Anda di halaman 1dari 5

Apa Itu MP3EI?

MP3EI merupakan kepanjangan dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan


Ekonomi Indonesia. MP3EI disusun berdasarkan optimisme pemerintah dalam melihat posisi
Indonesia di mata internasional. Diharapkan keberadaan masterplan ini mendorong visi
Indonesia menjadi 10 negara terbesar dunia di tahun 2025. Mengapa pemerintah begitu yakin?
Hal yang menjadi pertimbangan utama adalah kondisi makroekonomi Indonesia yang cukup
menjanjikan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang di atas 6% dan GDP per kapita melebihi
$3000/tahun, Indonesia telah menjadi Negara yang diperhitungkan di mata dunia. Dibuktikan
pula oleh keberhasilan Indonesia bertahan dari The Second Great Depression pada tahun 2008,
salah satu dari sedikit Negara yang tidak terkena dampak signifikan. (Meskipun pemerintah skip
dengan fakta industri nasional di atas)
Seperti dicantumkan di dalamnya, MP3EI disusun oleh Menko Ekonomi dengan melibatkan
berbagai stakeholder mulai dari lembaga Negara lainnya (Bapenas, Komite Ekonomi Nasional,
dll) maupun pihak swasta (Kadin, UMKM, dll). Tujuannya adalah terbentuknya integrasi
pembangunan, agar masterplan ini tidak tumpang tindih dengan masterplan-masterplan lain yang
telah ada.
Secara umum, strategi utama dalam MP3EI ini antara lain
1. Penguatan Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu pemetaan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di 6 koridor (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Papua, Bali-NT)
2. Penguatan konektivitas nasioal, visi yang diusung adalah Locally Integrated Globally
Connected. Bagaimana agar menghubungkan pusat-pusat ekonomi maupun daerah
terpencil agar terjadi value chain yang efektif di Indonesia.
3. Penguatan SDM dan IPEK nasional
Ada 8 sektor utama yang diprioritaskan, termasuk di antaranya sektor industri.
Kritik Atas MP3EI

Keberadaan MP3EI menambah deretan panjang konsep/masterplan/blueprint/granddesign


pembangunan nasional yang miskin realisasi. Apa kabar rencana aksi pembangunan? Apa
kabar blueprint Energy Mix 2025? Prinsip organisasi menjelaskan, dalam konsep POAC
(Plan-Organize-Action-Control), 2 tahap awal adalah tahapan termudah. Action dan
Control-lah yang menjadi indikator keberhasilan suatu rencana organisasi. Bagaimana
pula dengan kontinuitasnya? Seperti diungkapkan oleh Anggito Abimanyu dalam
artikelnya,

Kita menjadi ingat cita-cita luhur ini (MP3EI) mirip seperti upaya mantan presiden Habibie di
masa lalu, tetapi kandas ketika ganti pemerintahan. Bukan itu saja, megaproyeknya diobrak-abrik

dan hingga kini IPTN, Pindad, PAL menjadi beban negara dan ribuan para tenaga ahlinya
bersebaran bekerja di luar Indonesia. Sungguh suatu pemborosan investasi yang sia-sia. Kita
tentu tidak ingin proyek MP3EI seperti nasib megaproyek Habibie.

Momentum perumusan MP3EI juga menjadi pertanyaan. Mengapa harus tahun ini? Jika
boleh memberi hipotesis, MP3EI ini terlihat seperti bentuk reaktif atas deindustrialisasi
yang terjadi dan kekalahan Indonesia menghadapi China dalam ACFTA. ACFTA
merupakan kebijakan yang terburu-buru dan tidak diimbangi dengan persiapan yang
matang. Haruskah menunggu industri kita terpuruk baru kita membenahinya? Terlambat.
Berkaca pada China, jauh-jauh hari sebelum dibukanya keran perdagangan ACFTA,
China telah melakukan persiapan yang serius untuk meningkatkan daya saing produk
dalam negerinya. Haruskah kita terus reaktif seperti ini?

Mengenai contentMP3EI sendiri, ada beberapa pertanyaan yang cukup mengganjal:

1. Kebijakan yang Tumpang Tindih


Walaupun secara eksplisit diterangkan bahwa MP3EI melibatkan semua komponen pemerintah,
ternyata setelah disahkan MP3EI mendapat kendala justru dari regulasi itu sendiri, di antaranya
dengan RTRW daerah, UU Pengadaan lahan, dan program kementrian PU dan daerah.
Untuk rencana jangka panjang kita telah memiliki RPJP tahun 2005 yang diharapkan dapat
mengganti peran GBHN. Sementara penjabarannya dijelaskan oleh RPJM 5 tahunan yang
diperbarui di tahun 2010. Jadi, sebenarnya, kemana MP3EI mengacu? Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan, peluncuran MP3EI
tidak dimaksudkan untuk mengganti rencana pembangunan yang telah ada, tetapi akan
berintegrasi dengan dokumen yang ada.Jadi apakah MP3EI menyesuaikan dengan RPJM atau
sebaliknya?
2. Minim Peran Industri Domestik Terutama UMKM
Pemegang saham terbesar ekonomi suatu Negara adalah pelaku ekonomi domestic, utamanya
UMKM (99,9%). Permasalahannya, MP3EI tidak berpihak kepada pelaku ini dan malah
memberikan fasilitas yang besar kepada investasi asing. Dalm MP3EI, fokus pembangunan
infrastruktur berorientasi kepada sektor besar, BUMN, BUMD dan swasta besar. Lantas mau
dikemanakan UMKM?
Masih banyak kritik atas content MP3EI. Di antaranya mengenai kebijakan pro-liberalisasi
(peluang investasi asing yang begitu lebar. Kebutuhan dana MP3EI ini mencapai 4000 T sampai
tahun 2004, darimana kita mendapatkannya kalau bukan dari pihak swasta?), kesenjangan
pembangunan di Indonesia Barat dan Timur (masih dominan di Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan), dan target tahapan peningkatan PDB yang terlalu muluk-muluk.
Bagaimana pun, bukan maksud penulis mengajak kita semua dengan biner memutuskan, MP3EI
ini betul atau salah, tepat atau gagal. Masterplan ini tentu didasari dengan itikad baik para
pemangku kebijakan untu memajukan Indonesia, salah satunya pada sektor industri nasional.

Peran check dan control, mengawasi dan melakukan kontrol, bukan hanya ada pada wakil rakyat
di parlemen saja, melainkan pada masyarakat umum, utamanya pada masyarakat intelektual.

Tantangan dan Hambatan


Segala hal yang dilakukan pemerintah tidak dapat berjalan begitu saja tanpa ada payung
hukumnya. Payung hukum ini meliputi Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Presiden (Perpres), Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Presiden (Keppres), serta
Keputusan Menteri (Kepmen).
Seperti banyak rencana yang telah ada, baik dalam kehidupan pribadi atau kelompok, sering kali
ditemukan masalah yang menghambat jalannya rencana tersebut. Begitu pula dengan yang
terjadi pada pelaksanaan MP3EI; sering ditemukan hambatan baik berupa belum adanya regulasi,
masalah pembebasan lahan, maslah perizinan, serta masalah-masalah lainnya.
Di daerah, tantangannya lebih besar lagi. Kurangnya pendekatan sosial ke masyarakat
menyebabkan implementasi proyek MP3EI terhambat. Proses validasi proyek sulit dilakukan,
khususnya untuk perusahaan yang berada di bawah koordinasi Apindo. Beberapa pelaksana
proyek enggan memberikan data implementasi proyek sesuai dengan formulir A, B, dan C
karena menyangkut rahasia perusahaan.
Kesulitan akses jalan dialami pula oleh beberapa industri utama (industri makanan-minuman,
industri tekstil, industri telematika, dan industri besi baja) terutama untuk mengangkut bahan
baku ke tempat produksi dan untuk mengangkut produk jadi ke pelabuhan.
Seluruh program yang tercantum dalam MP3EI sudah sangat baik untuk percepatan
pembangunan Indonesia ke depan. Hanya saja, perlunya pengurangan keterlibatan lembaga
Peminjam Dan Hibah Luar Negeri (PHLN) seperti Bank Dunia (World Bank), Asian
Development Bank (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA) dan lain-lain agar
program-program yang ada dapat berjalan tanpa perlu keterlibatan dan campur tangan asing di
dalamnya.
Asing boleh dilibatkan, tapi hanya sebagai konsultan, bukan penentu kebijakan seperti yang
masih berjalan hingga kini. Seperti yang kita tahu, sudah banyak sekali proyek-proyek
pembangunan yang jika melibatkan asing hasilnya makin mempertebal disparitas antara si kaya
dan si miskin. Maka tak heran jika hingga kini hasil pembangunan di Indonesia hanya dinikmati
segelintir orang saja.

Pembangunan Pelabuhan Di Indonesia dalam Progam


MP3EI
posted on July 22, 2014 by Aris Wibowo | 2 Comments
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang cukup besar dan luas di dunia. Oleh sebab
itu transportasi laut cukup berperan penting dalam menyokong pembangunan dan ekonomi
Indonesia. Pelabuhan di indonesia tidak saja digunakan untuk kegiatan mobilitas manusia dari
satu pulau ke pulain lain melainkan juga untuk kegiatan perdagangan antarpulau bahkan
antarnegara.
Oleh karena itu, adanya pelabuhan yang layak di setiap pulau sangat diperlukan oleh Indonesia.
Pelabuhan bukan lagi infrastruktur yang dipandang sebelah mata sebagai bagian transportasi laut.
Pelabuhan menjadi infrastruktur pendukung ekonomi yang harus dikelola dengan baik secara
professional dan efisien.
Pemerintah dalam progam MP3EI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia, juga menyasar pembangunan infrastruktur pelabuhan di beberapa daerah
atau pulau di Indonesia. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bahkan telah mendapat dana Rp
718 Miliar guna merealisasikan progam MP3EI demi meratanya ekonomi dan pembangunan
nasional. Pemerintah bermaksud membangun beberapa pelabuhan baru atau memperbaiki
pelabuhan yang sudah ada agar transportasi dan jalur perdagangan lebih maksimal.
Indonesia sendiri memang telah memiliki beberapa pelabuhan modern dan besar seperti Tanjung
Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya. Namun, disayangkan pelabuhan pelabuhan
tersebut belum dikelola secara efisien. Salah satu hal yang disorot tentu tidak efisiennya waktu
bongkar muat kapal. Hal ini tentu berdampak pada biaya atau ongkos muat barang. Kurangnya
fasilitas seperti dermaga disinyalir membuat mobilitas bongkar muat pelabuhan di Indonesia
menjadi tidak efektif.
Dalam proyek MP3EI, pemerintah berharap bisa merealisasikan pelabuhan baru dalam beberapa
tahun ke depan. Beberapa pelabuhan yang masuk dalam progam ini ialah pelabuhan di Makasar,
Pelabuhan di Cimalaya, Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Tanjung Sauh
di Batam dan beberapa pelabuhan kecil lainnya.
Menurut Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko bidang
Perekonomian, perkiraan nilai yang dibutuhkan bagi investasi proyek pelabuhan prioritas
tersebut mencapai Rp 6 Triliun per tahun.
Pemerintah akan melakukan revitalisasi pelabuhan sebagai prioritas pembangunan infrastruktur
jangka pendek. Seperti yang diketahui, kelemahan pelabuhan di Indonesia terletak pada kualitas
infrastruktur dan suprastruktur. Yakni seperti masalah geografi pelabuhan Indonesia yang
umumnya memiliki kedalaman yang dangkal. Selain itu, panjang dermaga di pelabuhan
Indonesia relative pendek. Tak hanya itu, peralatan bongkar muat pada beberapa dermaga dirasa

ketinggalan zaman. Padahal beberapa pelabuhan di dunia sudah mengusung sistem computer
yang membuat pekerjaan lebih cepat, efektif dan efisien.`
Kementerian Perhubungan juga akan segera menambah fasilitas pembangunan dermaga yang
ada. Menurut data di kementerian, setiap tahunnya kegiatan bongkar muat dari kapal ke kapal di
dermaga beberapa pelabuhan di indonesia mengalami peningkatan. Beberapa dermaga baru
diharapkan dapat disingahi oleh kapal besar dan melakukan aktivitas bongkar muatnya tanpa
hambatan. Hal ini akan membuat ongkos bongkar muat relatif lebih murah jika dibandingkan
dengan kondisi saat ini.
Pemerintah Indonesia mengerahkan berbagai upaya agar proyek pembangunan pelabuhan ini
segera selesai. Hal ini terlihat dengan dikerahkannya banyak alat berat dan tenaga kerja untuk
memperbaiki atau menambah dermaga. Diharapkan dengan pelabuhan yang lebih baik dan
modern, dapat mengundang investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan modal, yang
akhirnya dapat meningkatkan perekonomian rakyat dan perekonomian nasional. Jumlah
pelabuhan yang banyak juga membuat transportasi antar pulau semakin lancar. Mobilitas
perdagangan dan manusia lebih stabil.

DAMPAK POSITIF
Dampak positiff yang di miiki dari pembuatan the new priouk adalah dengan di
perbaharui pelabuhan tersebut maka kapal kapal besar yang tidak pernah masuk
perairan Indonesia akan masuk kepreaira Indonesia. Selain itu dengan banyaknnya
geladak untuk berlabuh maka jumlsh kapal yang masuk akan semakin banyak dan
juga akan meningkatkan kegiatan perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai