Anda di halaman 1dari 6

Proses MSDM kesehatan di Indonesia

1. Perencanaan (planning)
A. Masalah perencanaan MSDM kesehatan di Indonesia
1) Selama ini di lingkungan Departemen Kesehatan berbagai jenis sistem informasi
kesehatan telah berhasil dikembangkan, yakni dengan telah dikembangkannya. Sistem
Informasi Kesehatan Nasional. Tetapi dengan berlakunya asas desentralisasi, berbagai
system informasi tersebut menjadi tidak berjalan lancar. Dengan kurang lancarnya
sistem informasi kesehatan tersebut berakibat pada sistem perencanaan dan
pengembangan kebijakan yang kurang berbasis pada data dan kenyataan di lapangan.
2) Sistem perencanaan dan penganggaran Departemen Kesehatan belum optimal, salah
satu sebabnya adalah kurangnya dukungan informasi yang memadai. Disamping itu
sistem pengendalian, pengawasan, dan pertanggungjawaban kinerja Departemen
Kesehatan belum berjalan lancar, karena dukungan dan kepastian hukum yang belum
jelas.
3) Kondisi sumberdaya manusia kesehatan saat ini masih jauh dari kurang, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Meskipun rasio SDM kesehatan telah meningkat,
namun masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 dan variasi antar daerah masih
sangat tajam. Permasalahan besar tentang SDM kesehatan yang dirasakan adalah
kurang efisien dan kurang efektif dalam menanggulangi permasalahan kesehatan,
serta kemampuan dalam perencanaan pada umumnya masih lemah.
2. Pengorganisasian (organizing)
A. Masalah
1) pemerataan,

keterjangkauan

atau

akses

pelayanan

kesehatan

yang

bermutu/berkualitas masih rendah. Masalah akses pelayanan kesehatan oleh


masyarakat, dapat disebabkan karena geografi, ekonomi, dan ketidaktahuan
masyarakat.
2) Berkaitan dengan masalah akses dan mutu pelayanan kesehatan, masalah
kurangnya tenaga kesehatan dan penyebarannya yang tidak sesuai dengan
kebutuhan di lapangan juga merupakan masalah yang pelik. Pelayanan kesehatan
di daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan masih kurang dapat
dilayani oleh tenaga kesehatan yang memadai, baik jumlah maupun mutunya.
3) Kurangnya tenaga kesehatan, apalagi yang berkualitas seperti yang diharapkan,
sangat berkaitan dengan permasalahan yang lebih hulu lagi, yaitu masalah
pendidikan tenaga kesehatan. Kondisi terakhir menunjukkan pendidikan tenaga

dokter termasuk dokter spesialis menghadapi masalah yang sangat serius, yaitu
kurangnya tenaga pendidik. Masalah serius ini hanya dapat diatasi dengan
kerjasama lintas sektor yang sinergis.
4) Distribusi tenaga kesehatan kurang merata, hal ini mengakibatkan terjadinya
ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan, bahkan sekitar 25-40% Puskesmas
tidak mempunyai dokter,khususnya di daerah dengan geografi sulit seperti di
Kawasan Timur Indonesia (KTI), dan di daerah rawan konflik. Kemampuan
manajemen kesehatan di berbagai tingkat administrasi masih terbatas. Dukungan
sistem informasi, hukum, dan Iptek kesehatan pada umumnya juga belum
memadai.
Masalah yang dapat kita kategorikan sebagai tantangan adalah berkaitan dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Meskipun UU Nomor 22 tahun 1999
telah diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
namun pelaksanaannya belum dapat dirasakan, termasuk dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di daerah. Berbagai permasalahan yang dihadapi antara lain :
1) Pembagian urusan antara berbagai jenjang pemerintahan belum dilaksanakan
secara konsekuen.
2) Berbedanya

persepsi

para

pelaku

pembangunan

terhadap

kebijakan

desentralisasi dan otonomi daerah.


3) Masih rendahnya kerjasama antar Pemerintah Daerah, terutama dalam
penyediaan pelayanan masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan antar
daerah, dan wilayah dengan tingkat urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi.
4) Belum efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintah
daerah. Struktur organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan
saling tumpang tindih. Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih
minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap. Juga
dalam hubungan kerja antar lembaga termasuk antara pemerintah daerah,
DPRD, masyarakat dan organisasi pemerintah belum optimal.
5) Masih terbatasnya dan masih rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah.
Hal ini ditunjukkan masih terbatasnya ketersediaan aparatur pemerintah
daerah, baik dari segi jumlah, maupun segi profesionalisme, dan terbatasnya
kesejahteraan aparat pemerintah daerah. Serta tidak proporsionalnya distribusi
menyebabkan tingkat pelayanan publik tidak optimal yang ditandai dengan

lambatnya kinerja pelayanan, tidak adanya kepastian waktu,tidak transparan,


dan kurang responsifnya terhadap permasalahan yang berkembang di
daerahnya.
6) Selain itu belum terbangunnya sistem dan regulasi yang memadai di dalam
perekrutan dan pola karir aparatur pemerintah daerah menyebabkan rendahnya
sumberdaya manusia berkualitas menjadi aparatur pemerintah daerah.
B. Solusi
Menjawab tantangan dan permasalahan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi
daerah ini, arah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah kedepan hendaknya
memprioritaskan hal-hal :
1) Menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional berdasarkan
kebutuhan nyata daerah, ramping, hierarki yang pendek, bersifat jejaring, bersifat
fleksibel

dan

adaptif,

diisi

jabatan

fungsional,dan

terdesentralisasi

kewenangannnya,sehingga mampu memberikan pelayanan masyarakat dengan


lebih baik dan efisien, serta berhubungan kerja antar tingkat pemerintah, dengan
DPRD, masyarakat dan lembaga non pemerintah secara optimal sesuai dengan
peran dan fungsi masing-masing.
2) Menyiapkan ketersediaan aparatur pemerintah daerah yang berkualitas secara
proporsional diseluruh daerah dan wilayah, menata keseimbangan antara jumlah
aparatur pemerintah daerah dengan beban kerja di setiap lembaga/satuan kerja
perangkat daerah, serta meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui
pengelolaan sumberdaya manusia pemerintah daerah berdasarkan standar
kompetensi.
3. Pelaksanaan (actuating)
A. Masalah
1) Dukungan Departemen Kesehatan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan
masih terbatas, terutama dalam penanganan penduduk miskin, promosi kesehatan,
gizi buruk, penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana,surveilans,
imunisasi, pelayanan kesehatan di daerah terpencil, dan perbatasan, serta
pendayagunaan tenaga kesehatan.
2) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan dirasakan masih
kurang memadai, baik jumlah maupun kualitasnya. Penelitian dan pengembangan
kesehatan

belum

optimal

termasuk

pemanfaatan

hasil-hasilpenelitian.

Pengembangan pemberdayaan masyarakat dan sumberdaya kesehatan, juga masih


belum merata dan belum sesuai seperti yang diharapkan.
3) Berbagai penemuan yang merupakan hasil penelitian dan pengembangan sangat
mendukung pelaksanaan program pembangunan kesehatan. Dalam merespon
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, upaya penapisannya
belum dilaksanakan secara efektif, sehingga penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi canggih justru akan menyebabkan mahalnya biaya kesehatan.
B. Solusi
Kondisi saling interaksi, interrelasi, dan interdependensi antara pelaksanaan
pembangunan kesehatan oleh Pusat dan Daerah. Di masa depan kecenderungan
peningkatan kemampuan perencanaan pembangunan pusat dan daerah akan semakin
penting, oleh karena itu perlu diantisipasi agar pembangunan kesehatan tidak mengalami
kemunduran.
4. Pengawasan (controlling)
A. Masalah
1) Jumlah tenaga Departemen Kesehatan tersebut masih belum mencukupi, bila
dibandingkan dengan kondisi permasalahan dan tantangan yang dihadapi saat ini.
Sistem karier, pembinaan, dan pengawasan Aparatur kesehatan kurang tertata,
sehingga belum mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan
profesionalisme petugas Departemen Kesehatan.
2) Saat ini pengelolaan sumberdaya kesehatan sedikit demi sedikit mulai terarah dan
transparan, serta memperhatikan berbagai aspirasi berbagai pihak. Pengadaan tenaga
kesehatan dan pendistribusian tenaga kesehatan melalui pengangkatan Pegawai Tidak
Tetap (PTT), dan cara lain, sudah mulai dilaksanakan secara transparan. Namun
demikian kebijakan PTT dan cara lain tersebut, banyak menimbulkan berbagai
permasalahan baru.
3) pengendalian manajemen belum memadai, efisiensi dan efektivitas kerja yang masih
rendah, kualitas pelayanan umum yang masih perlu ditingkatkan, serta adanya
peraturan yang tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan. Untuk itu dibutuhkan upaya sistematis, komprehensif, dan integratif
dalam mendorong pengawasan dan peningkatan kinerja sebagai upaya memberikan
kontribusi guna menciptakan Departemen Kesehatan yang bersih dari penyimpangan,
transparan, dan akuntabel.
B. Solusi
5. Evaluasi (evaluating

A. MASALAH
B. SOLUSI
B. PERAN DEPARTEMEN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN
KESEHATAN
Depkes pemerintahan di bidang kesehatan. Adapun fungsinya adalah:
(1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan
kebijakan teknis di bidang kesehatan; (2) Pelaksanaan urusan
pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; (3) Pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya; (4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; dan (5)
Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan
di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Dalam pembinaan pembangunan kesehatan, Departemen
Kesehatan melakukan berbagai upaya yang berkaitan
dengan penetapan kebijakan pembangunan kesehatan,
pelembagaan dan hukum kesehatan, pengendalian dan
pengawasan pembangunan kesehatan, serta pengembangan
sumberdaya manusia kesehatan.

Referensi
http://www.depkes.go.id/downloads/pedomanteknis2.pdf
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/materi_pertemuan/pra_raker/BahanPaparanK
ebijakanPerencanaanPembangunanKesehatan.pdf

Anda mungkin juga menyukai