Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PERCOBAAN V
PENENTUAN NILAI Rf BEBERAPA SEDIAAN OBAT BERDASARKAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

OLEH :
NAMA

: SRI MURNI

NIM

: F1F1 12 085

KELOMPOK

: IV (EMPAT)

KELAS

: B

ASISTEN

: SARIPUDDIN, S.,Si.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2014

PENENTUAN NILAI Rf BEBERAPA SEDIAAN OBAT BERDASARKAN


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

A. TUJUAN
Tujuan pada percobaan kali ini adalah untuk menentukan nilai Rf
beberapa sediaan obat berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

B. LANDASAN TEORI
Kromatografi adalah pemisahan campuran komponen-komponen
didasarkan pada perbedaan tingkat

interaksi terhadap dua fasa material

pemisah. Campuran yang akan dipisahkan dibawa fasa gerak, yang


kemudian dipaksa bergerak atau disaring melalui fasa diam karena
pengaruh gaya berat atau gayagaya yang lain. Komponen-komponen dari
campuran ditarik dan diperlambat oleh fasa diam pada tingkat yang
berbeda-beda sehingga mereka bergerak bersama-sama dengan fasa gerak
dalam waktu retensi (retention time) yang berbeda-beda dan dengan
demikian mereka terpisah (Widada, 2000).
Kromatografi juga merupakan suatu teknik pemisahan yang
mengkuantifikasi macam-macam komponen dalam suatu campuran yang
kompleks, baik komponen organik maupun anorganik.Kromatografi lapis
tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat
plastik. Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 m.Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme utama pada KLT yaitu adsorpsi dan partisi. Fase gerak
dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan uji coba karena pengerjaan
KLT ini cukup cepat dan mudah.Sistem yang paling sederhana ialah
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam

pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu


kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupak teknik yang sensitif;
daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa agar harga Rf
berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari
pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna
(Gholib, 2007).
Deteksi senyawa pada plat KLT biasanya dilakukan dengan
penyemprotan. Identifikasi dengan KLT memiliki keuntungan yaitu
memerlukan

waktu

yang

cepat

dan

mudah

mengerjakannya

serta

menggunakan peralatan yang murah dan sederhana. Cuplikan sampel yang


digunakan juga sangat sedikit serta pengerjaannya dapat diulang (Firdaus,
2009).
Prosedur uji dengan KLT dilakukan untuk lebih menegaskan hasil
yang didapat dari skrining fitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan,
maka uji KLT hanya dilakukan untuk golongan- golongan senyawa

yang

menunjukkan hasil positif pada skrining fitokimia (alkaloid, saponin,


kardenolin/bufadienol dan flavonoid) (Marliana, dkk., 2005).
Pada kromatografi, fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran.Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada
laju yang berbeda. Proses kromatografi juga digunakan dalam metode
pemisahan komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes
menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi,
difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorben
dan eluen yang digunakan (Kantasubrata, 1993).
Sediaan farmasi
campuran

berbagai

yang
zat

beredar

di

pasaran kebanyakan

berupa

berkhasiat. Campuran ini bertujuan untuk

meningkatkan efek terapi dan kemudahan dalam pemakaian.Salah satu

campuran zat aktif yang sering digunakan adalah parasetamol dan kafein
yang berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik.Campuran parasetamol dan
kafein banyak ditemukan dalam produk antiinfluenza dengan berbagai merek
dagang. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek analgetik
ringan sampai sedang

dan

antipiretik

yang

ditimbulkan

oleh gugus

aminobenzen. Dilihat dari strukturnya, parasetamol mempunyai gugus


kromofor dan auksokrom, yang dapat menyerap radiasi. Sedangkan kafein
adalah basa lemah yang merupakan turunan xantin, memiliki gugus metil
dan berefek stimulasi susunan saraf pusat serta dapat memperkuat efek
analgetik parasetamol. (Naid, dkk., 2011).
Parasetamol semakin meningkat penggunaannya baik dalam sediaan
tunggal maupun kombinasi, terutama kombinasi dengan kafein.Hal ini
disebabkan kafein bila digunakan dalam dosis tunggal tidak mempunyai efek
analgesik.Kafein dapat digunakan pada pengobatan beberapa macam sakit
kepala meskipun tidak termasuk golongan obat penghilang rasa sakit.Kafein
digunakan dalam campuran obat penghilang rasa sakit, khususnya sakit
kepala vaskuler di mana kafein mempunyai efek kerja kontraksi (Gunawan,
2009).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:
a. Kaca preparat
b. Pipa kapiler
c. Gelas
d. Gelas arloji
e. Pipet tetes
f. Lumpang alu
g. Sendok tanduk
h. Botol vial
i. Penggaris
j. Pensil
k. Lampu UV
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:
a. Almunium foil
b. Eluen (Methanol, asam asetat glacial, dietil eter, benzene)
c. Plat Silika
d. Aquades
e. Paracetamol Murni
f. Kafein Murni
g. Oskadon (mengandung Paracetamol & Kafein)
h. Serum sulfat
i. Kertas saring
j. Tisu

D. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan Elusi
Methanol, Asam Asetat Glacial,
Dietil
Benzen
Di
ambilEter,
secukupnya
Dihomogenkan
Dimasukkan ke dalam botol gelap
Eluen
b. Pembuatan Larutan Sampel

Digerus sampai halus


Diambil secukupnya
Dimasukkan ke dalam botol vial
Ditambahkan eluen secukupnya
Dikocok

Larutan
Sampel Larutan
Paracetamol
Murni Larutan
murni
Panadol
Paracetamol
murni
Kafeinkafein
murni

c. Pembuatan Plat Silika


Silika
d.

Diambil secukupnya
Ditambahkan aquades secukupnya
Dituang hingga merata diatas kaca preparat
Didiamkan hingga mengering

e. Plat silika

f.

Digaris bagian atas dengan panjang 0,5 cm dan bagian


bawah 0,75 cm
Ditotolkan larutan sampel, larutan paracetamol murni,
dan larutan kafein murni menggunakan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam gelas berisi eluen
Ditunggu hingga eluen meresap
Diamati dibawah lampuUV
Disemprotkan serum sulfat
Diletakkan dalam oven selama kurang lebih 10 menit
Disinari kembali di bawah lampu UV pada 254 nm dan
366 nm

Hasil pengamatan?

E. HASIL PENGAMATAN
1. Gambar Hasil Pengamatan
a.
Kafein murni
Paracetamol murni
Sampel

2. Data Perhitungan
b.

Dik:

Jarak noda parasetamol

= 0.5 cm

c.

Jarak noda kafein

= 0.7cm

d.

Jarak noda sampel

= 0.8 cm

e.

Jarak eluen

= 6.25 cm

f.

Dit:

Rfparasetamol murni =?

g.

Rfkafein murni

h.

Rfsampel

i.

=?
=?

Peny:
Rf parasetamolmurni=

j.

jarak noda parasetamol


jarak eluen

Rf parasetamolmurni=

0.5
=0.08
6.25 cm

Rf kafeinmurni=

Rf kafeinmurni=

k.

Rf sampel =

l.

jarak noda kafein


jarak eluen
0.7
=0.112
6.25

jarak noda sampel


jarak eluen

Rf sampel =

0.8
=0.128
6.25

F. PEMBAHASAN
a. Kromatografi adalah pemisahan campuran komponen-komponen
didasarkan pada perbedaan tingkat

interaksi terhadap dua fasa material

pemisah. Campuran yang akan dipisahkan dibawa fasa gerak, yang


kemudian dipaksa bergerak atau disaring melalui fasa diam karena
pengaruh gaya berat atau gayagaya yang lain. Komponen-komponen dari
campuran ditarik dan diperlambat oleh fasa diam pada tingkat yang
berbeda-beda sehingga mereka bergerak bersama-sama dengan fasa gerak
dalam waktu retensi (retention time) yang berbeda-beda dan dengan
demikian mereka terpisah.
b. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan nilai Rf beberapa
sediaan obat berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sediaan obat yang
digunakan yaitu obat dengan merk Oskadon yang mengandung campuran
paracetamol dan kofein. Selain itu digunakan juga paracetamol murni dan
kafein murni, dimana ketiga bahan yang merupakan sampel ini akan
ditempatkan pada plat silika. Struktur masing-masing senyawa obat
digambarkan sebagai berikut :
c.
O

OH

H3C

H3C
CH
N

O
CH3

NHCOCH3

d.

PARACETAMOL

KOFEIN

e.
f. Sebagai

fase gerak

eluen

(pengembang)

yang

digunakan

merupakan kombinasi dari dua atau tiga macam pelarut atau lebih, yaitu

metanol, asam asetat glasial, dietil eter, dan benzen dengan perbandingan
1:18:60:120. Dengan perbandingan jumlah pelarut yang digunakan adalah
perbandingan yang didasarkan pada perhitungan bahwa eluen tersebut dapat
menarik komponen kimia yang maksimal.
g. Pada

percobaan

ini,

dilakukan

beberapa

tahapan,

yaitu

penyiapan pengembang kromatografi, penotolan sampel dan pembanding,


elusi dengan larutan pengembang, serta penentuan nilai Rf pada noda.
Penyiapan larutan pengembang kromatografi yaitu eluen (campuran
pelarut) atau fasa gerak yang terdiri dari metanol, asam asetat glasial,
dietil eter, dan benzen dengan perbandingan 1:18:60:120. Fasa gerak tersebut
bersifat nonpolar sehingga pada saat campuran pelarut dimasukkan, senyawasenyawa yang semakin polar akan semakin lama tertahan di fasa diam (silika
gel) yang bersifat polar, dan senyawa-senyawa yang semakin kurang
polar akan terbawa naik ke atas. Eluen yang dibuat dijenuhkan dengan
cara chamber ditutup rapat dan didiamkan. Proses ini dilakukan agar
atmosfer dalam chamber terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara
dalam chamber dengan uap akan menghentikan penguapan pelarut sama
halnya dengan pergerakan pelarut dalam KLT. Sebelum tahap penotolan,
terlebih dahulu lempeng tersebut diberi batas atas 0,5 cm dan batas bawah
0,75 cm. Batas bawah digunakan untuk menotolkan sampel. Pembuatan batas
atas dan batas bawah untuk memudahkan dalam penentuan lokasi
sampel dan pembanding sepanjang fasa diam tersebut, sehingga dapat
diketahui nilai Rf (faktor retensi).
h. Tahap selanjutnya adalah tahap penotolan. Penotolan dilakukan
sekecil dan sesempit mungkin. Jika penotolan terlalu besar maka akan
menurunkan resolusi. Penotolan yang tidak tepat juga akan menyebabkan
bercak menyebar dan menghasilkan puncak ganda, sehingga dapat
menggangu hasil analisis. Setelah sampel dan pembanding ditotolkan
pada

plat KLT, selanjutnya dimasukkan ke dalam chamber dimana

sebelumnya eluen yang berada di dalamnya telah dijenuhkan. Ketika plat


masuk ke dalam chamber, pelarut mulai membasahi plat dari bawah hingga

sampai pada batas atas plat pelat dikeluarkan dari chamber. Senyawasenyawa akan cenderung bergerak pada lempengan KLT mengikuti
pergerakan eluen atau campuran pelarut yang digunakan. Senyawa akan
berinteraksi antara eluen dan silika sehingga senyawa yang paling polar
akan terperangkap di bagian paling bawah menunjukan bahwa senyawa
tersebut dapat membentuk ikatan hidrogen yang akan melekat pada silika
(polar) lebih kuat dibanding senyawa lainnya.
i. Kemudian lempeng yang telah dielusi selanjutnya dikeringkan dan
diamati noda-noda yang tampak pada lampu UV 254 nm dilanjutkan ke
lampu UV 366 nm. Setelah dilakukan pengamatan dibawahsinar UV
diperoleh 3 node yaitu noda untuk kafein murni, paracetamol murni dan noda
untuk sampel (Oskadon ). Untuk lebih memperjelas noda yang terbentuk,
dilakukan elusidasi dan diofen selama 10 menit. Sehingga noda yang yang
terbentuk tampak jelas. Lokasi noda sampel yang telah terbentuk pada
silika dibandingkan dengan lokasi noda pembanding berupa senyawa
parasetamol dan kafein murni yang digunakan. Jika jarak noda sampel sama
dengan jarak noda pembanding dan nilai Rf-nya tidak jauh berbeda, maka
dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan memang mengandung
parasetamol ataupun kafein.
j. Langkah terakhir yaitu menentukan nilai Rf yang terdapat
pada

plat. Pengukuran Rf dilakukan untuk memudahkan identifikasi

senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak


yang ditempuh oleh pelarut. Semakin besar nilai Rf sampel maka
semakin besar jarak bergeraknya senyawa pada plat kromatografi lapis tipis.
Dari hasil pengamatan jarak eluen yaitu 6,25 cm, diperoleh jarak sampel
parasetamol 0.08 cm.

Jarak sampel kafein 0.112 Nilai Rf pada sampel

paracetamol dan kafein dalam sediaan Oskadon 0.128. Jika nilai Rf nya
sama maka dalam sediaan tersebut mengandung senyawa yang diidentifikasi
dan jika tidak sama maka dalam sediaan tersebut tidak mengandung senyawa
yang diidentifikasi. Nilai Rf yang diperoleh dalam praktikum ini hamper

berdekatan sehingga bisa dikatakan bahwa sampel yang digunakan benarbenar mengandung parcetamol dan kafein.
k.
l.
m.
n.
o.

G. KESIMPULAN
a. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa nilai Rf bercak noda kafein sebesar 0.112 dan Rf sampel
parasetamol sebesar 0.08 Nilai tersebut mendekati nilai Rf sampel (oskadon )
yaitu sebesar 0.128, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel tersebut terbukti
mengandung parasetamol dan kafein.
b.
c.

d. DAFTAR PUSTAKA
e.

Firdaus, M. I., dan Pri, I. U., 2009, Analisis Kualitatif Parasetamol pada
Sediaan Jamu Serbuk Pegal Linu yang Beredar di Purwokerto,
Pharmacy, Vol. 6 (2).

f.

i.
j.
k.
l.
m.

n.
o.

p.
q.

g. Gholib, I.,2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.
h.
Gunawan, A., 2009, Perbandingan Efek Analgesik antara Parasetamol
dengan Kombinasi Parasetamol dan Kafein pada Mencit, Jurnal
Biomedika, Vol. 1 (1).
Kantasubrata, J., 1993, Warta Kimia Analitik, Pusat Penelitian Kimia
LIPI, Jakarta.
Marliana, S.D., Venty Suryanti, Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Labu Siam
(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi.
Vol.3, No 1. Surakarta.
Naid, T., Syaharuddin, K. dan Mieke, P., 2011, Penetapan Kadar
Parasetamol dalam Tablet Kombinasi Parasetamol dengan Kofein secara
Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar Tampak, Majalah Farmasi dan
Farmakologi, Vol. 15 (2).
Widada, B. 2000. Pengenalan Alat Kromatografi Gas. Urania,
No.23-24. ISSN : 0852-4777.

Anda mungkin juga menyukai