungkin dalam menggambarkan kondisi yang ada terkait dengan
sektor kelautan. Terkait dengan hal tersebut, dalam kajian ini upaya tersebut telah dilakukan
sedapat mungkin agar menghasilkan output yang terbaik. Namun demikian, masih terdapat
beberapa hal yang belum dapat dimasukkan dalam sektor kelautan dikarenakan tidak tersedianya
data yang digunakan sebagai dasar untuk mendisagregasikan sektor, untuk memisahkan sektor darat
dan sektor kelautan.
Dari hasil inventarisasi yang dilakukan, kontribusi output dari sektor kelautan secara
keseluruhan dalam perekonomian nasional pada tahun 2008 adalah sekitar 13,02 persen. Output
yang dimaksudkan adalah berupa output (input) antara dan output (permintaan) akhir. Dengan
membandingkan potensi kelautan yang dimiliki Indonesia, maka kontribusi tersebut dapat dibilang
masih cukup rendah, baik di sisi hulu (produksi) maupun di sisi hilir (penciptaan nilai tambah).
Tabel 4.1 Kontribusi Output dari Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional
Tahun
2008
Kode
I
Sektor
Perikanan
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
183,767.29
1.75
Peringkat
23
96,718.40
0.92
24
29,798.80
0.28
25
Udang
57,250.09
0.54
II
146,300.97
1.39
27
Bijih Timah
14,424.58
0.14
13
30
104,044.89
0.99
Kode
Sektor
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
32
27,203.34
0.26
11
35
628.15
0.01
17
III
Industri Maritim
509,634.29
4.84
37
28,742.49
0.27
10
38
63,063.52
0.6
53
257,186.75
2.44
54
150,916.61
1.43
62
9,724.93
0.09
16
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
74,619.08
0.71
72
63,724.61
0.61
73
10,894.46
0.1
15
Pariwisata Bahari
20,445.64
0.19
82
20,445.64
0.19
VI
423,225.40
4.02
66
423,225.40
4.02
VII
Jasa Kelautan
13,241.03
0.13
75
Jasa Kepelabuhanan
13,241.03
0.13
1,371,233.69
13.02
Total Kelautan
12
14
Bila dilihat lebih rinci, kontribusi terbesar dalam sektor kelautan disumbang oleh sektor
Industri Maritim yaitu sebesar 4,84 persen dan disusul oleh Sektor Bangunan Penunjang Kegiatan
Kelautan yang sebesar 4,02 persen terhadap perekonomian nasional. Sektor Jasa Kelautan
menempati urutan terakhir dari tujuh sektor yang menjadi bagian dari sektor kelautan.
Sementara itu, bila dilihat dari kontribusi pendapatan masyarakatnya, sektor kelautan
berkontribusi sekitar 11,67 persen terhadap keseluruhan pendapatan masyarakat dakam
perekonomian nasional. Dan bila dirinci lebih lanjut, urutan sektor yang manjadi bagian dari sektor
kelautan dalam berkontribusi terhadap perekonomian nasional dari sisi pendapatan masyarakatnya
memiliki urutan yang sama dengan kontribusinya dalam sisi output, dimana sektor Industri Maritim
adalah yang terbesar, dan disusul oleh Sektor Bangunan Penunjang Kegiatan Kelautan serta. Sektor
Jasa Kelautan menempati urutan terakhir dari tujuh sektor yang menjadi bagian dari
kelautan.
sektor
dalam
Sektor
Pendapatan
(Rp. Milyar)
Persentase
(%)
Peringkat
Perikanan
26,451.27
1.65
23
13,423.15
0.84
24
3,420.25
0.21
25
Udang
9,607.86
0.6
II
12,132.33
0.76
27
Bijih Timah
2,205.79
0.14
11
30
8,338.16
0.52
32
1,487.29
0.09
15
35
101.08
0.01
17
III
Industri Maritim
67,854.72
4.22
37
1,915.57
0.12
14
38
3,357.38
0.21
53
58,720.14
3.66
54
2,537.41
0.16
10
62
1,324.22
0.08
16
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
8,620.54
0.54
72
6,448.41
0.4
73
2,172.13
0.14
12
Pariwisata Bahari
2,894.30
0.18
82
2,894.30
0.18
VI
67,475.46
4.2
66
67,475.46
4.2
VII
Jasa Kelautan
2,007.77
0.12
75
Jasa Kepelabuhanan
2,007.77
0.12
Total Kelautan
187,436.38
13
11.67
Hal yang cukup berbeda dengan kontribusi dalam sisi output dan sisi pendapatan, kontribusi
sektor kelautan dari sisi ketenagakerjaan justru masih sangat kecil, yaitu hanya sekitar 5,11 persen
dari keseluruhan tenaga kerja dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat ditafsirkan menjadi 2 hal,
yaitu di satu sisi dapat diartikan belum optimalnya pemanfaatan sektor kelautan, dan di sisi yang lain
dapat diartikan bahwa secara umum sektor kelautan merupakan sektor yang padat modal
(membutuhkan modal yang cukup besar untuk pengelolaannya, dibandingkan dengan kebutuhan
akan tenaga kerja).
Bila dirinci lebih lanjut, sektor Bangunan Penunjang Kegiatan Kelautan merupakan sektor
yang berkontribusi terbesar dalam ketenagakerjaan di sektor kelautan yaitu sebesar 1,79 persen
terhadap perekonomian nasional, dan disusul oleh sektor perikanan yang berkontribusi sebesar 1,63
persen terhadap perekonomian nasional. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Kelautan
merupakan sektor terkecil dalam sektor kelautan yang berkontribusi terhadap ketenagakerjaan
nasional.
Tabel 4.3 Kontribusi Tenaga Kerja dari Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Kode
I
Sektor
Perikanan
Jumlah Tenaga
Persentase
Kerja (Orang)
(%)
1,687,560
1.63
Peringkat
23
888,178
0.86
24
273,646
0.26
25
Udang
525,735
0.51
II
69,397
0.07
27
Bijih Timah
14,041
0.01
15
30
39,604
0.04
11
32
10,355
0.01
16
35
5,397
0.01
17
III
Industri Maritim
302,201
0.29
37
67,765
0.07
10
38
148,682
0.14
53
39,193
0.04
12
54
22,998
0.02
14
62
23,563
0.02
13
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
840,390
0.81
72
717,692
0.69
73
122,698
0.12
Pariwisata Bahari
343,080
0.33
82
343,080
0.33
VI
1,850,627
1.79
66
1,850,627
1.79
VII
Jasa Kelautan
190,444
0.18
75
Jasa Kepelabuhanan
190,444
0.18
5,283,699
5.11
Total Kelautan
Perlu ditekankan bahwa terdapat perbedaan pengertian antara output dan Produk Domestik
Bruto (PDB). Output mencakup permintaan antara (intermediete goods) dan permintaan akhir (final
goods). PDB merupakan permintaan akhir, sehingga PDB merupakan bagian dari output dan tidak
semua output adalah PDB. Oleh karena itu, secara nilai besarannya, PDB umumnya lebih kecil
dibandingkan dengan output.
Dengan menggunakan Tabel IO 2008, dapat juga dilihat seberapa besar kontribusi bidang
kelautan terhadap PDB dengan melihat Nilai Tambah Bruto (NTB). Hasil analisis menunjukkan
bahwa pada tahun 2008, kontribusi bidang kelautan terhadap perekonomian nasional adalah
sebesar 10,96 persen dari PDB keseluruhan atau senilai Rp. 569,12 triliun. Bila melihat nilai dan
persentasenya, maka kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nilai dan persentasenya lebih kecil
dibandingkan dengan kontribusi bidang kelautan terhadap output dalam perekonomian nasional.
Bila melihat 7 sektor dalam bidang kelautan, maka kontribusi terbesar terhadap PDB
dilakukan oleh sektor Industri Maritim, dimana sektor tersebut berkontribusi sebesar 5,20 persen
terhadap PDB. Sektor kedua terbesar adalah sektor bangunan penunjang kegiatan kelautan yang
kontribusinya adalah sebesar 3,10 persen terhadap PDB. Sementara itu, sektor perikanan yang
merupakan tugas utama dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berada di urutan ketiga, yaitu
berkontribusi sebesar 2,61 persen terhadap PDB.
Sementara itu, bila dilihat dari sub sektornya, sektor bangunan penunjang kegiatan kelautan
merupakan sub sektor yang berkontribusi terbesar dalam bidang kelautan. Sub sektor selanjutnya
adalah sub sektor barang-barang hasil kilang minyak dan sub sektor pengilangan gas alam cair (LNG).
Sedangkan sub sektor ikan laut dan hasil-hasilnya, udang, dan ikan darat dan hasil perairan darat
masing-masing menempati urutan ke 5, 6, dan 8. Secara rinci hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Kontribusi Sektor Kelautan dalam PDB Nasional Tahun 2008
Kode
I
Sektor
Perikanan
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
135,347.49
2.61
23
79,126.05
1.52
24
21,977.47
0.42
25
Udang
34,243.96
0.66
II
123,511.20
2.38
27
Bijih Timah
11,846.72
0.23
12
30
88,524.71
1.7
32
22,606.00
0.44
35
533.76
0.01
18
III
Industri Maritim
270,058.49
5.2
37
11,933.32
0.23
11
38
16,857.89
0.32
10
53
155,165.59
2.99
54
82,520.58
1.59
62
3,581.10
0.07
17
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
23,523.41
0.45
72
18,662.93
0.36
73
4,860.48
0.09
16
Pariwisata Bahari
9,946.24
0.19
13
82
9,946.24
0.19
14
VI
161,001.49
3.1
66
161,001.49
3.1
VII
Jasa Kelautan
6,728.47
0.13
75
Jasa Kepelabuhanan
6,728.47
0.13
15
569,115.30
10.96
Total Kelautan
Bila data tersebut dilakukan cross check dengan data PDB Nasional, khususnya pada sektor
perikanan, memang terdapat sedikit perbedaan, dimana data menurut PDB nasional lebih besar
kontribusinya, khususnya untuk sektor perikanan. Pada tahun 2008, kontribusi sektor perikanan
terhadap PDB (menggunakan data PDB dari BPS) adalah sebesar 3,10 persen atau lebih tinggi
sebesar 1,19 kalinya dibandingkan pada angka kontribusi terhadap PDB bila menggunakan data
Input-Output Tahun 2008 (lihat Gambar 4.1). Apabila disesuaikan dengan menggunakan koefisien
pengali sebesar 1,19, maka diperolehlah kontribusi bidang kelautan dalam PDB sebesar 13,01
persen, yaitu 10,96 persen dikali dengan nilai 1,19.
Berikut ini adalah hasil perhitungan kontribusi sektor kelautan dalam PDB nasional menurut
Tabel Input-Output yang telah disesuaikan dengan data PDB nasional menurut data dari BPS (2012):
Tabel 4.5 Kontribusi Sektor Kelautan dalam PDB Nasional Tahun 2008
Kode
I
Sektor
Perikanan
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
160,757.55
3.09
23
93,981.14
1.81
24
26,103.51
0.5
25
Udang
40,672.91
0.78
II
146,699.13
2.82
Kode
Sektor
27
Bijih Timah
30
32
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
14,070.82
0.27
12
105,144.30
2.02
26,850.04
0.52
35
633.97
0.01
18
III
Industri Maritim
320,759.13
6.18
37
14,173.68
0.27
11
38
20,022.79
0.39
10
53
184,296.29
3.55
54
98,012.95
1.89
62
4,253.42
0.08
17
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
27,939.68
0.54
72
22,166.69
0.43
73
5,772.99
0.11
16
Pariwisata Bahari
11,813.54
0.23
13
82
11,813.54
0.23
14
VI
191,227.82
3.68
66
191,227.82
3.68
VII
Jasa Kelautan
7,991.67
0.15
75
Jasa Kepelabuhanan
7,991.67
0.15
15
Total Kelautan
675,960.70
13.01
2008-2011
mengikuti perkembangan kontribusi sektor perikanan, maka dapat diperkirakan bahwa kontribusi
bidang kelautan terhadap PDB nasional untuk tahun 2008-2011 adalah seperti pada Gambar 4.2,
dimana kontribusinya mencapai 14,07 persen pada tahun 2011. Nilai tersebut cenderung meningkat
dibandingkan pada tahun
Tahun
2008
Kode
I
Sektor
Keterkaitan
ke Belakang
Belakang
Perikanan
23
1.21
0.76
24
1.44
0.90
25
Udang
1.70
1.07
II
27
Bijih Timah
1.23
0.77
30
1.09
0.68
32
1.19
0.75
35
1.24
0.78
Kode
Sektor
Keterkaitan
ke Belakang
Belakang
III
Industri Maritim
37
1.87
1.17
38
2.08
1.30
53
1.09
0.68
54
1.55
0.97
62
1.57
0.98
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
1.73
1.09
73
1.55
0.97
Pariwisata Bahari
82
1.81
1.13
VI
66
1.76
1.10
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
1.62
1.02
Tahun
2008
Kode
I
Sektor
Keterkaitan
ke Depan
ke Depan
Perikanan
23
1.80
1.13
24
1.19
0.75
25
Udang
1.67
1.05
II
27
Bijih Timah
1.39
0.87
Kode
Sektor
Keterkaitan
ke Depan
ke Depan
30
1.86
1.17
32
1.46
0.91
35
1.01
0.63
III
Industri Maritim
37
1.14
0.72
38
1.17
0.73
53
3.83
2.40
54
1.03
0.65
62
1.13
0.71
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
1.26
0.79
73
1.04
0.65
Pariwisata Bahari
82
1.30
0.81
VI
66
1.61
1.01
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
1.21
0.76
Dari analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan, sektor yang memiliki nilai indeks
keterkaitan yang lebih besar atau sama dengan satu (kedua-duanya, baik ke belakang maupun ke
depan) disebut dengan sektor kunci. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam perekonomian
nasional, sektor di bidang kelautan yang menjadi sektor kunci adalah sektor udang dan sektor
bangunan penunjang kelautan.
Tabel 4. 8 Sektor Kunci Bidang Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Indeks Total
Kode
Sektor
Indeks Total
Keterkaitan ke Keterkaitan ke
Belakang
Depan
Keterangan
Perikanan
23
0.76
1.13
24
0.90
0.75
25
Udang
1.07
1.05
Sektor Kunci
II
27
Bijih Timah
0.77
0.87
30
0.68
1.17
32
0.75
0.91
35
0.78
0.63
III
Industri Maritim
37
1.17
0.72
38
1.30
0.73
53
0.68
2.40
54
0.97
0.65
62
0.98
0.71
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
1.09
0.79
73
0.97
0.65
Pariwisata Bahari
1.13
0.81
82
1.13
0.81
VI
66
1.10
1.01
Sektor Kunci
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
1.02
0.76
Bila dilihat dari nilai pengganda output sektor dalam bidang kelautan, maka tiga sektor
utama yang memiliki dampak pengganda output terbesar adalah sektor industri ikan olahan dan
awetan, sektor ikan kering dan ikan asin, dan sektor hiburan dan rekreasi laut. Nilai pengganda
sektor ikan olahan dan awetan yang sebesar 2,08 menunjukkan bahwa apabila ada shock di sektor
tersebut sebesar Rp. 1 juta, maka dampak outputnya adalah sebesar Rp. 2,08 juta dalam seluruh
perekonomian nasional.
Tabel 4.9 Pengganda Output Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Kode
I
Sektor
Pengganda Output
Prioritas
Perikanan
23
1.21
14
24
1.44
11
25
Udang
1.70
II
27
Bijih Timah
1.23
13
30
1.09
16
32
1.19
15
35
1.24
12
III
Industri Maritim
37
1.87
38
2.08
53
1.09
17
54
1.55
62
1.57
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
1.73
73
1.55
10
Pariwisata Bahari
82
1.81
VI
66
1.76
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
1.62
Sementara itu, bila dilihat dari nilai pengganda pendapatan, tiga sektor terbesarnya agak
berbeda dengan pengganda outputnya. Pengganda pendapatan terbesar dalam, bidang kelautan
dimiliki oleh sektor jasa angkutan sungai dan danau, sektor bangunan penunjang kelautan, dan
sektor udang. Nilai pengganda pendapatan sebesar 0,29 yang dimiliki oleh sektor jasa angkutan
sungai dan danau memiliki arti bahwa apabila ada peningkatan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta
pada sektor tersebut, maka akan berdampak terhadap pendapatan masyarakat seluruh sektor dalam
perekonomian nasional sebesar Rp. 0,29 juta atau sebesar Rp. 290 ribu.
Tahun
2008
Kode
I
Sektor
Pengganda
Pendapatan
Prioritas
Perikanan
23
0.17
13
24
0.17
14
25
Udang
0.27
II
27
Bijih Timah
0.19
12
30
0.09
15
32
0.07
16
35
0.20
10
III
Industri Maritim
37
0.19
11
38
0.21
53
0.24
54
0.05
17
62
0.22
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
0.23
Kode
Pengganda
Sektor
Pendapatan
73
Pariwisata Bahari
82
VI
66
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
Prioritas
0.29
0.26
0.29
0.26
Bilai ditinjau dari nilai pengganda tenaga kerja, tiga sektor utama di bidang kelautan yang
memiliki nilai pengganda tertinggi relatif berbeda dengan sektor-sektor yang memiliki pengganda
output dan pendapatan terbesar. Tiga sektor yang memiliki nilai pengganda tenaga kerja tertinggi
adalah sektor hiburan dan rekreasi laut, sektor jasa angkutan laut, dan sektor ikan darat dan hasil
perairan darat.
Sektor hiburan dan rekreasi laut yang memiliki nilai pengganda sebesar 0,02
menunjukkan bahwa apabila sektor tersebut mengalami peningkatan akhir sebesar Rp. 100 juta,
maka akan meningkatkan atau menciptakan lapangan kerja baru untuk 2 orang tenaga kerja.
Tabel 4.11 Pengganda Tenaga Kerja Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional
Tahun
2008
Kode
I
Sektor
Pengganda Tenaga
Kerja
Prioritas
Perikanan
23
0.01
24
0.02
25
Udang
0.02
II
27
Bijih Timah
13
30
15
32
16
35
0.01
III
Industri Maritim
37
0.02
38
0.01
53
14
54
17
62
12
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
0.02
73
0.02
Pariwisata Bahari
82
0.02
VI
66
0.01
11
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
0.01
10
BAB V
KONDISI SAAT INI, MASALAH
DAN POTENSI PENGEMBANGAN
5.1. Kondisi Saat Ini
Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang sudah lama
diperjuangkan di forum internasional. Diawali dengan pernyataan Pemerintah yang dikenal sebagai
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 lalu diikuti UU Prp No 4/1960 tentang Perairan
Indonesia; Prof Mochtar Kusumaatmadja dengan tim negosiasi Indonesia lainnya menawarkan
konsep "Negara Kepulauan" untuk dapat diterima di Konferensi Hukum Laut Perserikatan BangsaBangsa (PBB) III, sehingga dalam "The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS),
1982" dicantumkan Bagian IV mengenai negara kepulauan. Konsepsi itu menyatukan wilayah kita. Di
antara pulau-pulau kita tidak ada laut bebas, karena sebagai negara kepulauan, Indonesia boleh
menarik garis pangkal (baselines-nya) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar (the outermost points
of the outermost islands and drying reefs). Hal itu diundangkan dengan UU No 6/1996 tentang
Perairan Indonesia untuk menggantikan UU PRP No 4/1960 sebagai implementasi UNCLOS 1982
dalam hukum nasional kita.
Sumber: Bakosurtanal.go.id
Gambar 5.1 Peta Lingkungan Laut Indonesia
Sumberdaya kelautan Indonesia merupakan salah satu aset pembangunan yang penting dan
memiliki peluang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi negara ini.
Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari hal tersebut. Pertama, secara fisik Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 81.000 kilometer garis pantai,
dimana sekitar 70 persen wilayah teritorialnya berupa laut (Simanungkalit, 1999). Kedua, di wilayah
pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat potensi pembangunan berupa aneka sumberdaya
alam dan jasa-jasa lingkungan yang belum dimanfaatkan secara optimal (Resosudarmo, et.al., 2000).
Ketiga, seiring pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya
pembangunan di daratan, permintaan terhadap produk dan jasa kelautan diperkirakan akan
meningkat (Resosudarmo, et.al., 2000).
Pulau di Indonesia terdiri dari tiga gugusan besar yaitu kepulauan Sunda Besar yang terdiri
dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, kemudian yang kedua adalah gugusan Sunda Kecil yang
meliputi Bali, Nusa Tenggara, dan yang terakhir adalah gugusan Maluku dan Irian. Indonesia berada
diantara benua Asia dan Australia mengakibatkan hanya memiliki 2 musim yaitu musin hujan dan
kemarau. Hal ini menyebabkan hasil dari alam bangsa kita mempunya spesifikasi tersendiri, dan jika
hal ini bisa dimanfaatkan maka akan menjadi peluang bangsa kita untuk bisa menjadi penyokong
sumberdaya di pasar internasional.
Indonesia mempunyai lokasi geografis yang sangat strategis (memiliki akses langsung ke
pasar terbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC),
yaitu Selat Malaka, di mana jalur ini menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer
global (lihat Gambar 4.2).
Gambar 5.2 Wilayah Perairan Large Marine Ecosystem (LME) di Seluruh Dunia
a) Perikanan
Menurut laporan Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM)
bahwa Pembangunan ekonomi perikanan pada triwulan pertama tahun 2011 menunjukan belum
adanya perbaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2010.
Bahkan dalam triwulan I 2011 ini terlihat kekuatan asing semakin menguasai sektor perikanan. Hal
ini dapat ditunjukan dengan beberapa indikator, yaitu investasi asing di sektor perikanan, tingginya
laju impor ikan dan produk perikanan, belum berkembangnya industri perikanan nasional, dan
kesejahteraan nelayan serta pembudidaya ikan yang tidak tidak kunjung membaik. Data Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2011 menunjukan bahwa total investasi di sektor perikanan
pada triwulan I tahun 2011 mencapai 1,2 US $ juta. Selain itu juga, data BKPM (2011) menunjukan
bahwa total investasi sektor perikanan triwulan I tahun 2011 tersebut seratus persen merupakan
investasi asing (PMA), hal ini sama dengan kondisi pada periode yang sama tahun 2010.
Hal ini menunjukan minat investor dalam negeri belum membaik sejak triwulan II tahun
2009, sementara kepercayaan investor asing cenderung meningkat sejak triwulan ke IV tahun 2009.
Memburuknya minat investor dalam negeri tersebut hendaknya menjadi perhatian utama
pemerintah agar potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia dapat dinikmati oleh
masyarakat Indonesia sendiri. Hal ini pun sesuai dengan amanat Pasal 33 (3) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Meningkatnya investasi
asing di sektor perikanan sudah terjadi sejak awal tahun 2010. Data Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM 2011) menunjukan bahwa investasi asing (PMA) tahun 2010 meningkat 71,67 persen
dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari 5,1 juta US $ tahun 2009 meningkat menjadi 18 juta US
$ tahun 2010. Hal yang berbeda terjadi pada penanaman modal dalam negeri (PMDN). Data Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM 2011) menunjukan bahwa PMDN tahun 2010 turun 23,7 milyar
rupiah dibandingkan dengan tahun 2009, dimana pada tahun 2010 investasi dalam negeri hanya
mencapai 1 milyar rupiah sementara tahun 2009 investasi dalam negeri mencapai 24,7 milyar rupiah
(Lihat Gambar 5.3).
Pertumbuhan nilai impor ikan dan produk perikanan Indonesia periode Januari - Pebruari
2011 mencapai 54,68 persen jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2010. Nilai
impor ikan periode Januari Pebruari 2011 tercatat sebesar 71.120.794 US $, sementara nilai impor
ikan pada periode yang sama tahun 2010 mencapai 32.233.089 US $. Sementara itu pertumbuhan
nilai ekspor produk perikanan periode Januari - Pebruari tahun 2011 hanya mencapai 15,17 persen
jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010 (BPS 2011). Data Badan Pusat Statistik (2011)
menunjukan bahwa nilai ekspor ikan dan produk perikanan Indonesia periode Januari - Pebruari
2011 tercatat hanya mencapai 320.716.984 US $, sementara pada periode yang sama tahun 2010
nilai ekspor ikan dan produk perikanan mencapai 272.051.342 US $ (Lihat Gambar 5.4).
Pertumbuhan ekonomi pada sektor perikanan pada tahun 2011 sebesar 6,72 persen atau
lebih besar dari pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto, yaitu sebesar 6,46 persen. Krisis global
globala yang terjadi pada tahun 2008 juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di sektor
perikanan. Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan pada tahun 2008 hanya tumbuh sebesar 5,07
persen lebih rendah dari pada pertumbuhan PDB nasional sebesar 6,01 persen. Selama sepuluh
tahun terakhir pertumbuhan ekonomi sektor perikanan sampai menembus angka 6,90 persen pada
tahun 2006 dengan total angka sebesar Rp 74.335,3 miliar.
Tingginya laju Impor tahun 2011 ternyata tidak berdampak nyata terhadap peningkatan
kapasitas Industri perikanan yang terpakai. Data Bank Indonesia (2011) menunjukan bahwa rata-rata
kapasitas industri perikanan yang terpakai pada triwulan 1 2011 68,82 persen. Hal ini menunjukan
bahwa ikan dan produk perikanan yang masuk ke Indonesia bukan merupakan sumber bahan baku
bagi Industri pengolahan perikanan nasional akan tetapi lebih didominasi oleh ikan dan produk
perikanan yang siap konsumsi.
Perikanan Tangkap
Pada tahun 2010 sudah telah melakukan produksi perikanan tangkap sebesar 5.039.446 ton,
meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,72 persen. Produk komoditas unggulannya, yaitu Tuna
mencapai 203.269 ton pada tahun 2009 atau naik rata-rata sekitar 3,31persen dari tahun 2005.
Produksi Tongkol, dan Cakalang mencapai 736.483 ton pada tahun 2009 atau naik rata-rata sekitar
7,11persen dari tahun 2005. Total produksi Tuna, Tongkol, dan Cakalang (TTC) mencapai 939.752 ton
pada tahun 2009. Produksi udang tangkapan sekitar 236.870 ton pada tahun 2009, naik rata-rata 3,6
persen dari tahun 2005. Tabel berikut menujukkan distribusi produksi sumberdaya ikan menurut
WPP.
Tabel 5.1 Produksi Perikanan Tangkap Komoditas Utama Tahun 2007 2011
Perikanan Budidaya
Indonesia menempati posisi kedua sebagai produsen perikanan budidaya pada tahun 2007
2008 berdasarkan pada dari FAO, penghitungan volume produksi ini tidak memasukkan komoditas
rumput laut. Pada tahun 2007 volume produksi perikanan budidaya Indonesia sebesar 3,9 juta ton
dan pada tahun 2008 sebesar 3,8 juta ton. Dari lahan budidaya perikanan 1134.688 ha pada tahun
2010 telah diproduksi ikan sebesar 6.277.923 ton. Produksi budidaya ikan sejak tahun 2006 telah
mengalami peningkatan yang signifikan, sedangkan produksi perikanan budidaya menurut jenis ikan
pada Tahun 2010 disajikan pada. Dari sisi volume produksi, penyumbang terbesar produksi
perikanan budidaya adalah rumput laut, diikuti oleh nila dan bandeng.
Produksi perikanan budidaya pada tahun 2009 mencapai 4,7 juta ton, naik menjadi 6,3 juta
ton pada tahun 2010. Produksi perikanan budidaya lainya dihasilkan dari budidaya laut yang
mencapai 3,51 ton lebih pada tahun 2010, kemudian menyusul budidaya tambak dan kolam, masingmasing 1,4 juta ton dan 818,8 ribu ton.
Tabel 5.2 Luas Lahan Budidaya Ikan di Indonesia Tahun 2006 2010
No.
Jenis Budidaya
2007
2008
2009
2010
1.
Budidaya Laut
26.890
36.731
32.760
42.676
87.649
2.
Budidaya Tambak
597.035
555.926
618.251
682.725
682.857
3.
Budidaya Kolam
95.902
106.776
123.941
270.354
146.577
4.
Budidaya Keramba
239
384
213
300
537
5.
466
557
570
1.306
753
6.
Budidaya Sawah
121.247
121.229
142.621
127.679
165.638
Jumlah
841.780
821.603
918.357
1.125.041
1134.688
Pada tahun 2009 produk utama perikanan budidaya didominasi oleh rumput laut (2.963.557
ton), udang (338.062 ton), Bandeng ( 328.290), Nila ( 323.390 ton), dan ikan mas (249.279 ton)
dengan kenaikan rata-rata masing-masing 36,66%, 5,73%, 7,79%, 21,41%, dan 3,86%. Nilai produksi
udang (Rp 11.614.859), rumput laut (Rp 8.747.025.203), nila (Rp 4.743.443.887), bandeng (Rp
3.740.640.039), dan ikan mas (Rp 3.696.761.111). Komoditas perikanan budidaya laut, yaitu kerapu
8.793 ton dengan nilai produksi Rp 1.172.337.364,-
Jenis Budidaya
1.
Laut
2.
Produksi (ton)
2006
2007
2008
2009
2010
1.365.918
1.509.528
1.965.333
2.820.083
3.514.702
Tambak
629.610
933.833
960.178
907.123
1.416.038
3.
Kolam
381.946
410.373
479.167
554.067
818.809
4.
Keramba
56.200
63.929
75.769
101.771
121.271
5.
Jaring Apung
143.251
190.893
263.169
238.606
309.499
6.
Sawah
105.671
85.009
111.584
86.913
96.605
Jumlah
2.682.596
3.193.565
3.855.200
4.708.563
6.277.923
Pada tahun 2009 produk utama perikanan budidaya didominasi oleh rumput laut (2.963.557
ton), udang (338.062 ton), Bandeng ( 328.290), Nila ( 323.390 ton), dan ikan mas (249.279 ton)
dengan kenaikan rata-rata masing-masing 36,66%, 5,73%, 7,79%, 21,41%, dan 3,86%. Nilai produksi
udang (Rp 11.614.859), rumput laut (Rp 8.747.025.203), nila (Rp 4.743.443.887), bandeng (Rp
3.740.640.039), dan ikan mas (Rp 3.696.761.111). Komoditas perikanan budidaya laut, yaitu kerapu
8.793 ton dengan nilai produksi Rp 1.172.337.364,-
Pengolahan Ikan
Jumlah unit pengolahan ikan mencapai 60.117, yang terdiri dari usaha pengalengan
sebanyak 114 unit, pembekuan sebanyak 556 unit, penggaraman sebanyak 23.876 unit,
pemindangan sebanyak 10.952 unit, pengasapan sebanyak 8.056 unit, dan peragian sebanyak 2.912
unit. Unit Pengolahan Ikan (UPI) telah terealisasi 504 unit sampai September 2010, meninggalkan
target tahun ini yang hanya 444 unit. Tetapi tingkat kemampuan (utilisasi) unit pengolahan ikan skala
menengah dan besar sekitar 30% karena pasokan bahan baku perikanan, baik dari sektor budi daya
maupun hasil tangkapan laut, tidak mencukupi keekonomian industri besar. Rendahnya utilisasi UPI
dikarenakan pasokan bahan baku kurang.
Data menunjukkan unit pengolahan skala besar yang sampai saat ini masih beroperasi
mencapai 658 unit, sementara industri pengolahan ikan skala kecil tercatat 17.616 unit. Sejumlah
unit pengolahan yang tersebar di seluruh Indonesia berkapasitas 18.140,4 ton per tahun. Namun,
hingga kini hanya terpakai kurang dari 50 persen atau hanya sekitar 9.324,16 ton per tahun.
Keberadaan unit pengolahan ikan tersebut menyerap 594.300 orang tenaga kerja yang dilibatkan di
bidang industri pengolahan dan pemasaran.
Saat ini industri pengolahan tidak maksimal menjalankan pabrik karena tidak adanya bahan
baku udang untuk diolah. Saat produksi udang turun, para pengusaha berharap pemerintah
membuka keran impor untuk kebutuhan industri pengolahan yang berorientasi ekspor saja. Industri
hilir perikanan laut Indonesia masih terkendala pasokan bahan baku. Meski memiliki sumber daya
alam kelautan yang melimpah, Indonesia belum mampu menjamin ketersediaan bahan baku untuk
industri pengolahan ikan. Akibatnya, banyak perusahaan perikanan yang tutup.
Industri pengalengan ikan di Indonesia saat ini membutuhkan bahan baku 300-350 ribu ton
per tahun. Dari kebutuhan itu, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 40%, sedangkan 60%
masih impor. Industri pengalengan cakalang, misalnya, membutuhkan bahan baku 300 ribu ton per
tahun, sedangkan pasokan dari dalam negeri hanya 120-140 ribu ton. Kapasitas terpasang industri
pengalengan sarden berkisar 150 ribu ton dan pasokan bahan baku lokal hanya 70-100 ribu ton per
tahun.
Tabel 5.4 Jumlah Unit Pengolahan Menurut Jenis Pengolahan Ikan Utama
PROVINSI
JUMLAH
UPI
PENGALENGAN
PEM-
PENG-
BEKU-
GARA-
AN
MAN
PEMINDA-
PENGA-
PERA-
NGAN
SAPAN
GIAN
PERE-
PENGO-
DUK-
LAHAN
SIAN
SURIMI
PRODUK
LAIN-
SEGAR
NYA
Aceh
2.955
10
26
2.375
28
276
62
32
108
38
Sumater Utara
2.233
30
1.374
33
16
128
20
50
572
Sumatera Barat
1.547
958
14
141
51
376
Riau
1.241
431
559
73
21
63
82
517
116
49
33
301
2.070
127
120
15
98
29
10
1.665
Bengkulu
465
242
44
62
10
105
Lampung
1.361
740
101
51
91
32
16
319
Bangka Belitung
956
24
99
190
25
22
71
524
Kepulauan Riau
612
208
25
15
15
339
DKI Jakarta
1.069
19
505
77
15
79
39
22
307
Jawa Barat
5.966
13
657
4.018
38
384
274
11
93
474
Jawa Tengah
8.350
1.631
1.949
2.538
486
196
430
1.098
DI Yogyakarta
334
59
29
26
203
10.640
36
139
2.520
2.139
2.350
895
248
151
485
1.677
1.142
498
264
12
15
59
93
187
Bali
954
13
18
700
19
34
69
90
NTB
3.550
10
1.186
1.450
471
35
20
275
99
NTT
280
265
Kalimantan Barat
1.304
18
934
15
79
54
199
Kalimantan Tengah
1.011
872
24
29
81
Kalimantan Selatan
3.660
20
28
3.129
147
92
234
Kalimantan Timur
1.464
21
1.064
13
78
20
182
81
386
33
106
178
15
42
Sulawesi Tengah
802
15
482
20
222
36
20
Sulawesi Selatan
2.783
63
2.340
60
93
44
25
102
49
Sulawesi Tenggara
1.225
22
590
113
426
34
23
Gorontalo
361
16
97
25
222
Sulawesi Barat
205
114
59
20
Maluku
141
49
70
Maluku Utara
301
58
142
84
Papua Barat
65
21
28
Jambi
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Banten
Sulawesi Utara
Papua
165
64
90
Jumlah
60.117
114
556
23.876
10.952
8.056
2.912
1.323
381
2.745
9.202
Tabel 5.5 Jumlah Unit Pengolahan dan Jenis Produk Skala Besar 2011
NO.
1.
PROPINSI
Aceh
UNIT
1
PRODUK*)
1
NO.
16.
PROPINSI
Kalbar
UNIT
7
PRODUK
1,2
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Summut
Sumbar
Kepri
Sumsel
Babel
Lampung
Banten
Jabar
DKI Jakarta
Jateng
Jatim
Bali
NTB
NTT
52
2
1
3
5
6
12
31
57
25
126
57
1
16
1,2,3,4,5
2
2
1,7
2
1,7, 8,10
1,2,4,5,8,12
1,2, 3, 4,5, 9,12
1,2,4,5
1,2,3,4,8,9
1,2,3,4,5,8,10,12,13
2,3,4,5,6
2
1,2,4,6
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Sulut
Gorontalo
Sulsel
Sultra
Sulteng
Maluku
Malut
Irjabar
Papua
Jumlah
15
10
1
34
3
67
6
5
15
4
8
4
570
1
1,5
1
2,3,6
1,2
1,2,4,8,11
1,2,5
1,2,5
1,2
2,5
1,2,3
2
Di Indonesia, kegiatan eksplorasi ESDM telah dilakukan pada cekungan migas di laut dalam
yang sebelumnya dianggap tidak memiliki prospek, dan saat ini beberapa diantaranya telah
dieksploitasi. Daerah-daerah yang telah di eksploitasi antara lain Ujungkulon (Banten) dengan luas
3.706,47 km2; Enrekang dengan luas 18.562,47 km2; Rote I (Selatan NTT) dengan luas 14.135,58 km2;
Biga dengan luas 10.560 km2; Segaf (utara Seram) 8.800 km2; Babar dengan luas 17.074,09 km2; dan
Selaru (selatan Tanimbar-Kai) dengan luas 19.256,42 km2; AmboripI s/d VI (Akimeugah-Papua)
dengan luas 58.765 km2. Upaya lainnya adalah peningkatan status cekungan migas Cekungan
Gorontalo yang mengindikaskan adanya indikasi struktur cekungan dan antiklin sebagai perangkap
hidrokarbon. Sedangkan data potensi mineral di laut dalam dengan indikasi gunung api bawah laut
adalah Ekspedisi Bandamin 1 dan 2 bekerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan dengan Jerman di perairan Komba, Flores-Wetar, dengan kedalam 200 meter. Hasil yang
diperoleh adalah delapan unsur mineral sulfida yaitu : Au, Ag, Cu, Pb, Mn, Zn, As dan Fe203. Dari
beberapa contoh, terdapat kandungan Au (emas) sebesar 5,12 ppm dan Ag (perak) sebesar 5,17
ppm. Selain itu kandungan ferromangan ditemukan di daerah lain yaitu di sebelah barat Pulau
Enggano, Utara Banggai, utara Kepala Burung-Papua dan utara Halmahera.
Pertambangan Mineral
Bahan tambang/mineral yang telah diketahui ada di perairan Indonesia antara lain: biji besi,
pasir besi, dan timah. Disamping itu, dengan ditemukannya nodul-mangan yang berserakan di dasar
laut pada kedalaman 2000-5000 meter, di daerah Pasifik dan Samudera Hindia, maka Indonesia pun
berpotensi memiliki nodul-mangan tersebut. Nodul-mangan merupakan batu-batuan yang terdiri
atas nikel, perak, cobalt, mangan, tembaga, seng dan besi.
Beberpa tambang mineral telah ditemukan di beberapa daerah laut, misalnya di Sulawesi
Selatan. Selain di daratan, ditemukan sumber daya mineral di Teluk Bone, yakni berupa endapan
sedimen laut yang mengandung emas, tembaga, khromit, nikel dan magnesium sebagai hasil
penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Eksplorasi Kapal Baruna Jaya III (1992). Terdapat dua blok
migas yang masuk kedalam kabupaten/kota di Sul-Sel yang berbatasan dengan Teluk Bone tersebut,
yaitu :
Blok Sengkang, meliputi : Kabupaten Wajo, Sidrap, Enrekang, Soppeng dan Bone;
Blok Bone, meliputi : Kabupaten Luwu, Wajo, Bone, Sinjai dan Bulukumba;
Hingga saat ini blok migas yang sdh dikelola adalah Blok Bone yang dieksplorasi oleh PT.
Mitra Energi Ltd; dan Blok Sengkang sedang diproduksi oleh Energy Equity Epic Ltd. Selanjutnya Peta
Blok Migas yang masuk kedalam wilayah kabupaten/kota di Sul-Sel yang berbatasan dengan Teluk
Bone adalah sebagai berikut:
Garam Laut
Garam merupakan komoditi strategis baik untuk kepentingan konsumsi maupun industri.
Sebelum tahun 2000 kebutuhan garam konsumsi dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, namun
sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan industri kebutuhan garam meningkat secara
signifikan sehingga produksi garam nasional dalam satu dekade terakhir ini tidak mampu dipenuhi
produksi dalam negeri.
Pada tahun 2010 produksi usaha garam rakyat hanya mencapai 30.600 ton karena terjadinya
anomali cuaca yang berimplikasi pada rendahnya produktifitas lahan garam dan produksi per hektar
per musim. Ditinjau dari sisi kebutuhan, pada tahun 2011 diperkirakan kebutuhan garam konsumsi
sebanyak 1,4 juta ton, yang mencakup kebutuhan rumah tangga; industri aneka pangan; industri
pengolahan dan pengawetan ikan. Kebutuhan garam untuk kegiatan industri, pada tahun 2011
diperkirakan sebesar 1,8 juta ton yang mencakup kebutuhan industri Chlor Alkaline Plan (CAP)
seperti pemurnian air, pengolahan air limbah, bubuk pemutih, pembuatan pulp kayu dan
pembuatan lilin, dan industri Non Chlor Alkaline Plan (Non CAP) seperti penyamakan kulit, tekstile,
dan sabun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri, maka pasokan garam diperoleh dari
produksi dalam negeri yang sebagian besar garam rakyat dan garam impor terutama dari Australia,
India, Selandia Baru dan Jerman.
Kabupaten
/kota
Total luas
lahan (Ha)
Total luas
No.
Kabupaten/kota
PUGAR 2012
lahan (Ha)
No.
Kabupaten/
kota
2012
1.
Cirebon*
1.129
15.
Pamekasan*
2.
Indramayu*
1.505
16.
3.
Brebes
215
4.
Jepara
5.
Demak
6.
Total luas
lahan (Ha)
2012
700
29.
Kupang
Sampang*
3.631
30.
Alor
16
17.
Sumenep*
1.417
31.
Sumba Timur
64
430
18.
Bangkalan
146
32.
Manggarai
14
456
19.
Karangasem
16
33.
Kota Palu
18
Rembang*
1.217
20.
Buleleng
50
34.
Jeneponto
334
7.
Pati*
1.025
21.
Bima
780
35.
Pangkep
299
8.
Tuban
225
22.
Sumbawa
88
36.
Takalar
156
9.
Lamongan
240
23.
Kota Bima
70
37.
Aceh Utara
60
10.
Pasuruan
131
24.
Lombok Timur
193
38.
Aceh Timur
15
11.
Kota Pasuruan
96
25.
Lombok Barat
108
39.
Karawang
12.
Gresik
145
26.
Nagekeo
25
40.
Lombok Tengah
13.
Probolinggo
237
27.
Ende
44
14.
Kota Surabaya
928
28.
25
Total
254
119
43
16665
Target produksi garam nasional dalam mendukung swasembada garam konsumsi pada
tahun 2012 adalah sebesar 1.100.000 ton. Dalam mewujudkan target dimaksud, secara bertahap
pada tahun 2011 Ditjen KP3K melalui PUGAR memiliki target produksi garam sebesar 349.200 ton
melalui intensifikasi lahan seluas 9.117,07 hektar. Dalam pelaksanaan Program PUGAR tahun 2011 di
40 Kabupaten/Kota, jumlah penerima BLM sebanyak 1.684 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR)
yang terdiri dari 15.042 petambak garam rakyat di 229 desa pada 85 kecamatan. Berdasarkan hasil
evaluasi pelaksanaan Program PUGAR pada akhir Nopember 2011, luas lahan produksi PUGAR
mencapai 10.967 ha yang menghasilkan produksi sebanyak 808.609 ton dengan produktifitas lahan
sebesar 73,73 ton/ha yang meningkat dari rata-rata 55 ton/ha. Total produksi garam nasional yang
berasal dari PUGAR dan Non PUGAR di 40 Kab./Kota penerima mencapai 1.575.663 ton dengan
kualitas yang berbeda.
Untuk wilayah Indonesia, energi yang mempunyai prospek baik adalah energi arus laut. Hal
ini dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau dan selat sehingga arus laut akibat interaksi
Bumi-Bulan-Matahari mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Selain itu, Indonesia
adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh konstanta pasang surut M2 yang dominan
di Samudra Hindia dengan periode sekitar 12 jam dan konstanta pasang surut K1 yang dominan di
Samudra Pasifik dengan periode lebih kurang 24 jam. M2 adalah konstanta pasang surut akibat
gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah konstanta pasang surut yang diakibatkan oleh
kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.
Kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan energi merupakan masalah yang perlu
segera dicari pemecahannya. Untuk lautan di wilayah Indonesia, potensi termal 2,5 x 1023 joule
dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat menghasilkan daya sekitar
240.000 MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6- 9 lintang selatan
dan 104-109 bujur timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan
suhu rata-rata permukaan laut di atas 28C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan
kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan
dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20C. Dengan potensi sumber energi yang melimpah,
konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di
Indonesia.
Di Indonesia, potensi energi samudra sangat besar karena Indonesia adalah negara
kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan terdiri dari laut
dalam dan laut dangkal. Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji coba
di beberapa negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh hingga 15 sen/kWh. Perkembangan
teknologi konversi energi panas laut di Indonesia baru mencapai status penelitian, dengan jenis
konversi energi panas laut landasan darat dan dengan kapasitas 100 kW, lokasi di Bali Utara.
c) Pelayaran
Industri Pelayaran di Indonesia sampai saat ini masih terpuruk, karena 95 persen pelayaran
dikuasai oleh kapal berbendera asing. Permasalahan yang dihadapi dibidang industri pelayaran
selama ini pada umumnya meliputi beberapa faktor antara lain tidak mampu mengembangkan
armada akibat kurangnya modal, belum adanya dukungan perbankan karena usaha pelayaran belum
digolongkan sebagai usaha yang layak mendapat kredit dari bank. Praktek pengoperasian kapal asing
banyak merugikan pelayaran nasional karena pelayaran nasional tidak mampu bersaing menghadapi
kapal asing, tidak saja di luar negeri tetapi juga di dalam negeri dan kemudahan perusahaan asing
mencarter kapal nasional untuk mengangkut muatan antar pulau di bawah bendera perusahaan
pelayaran nasional.
Meskipun Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi oleh lautan namun belum
menunjukan negara maritim yang tangguh. Hingga saat ini Indonesia masih belum menjadi negara
maritim, meski sebagian besar wilayahnya adalah lautan (Hermawan, 20012). Terdapat beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain adalah lemahnya investasi pada infrastruktur di
bidang kelautan dan pelayaran. Sebanyak 75 persen kapal-kapal Indonesia yang belayar di perairan
nusantara sudah berumur tua. Meski demikian, armada tersebut masih layak pakai dan tidak
berbahaya untuk pelayaran (Hartoto, 2012). Selain itu, infrastruktur pelabuhan di Indonesia juga
belum mampu melayani kapal-kapal berteknologi terkini. Hartoto, (2012) mengatakan kapal-kapal
berteknologi terkini membutuhkan pelabuhan dengan kedalaman tinggi, sedangkan pelabuhanpelabuhan di Indonesia rata-rata dangkal sehingga Indonesian National Shipowner Association (INSA)
belum bisa digunakan kapal-kapal baru.
Menurut laporan INSA bahwa selain kapal-kapal tua, pelabuhan yang tak layak, dan saat ini
belum adanya Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) untuk mendukung kegiatan angkutan eksport
dan import nasional yang saat ini sebanyak 96 persen menggunakan angkutan laut dan 56 persen
angkutan domestik kita masih dilayani oleh kapal-kapal berbendera Asing. Sebagai negara yang
terdiri dari pupu-pulau yang dikelilingi laut, kondisi pelayaran khususnya armada laut nasional
berada pada urutan ke-27 di dunia, kalah dari Cina (urutan ke-5), Hongkong (urutan ke -6), dan
Negara kecil Singapura (urutan ke -9). Oleh sebab itu industri pelayaran nasional sangat perlu
dikembangkan. Menurut catatan ISSA bahwa jumlah yang harus dikeluarkan untuk membayar
armada asing dalam kegiatan pelyaran tersebut harus mengeluarkan devisa US$ 14 miliar per tahun.
d) Pariwisata Bahari
Pembangunan pariwisata, potensi dan peranannya sebagai salah satu sektor penghasil
devisa utama senantiasa terus ditingkatkan. Pengembangan pariwisata bahari diyakini dapat
mempunyai efek berganda (multiplier effect) yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan
pendapatan masyarakat, mendatangkan devisa bagi negara, dan dapat mendorong konservasi
lingkungan serta mendorong terwujudnya negara maritim yang tangguh. Menurut laporan Menteri
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sampai dengan bulan Juli 2012 sumbangan sektor
pariwisata secara langsung adalah empat persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan
sembilan persen terhadap PDB jika dihitung dampak multiplier dan tidak langsungnya.
Meskipun pulau-pulau yang berjumlah ribuan di Indonesia merupakan modal bagi
pengembangan dunia pariwisata bahari di Indonesia, namun pemerintah belum serius untuk
mengembangkannya, minimnya perhatian pemerintah tersebut terlihat dari tidak adanya dukungan
perbankan, pembangunan infrastruktur maupun akses ke kawasan wisata terpencil serta promosi.
Indonesia sebenarnya memiliki banyak wilayah yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
kawasan wisata bahari, namun karena tiadanya dukungan pemerintah maka kegiatan wisata bahari
kawasan tersebut tidak berkembang dengan baik. Dengan kondisi tersebut, kontribusi wisata bahari
terhadap dunia pariwisata di Indonesia secara umum masih sangat minim padahal di negara
tetangga seperti Malaysia wisata bahari mampu menyumbang 60 persen terhadap sektor
kepariwisataan karena dukungan pemerintah setempat yang maksimal. Pada tahun 2008
sumbangan sektor pariwisata Indonesia terhadap PDB yakni 4,70 persen, di tahun 2010 turun
menjadi 4,06 persen. Sementara kontribusi sektor pariwisata Malaysia tahun 2008 adalah 12,3
persen dan di tahun 2010 sebesar 12,7 persen.
Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan
memanfaatkan objek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, berupa
kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis
ikan hias. Beberapa jenis kegiatan wisata bahari pada saat ini sudah dikembangkan oleh pemerintah
dan swasta, diantaranya wisata alam, pemancingan, berenang, selancar, berlayar, rekreasi pantai
dan wisata pesiar. Pariwisata bahari dipercaya telah berkembang sangat pesat, dan bahkan lebih
cepat dari pada pertumbuhan pariwisata di sektor lain (Miller, 1990). Pertumbuhan ini tidak hanya
merefleksikan pertumbuhan peluang di rekreasional bahari, tetapi juga pertumbuhan secara general
pada level ketertarikan terhadap apapun yang berhubungan dengan lingkungan bahari (Shackly,
1990). Sebuah penelitian di New Zealand menyebutkan bahwa labih dari 60% operator wisata bahari
menjadi lebih sibuk dari pada 5 tahun yang lalu (McKegg, Probert, Baird, dan Bell, 1996). Di Bermuda
lebih dari 40% public revenue berasal dari pariwisata bahari (Archer, 1989). Demikian juga dengan
pantai-pantai di Amerika yang telah menjadi destinasi utama mengalahkan situs sejarah dan taman
rekreasi.
Objek wisata bahari lainnya yang berpotensi besar adalah wilayah pantai. Pada umumnya,
Indonesia memiliki kondisi pantai yang indah dan alami. Di antaranya adalah pantai barat Sumatera,
Pulau Simeuleu. Nusa Dua Bali dan pantai terjal berbatu di selatan Pulau Lombok. Wilayah pantai
menawarkan jasa dalam bentuk panorama pantai yang indah, tempat pemandian yang bersih dan
juga tempat untuk melakukan kegiatan berselancar air atau surfing. Terutama pada pantai yang
landai, memiliki ombak yang besar dan berkesinambungan.
Di samping itu pengalaman di berbagai negara maritim menunjukan bahwa pariwisata
bahari dapat menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi, maka atas dasar itu Indonesia harus
mampu mewujudkan daya saing dari kawasan pariwisata bahari andalan yang telah ada, antara lain
di Pulau Nias, Mentawai, Batam, Bintan Kepulauan Seribu, Krakatau, Pelabuhan Ratu, Pangandaran,
Parang Tritis, Bali, Lombok, Komodo, Moyo, Derawan, Wakatobi, Togean, Bunaken, Banda,
Takabonerate, dan Raja Ampat. Indonesia mempunyai daerah-daerah unggulan wisata bahari yang
terbentang dari Indonesia bagian timur sampai ke Indonesia bagian barat, seperti Raja Ampat di Irian
Jaya Barat, di Takabonarate Sulawesi dan Togean di Sulawesi, Derawan di Kabupaten Berau
Kalimantan, di Natuna, dan Indonesia timur misalnya di Alor, Pulau Komodo dan Flores.
Sebagai negara maritim dengan 75% wilayahnya adalah laut yang terdiri dari ribuan pulau,
diperkirakan sekitar 10.000 buah di antaranya tidak berpenghuni (Prof. J. Rais, pers.com, April 2009).
Indonesia berpotensi sebagai salah satu negara tujuan atau destinasi wisata bahari kelas dunia.
Dengan banyaknya pulau yang sangat indah seharusnya dapat menarik wisatawan dunia yang ada.
Artinya, pulau-pulau tersebut ditetapakan sebagai pulau pariwisata bahari karena memiliki
keindahan dan estetika laut yang unik. Ciri khas keanekaragaman alam, flora, dan fauna serta
tanaman laut yang tersebar di kepulauan nusantara menjadi sumber potensi bisnis yang bisa dijual
dan memberi kontribusi pada pendapatan negara sektor industri pariwisata. Tetapi pada
kenyataanya, potensi ini belum dilirik oleh kalangan pengusaha. Sebagian dari mereka belum yakin
bahwa bisnis yang dijalankan dengan basis sektor pariwisata ini menjadi peluang bagus dan
potensial mendulang uang di masa datang.
Jumlah Kawasan
Luas (Ha)
40
5,426,092
4,045,049
18
767,610
339,218
274,215
36
20,270,629
3,521,130
24
3,155,572
19
13,591,406
2,086
5. Suaka Perikanan
453
Kawasan Konvervasi
Inisiasi Dephut
No.
Kawasan Konvervasi
Jumlah Kawasan
Jumlah Total
89
Luas (Ha)
Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu seluas 3,5 juta hektar dideklarasikan berdasarkan
keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 38 tahun 2009 tentang Pencadangan Kawasan
Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman
Nasional Perairan Laut Sawu mencakup (1) wilayah perairan Selat Sumba dan sekitarnya dan (2)
Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya. Pencadangan kawasan seluas 3,5
juta hektar tersebut didasari oleh beberapa pertimbangan ilmiah diantaranya, kawasan ini
merupakan tempat migrasi 14 spesies dari 27 spesies Cetacean di dunia, termasuk paus jenis rare
blue whale dan sperm whales, habitat hidup 4 spesies penyu, 336 spesies ikan, dan 500 spesies
karang.
Tabel 5.8 Jumlah Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I - IV Menurut Kelas
Pelabuhan Tahun
No.
A
Uraian
Satuan
2006
2007
2008
2009
2010
26
26
26
26
26
Kelas Utama
cabang
Kelas I
cabang
Kelas II
cabang
Kelas III
cabang
Kelas IV
cabang
Kelas V
cabang
11
11
11
11
11
WILKER
cabang
29
29
29
29
29
cabang
Kelas I
cabang
Kelas II
cabang
Kelas III
cabang
Kelas IV
cabang
Kelas V
cabang
WILKER
cabang
10
10
10
10
10
36
37
37
37
37
cabang
Kelas I
cabang
Kelas II
cabang
Kelas III
cabang
Kelas IV
cabang
Kelas V
cabang
WILKER
cabang
17
17
17
17
17
24
24
24
24
30
cabang
Kelas I
cabang
Kelas II
cabang
Kelas III
cabang
Kelas IV
cabang
Pelabuhan
WILKER
cabang
Jumlah
Unit
115
116
116
116
122
Tabel 5.9 Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran Tahun 2006 2010 (unit)
No.
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
1.
3,597
3,950
4,578
5,054
5,054
2.
Pelayaran Rakyat
1,232
1,279
1,287
1,293
1,293
3.
Perintis
52
53
56
58
58
4.
1,547
1,872
2,244
2,759
2,759
6,428
7,154
8,165
9,164
9,164
Jumlah
Sebagai negara yang mayoritas adalah laut maka tidak heran jika ketersediaan komoditas
perikanan tangkap begitu melimpah. Dengan demikian ketersediaan sarana dan prasarana
pelabuhan perikanan di Indonesia memberikan peran yang strategis terhadap produktivitas
perikanan tangkap. Pelabuhan perikanan berbeda dengan pelabuhan transportasi umum. Dermaga
pelabuhan transportasi berfungsi sebagai tempat keluar-masuk kapal-kapal berpenumpang manusia
yang datang dan pergi berikut kendaraan dan barang bawaannya. Sedangkan dermaga pelabuhan
perikanan merupakan tempat keluar-masuk kapal-kapal pengangkut ikan hasil tangkapan atau
produk perikanan lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka pelabuhan perikanan di Indonesia terbagi
menjadi empat (4) kategori utama, yaitu:
a)
b)
c)
d)
Indonesia, terutama untuk produk perikanan tangkap. Wilayah perairan laut Indonesia yang sangat
luas serta jumlah rumah tangga penduduk bermatapencaharian sebagai nelayan yang cukup banyak
membutuhkan jumlah layanan pelabuhan perikanan yang cukup banyak. Saat ini, jumlah Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) hanya terdapat lima (5) unit, yaitu terdapat di Provinsi DKI Jakarta,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Tenggara. Jika dibandingkan dengan
kondisi kewilayahan laut Indonesia maka keberadaan PPS masih terlalu sedikit untuk menopang
kegiatan produksi perikanan tangkap. Padahal pelabuhan tersebut memiliki peran dalam
meningkatkan kinerja eksport produk perikanan Indonesia yang akan menghasilkan devisa negara.
Jenis Pelabuhan
1.
2.
3.
4.
Jumlah (unit)
5
12
47
904
968
Sementara itu, pelabuahan kategori PPN saat ini hanya terdapat dua belas (12) unit
pelabuhan perikanan nusantara. Kedua belas pelabuhan tersebut tersebar di beberapa wilayah,
yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Utara, Jawa Barat (2 unit),
Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku (2 unit), dan di Provinsi Jawa Timur (2 unit).
Sedangkan untuk Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Indonesia telah memiliki 47 unit pelabuhan
perikanan pantai yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan pelabuhan dengan kategori pangkalan
pendaratan ikan (PPI) memiliki 904 unit.
Sebagai negara yang kaya akan sumber daya laut perikanan, Indinesia terbilang mempunyai
nilai produksi yang belum maksimal. Hasil perikanan dunia terutama diproduksi di negara-negara
Asia, terutama Cina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam dengan jumlah produksi lebih dari 160 juta
ton pada tahun 2009. Indonesia menempati urutan ke 2 setelah Cina dengan produksi 9,8 juta ton,
sedangkan Cina memproduksi ikan sekitar 60,47 juta ton. Pada tahun 2009 produksi perikanan
tangkap dunia 89,83 juta ton, sedangkan Indonesia memproduksi sekitar 5,1 juta ton dan berada
pada posisi ke 3 setelah Cina (15,19 juta ton) dan Peru (6,92 juta ton). Hal menunjukkan bahwa
produksi perikanan tangkap fluktuatif hampir semua negara produsen utama penangkapan ikan,
kecuali Cina.
Sumber: FAO
Gambar 5.15 Produksi Perikanan Tangkap Dunia dan Posisi Indonesia 1950-2009
Menurut laporan INSA bahwa selain kapal-kapal tua, pelabuhan yang tak layak, dan saat ini belum
adanya Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) untuk mendukung kegiatan angkutan eksport dan
import nasional yang saat ini sebanyak 96 persen menggunakan angkutan laut dan 56 persen
angkutan domestik kita masih dilayani oleh kapal-kapal berbendera Asing. Sebagai negara yang
terdiri dari pupu-pulau yang dikelilingi laut, kondisi pelayaran khususnya armada laut nasional
berada pada urutan ke-27 di dunia, kalah dari Cina (urutan ke-5), Hongkong (urutan ke -6), dan
Negara kecil Singapura (urutan ke -9). Oleh sebab itu industri pelayaran nasional sangat perlu
dikembangkan. Menurut catatan ISSA bahwa jumlah yang harus dikeluarkan untuk membayar
armada asing dalam kegiatan pelyaran tersebut harus mengeluarkan devisa US$ 14 miliar per tahun.
Disamping itu, masalah sarana dan prasarana perlu menjadi fokus yang musti diatasi, khusus
di sentra-sentra usaha dan pelabuhan perikanan di daerah yang merupakan pusat kegiatan
perikanan bagi para nelayan dan pemasar (pedagang) ikan. Sentra-sentra tersebut merupakan
sarana vital untuk distribusi produk secara efisien dan penyedia stok ikan untuk konsumsi
masyarakat, dan juga berperan sebagai penyedia informasi pasar.
Dengan memperhatikan bahwa Indonesia merupakan negara kepualauan yang dikelilingi
lautan membutuhkan infrastruktur yang memadai dalam menunjang pembangunan di sektor
kelautan. Misalnya, keberadaan pelabuhan perikanan di Indonesia dipandang masih sangat minim.
Sampai saat ini pelabuahan kategori Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) hanya terdapat dua belas
(12) unit dan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) hanya 5 unit. Sedangkan untuk Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) di Indonesia telah memiliki 47 unit pelabuhan perikanan pantai yang tersebar
di seluruh Indonesia. Dan pelabuhan dengan kategori pangkalan pendaratan ikan (PPI) memiliki 904
unit.
fishing), penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebih (overfishing) yang dilakukan secara illegal
baik oleh pelaku dalam negeri, seperti penggunaan metode penangkapan ikan yang merusak
lingkungan (bahan peledak, racun, listrik dan obat bius), penggunaan alat penangkap ikan yang tidak
sesuai dengan izin dan yang tidak berizin, maupun oleh pihak asing yang melakukan praktik-praktik
illegal di Indonesia.
Sektor
Penjumlahan
Pengganda
Peringkat
Penjumlahan
Ranking
Peringkat
Perikanan
23
1.4
14
36
12
24
1.62
10
28
10
25
Udang
1.99
13
II
27
Bijih Timah
1.42
13
38
14
30
1.18
17
46
16
32
1.26
16
47
17
35
1.44
12
30
11
III
Industri Maritim
37
2.07
18
38
2.29
17
53
1.33
15
37
13
54
1.61
11
43
15
Kode
Sektor
62
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
72
Penjumlahan
Pengganda
Peringkat
Penjumlahan
Ranking
Peringkat
1.79
28
1.98
14
73
1.86
17
Pariwisata Bahari
82
2.09
VI
66
2.05
17
VII
Jasa Kelautan
75
Jasa Kepelabuhanan
1.89
21
Dalam kajian ini, terdapat alternatif lain dalam penentuan sektor prioritas. Dengan
menentukan kriteria-kriteria agar sebuah sektor dapat dikatakan sektor prioritas, maka
kajian ini menggunakan kriteria sederhana sebagai berikut:
Kemudian
Analisis I-O juga menghasilkan beberapa sektor kunci. Sektor kunci di sini
adalah sektor-sektor penggerak utama berkembangnya sektor-sektor lain di dalam
perekonomian. Dari sektor-sektor kunci ini dipilih sektor penggerak utama terbaik
yang selanjutnya merupakan sektor prioritas jangka panjang. Sebagai catatan, jika
sebuah sektor sudah terpilih sebagai sektor prioritas jangka pendek, maka tidak
perlu lagi dimasukkan ke sektor prioritas jangka panjang (Tabel 5.13) dan
digantikan dengan sektor pada urutan di bawahnya.
Nama Sektor
OM
IM
1.55
1.76
1,70
1.62
1.81
0.29
0.29
0.27
0.26
0.26
Udang
Jasa Kepelabuhanan
Sektor Hiburan dan Rekreasi Laut
Nama Sektor
BL
FL
1.09
3.83
2.08
1.17
1.21
1.8
1.87
1.14
1.73
1.26
Dari hasil pengamatan data statistik industri terbitan BPS tahun 1998 dan diskusi
dengan beberapa rekan peneliti bidang industri, diketahui terdapat suatu pola dari para
pelaku investasi di beberapa sektor. Untuk mudahnya, para pelaku ini dikelompokkan ke
dalam empat kelompok, yaitu: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta Nasional dan
Swasta Asing. Pola yang ditemukan secara singkat dapat dilihat dalam Tabel 5.
Dari pola yang ada diamati beberapa karakteristik dari sektor-sektor tersebut, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Prasarana dasar
Local resource intensive
Daerah lokal
High capital/technology
ROI (Return on Investment) cepat
Industri strategis
vs
vs
vs
vs
vs
vs
Untuk selanjutnya, jika diketahui karakteristik suatu sektor, dapat diduga siapa
pelaku investasi yang ada di sektor itu atau siapa yang akan melakukan investasi di sektor
tersebut secara umum. Misalnya pada Tabel 5.14 terlihat bahwa untuk sektor prasana dasar
seperti jalan, listrik dan pelabuhan, umumnya dilakukan oleh pemerintah. Di era otonomi,
prasarana dasar lintas wilayah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat (tepatnya
propinsi). Hal-hal yang sifatnya lokal tentu akan menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Adapun untuk industri padat modal dan berteknologi tinggi, umumnya melibatkan
swasta asing. Di sini swasta asing seringkali bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk
kasus sektor dengan rate of return yang relatif lama, atau dengan swasta nasional untuk
kasus sektor dengan rate of return cepat. Anomali tentunya dapat terjadi dan tidak menjadi
masalah.
Tabel 5.14. Pola Pelaku Investasi di Indonesia
Pem. Pusat
Pem. Daerah
Prasarana dasar
Lintas daerah
Pem.
Pusat
Pem.
Prasarana dasar
Lintas daerah
Industri strategis/ nonstrategis
Prasarana dasar
sifatnya lokal
local resource
intensive
industri strategis
ROI lama
medium capital/
medium technology
industri nonstrategis
ROI lama
medium capital/
medium technology
local resource
intensive
Daerah
Swasta
Nasional
Swasta Nasional
Swasta Asing
Swasta
Asing
industri strategis
ROI lama
high capital/ high
technology
industri nonstrategis
ROI lama
local resource
intensive
high capital/high
technology
industri nonstrategis
high technology/
capital
Melalui Tabel 5.14 dapat diperkirakan pelaku investasi dari sektor prioritas.
Perkiraan ini dapat dilihat di Gambar 5.15. Tanda lingkaran menunjukkan adanya
kemungkinan kelompok pelaku ini melakukan investasi sendiri di suatu sektor, tanpa
bekerjasama dengan kelompok pelaku lainnya. Garis yang menghubungkan dua kelompok
pelaku atau lebih, menunjukkan kemungkinan adanya kerjasama antar kelompok pelaku
yang dihubungkan dengan berbagai kombinasi kerjasamanya. Sekali lagi, ini adalah
perkiraan kasar. Kemungkinan lain dapat saja terjadi.
PD
SN
SA
Rincian
A.
Fungsi Ekonomi
2011
2012
2013
2014
kenaikan (%)
3.5
4.5
5.5
6.5
21.43
10.76
12.26
14.86
18.49
22.39
20.16
Perikanan Tangkap
5.38
5.41
5.44
5.47
5.5
0.55
Perikanan Budidaya
5.38
6.85
9.42
13.02
16.89
33.19
2.9
3.2
3.6
4.1
14.67
30.47
31.64
32.39
33.17
38.67
6.29
444
449
454
459
464
1.1
105
107
110
112
115
2.3
0.9
0.9
0.9
0.9
0.9
20
55
60
50
20
62
75
82
91
100
12.79
B
1
Rata-rata
2010
Sasaran
Bila disusun proyeksi dan target kontribusi sektor perikanan terhadap PDB tanpa migas,
maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Gambar 5.18 Proyeksi dan Target Nilai Sektor Perikanan dalam PDB Nasional
Tahun 2000-2014 (Rp. Milyar)
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Total
Perikanan
10,132
10,841
11,600
32,573
23
5,282
5,652
6,048
16,982
24
2,048
2,191
2,345
6,584
25
Udang
2,801
2,998
3,207
9,006
II
9,442
10,102
10,810
30,354
27
Bijih Timah
1,023
1,095
1,172
3,290
30
7,656
8,192
8,765
24,613
32
714
763
817
2,294
35
49
52
56
156
III
Industri Maritim
38,156
40,827
43,685
122,668
Sektor
37
2,095
2,242
2,399
6,736
38
4,886
5,228
5,594
15,707
53
18,485
19,779
21,164
59,429
54
12,070
12,915
13,819
38,804
62
620
664
710
1,994
IV
Angkutan/Perhubungan Laut
5,934
6,350
6,794
19,078
72
5,054
5,408
5,787
16,249
73
880
942
1,008
2,829
Pariwisata Bahari
1,570
1,680
1,798
5,048
82
1,570
1,680
1,798
5,048
VI
34,776
37,211
39,816
111,803
66
34,776
37,211
39,816
111,803
VII
Jasa Kelautan
789
844
903
2,536
75
Jasa Kepelabuhanan
789
844
903
2,536
100,799
107,855
115,405
324,059
Total
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output
Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah:
a.
Dari hasil inventarisasi yang dilakukan, kontribusi output dan Produk Domestik Bruto
(PDB) bidang kelautan secara keseluruhan dalam perekonomian nasional pada tahun 2008
adalah sekitar 13 persen. Sementara itu, bila mengikuti perkembangan sektor perikanan,
kontribusi bidang kelautan terhadap perekonomian nasional adalah sebesar 14 persen pada
tahun 2009-2011.
b.
Sektor Perikanan yang merupakan bagian dari bidang kelautan dan menjad tanggung
jawab dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, menempati urutan ke-3 dari 7 sektor
yang ada dalam bidang kelautan, yaitu dengan kontribusi sebesar 3,10 persen terhadap
perekonomian nasional pada tahun 2008, berada di belakang Sektor Industri Maritim yang
berkontribusi sebesar 6,18 persen dan Sektor Bangunan Penunjang Kegiatan Kelautan yang
berkontribusi sebesar 3,68 persen terhadap PDB nasional pada tahun yang sama. Pada tahun
2011, kontribusi Sektor Perikanan mengalami peningkatan menjadi sebesar 3,35 persen
terhadap PDB nasional.
c.
d.
Kontribusi bidang kelautan dari sisi ketenagakerjaan masih sangat kecil, yaitu hanya
sekitar 5,11 persen dari keseluruhan tenaga kerja dalam perekonomian nasional atau sekitar
5,3 juta orang tenaga kerja pada tahun 2008. Sektor Bangunan Penunjang Kegiatan Kelautan
merupakan sektor yang berkontribusi terbesar dalam ketenagakerjaan di bidang kelautan
yaitu sebesar 1,79 persen terhadap ketenagakerjaan nasional, dan disusul oleh Sektor
Perikanan yang berkontribusi sebesar 1,63 persen. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
Kelautan merupakan sektor yang berkontribusi terkecil dalam ketenagakerjaan di bidang
kelautan.
e. Dengan membandingkan potensi bidang kelautan yang dimiliki oleh Indonesia, kontribusi
bidang kelautan dalam perekonomian nasional, baik terhadap output, PDB, pendapatan
masyarakat, dan tenaga kerja pada tahun 2008 masih cukup rendah, baik di sisi hulu
(produksi) maupun di sisi hilir (penciptaan nilai tambah). Kontribusi tersebut jauh lebih kecil
bila dibandingkan dengan kontribusi bidang kelautan dalam perekonomian negara-negara
yang relatif tidak memiliki potensi kelautan yang besar, seperti misalnya Korea Selatan (yang
mencapai 37 persen) dan Vietnam (yang mencapai 57,63 persen). Walaupun demikian, bila
melihat perkembangan data dari tahun 2008 sampai dengan 2011, terdapat peningkatan
dari waktu ke waktu, namun relatif belum signifikan. Hal ini perlu mendapat perhatian yang
serius oleh berbagai pihak, baik Dewan Kelautan Indonesia sebagai lembaga koordinasi,
maupun Kementerian/Lembaga lain yang terkait di bidang kelautan untuk dapat
meningkatkan peranan bidang kelautan dalam perekonomian nasional.
f.
g. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa 5 sektor dari 17 sektor dalam bidang kelautan
memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) yang tinggi dibandingkan dengan sektor lain
dalam perekonomian nasional. Sektor tersebut adalah sektor ikan laut dan hasil-hasilnya,
sektor udang, sektor penambangan minyak bumi di laut, sektor industri barang-barang hasil
kilang minyak, dan sektor bangunan penunjang kelautan.
h. Dari analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan, sektor yang memiliki nilai indeks
keterkaitan yang lebih besar atau sama dengan satu (kedua-duanya, baik ke belakang
maupun ke depan) disebut dengan sektor kunci. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam
perekonomian nasional, sektor di bidang kelautan yang menjadi sektor kunci adalah sektor
udang dan sektor bangunan penunjang kelautan.
i.
Dilihat dari nilai pengganda output sektor dalam bidang kelautan, maka tiga sektor utama
yang memiliki dampak pengganda output terbesar adalah sektor industri ikan olahan dan
awetan, sektor ikan kering dan ikan asin, dan sektor hiburan dan rekreasi laut.
j.
Bila dilihat dari nilai pengganda pendapatan, tiga sektor terbesarnya agak berbeda dengan
pengganda outputnya. Pengganda pendapatan terbesar dalam, bidang kelautan dimiliki oleh
sektor jasa angkutan sungai dan danau, sektor bangunan penunjang kelautan, dan sektor
udang.
k. Berdasarkan nilai pengganda tenaga kerja, tiga sektor utama di bidang kelautan yang
memiliki nilai pengganda tertinggi relatif berbeda dengan sektor-sektor yang memiliki
pengganda output dan pendapatan terbesar. Tiga sektor yang memiliki nilai pengganda
tenaga kerja tertinggi adalah sektor hiburan dan rekreasi laut, sektor jasa angkutan laut, dan
sektor ikan darat dan hasil perairan darat.
l.
Dengan menggunakan penjumlahan nilai pengganda, tiga sektor utama yang menjadi
prioritas adalah sektor industri ikan olahan dan awetan, sektor hiburan dan rekreasi laut,
dan sektor ikan kering dan ikan asin.
m. Sektor Prioritas Jangka Pendek adalah sektor-sektor yang dampak dari investasi di sektorsektor terhadap kenaikan total produksi dan pendapatan masyarakat relatif besar. Sektorsektor yang menjadi prioritas jangka pendek dalam bidang kelautan untuk dikembangkan
adalah Sektor Angkutan: Jasa Angkytan, Sungai, dan Danai, Sketor Bangunan Penunjang
Kegiatan Pelabuhan, Sektor Udang, Sektor Jasa Kepelabuhan, dan Sektor Hiburan dan
Rekreasi Laut.
n. Sektor Prioritas Jangka Panjang adalah sektor-sektor yang mampu mendorong tumbuhnya
kegiatan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Sektor-sektor yang menjadi prioritas
jangka panjang dalam bidang kelautan untuk dikembangkan adalah Sektor Industri Barangbarang Hasil Kilang Minyak, Sektor Industri Ikan Olahan dan Awetan, Sektor Ikan Laut dan
Hasil-hasilnya, Sektor Industri Ikan Kering dan Ikan Asin, dan Sektor Angkutan untuk Jasa
Angkutan Laut.
o. Permasalahan utama dalam pembangunan bidang kelautan selama ini adalah produktivitas
yang rendah, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas, iklim investasi dan
usaha yang kurang kondusif, penerapan/aplikasi teknologi dan ketersediaan infrastruktur
yang terbatas, dan pengendalian dan pelestarian lingkungan hidup yang masih kurang.
p. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen secara rata-rata per tahun
dalam seluruh (yang berjumlah 7) sektor bidang kelautan, maka dibutuhkan
investasi minimal sebesar Rp. 100 triliun pada tahun 2012 yang diinvestasikan dalam
bidang kelautan, khususnya di Sektor Industri Maritim dan Sektor Bangunan
Penjunjang Kegiatan Kelautan. Nilai investasi tersebut terus meningkat pada tahun
2013 dan 2014, dimana masing-masing memerlukan investasi minimal sebesar Rp.
108 triliun dan Rp. 115 triliun, baik yang bersumber dari Pemerintah Pusat (APBN),
Pemerintah Daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota), swasta, dan lain-lain.
q. Berdasarkan pelaku investasi, sektor prasana dasar seperti jalan, listrik dan
pelabuhan, umumnya dilakukan oleh pemerintah. Di era otonomi, prasarana dasar
lintas wilayah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat (tepatnya propinsi). Halhal yang sifatnya lokal tentu akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Adapun untuk industri padat modal dan berteknologi tinggi, umumnya melibatkan
swasta asing. Swasta asing seringkali bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk
kasus sektor dengan rate of return yang relatif lama, atau dengan swasta nasional
untuk kasus sektor dengan rate of return cepat. Anomali tentunya dapat terjadi dan
tidak menjadi masalah; dan
r. Dengan kebutuhan investasi yang ada pada tahun 2012-2014, selain perekonomian
akan tumbuh sebesar 7 persen secara rata-rata per tahun dalam seluruh sektor di
bidang kelautan, maka pendapatan masyarakat (seluruh sektor dalam
perekonomian) akan mengalami peningkatan sebesar 1,34 persen pada tahun 2012,
1,44 persen pada tahun 2013, dan 1,54 persen pada 2014. Sedangkan untuk tenaga
kerja (seluruh sektor perekonomian), peningkatannya sebesar 0,65 persen pd tahun
2012, 0,69 persen pada tahun 2013, dan 0,74 persen pada tahun 2014.
g. Diperlukan valuasi ekonomi yang lebih komprehensif dan akurat untuk setiap
sektor dalam bidang kelautan, baik untuk pengukuran kontribusi dalam
perekonomian maupun untuk penerapan konsep dan kebijakan Blue Economy di
Indonesia;
h. Diperlukan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berkala terhadap kontribusi
bidang kelautan terhadap perekonomian nasional dan daerah, baik terhadap output,
PDB/PDRB, pendapatan masyarakat, maupun tenaga kerja
sebagai bahan
masukkan dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan di bidang kelautan;
i.
j.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS.
Permasalahannya. Kerjasama dengan NRM Program dan LPEM FEUI. Februari 2000.
BPS, Tabel Input Output Indonesia, 1995.
Dahuri, Rokhmin. Visi dan Arah Pembangunan Kelautan Indonesia Memasuki Abad 21. PKSPLIPB, Bogor, 1999.
________________. Membangun Kembali Perekonomian Nasional Melalui Reformasi Pengelolaan
Pembangunan Perikanan. Makalah pada Dialog Reformasi Masa Depan Pembangunan
Perikanan Dalam Mendukung Ketahanan Nasional. Jakarta. CIDES dan PKSP-IPB.
1999.
________________. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Menyongsong Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Makalah dalam MUSGA-KAHMI. Bogor. 1999.
Direktorat Jenderal Perikanan,
Miller, R.E. dan P.D. Blair, Input-Output Analysis: Foundations and Extensions, Prentice-Hall, New
Jersey, 1985.
Muhtadi, Dedi. Banyak Potensi Laut tidak Terjamah. Kompas, 4 Desember 1999.
Natural Resource Management Project, Environment and Develompent ini Indonesia: An Input
Output Analysis of Natural Resources Issues, NRMP Report No. 31, 1993.
Resosudarmo, B.P., Nina I. L. S., dan Budi Rahayu. The Indonesian Marine Resources: An Overview of
Their Problems and Challenges. The Indonesian Quarterly. VOL. XXVIII, NO. 3. Third Quarter.
Center for Strategic and International Studies. Jakarta. 2000.
Siregar, Raja P. A Report on Shrimp Eksport Target to Cope With Economics Crisis. Jakarta: WALHI,
1999.
Suhana, Laporan Ekonomi Perikanan Triwulan I Tahun 2011: Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi
Perikanan Nasional. Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim. 2011.
Lampiran 1
Tabel 1
Kontribusi Output Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Kode
Sektor
Padi
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
169,840.91
1.61
25
Tanaman kacang-kacangan
14,732.63
0.14
67
Jagung
74,817.04
0.71
40
Tanaman umbi-umbian
29,209.55
0.28
58
181,575.77
1.72
21
1,774.76
0.02
81
Karet
36,072.29
0.34
55
Tebu
10,439.39
0.10
72
Kelapa
18,870.72
0.18
65
10
Kelapa Sawit
77,717.55
0.74
38
11
Tembakau
3,955.22
0.04
77
12
Kopi
10,919.28
0.10
70
13
Teh
1,020.84
0.01
82
14
Cengkeh
2,943.75
0.03
80
15
804.10
0.01
83
16
19,586.56
0.19
64
17
Tanaman lainnya
22,148.34
0.21
62
18
Peternakan
75,914.77
0.72
39
19
Pemotongan hewan
83,345.90
0.79
36
20
108,172.55
1.03
31
21
Kayu
44,074.72
0.42
50
22
9,978.33
0.09
73
23
96,718.40
0.92
35
24
29,798.80
0.28
57
25
Udang
57,250.09
0.54
46
26
Batubara
100,717.73
0.96
34
27
Bijih Timah
14,424.58
0.14
68
28
599.18
0.01
85
Kode
Sektor
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
29
148,653.42
1.41
27
30
104,044.89
0.99
32
31
177,157.52
1.68
22
32
27,203.34
0.26
60
33
60,549.37
0.58
45
34
3,529.00
0.03
79
628.15
0.01
84
79,975.70
0.76
37
36
37
28,742.49
0.27
59
38
63,063.52
0.60
44
39
43,109.87
0.41
51
makanan Lainnya
40
196,626.13
1.87
19
41
238,114.75
2.26
16
42
103,688.40
0.98
33
43
Industri gula
23,043.65
0.22
61
44
172,566.65
1.64
24
45
Industri minuman
17,875.49
0.17
66
46
Industri rokok
117,840.51
1.12
30
47
Industri pemintalan
39,220.74
0.37
52
48
256,872.30
2.44
14
49
174,780.66
1.66
23
50
146,788.46
1.39
28
51
49,231.19
0.47
49
52
Industri kimia
284,988.43
2.71
53
257,186.75
2.44
13
54
150,916.61
1.43
26
55
230,522.61
2.19
18
56
52,092.94
0.49
48
57
Industri semen
36,432.10
0.35
54
58
53,133.48
0.50
47
59
66,858.58
0.63
42
60
232,082.86
2.20
17
Kode
Sektor
61
62
63
64
Nilai Output
Persentase
(Rp. Milyar)
(%)
Peringkat
477,887.19
4.54
9,724.93
0.09
74
245,506.35
2.33
15
30,260.84
0.29
56
dimanapun
65
124,490.71
1.18
29
66
423,225.40
4.02
67
820,750.14
7.79
68
Perdagangan
999,122.75
9.49
69
337,099.24
3.20
70
6,220.36
0.06
76
71
Angkutan darat
267,242.00
2.54
11
72
63,724.61
0.61
43
73
10,894.46
0.10
71
74
Angkutan udara
70,408.46
0.67
41
75
Jasa Kepelabuhanan
13,241.03
0.13
69
76
37,728.60
0.36
53
77
Komunikasi
190,642.10
1.81
20
78
Lembaga keuangan
270,696.10
2.57
10
79
295,933.47
2.81
80
275,286.99
2.61
81
330,608.64
3.14
82
20,445.64
0.19
63
83
8,762.42
0.08
75
261,325.20
2.48
12
3,869.31
0.04
78
85
10,530,041.20
100.00
Tabel 2
Kontribusi Pendapatan Masyarakat Menurut Sektor
dalam
Sektor
Masyarakat
(Rp. Milyar)
Padi
Persentase
(%)
Peringkat
21,865.56
1.36
22
Tanaman kacang-kacangan
1,810.72
0.11
70
Jagung
7,731.41
0.48
45
Tanaman umbi-umbian
2,928.34
0.18
56
30,037.99
1.87
17
176.59
0.01
82
Karet
12,173.40
0.76
34
Tebu
2,441.19
0.15
61
Kelapa
2,683.28
0.17
58
10
Kelapa Sawit
13,456.63
0.84
31
11
Tembakau
744.50
0.05
78
Pendapatan
Kode
Sektor
Masyarakat
(Rp. Milyar)
Persentase
(%)
Peringkat
12
Kopi
1,679.83
0.10
72
13
Teh
304.66
0.02
81
14
Cengkeh
518.75
0.03
80
15
88.57
0.01
84
16
2,158.13
0.13
65
17
Tanaman lainnya
5,214.59
0.32
49
18
Peternakan
12,432.01
0.77
33
19
Pemotongan hewan
9,840.71
0.61
38
20
21,128.79
1.32
24
21
Kayu
7,110.59
0.44
46
22
1,745.68
0.11
71
23
13,423.15
0.84
32
24
3,420.25
0.21
53
25
Udang
9,607.86
0.60
39
26
Batubara
16,425.91
1.02
27
27
Bijih Timah
2,205.79
0.14
63
28
87.43
0.01
85
29
14,022.43
0.87
30
30
8,338.16
0.52
44
31
14,197.42
0.88
29
32
1,487.29
0.09
74
33
3,310.43
0.21
55
34
943.53
0.06
77
101.08
0.01
83
22,379.59
1.39
21
36
37
1,915.57
0.12
69
38
3,357.38
0.21
54
39
5,268.16
0.33
48
makanan Lainnya
40
23,538.74
1.47
20
41
10,564.29
0.66
36
42
9,417.45
0.59
41
Pendapatan
Kode
Sektor
Masyarakat
(Rp. Milyar)
43
Industri gula
44
45
Persentase
(%)
Peringkat
1,957.18
0.12
68
17,141.02
1.07
26
Industri minuman
2,024.19
0.13
66
46
Industri rokok
8,758.06
0.55
42
47
Industri pemintalan
2,526.81
0.16
60
48
33,403.95
2.08
14
49
20,355.39
1.27
25
50
15,752.33
0.98
28
51
11,994.19
0.75
35
52
Industri kimia
26,487.03
1.65
19
53
58,720.14
3.66
54
2,537.41
0.16
59
55
21,394.87
1.33
23
56
8,692.50
0.54
43
57
Industri semen
4,127.23
0.26
51
58
2,225.74
0.14
62
59
5,089.33
0.32
50
60
39,618.42
2.47
11
61
38,499.42
2.40
12
62
1,324.22
0.08
75
63
32,671.50
2.03
15
64
3,746.67
0.23
52
dimanapun
65
31,570.71
1.97
16
66
67,475.46
4.20
67
100,380.44
6.25
68
Perdagangan
151,338.62
9.42
69
53,632.13
3.34
70
1,582.70
0.10
73
71
Angkutan darat
45,471.62
2.83
10
72
6,448.41
0.40
47
73
2,172.13
0.14
64
74
Angkutan udara
10,036.11
0.62
37
75
Jasa Kepelabuhanan
2,007.77
0.12
67
Pendapatan
Kode
Sektor
Masyarakat
(Rp. Milyar)
76
77
Persentase
(%)
Peringkat
9,534.61
0.59
40
Komunikasi
29,923.87
1.86
18
78
Lembaga keuangan
51,739.65
3.22
79
33,569.51
2.09
13
80
138,982.32
8.65
81
133,851.32
8.33
82
2,894.30
0.18
57
83
1,240.41
0.08
76
50,537.76
3.15
528.99
0.03
79
85
1,606,250.25
100.00
Tabel 3
Kontribusi Tenaga Kerja Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional
Tahun
2008
Kode
Sektor
Padi
Tenaga Kerja
Persentase
(Orang)
(%)
Peringkat
11,066,207
10.70
Tanaman kacang-kacangan
2,223,627
2.15
14
Jagung
2,266,818
2.19
13
Tanaman umbi-umbian
3,501,516
3.38
10
10,714,090
10.36
170,872
0.17
58
Karet
664,638
0.64
32
Tebu
1,019,072
0.99
17
Kelapa
903,267
0.87
19
10
Kelapa Sawit
787,468
0.76
24
11
Tembakau
763,389
0.74
26
12
Kopi
784,255
0.76
25
13
Teh
336,930
0.33
46
14
Cengkeh
354,695
0.34
43
15
46,848
0.05
75
16
260,197
0.25
52
17
Tanaman lainnya
328,220
0.32
47
18
Peternakan
913,057
0.88
18
19
Pemotongan hewan
864,357
0.84
21
20
1,541,536
1.49
16
21
Kayu
487,752
0.47
38
22
75,918
0.07
71
23
888,178
0.86
20
24
273,646
0.26
50
25
Udang
525,735
0.51
37
26
Batubara
98,038
0.09
70
27
Bijih Timah
14,041
0.01
82
28
583
0.00
85
Kode
Sektor
Tenaga Kerja
Persentase
(Orang)
(%)
Peringkat
29
144,698
0.14
63
30
39,604
0.04
76
31
67,434
0.07
73
32
10,355
0.01
83
33
23,048
0.02
80
34
30,323
0.03
78
5,397
0.01
84
687,190
0.66
31
36
37
67,765
0.07
72
38
148,682
0.14
61
39
101,638
0.10
69
makanan Lainnya
40
197,697
0.19
54
41
707,306
0.68
30
42
319,028
0.31
48
43
Industri gula
154,215
0.15
60
44
720,303
0.70
28
45
Industri minuman
107,471
0.10
68
46
Industri rokok
377,175
0.36
42
47
Industri pemintalan
445,526
0.43
41
48
2,452,774
2.37
12
49
2,457,170
2.38
11
50
460,412
0.45
39
51
108,335
0.10
67
52
Industri kimia
272,942
0.26
51
53
39,193
0.04
77
54
22,998
0.02
81
55
460,131
0.44
40
56
641,305
0.62
33
57
Industri semen
190,366
0.18
56
58
66,773
0.06
74
59
111,931
0.11
66
60
292,153
0.28
49
Kode
Sektor
61
62
63
64
Tenaga Kerja
Persentase
(Orang)
(%)
Peringkat
340,919
0.33
45
23,563
0.02
79
594,840
0.57
35
751,289
0.73
27
201,110
0.19
53
dimanapun
65
66
1,850,627
1.79
15
67
3,588,873
3.47
68
Perdagangan
17,745,450
17.15
69
3,556,720
3.44
70
173,893
0.17
57
71
Angkutan darat
3,727,097
3.60
72
717,692
0.69
29
73
122,698
0.12
65
74
Angkutan udara
131,691
0.13
64
75
Jasa Kepelabuhanan
190,444
0.18
55
76
542,646
0.52
36
77
Komunikasi
824,459
0.80
23
78
Lembaga keuangan
630,740
0.61
34
79
829,580
0.80
22
80
4,543,350
4.39
81
3,522,720
3.41
82
343,080
0.33
44
83
147,034
0.14
62
4,385,070
4.24
158,815
0.15
59
85
103,450,690
100.00
Tabel 4
Keterkaitan Ke Belakang Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional
Tahun
2008
Kode
Sektor
BL
ITKBL
Padi
1.3168
0.83
Tanaman kacang-kacangan
1.2583
0.79
Jagung
1.3201
0.83
Tanaman umbi-umbian
1.1781
0.74
1.1672
0.73
1.2527
0.79
Karet
1.5310
0.96
Tebu
1.4195
0.89
Kelapa
1.3984
0.88
10
Kelapa Sawit
1.5539
0.97
11
Tembakau
1.8563
1.16
Kode
Sektor
BL
ITKBL
12
Kopi
1.5997
1.00
13
Teh
1.2412
0.78
14
Cengkeh
1.2870
0.81
15
1.2200
0.77
16
1.5071
0.95
17
Tanaman lainnya
1.3761
0.86
18
Peternakan
1.6067
1.01
19
Pemotongan hewan
1.9857
1.25
20
1.9705
1.24
21
Kayu
1.3264
0.83
22
1.3271
0.83
23
1.2135
0.76
24
1.4351
0.90
25
Udang
1.7007
1.07
26
Batubara
1.2738
0.80
27
Bijih Timah
1.2317
0.77
28
1.0966
0.69
29
1.4330
0.90
30
1.0903
0.68
31
1.0903
0.68
32
1.1912
0.75
33
1.1912
0.75
34
1.5480
0.97
35
1.2359
0.78
36
1.3347
0.84
37
1.8673
1.17
38
2.0755
1.30
39
2.1367
1.34
40
2.1146
1.33
41
2.0808
1.31
42
1.8487
1.16
43
Industri gula
2.0815
1.31
44
2.0237
1.27
45
Industri minuman
1.9750
1.24
46
Industri rokok
1.4879
0.93
Kode
Sektor
BL
ITKBL
47
Industri pemintalan
1.6786
1.05
48
1.9347
1.21
49
1.8679
1.17
50
1.8740
1.18
51
1.6850
1.06
52
Industri kimia
1.6682
1.05
53
1.0888
0.68
54
1.5524
0.97
55
1.8598
1.17
56
1.6106
1.01
57
Industri semen
1.7561
1.10
58
1.6606
1.04
59
2.0190
1.27
60
1.5441
0.97
61
1.7406
1.09
62
1.5676
0.98
63
1.5906
1.00
64
1.8490
1.16
65
1.7892
1.12
66
1.7597
1.10
67
1.8615
1.17
68
Perdagangan
1.6709
1.05
69
1.9702
1.24
70
2.0184
1.27
71
Angkutan darat
1.7332
1.09
72
1.7336
1.09
73
1.5516
0.97
74
Angkutan udara
1.6821
1.06
75
Jasa Kepelabuhanan
1.6183
1.02
76
1.5679
0.98
77
Komunikasi
1.3000
0.82
78
Lembaga keuangan
1.4893
0.93
79
1.4217
0.89
80
1.6333
1.02
81
1.7210
1.08
Kode
Sektor
BL
ITKBL
82
1.8082
1.13
83
1.8082
1.13
84
1.6076
1.01
85
1.7579
1.10
135.5086
85.00
Total
Tabel 5
Keterkaitan Ke Depan Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional
Kode
Sektor
Tahun 2008
FL
ITKD
Padi
2.0440
1.28
Tanaman kacang-kacangan
1.1979
0.75
Jagung
1.5940
1.00
Tanaman umbi-umbian
1.1749
0.74
1.6055
1.01
1.0315
0.65
Karet
1.4251
0.89
Tebu
1.5979
1.00
Kelapa
1.1495
0.72
10
Kelapa Sawit
1.6969
1.06
11
Tembakau
1.0337
0.65
12
Kopi
1.1145
0.70
13
Teh
1.0158
0.64
14
Cengkeh
1.0337
0.65
15
1.0176
0.64
16
1.2759
0.80
17
Tanaman lainnya
1.4447
0.91
18
Peternakan
2.0746
1.30
19
Pemotongan hewan
1.1946
0.75
20
1.4084
0.88
21
Kayu
1.2748
0.80
22
1.0600
0.66
23
1.8018
1.13
24
1.1911
0.75
25
Udang
1.6706
1.05
26
Batubara
1.7565
1.10
27
Bijih Timah
1.3923
0.87
28
1.0098
0.63
29
1.9477
1.22
30
1.8642
1.17
31
2.4714
1.55
Kode
Sektor
FL
ITKD
32
1.4582
0.91
33
2.0200
1.27
34
1.0749
0.67
35
1.0063
0.63
36
1.3530
0.85
37
1.1419
0.72
38
1.1706
0.73
39
1.1862
0.74
40
1.5737
0.99
41
1.3755
0.86
42
1.5683
0.98
43
Industri gula
1.2951
0.81
44
2.4617
1.54
45
Industri minuman
1.0831
0.68
46
Industri rokok
1.0874
0.68
47
Industri pemintalan
1.1915
0.75
48
1.5100
0.95
49
1.6199
1.02
50
1.8040
1.13
51
3.0493
1.91
52
Industri kimia
2.9576
1.86
53
3.8279
2.40
54
1.0317
0.65
55
1.9571
1.23
56
1.1474
0.72
57
Industri semen
1.1204
0.70
58
1.2933
0.81
59
1.0854
0.68
60
1.7291
1.08
61
2.4827
1.56
62
1.1293
0.71
63
1.7365
1.09
64
1.0786
0.68
65
2.1472
1.35
66
1.6108
1.01
Kode
Sektor
FL
ITKD
67
1.9066
1.20
68
Perdagangan
5.6947
3.57
69
1.4936
0.94
70
1.0232
0.64
71
Angkutan darat
2.3735
1.49
72
1.2603
0.79
73
1.0436
0.65
74
Angkutan udara
1.2546
0.79
75
Jasa Kepelabuhanan
1.2060
0.76
76
1.4257
0.89
77
Komunikasi
1.8617
1.17
78
Lembaga keuangan
3.3506
2.10
79
2.5016
1.57
80
1.1155
0.70
81
1.2118
0.76
82
1.2971
0.81
83
1.1273
0.71
84
2.4153
1.52
85
1.0101
0.63
135.5086
85.00
Total
Tabel 6
Sektor Kunci dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Kode
Sektor
ITKBL
ITKD
Keterangan
Padi
0.83
Tanaman kacang-kacangan
0.79
Jagung
0.83
Tanaman umbi-umbian
0.74
0.73
0.79
Karet
0.96
Tebu
0.89
Kelapa
0.88
10
Kelapa Sawit
0.97
11
Tembakau
1.16
12
Kopi
1.00
13
Teh
0.78
14
Cengkeh
0.81
15
0.77
16
0.95
Kode
Sektor
ITKBL
ITKD
Keterangan
17
Tanaman lainnya
0.86
18
Peternakan
1.01
19
Pemotongan hewan
1.25
20
1.24
21
Kayu
0.83
22
0.83
23
0.76
24
0.90
25
Udang
1.07
26
Batubara
0.80
27
Bijih Timah
0.77
28
0.69
29
0.90
30
0.68
31
0.68
32
0.75
33
0.75
34
0.97
0.78
36
0.84
37
1.17
38
1.30
39
1.34
40
1.33
41
1.31
42
1.16
43
Industri gula
1.31
44
1.27
45
Industri minuman
1.24
46
Industri rokok
0.93
47
Industri pemintalan
1.05
48
1.21
49
1.17
50
1.18
Kode
Sektor
ITKBL
ITKD
Keterangan
51
1.06
52
Industri kimia
1.05
53
0.68
54
0.97
55
1.17
56
1.01
57
Industri semen
1.10
58
1.04
59
1.27
60
0.97
61
1.09
62
0.98
63
1.00
64
1.16
65
1.12
66
1.10
67
1.17
68
Perdagangan
1.05
69
1.24
70
1.27
71
Angkutan darat
1.09
72
1.09
73
0.97
74
Angkutan udara
1.06
75
Jasa Kepelabuhanan
1.02
76
0.98
77
Komunikasi
0.82
78
Lembaga keuangan
0.93
79
0.89
80
1.02
81
1.08
82
1.13
83
1.13
84
1.01
85
1.10
Tabel 7
Pengganda Output Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008
Kode
Sektor
Pengganda
Output
Peringkat
Kode
Sektor
Pengganda
Output
Peringkat
Padi
1.3168
67
Tanaman kacang-kacangan
1.2583
71
Jagung
1.3201
66
Tanaman umbi-umbian
1.1781
80
1.1672
81
1.2527
72
Karet
1.5310
53
Tebu
1.4195
60
Kelapa
1.3984
61
10
Kelapa Sawit
1.5539
48
11
Tembakau
1.8563
19
12
Kopi
1.5997
44
13
Teh
1.2412
73
14
Cengkeh
1.2870
69
15
1.2200
76
16
1.5071
54
17
Tanaman lainnya
1.3761
62
18
Peternakan
1.6067
43
19
Pemotongan hewan
1.9857
20
1.9705
11
21
Kayu
1.3264
65
22
1.3271
64
23
1.2135
77
24
1.4351
57
25
Udang
1.7007
32
26
Batubara
1.2738
70
27
Bijih Timah
1.2317
75
28
1.0966
82
29
1.4330
58
30
1.0903
83
31
1.0903
84
32
1.1912
78
33
1.1912
79
34
1.5480
51
Kode
Sektor
Pengganda
Output
Peringkat
35
1.2359
74
36
1.3347
63
37
1.8673
16
38
2.0755
39
2.1367
40
2.1146
41
2.0808
42
1.8487
21
43
Industri gula
2.0815
44
2.0237
45
Industri minuman
1.9750
10
46
Industri rokok
1.4879
56
47
Industri pemintalan
1.6786
35
48
1.9347
13
49
1.8679
15
50
1.8740
14
51
1.6850
33
52
Industri kimia
1.6682
37
53
1.0888
85
54
1.5524
49
55
1.8598
18
56
1.6106
41
57
Industri semen
1.7561
27
58
1.6606
38
59
2.0190
60
1.5441
52
61
1.7406
28
62
1.5676
47
63
1.5906
45
64
1.8490
20
65
1.7892
24
66
1.7597
25
67
1.8615
17
68
Perdagangan
1.6709
36
Kode
Sektor
Pengganda
Output
Peringkat
69
1.9702
12
70
2.0184
71
Angkutan darat
1.7332
30
72
1.7336
29
73
1.5516
50
74
Angkutan udara
1.6821
34
75
Jasa Kepelabuhanan
1.6183
40
76
1.5679
46
77
Komunikasi
1.3000
68
78
Lembaga keuangan
1.4893
55
79
1.4217
59
80
1.6333
39
81
1.7210
31
82
1.8082
22
83
1.8082
23
84
1.6076
42
85
1.7579
26
Tabel 8
Pengganda Pendapatan Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional
Tahun 2008
Kode
Sektor
Pengganda
Pendapatan
Peringkat
Padi
0.1838
66
Tanaman kacang-kacangan
0.1647
71
Jagung
0.1561
74
Tanaman umbi-umbian
0.1277
80
0.1930
60
0.1429
78
Karet
0.4469
Tebu
0.3066
13
Kelapa
0.2096
53
10
Kelapa Sawit
0.2661
27
11
Tembakau
0.3377
12
Kopi
0.2569
34
13
Teh
0.3400
14
Cengkeh
0.2266
48
15
0.1474
76
16
0.1969
58
Kode
Sektor
Pengganda
Pendapatan
Peringkat
17
Tanaman lainnya
0.2946
15
18
Peternakan
0.2438
39
19
Pemotongan hewan
0.2699
26
20
0.3140
11
21
Kayu
0.2127
52
22
0.2233
49
23
0.1740
69
24
0.1689
70
25
Udang
0.2739
24
26
Batubara
0.2056
56
27
Bijih Timah
0.1878
64
28
0.1603
73
29
0.1475
75
30
0.0877
81
31
0.0877
82
32
0.0715
83
33
0.0715
84
34
0.3529
35
0.1971
57
36
0.3337
10
37
0.1911
63
38
0.2060
55
39
0.2891
19
40
0.2935
17
41
0.1912
62
42
0.1937
59
43
Industri gula
0.2874
21
44
0.2330
45
45
Industri minuman
0.2557
35
46
Industri rokok
0.1464
77
47
Industri pemintalan
0.1622
72
48
0.2588
33
49
0.2422
40
50
0.2291
47
Kode
Sektor
Pengganda
Pendapatan
Peringkat
51
0.3069
12
52
Industri kimia
0.1808
67
53
0.2361
43
54
0.0530
85
55
0.2357
44
56
0.2715
25
57
Industri semen
0.2392
42
58
0.1332
79
59
0.1926
61
60
0.2442
38
61
0.1759
68
62
0.2170
50
63
0.2166
51
64
0.2466
37
65
0.3904
66
0.2875
20
67
0.2555
36
68
Perdagangan
0.2594
30
69
0.2933
18
70
0.4356
71
Angkutan darat
0.3010
14
72
0.2317
46
73
0.2940
16
74
Angkutan udara
0.2609
28
75
Jasa Kepelabuhanan
0.2599
29
76
0.3472
77
Komunikasi
0.2067
54
78
Lembaga keuangan
0.2813
22
79
0.1866
65
80
0.6042
81
0.5090
82
0.2588
31
83
0.2588
32
84
0.2787
23
Kode
85
Pengganda
Sektor
Pendapatan
0.2400
Tabel 9
Pengganda Tenaga Kerja Menurut Sektor dalam Perekonomian Nasional
Peringkat
41
Tahun 2008
Kode
Sektor
Pengganda
Tenaga Kerja
Peringkat
Padi
0.0703
10
Tanaman kacang-kacangan
0.0713
Jagung
0.1622
Tanaman umbi-umbian
0.0332
18
0.1247
0.0606
12
Karet
0.1114
Tebu
0.0211
34
Kelapa
0.1028
10
Kelapa Sawit
0.0537
13
11
Tembakau
0.0148
51
12
Kopi
0.2076
13
Teh
0.0732
14
Cengkeh
0.3343
15
0.1228
16
0.0619
11
17
Tanaman lainnya
0.0198
35
18
Peternakan
0.0319
23
19
Pemotongan hewan
0.0293
28
20
0.0325
20
21
Kayu
0.0171
48
22
0.0137
52
23
0.0094
63
24
0.0181
42
25
Udang
0.0179
44
26
Batubara
0.0115
53
27
Bijih Timah
0.0017
78
28
0.0016
79
29
0.0029
77
30
0.0011
81
31
0.0005
85
32
0.0007
82
33
0.0007
83
Kode
Sektor
Pengganda
Tenaga Kerja
Peringkat
34
0.0051
73
35
0.0103
57
36
0.0108
56
37
0.0163
49
38
0.0114
54
39
0.0317
24
40
0.0329
19
41
0.0515
14
42
0.0229
31
43
Industri gula
0.0178
45
44
0.0473
15
45
Industri minuman
0.0325
21
46
Industri rokok
0.0183
39
47
Industri pemintalan
0.0095
62
48
0.0212
33
49
0.0180
43
50
0.0233
30
51
0.0046
75
52
Industri kimia
0.0085
64
53
0.0011
80
54
0.0007
84
55
0.0183
40
56
0.0065
68
57
Industri semen
0.0191
38
58
0.0098
60
59
0.0044
76
60
0.0053
72
61
0.0059
70
62
0.0048
74
63
0.0058
71
64
0.0102
58
65
0.0307
26
66
0.0072
67
67
0.0101
59
Kode
Sektor
Pengganda
Tenaga Kerja
Peringkat
68
Perdagangan
0.0111
55
69
0.0364
16
70
0.0182
41
71
Angkutan darat
0.0342
17
72
0.0191
37
73
0.0152
50
74
Angkutan udara
0.0172
47
75
Jasa Kepelabuhanan
0.0073
66
76
0.0194
36
77
Komunikasi
0.0174
46
78
Lembaga keuangan
0.0078
65
79
0.0060
69
80
0.0096
61
81
0.0322
22
82
0.0237
29
83
0.0298
27
84
0.0213
32
85
0.0312
25