Anda di halaman 1dari 30

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

KonsepThalasemia
1. Definisi Thalasemia
Thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu thalassa yang berarti
laut.Yang dimaksud laut tersebut ialah Laut tengah, oleh karena
penyakit ini mula-mula ditemukan disekitar laut tengah.Thalassemia
adalah kelompok kelainan genetic yang diwariskan, yang disebabkan
oleh mutasi yang mempengaruhi sintesis hemoglobin (Nathan & Oskis,
2009). Penyakit ini biasa di turunkan dari orang tua yang mengalami
thalassemia kepada anaknya, sehingga anakpun mengalami penyakit
yang serupa yang akan dialami selama seumur hidup.
Thalassemia adalah sekelompok kelainan genetik autosomal resesif
yang ditandai oleh adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin,
penyakit ini dialami seumur hidup, yang diaktifasikan sebagai alpha
dan beta Thalasemia (Potts & Mandlecco, 2007).
Berdasarkan sintesis rantai globinnya thalasemia dikelompokan
menjadi 2, yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta (Tarwoto, 2008) :

1) Thalasemia alfa
Dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa. Thalasemia ini
memiliki gejala yang lebih ringan, bahkan tanpa gejala. Keadaan
sel darah merahnya mikrokrostik, dimana produksi hemoglobin
yang tidak adekuat.
2) Thalasemia beta

10

Merupakan penyakit thalasemia yang sering terjadi, biasanya


mempunyai tanda dan gejala bervariasi.
2.

Patofisiologi
Setiap Hb A yang normal berisi empat komponen globin atau rantai
polipeptida.Dua rantai globin adalah rantai polopeptida alpha dan
polipeptida beta, keempat rantai menggabungkan dengan keempat
komplek heme, yaitu komponen yang membawa oksigen untuk
membentuk satu molekul hemoglobin. Pada beta thalassemia sintesis
rantai globin beta mengalami gangguan, sehingga menghasilkan sel
darah merah yang mengandung hemoglobin yang berkurang, di
samping itu, sel darah merah yang mengandung rantai alpha bebas yang
tidak stabil atau endapan, yang menyebabkan banyak sel darah merah
mudah hancur, dengan demikian terjadi anemia akibat penurunan sel
darah merah. Anemia berat terkait dengan beta thalassemia mayor yang
dapat menyebabkan ginjal melepaskan eritropoenin , yaitu hormon yang
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah.
Sumsum tulang akhirnya mengalami hyperplasia (Poots & Mandlecco,
2007).Sel darah merah normal seharusnya 120 hari, tetapi karena Hb
terlalu banyak kehilangan darah sehingga akhirnya mengalami anemia
berat.
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sekali produksi
rantai globin.Penurunan secara bermakna pada salah satu jenis rantai
globin baik alpha maupun beta dapat menyebabkan sintesis rantai
globin menjadi tidak seimbang. Pada thalassemia beta tidak ada sintesis
rantai beta, tetapi rantai globin yang diproduksi berupa rantai alpha

11

yang berlebihan, sedangkan pada thalassemia alpha sebaliknya, sintesis


rantai alpha tidak terjadi , melainkan rantai globin beta yang diproduksi
secara berlebihan.
3.

Klasifikasi
Klasifikasi klinisThalasemia dibagi atas:
a. Karier alpha dan atau beta thalassemia, dimana secara hematologis
b.

normal.
Thalassemia Trait (alpha atau beta), klinisnya memiliki gejala

c.

anemia ringan dengan mikrokristik dan hipokromia.


Penyakit HbH (alpha thalassemia) , mengalami tingkat anemia

d.

hemolitik yang cukup parah, ikterik dan splenomegaly.


Beta thalassemia mayor (Cooleys anemia), mengalami anemia
yang berat, terjadi gangguan pertumbuhan, adanya pembesaran hati
dan limpa, adanya perluasan tulang, juga deformitas tulang, kondisi

ini sangat tergantung sekali oleh transfusi darah.


e. Thalassemia intermedia, kondisi ini tidak mengharuskan untuk
mendapatkan transfusi secara regular.
Secara umum thalassemia digolongkan berdasarkan apakah
seseorang memilki satu gen cacat atau dua gen cacat, terdiri dari
f.

(Hockenberry & Wilson, 2009) :


Thalassemia Minor
Pada individu dengan thalassemia minor hanya memiliki satu
salinan gen thalassemia beta.Orang tersebut dikatakan heterozigot
untuk thalassemia beta.Orang dengan thalassemia minor memiliki
gejala anemia ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat
hemoglobin dalam darah). Situasi itu serupa dengan anemia
defisiensi besi

yang ringan. Namun, biasanya orang dengan

thalassemia minor masih memiliki tingkat Hb normal, sehingga

12

pengobatan tidak diperlukan untuk thalassemia minor.Secara


khusus, terapi kelasi besi tidak disarankan.
g.

Thalassemia Mayor
Anak yang lahir dengan thalassemia mayor memiliki dua gen untuk
beta thalassemia dan tidak ada gen beta-rantai normal. Anak ini
disebut homozigot untuk thalassemia beta.Hal ini menyebabkan
kekurangan yang mencolok pada produksi rantai beta dan dalam
produksi Hb A.Gambaran klinis yang terkait disebut juga anemia
Cooley.Gejala anemia mulai berkembang dalam bulan-bulan
pertama setelah lahir.

4.

Manifestasi klinis Thalasemia


Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi.Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan
(Aguskrisno, 2012).Pada bentuk yang lebih berat, misalnya pada
thalassemia mayor gejala klini telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun.
Gejala yang tampak ialah anak lemah,pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya
pembesaran limpa dan hati yang mudah teraba.Adanya pembesaran
limpa

dan

hati

tersebut

mempengaruhi

gerak

pasien

karena

kemampuannya terbatas. Limpa yang besar ini akan mudah ruptur


walaupun karena trauma ringan.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidug pesek
tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi

13

juga lebar (facies cooley).Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan


perkembangan tulang muka dan tengkorak.Keadaan kulit pucat
kekuning-kuningan. Jika pasien sering mendapat transfuse darah, kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam
jaringan kulit. Penimbunan besi (Hemosiderosis) dalam jaringan tubuh
seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal
alat-alat tersebut (hemokromatosis) (ngastiyah, 2012). Bias terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit(ulkus, borok), anak-anak yang
menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas

lebih

lambat

dibandingkan

anak

normal

lainnya

(Aguskrisno,2012).
5.

Diagnosis
Thalassemia dapat dideteksi secara spesifik sejak bayi baru lahir
melalui screening test, selain itu diagnosis prenatal juga mungkin
dilakukan untuk mendiagnosa thalassemia, dapat dilakukan berbagai
cara. Dapat dibuat dengan meneliti sintesis rantai globin pada sampel
darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 13-20
minggu.Tindakan ini beresiko rendah untuk menimbulkan kematian dan
kelainan pada janin (Permono & Ugrasena, 2006).

6.

Terapi
a. Regimen transfusi populer adalah regimen hipertransfusion yang
mempertahankan kadar rata-rata Hb pada 12,5 g/dl dan kadar
pratransfusi tidak berkurang dari 10 g/dl. Kadar Hb pascatransfusi
tidak boleh diatas 16 g/dl, dapat terjadi hiperviskositas dan
komplikasi. Diharapkan pertumbuhan normal dan dapat melakukan

14

aktifitas fisik, menekan eritropoiesis, mencegah perubahan skletal


dan penyerapan besi gastrointestinal, mencegah hemopoiesis ekstra
medular, mencegah splenomegali dan hipersplenisme yang akan
b.

berpengaruh terhadap kualitas hidupnya (Nelson, 2012).


Terapi kelasi sebaiknya dimulai sesegera mungkin saat timbunan
besi cukup untuk dapat menimbulkan kerusakan jaringan yaitu
setelah pemberian 10-20 kali transfusi atau kadar feritin meningkat
diatas 1000g/l dan diharapkan menghentikan progresifitas fibrosis
hati menjadi sirosis. Kelasi besi yang sering digunakan adalah
Deferoksamin,

tetapi

mempunyai

beberapa

keterbatasan,

pemberian secara parenteral,efek samping dan biaya. Menurut


penelitian Abetz (2006) mengenai pemakaian kelasi besi yaitu
penilaian dampak terapi kelasi besi parenteral terhadap kualitas
hidup, dan kebutuhan akan terapi oral dengan tujuan mudahnya
pemberian terapi, efikasi dan toleransi baik. Ketaatan rendah
c.

terhadap kelasi besi berdampak negatif terhadap kualitas hidup.


Vitamin C (200mg perhari) meningkatkan ekskresi besi yang

d.

disebabkan oleh desferioksamin.


Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien nonimun. Pada hepatitis C yang ditularkan melalui transfuse, diobati
dengan interferon- dan ribavirin ditemukan genom virus dalam

e.

plasma.
Transplantasi

sumsum

tulang

alogenik

memberi

prospek

kesembuhan yang permanen. Tingkat kesuksesannya (ketahanan


hidup bebas thalassemia mayor jangka panjang) adalah lebih dari
80% pada pasien muda yang mendapat kelasi secara baik tanpa

15

disertai adanya fibrosis hati atau splenomegaly. Saudara kandung


dengan antigen leukosit manusia yang sesuai (atau kadang kadang, anggota keluarga lainya atau donor sesuai yang tak
memiliki hubungan) bertindak sebagai donor.Kegagalan terutama
akibat kambuhnya thalaemia, kematian (misalnya akibat infeksi),
atau penyakit graft versus host (Cangkok versus pejamu) kronik
yang berat (Hoffbrand, 2012).

B.

Konsep Kepatuhan
1. Kepatuhan secara umum
Kepatuhan (complience), juga dikenal sebagai ketaatan (adherence)
adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang
mengobatinya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi perjanjian,
mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan, menggunakan
medikasi secara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan perilaku atau
diet, perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis tertentu, sifat
penyakit dan program pengobatan (Kaplan & Sadock,2010).

Sackett dalam Niven (2002) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai


sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan
oleh professional kesehatan.

WHO dalam febriyanti (2012) mendefinisikan kepatuhan sebagai


seberapa baik perilaku seseorang dalam menggunakan obat, mengikuti
aturan atau merubah hidup sesuai dengan tatalaksana terapi. Pasien dan

16

tenaga kesehatan dapat mempengaruhi kepatuhan. Hubungan baik


dokter dan pasien merupakan faktor penting untuk meningkatkan
kepatuhan.

Kepatuhan seseorang individu dapat dipengaruhi oleh adanya dukungan


keluarga seperti yang dikatakan dalam penelitian tentang pengaruh
dukungan keluarga terhadap pasien anemia. Hasil penelitian tersebut
menyatakan sebagian besar pasien menerima dukungan keluarga dalam
bentuk dorongan berobat (Fatricia Amanda, 2012).

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap


instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan
dokter (Stanley,2007). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan
perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan keperilaku yang
mentaati peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2003).

2.

Kepatuhan Minum Obat


Secara umum istilah

kepatuhan

(compliance

atau

adherence)

dideskrifsikan dengan sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi


atau saran medis (Sabate 2001: Dusing lottermoser&Mengden, 2001).
Terkait dengan therafi obat, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai
derajat kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya dengan rejimen
dosis obat yang direspkan, oleh karena itu pengukuran kepatuhan pada
dasarnya mempresentasikan perbandingan antara dua rangkaian

17

kejadian yaitu bagaimana nyatanya obat diminum dengan bagaimana


obat seharusnya diminum sesuai resep (Dusing lottermoser&Mengdem,
2001). Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang
terhadap penyakit kronis dinegara maju hanya 50%, sedangkan di
negara-negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah
(WHO,2003).
3.

Konsep Perubahan Perilaku


Pengertian perilaku adalah kegiatan aktifitas organisme atau mahluk
hidup yang bersangkutan perilaku manusia berasal dari dorongan yang
ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk
memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia, ada anggapan dasar
bahwa manusia berperilaku karena dituntut oleh dorongan dari dalam
sedangkan dorongan merupakan suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhan yang harus terpuaskan. Jadi perilaku timbul karena dorongan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan(Notoatmodjo,2003). Sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2007). Aapabila
pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya pun akan
semakin baik. Akan tetapi pengetahuan baik tidak disertai dengan sikap
maka pengetahuan itu tidak akan berarti (Notoatmodjo, 2003).

4.

Faktor-faktor Perilaku
Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan perilaku individu dan
masyarakat, (Green dalam Notoatmodjo, 2010) antara lain :
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor) yaitu merupakan faktor
yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku
tertentu. Faktor internal ini yang terdiri dari pengetahuan, sifat,

18

motivasi, nilai-nilai budaya serta kepercayaan diri orang tersebut


terhadap perilaku tertentu, karakteristik individu seperti umur, jenis
b.

kelamin dan tingkat pendidikan.


Faktor Pemungkin (Enambling Faktor) yaitu merupakan faktor
yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor ini
biasanya berada diluar individu yang terdiri dari ketersediaan
pelayanan,

petugas

kesehatan,

sumber

daya/fasilitas,

keterjangkauan pelayanan kesehatan baik jarak maupun biaya,


c.

adanya aturan dan komitmen-komitmen masyarakat.


Faktor Penguat (Reinforcing Faktor) yaitu faktor yang memperkuat
terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam faktor ini adalah
pendapat, dukungan dan pengawasan minum obat.

Terdapat tiga teori utama yang dapat menjelaskan munculnya perilaku


patuh dalam mengkonsumsi obat, yaitu Health Belief Model, Theory of
Planned Behavior (Weinman & Horne, 2005) dan Model of Adherence
(Morgan & Horne, 2005).
a.

Health Belief Model (HBM)


HBM menjelaskan model perilaku sehat ( misal memaksakan diri)
merupakan fungsi dari keyakinan personal tentang besarnya
ancaman penyakit dan penularannya, serta keuntungan dari
rekomendasi yang diberikan petugas kesehatan. Ancaman yang
dirasakan berasal dari keyakinan tentang keseriusan yang dirasakan
terhadap penyakit dan kerentanan orang tersebut. Individu
kemudian menilai keuntungan tindakan yang diambil (misal :
berobat akan memperingan simptom), meskipun dibayang-bayangi

19

oleh resiko-resiko dari tindakan yang diambilnya seperti : takut


akan efek samping atau pun biaya pengobatan. Berdasarkan
dinamika tersebut dapat dipahami bahwa kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat merupakan proses yang diawali oleh
keyakinan seseorang akan keseriusan penyakitnya, yang berujung
pada tindakan untuk berobat kepetugas kesehatan, termasuk
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, walaupun dibayang-bayangi
b.

oleh resiko atau efek samping dari tindakan tersebut.


Theory of Planned Behavior (TPB)
Teori ini berusaha menguji hubungan antara sikap dan perilaku
yang berfokus utamanya adalah pada intensi (niat) yang
mengantarkan hubungan antara sikap dan perilaku, norma subjektif
terhadap perilaku, dan kontrol terhadap perilaku yang dirasakan.
Sikap terhadap perilaku merupakan produk dari keyakinan tentang
hasil akhir (misal : frekuensi kekambuhan efilepsi berkurang) dan
nilai yang dirasakan dari hasil akhir tersebut (kondisi jarang
kambuh sangat penting bagi orang tersebut). Norma subjektif
berasal dari pandangan orang-orang disekitar tentang perilaku
berobat (misal : istri atau suami ingin agar orang tersebut mengikuti
rekomendasi dokter), dan motivasi untuk mendukung pandanganpandangan orang-orang disekitar tersebut (misal : orang tersebut
ingin menyenangkan pasangannya dengan mengikuti rekomendasi
dokter). Kontrol perilaku yang dirasakan menggambarkan tentang
seberapa jauh orang tersebut merasakan bahwa berperilaku patuh
dapat dikendalikan. Hal ini tergantung keyakinan orang tersebut

20

bahwa dirinya mampu untuk mengontrol tindakannya. Misal :


persepsi bahwa terdapat sumber internal seperti kecukupan
keterampilan atau informasi, serta sumber eksternal seperti
dukungan-dukungan dan hambatan-hambatan yang berasal dari
c.

lingkungan sekitarnya.
Model of Adherence
Morgan & Horne (2005) mengemukakan model Unintensional
Nonadherence & Intentional Nonadherence.
Unintensional Non adherence mengacu pada hambatan pasien
dalam proses pengobatan. Hambatan- hambatan dapat muncul dari
kapasitas dan keterbatasan sumber-sumber dari pasien, meliputi
defisiensi memori (misal : lupa instruksi atau lupa berobat),
keterampilan (misal : kesulitan dalam membuka kemasan/penutup
obat atau menggunakan peralatan dalam berobat seperti jarum
suntik dan penghisap), pengetahuan (misal : tidak menyadari akan
kebutuhan untuk minum obat secara teratur) atau kesulitan dalam
rutinitas-rutinitas

normal.

Intentional

Non

adherence

menggambarkan cara pasien yang terlibat dalam pengambilan


keputusan pengobatan. Pada proses ini tindakan rasional berasal
dari

keyakinan-keyakinan,

kondisi-kondisi,

prioritas-prioritas,

pilihan-pilihan dan latihan-latihan, meskipun persepsi dan tindakan


berbeda antara harapan dalam pengobatan dan rasionalitasnya.
Barber (2002) lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui Theory of
Human Error dalam organisasi, tindakan unintentional dan
intentional

dari

pasien,

faktor

lokal/internal

dan

21

eksternal/organisasional

sebagai

penyebab

adherence

dan

nonadherence.
Morinsky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan
dalam mengkonsumsi obat yang dinamakan MMAS (Morisky
Medication Adherence Scale), dengan delapan item yang berisi
pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam
minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan
dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum
obat (Morisky & Munter, P, 2009).
Berikut ini faktor yang mendukung kepatuhan pasien, (Feuerstein et
al,1986 dalam Niven 2002) juga menyampaikan suatu program
tindakan yang terdiri dari lima elemen:
1.

Pendidikan
Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti
penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.

2.

Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

3.

Modifikasi faktor lingkungan dan sosial


Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan
teman teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk
untuk

4.

membantu

pengobatan.
Perubahan model terapi

kepatuhan

terhadap

program-program

22

Program-program pengobatan dapat dibuat sederhana mungkin,


dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
5.

Dengan cara ini komponen-komponen yang lebih kompleks.


Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien.

Merupakan suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada


pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien
membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebab dan
apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti ini.
Carpenito (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh tingkat
kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif
sehingga pasien tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhannya,
sampai menjadi patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan diantaranya:
a.
Pemahaman tentang intruksi
Tidak seorang pun memenuhi instruksi jika dirinya salah paham
b.

tentang instruksi yang diberikan padanya.


Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan,
sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan
tertentu. Gunarso dalam Suparyanto (2010) mengemukakan bahwa
semakintua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya
bertambah

baik,

akan

tetapi

pada

umur-umur

tertentu,

bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika


berusia belasan tahun dengan demikian dapat disimpulkan faktor
umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang

23

akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan


menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring
c.

dengan usia semakin lanjut.


Kesakitan dan pengobatan
Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena
tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang
jelas), saran, gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang
komplek, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak

d.

pantas sering terabaikan.


Keyakinan, sikap dan kepribadian
Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal
berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami
depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki
ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih,
memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang
lebih

e.

ditandai

dengan

kurangnya

penguasaan

terhadap

lingkungannya.
Dukungan keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh
dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta
menentukan program pengobatan yang mereka terima. Keluarga
juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai
perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang
terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial secara

f.

negatif berhubungan dengan kepatuhan.


Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi merupakan kemampuan

finansial

untuk

memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya

24

seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya


ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai
semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu
tingkat

ekonomi

menengah

kebawah

akan

mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi


g.

ketidakpatuhan.
Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk emosional dari anggota keluarga,
teman, waktu dan uang merupakan faktor penting. Keluarga dan
teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh
penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada
ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok
pendukung

untuk

mencapai

kepatuhan.

Dukungan

sosial

nampaknya efektif dinegara Indonesia yang memiliki status sosial


lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat.
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta
pemberiannya diikuti dengan benar. Jika terafi ini akan dilanjutkan
setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat
meneruskan terafi itu dengan benar dan tanpa pengawasan. Ini terutama
penting untuk penyakit-penyakit menahun.

Terdapat lima faktor

ketidak patuhan terhadap pengobatan yaitu kurang pahamnya pasien


tentang tujuan pengobatan tersebut, tidak mengertinya tentang
pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan
dengan prognosisnya, sukarnya memperoleh obat luar rumah sakit,
mahalnya harga obat, dan kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga

25

yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat


itu kepada pasien (Tambayong, 2002).

Menurut Siregar (2006), yang dimaksud dengan kepatuhan dalam


pengobatan adalah mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan pada
waktu dan dosis yang tepat.

Kepatuhan mengkonsumsi obat yang

dikemukakan oleh Horne (2006), yaitu : compliance, adherence dan


concordance. National Council on Patient Information & Educations
menambahkan satu istilah lagi, yaitu persistence.

Menurut National Council on Patient Impormations & Educations,


perbedaan terminologi tersebut berkaitan dengan perbedaan cara
pandang dalam hal hubungan antara pasien dan penyedia jasa kesehatan
(dokter), termasuk terjadi kebingungan dalam hal bahasa untuk
menggambarkan perilaku mengkonsumsi obat yang diputuskan oleh
pasien. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas,
pengertian kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dalam penelitian ini
juga mengacu pada istilah adherence, yang dapat disimpulkan sebagai
perilaku untuk mentaati saran-saran atau prosedur dari dokter tentang
penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi
antara pasien (dan atau keluarga pasien sebagai orang kunci dalam
kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis.

26

Terdapat jenis kepatuhan, akibat dari ketidakpatuhan dan peningkatan


kepatuhan pada penggunaan obat, antara lain:
1.

Jenis ketidakpatuhan
Pengobatan

akan

efektif

apabila

mematuhi

aturan

dalam

pengobatan, menurut Siregar (2006) adapun beberapa jenis


ketidakpatuhan yang terjadi adalah disebabkan oleh sebagai
berikut: ketidakpatuhan pada minum obat, mencakup kegagalan
menebus resep, melalaikan dosis, kesalahan dosis, kesalahan dalam
waktu pemberian/konsumsi obat, dan penghentian obat sebelum
waktunya.
a.

Tidak menebus resep obatnya, yaitu karena pasien/keluarga


pasien tidak merasa memerlukan obat atau tidak menghendaki
mengambilnya. Ada juga pasien yang tidak menebus resepnya

b.

karena tidak mampu membelinya.


Kesalahan pada waktu konsumsi obat, yaitu dapat mencakup
situasi yang obatnya dikonsumsi tidak tepat dikaitkan dengan
waktu makan. Cotohnya 1 jam sebelum makan dan 2 jam

c.

sesudah makan.
Penghentian pemberian obat sebelum waktunya, pasien harus
diberitahu pentingnya penggunaan obat antibiotik yang

d.

dikonsumsi sampai habis selama terapi.


Pemberian obat kurang dari dosis yang tertulis dan
penghentian obat sebelum waktunya, faktor lain yaitu
ketidakpatuhan mencakup pengetiketan yang tidak benar dan
penggunaansendok teh yang mempuyai berbagai volume
yang berbeda.

27

e.

Pasien rawat jalan yang tidak patuh karena tidak mengerti


instruksi penggunaan dengan benar dan ada yang salah
menginterpretasikan, selain itu kemugkinan ketidakpatuhan

2.

pasien rawat jalan karena kurangnya pengawasan terafi.


Akibat ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang
kurang. Dengan cara demikian, pasien kehilangan manfaat terafi
yang diantisipasi dan kemungkinan mangakibatkan kondisi yang
diobati secara bertahap menjadi buruk.
Seorang pasien menghentikan penggunaan antibiotik untuk
pengobatan suatu infeksi apabila gejala telah mereda, dan
karenanya tidak menggunakan semua obat yang ditulis, hal ini
menyebabkan kembali kekambuhan, penyakit kambuh lagi karena
diakibatkan oleh ketidakpatuhan dari pada disebabkan timbulnya
resisten terhadap obat.

3.

Peningkatan kepatuhan
Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara antara
tim medis dan pasien dalam berbicara mengenai obat yang ditulis.
Keefektifan komunikasi akan terjadi penentu utama kepatuhan
pasien.
Dibawah ini merupakan peranan dalam menghadapi masalah
ketidak patuhan yaitu:
a.

Mengidentifikasi faktor resiko yaitu mengenai individu yang


mungkin tidak patuh, sebagai mana diduga oleh suatu

28

pertimbangan berbagai resiko yang perlu diperhitungkan dalam


merencanakan terafi pasien, agar regimen sejauh mungkin
b.

kompatibel dengan kegiatan normal pasien.


Pengembangan rencana pengobatan harus didasarkan pada
kebutuhan pasien, apabila mungkin pasien harus menjadi
partisipan dalam kepatuhan pemberian regimen terafi. Untuk
membantu ketidak nyamanan dan kelalaian, regimen harus
disesuaikan agar dosis yang diberikan pada waktu yang sesuai

c.

dengan jadwal pasien.


Alat bantu kepatuhan yang meliputi pemberian label dan
kalender pengobatan dan kartu pengingat obat sehingga pasien
mengerti tentang penggunaan dalam membantu pasien
mengerti obat yang digunakan, kapan digunakan, dan
mengenai dosis obat yang digunakan.

C.

Konsep Dukungan Keluarga


1.
Konsep Keluarga
Bomar (2004), menjelaskan bahwa dukungan keluarga adalah suatu
bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga, baik dalam
dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informatif.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial
yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat
diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak
digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan
2.

jika diperlukan).
Fungsi Dukungan Keluarga

29

Dukungan sosial dibedakan menjadi empat jenis atau dimensi


( Depkes, dalam Dr. Nursalam dan Kurniawati, 2011 ).
a. Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap
orang yang bersangkutan, sehingga individu tersebut merasa
nyaman, dicintai dan diperhatikan, dukungan ini meliputi perilaku
seperti memberikan perhatian serta bersedia mendengarkan keluh
kesah keluarga, bisa dan mau memberikan semangat dalam
ketaatan minum obat, mengantar berobat kerumah sakit, menunggu
selama berobat, mengambilkan obat keapotik, mengantar dahak
kelaboratorium, mengambilkan hasil laboratorium, dan membantu
a.

menyiapkan obat untuk diminum.


Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang
lain, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaanindividu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang
lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk

b.

keadaannya (menambah harga diri).


Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya menyiapkan dana untuk
biaya pengobatan atau memberi pinjaman uang kepada orang yang
membutuhkan dan menolong dengan memberi pekerjaan kepada

c.

orang yang tidak punya pekerjaan.


Dukungan Informatif
Mencakup pemberi nasihat, saran pengetahuan dan informasi serta
petunjuk. Sehingga keluarga dapat mengatasi masalah dan
mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya,

30

seperti pentingnya dalam menjalani program pengobatan dan akibat


yang ditimbulkan apabila putus dalam pengobatan.
D.

Konsep Pengetahuan
1.

Pengertian Pengetahuan (Knowlegde)


Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya akan semakin
baik. Akan tetapi pengetahuan yang baik tidak disertai dengan sikap
maka pengetahuan itu tidak akan berarti (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah :
1) Faktor internal :

faktor dari dalam diri sendiri, misalnya

intelegensia, minta dan kondisi Fisik.


2) Faktor eksternal : factor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat dan sarana serta faktor pendekatan belajar

seperti

upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.


Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yakni :
1) Tahu (know)
Yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, kata kerja untuk mengukur bahwa orang

31

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,


menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dsb.
2) Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar
3) Aplikasi (aplication)
Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah
ipelajari pada situasi atau kondisi real.

4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti

menggambarkan

(membuat

bagan),

memisahkan,

mengelompokkan, dsb.
5) Sintesis (synthesis)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dsb terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.

32

6) Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
terhadap suatu materi atau obyek (Notoatmodjo,2003).

E.

Sikap (Attitude)
Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2007). Manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Allport menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1)

Kepercayaan (keyakinan), ide,konsep terhadap suatu objek.

2)

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3)

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yakni :
1) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan mempeerhatikan stimlus yang
diberikan (obyek)
2) Merespon (responding)

33

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan


tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
4) Bertanggung jawab ( responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko.

Secara umum orang tidak akan memperlihatkan sikap asli mereka dihadapan
orang lain untuk beberapa hal . Satu cara untuk mengukur atau menilai sikap
seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner. Skala penilaian sikap
mengandung serangkaian pernyataan tentang permasalahan tertentu.
Responden yang akan mengisi diharapkan menentukan sikap setuju atau
tidak setuju terhadap pernyataan tertentu (Niven, 2002).
2.

Praktek atau Tindakan (Practice)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
antara lain adalah fasilitas. Seperti halnya pengetahuan dan sikap,
praktek atau tindakan terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1)

Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil.

34

2)

Respon terpimpin (guide response)


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh

3)

Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4)

Adaptasi (adaption)
Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya

tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia secara
operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu perilaku dalam
bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan bentuk tindakan nyata atau
perbuatan. Ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan berdasarkan tahapan
tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan (ranah kognitif), sikap
(ranah afektif), dan keterampilan (ranah psikomotorik) sehingga menjadi
pola perilaku baru (Notoatmodjo, 2003).

F.

Konsep Motivasi
1.

Definisi
Motivasi adalah sebuah konsep psikologis yang intangible atau tidak
kasat mata. Artinya kita tidak dapat melihat motivasi secara langsung.
Kita

hanya

dapat

mengetahui

motivasi

seseorang

dengan

menyimpulkan perilaku, perasaan dan perkataannya ketika mereka

35

ingin mencapai tujuannya. Motivasi adalah konsep yang komplek


karena manusia adalah mahluk yang komplek. Bahkan tidak semua
motivasi itu kita sendiri (Quinn dalam Notoatmodjo, 2010).

Dalam bukunya tentang bagaimana memotivasi perilaku sehat, John


Elder dalam Notoatmodjo (2010), mendefinisikan motivasi sebagai
interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan,
menurunkan, atau mempertahankan. Perilaku definisi ini lebih
menekankan pada hal-hal yang dapat diobservasi dari proses motivasi.

Robbins (2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses untuk


menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan individu untuk mencapai
tujuannya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan pengobatan guna mencapai suatu
tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan perilaku
yang diarahkan untuk mencapai keputusan.

Berbagai teori motivasi berikut akan diuraikan antara lain Self


Determination Theory (SDT) dan Sosial Cognitive Theory (SCT) :
a. Self Determination Theory
Teori komprehensif dari motivasi manusia yang berfokus pada
perkembangan dan fungsi perilaku dalam konteks sosial. Motivasi
atau energi untuk beraktifitas merupakan komponen penting dalam

36

Self Determination Theory (SDT) dan dapat dipercaya dapat


memelihara perilaku dan perubahannya. Self Determination Theory
(SDT) mengemukakan dua tife motivasi yaitu motivasi instrinsik
(autonomous motivation) dan motivasi ekstrinsik (controlled
motivation) (Deci&Ryan, dalam Butler, 2002).
Pada motivas intrinsik individu melakukan aktifitas pengobatan
sesuai dengan yang dianjurkan. Pilihan individu ini menjadi dasar
suatu kesadaran akan kebutuhan mereka dan interpretasi dari
lingkungan. Individu terbebas dari tekanan dan imbalan dari luar
yang didesain untuk mengontrol.
b. Regulation Through Identification
Regulasi ini adalah bentuk motivasi ekstrinsik yang didorong oleh
otonomi, misalnya jika aktifitas yang akan dilakukan melibatkan
keyakinan akan tujuan yang dianggap penting.
c. Integrated Regulation
Bentuk motivasi ekstrinsik yang palig memiliki otonomi. Regulasi
ini terjadi jika regulasi berasimilasi dengan diri sendiri sehingga
regulasi ini ikut dalam evaluasi dan kepercayaan pada kebutuhan
pribadi. Regulasi ini hampir sama dengan motivasi intrinsik tapi
masih dikategorikanekstrinsik.

37

G.

Hasil Penelitian Terkait


Hasil penelitian Fatricia Amanda (2012) dengan judul Faktor- faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat
besi di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam Kota Solok tahun 2012
menunjukan bahwa 48,0% responden patuh mengkonsumsi zat besi dan
52,0% responden tidak patuh mengkonsumsi zat besi. Sedangkan 37,3%
responden berpengetahuan rendah dan 24% responden memiliki sikap
negatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan :


Pendidikan
Akomodasi
Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Perubahan Model Therapi
Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan
Pemahaman tentang instruksi
Tingkat Pendidikan
Kesakitan dan Pengobatan
H.

Keyakinan, Sikap dan Kepribadian


Kerangka Teori
Skema 1.2
Dukungan Keluarga

Kepatuhan
minum obat
kelasi besi
pasien
thalasemia

Kerangka
Teori faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan minum
Tingkat Ekonomi
Dukungan
SosialpadaPasien Thalasemia di poliklinik Thalasemia RSUD
obat
kelasi Besi
Karawang
Faktor Predisposisi :
Pendidikan
Pengetahuan Kesehatan
Penghasilan
Kesadaran
Motivasi Pasien
Sumber : Niven 2002 dan Capernito 2000, Green dalam Notoatmodjo 2010

Faktor Pemungkin :
Jarak maupun biaya
Ketersediaan pelayanan petugas kesehatan

Faktor Penguat :
Dukungan dan pengawasan minum obat

38

Anda mungkin juga menyukai