Anda di halaman 1dari 126

DIKTAT

KONTRUKSI BETON I

PENULIS
PRATIKTO
NIP. 19610725 198903 1 002

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


NOVEMBER 2009

LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul

: Kontruksi Beton 1

2. Penulis
a. Nama

: PRATIKTO .ST, MsI.

b. NIP

: 19610725 198903 1 002

c. Jenis kelamin

: Laki-Laki

d. Golongan/pangkat

: IV a

e. Jabatan Fungsional

: Lektor

f. Mata Kuliah yang diampu


Semester gasal

: Mekanika Teknik 5
: Kerja Proyek Perencanaan
Semester genap
: Kontruksi Beton 1
; Lab Uji Bahan
g. Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil/Teknik Konstruksi Gedung
h. Alamat rumah

: Jl. Kakap3 , P15 ; RT3/8 ; Mampang Indah I


DEPOK 16433
: pratikto.tito@gmail.com

Alamat email

pratikto@ymail.com
3. Jumlah Anggota

:-

4. Lama kegiatan penulisan

: 6 (Enam) bulan

5. Biaya yang diperlukan

: Rp.3.500.000,- (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

6. Sumber dana

: Hibah PNJ 2009


Depok, 25 Oktober 2009

Mengetahui/Menyetujui,

Ketua Pelaksana

Ketua Program Studi,

A.Rudi Hermawan, ST,MT

PRATIKTO., ST, MSi.

NIP.19660118 199011 1 001

NIP.19610725 198903 1 002

Mengetahui/Menyetujui,

Ketua Jurusan,

Sidiq Wacono, ST, MT.


NIP. 19640107 198803 1 001

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

BETON BERTULANG
Beton bertulang merupakan material komposit yang terdiri dari beton

dan baja tulangan yang ditanam di dalam beton. Sifat utama beton adalah sangat
kuat di dalam menahan beban tekan (kuat tekan tinggi) tetapi lemah di dalam
menahan gaya tarik. Baja tulangan di dalam beton berfungsi menahan gaya tarik
yang bekerja dan sebagian gaya tekan.
Baja tulangan dan beton dapat bekerjasama dalam menahan beban atas
dasar beberapa alas an, yaitu : (1) lekatan (bond) antara baja dan beton dapat
berinteraksi mencegah selip pada beton keras, (2) Campuran beton yang baik
mempunyai sifat kedap air yang dapat mencegah korosi pada baja tulangan, (3)
angka kecepatan muai antara baja dan beton hamper sama yaitu antara 0,000010 0,000013 untuk beton per derajat Celcius sedangkan baja 0,000012 per derajat
Celcius.
Kekuatan beton tergantung dari beberapa faktor antara lain : proporsi
campuran, kondisi temperatur dan kelembaban tempat dimana beton akan
mengeras. Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan,
maka beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan/curing, dengan tujuan
agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi
semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton terlalu
cepat mongering, maka akan timbul retak-retak pada permukaannya. Retak-retak
ini akan menyebabkan kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai
reaksi hidrasi kimiawi penuh. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
perawatan beton, antara lain :
1. Beton dibasahi air secara terus menerus
2. Beton direndam dalam air
3. Beton ditutup denmgan karung basah
4. Dengan menggunakan perawatan gabungan acuan membrane cair untuk
mempertahankan uap air semula dari beton basah.

Beton I

Bab I - 1

5. Perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari kondisi pabrik, seperti
balok pracetak, tiang , girder pratekan, dll. Temperatur perawatan sekitar
150F.
Lamanya perawatan biasanya dilakukan selama 1 hari untuk cara ke 5, dan 5
sampai 7 hari untuk cara perawatan yang lain.

1.2. Sifat Sifat Mekanik Beton Keras


a. Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton diukur dengan silinder beton berdiameter 150 mm dan tinggi
300 mm atau dengan kubus beton berukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm.
Kuat tekan beton normal antara 20 30 MPa.
Untuk beton prategang, kuat tekannya 35 42 MPa.
Untuk beton mutu tinggi ready mix kuat tekannya dapat mencapai 70 MPa,
biasanya untuk kolom-kolom di tingkat bawah pada bangunan tinggi.
Kuat tekan beton dipengaruhi oleh :
(1) Faktor air semen (water cement ratio = w/c), semakin kecil nilai f.a.s nya
maka jumlah airnya sedikit akan dihasilkan kuat tekan beton yang besar
(2) Sifat dan jenis agregat yang digunakan, semakin tinggi tingkat kekerasan
agregat yang digunakan maka akan dihasilkan kuat tekan beton yang
tinggi.
(3) Jenis campuran
(4) Kelecakan (workability), untuk mengukur tingkat kelecakan/workability
adukan dilakukan dengan menggunakan percobaan slump, yaitu dengan
menggunakan cetakan kerucut terpancung dengan tinggi 300 mm diisi
dengan beton segar, beton dipadatkan selapis demi selapis, kemudian
cetakan diangkat. Pengukuran dilakukan terhadap merosotnya adukan dari
puncak beton basah sebelum cetakan dibuka (disebut nilai slump).
Semakin kecil nilai slump, maka beton lebih kaku dan workability beton
rendah. Slump yang baik untuk pengerjakan beton adalah 70 80 mm.
Slump > 100 mm adukan dianggap terlalu encer.

Beton I

Bab I - 2

(5) Perawatan (curing) beton, setelah 1 jam beton dituang/ dicor maka di
sekeliling beton perlu di tutup dengan karung goni basah, agar air dalam
adukan beton tidak cepat menguap. Apabila tidak dilakukan perawatan ini,
maka kuat tekan beton akan turun.
Gambar 1.1. merupakan diagram tegangan-regangan beton untuk berbagai jenis
mutu beton. Dari diagram tersebut terlihat bahwa beton yang berkekuatan lebih
rendah mempunyai kemampuan deformasi (daktilitas) lebih tinggi dibandingkan
beton dengan kekuatan yang tinggi. Tegangan maksimum beton dicapai pada
regangan tekan 0,002-0,0025. Regangan ultimit pada saat beton hancur 0,003
0,008. Untuk perencanaan, ACI

dan SK-SNI menggunakan regangan tekan

maksimum beton sebesar 0,003 sedangkan PBI 71 sebesar 0,0035. Apa yang
dimaksud dengan tegangan dan apa yang dimaksud dengan regangan.

Gambar 1.1. Hubungan Diagram tegangan regangan beton untuk berbagai mutu beton

Beton I

Bab I - 3

b. Kuat Tarik Beton


Kuat tarik beton sangat kecil, yaitu 10 15 % fc. Kekuatan tarik beton dapat
diketahui dengan cara :
(1) Pengujian tarik langsung, dalam SK-SNI hubungan kuat tarik langsung
(fcr) terhadap kuat tekan beton adalah : fcr = 0,33 f ' c
(2) Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan
menggunakan Split cylinder test

Beban garis dengan resultan P

Gambar 1.2. Tegangan tarik beton


Kuat tarik beton dihitung dengan rumus, fct =

2P
, dimana : P =
.l.d

merupakan resultan dari beban garis, l = panjang silinder beton dan d =


diameter silinder beton.
(3) Pengujian tarik lentur (pengujian tarik beton tak langsung =
flexure/modulus of rupture). Kuat tarik beton dihitung berdasarkan
rumus fr =

My
. Di dalam SK-SNI, hubungan antara modulus runtuh
I

(fr) dengan kuat tekan beton adalah

fr = 0,7 f ' c

MPa (untuk

perhitungan defleksi).

c. Modulus elastisitas beton

Modulus elastisitas beton didefinisikan sebagai kemiringan garis singgung


(slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi
tegangan 0, 45 fc pada kurva tegangan-regangan beton.

Beton I

Bab I - 4

SK-SNI pasal 3.15, modulus elastisitas beton dihitung berdasarkan rumus :


Ec = 0,043(wc ) . f ' c , dimana nilai Wc = 1500 2500 kg/m3.
1, 5

Untuk beton normal, modulus elastisitas beton adalah Ec = 4700 f ' c .

1.3. Baja Tulangan

Beton kuat di dalam menahan tekan tetapi lemah di dalam menahan tarik. Oleh
karena itu untuk menahan gaya tarik, diperlukan suatu baja tulangan. Bentukbentuk baja tulangan untuk beton adalah :
1. Besi/baja, terdiri dari
a.

Baja tulangan polos. Tegangan leleh minimum pada baja


tulangan polos biasanya sebesar 240 MPa. Diameter tulangan
polos di pasaran umumnya adalah 6, 8, 10, 12, 14 dan
16.

b.

Baja tulangan deform (ulir= BJTD). Tegangan leleh minimum


pada baja tulangan deform biasanya sebesar 400MPa. Diameter
tulangan deform di pasaran umumnya adalah D10, D13,
D16, D19, D22 D25, D28, D32, D36.

2. Kabel/tendon. Biasanya digunakan untuk beton prategang.


3. Jaring kawat baja (wiremash), merupakan sekumpulan tulangan polos atau
ulir yang dilas satu sama lain sehingga membentuk grid. Biasanya
digunakan pada lantai/slab dan dinding.
Sifat-sifat penting pada baja tulangan adalah :
1. modulus young/modulus elastisitas, Es pada baja tulangan non pratekan
sebesar 200.000 MPa.
2. Kekuatan leleh, fy. Mutu baja yang digunakan biasanya dinyatakan
dengan kuat lelehnya. Kuat leleh/tegangan leleh baja pada umumnya
adalah fy = 240 MPa, fy = 300 MPa dan fy = 400 MPa
3. Kekuatan batas, fu.
4. Ukuran/diameter baja tulangan.

Beton I

Bab I - 5

Gambar 1.3. merupakan kurva diagram tegangan-regangan baja. Untuk semua


jenis baja perilakunya diasumsikan sebagai elastoplastis.
Tegangan

fu

fy

fs

Regangan

Gambar 1.3. Diagram Tegangan-Regangan Baja

Gambar 1.4. Tulangan Deform krakatau steel

Beton I

Bab I - 6

1.4. Keuntungan dan Kelemahan Beton Bertulang

Beton bertulang adalah bahan komposit/campuran antara beton dan


baja tulangan. Kelebihan dari beton bertulang dibandingkan dengan material lain
adalah :
1. Bahan-bahannya mudah didapat.
2. Harganya lebih murah.
3. Mudah dibentuk sesuai dengan keinginan arsitek.
4. Tidak memerlukan perawatan.
5. Lebih tahan terhadap api/suhu tinggi.
6. Mempunyai kekuatan tekan tinggi.
Selain keuntungan di atas, beton juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :
1. Kekuatan tariknya rendah.
2. Membutuhkan acuan perancah selama pekerjaan berlangsung.
3. Stabilitas volumenya relatif rendah (Iswandi Imran, 2001).
Beton adalah material yang kuat di dalam menahan gaya tekan tetapi
lemah di dalam menahan gaya tarik. Oleh karena itu beton akan mengalami retak
bahkan runtuh apabila gaya tarik yang bekerja melebihi kekuatan tariknya. Untuk
mengatasi kelemahan beton ini, maka pada daerah yang mengalami tarik pada saat
beban bekerja dipasang tulangan baja.

1.5. Metode Perencanaan

Di dalam perencanaan struktur, harus memenuhi criteria-kriteria


sebagai berikut :
2. Struktur harus kuat di dalam memikul beban yang bekerja
3. Ekonomis
4. Struktur memenuhi syarat kenyamanan ( sesuai fungsinya/ serviceability ).
5. Mudah perawatannya (durabilitas tinggi)
Pada dasarnya ada 2 filosofi di dalam perencanaan elemen struktur
beton bertulang, yaitu :
1. Metode tegangan kerja, dimana struktur direncanakan sedemikian
sehingga tegangan yang diakibatkan oleh beban kerja nilainya lebih kecil

Beton I

Bab I - 7

daripada tegangan yang diijinkan.

. Beberapa kendala yang

dihadapi pada metode tegangan kerja adalah :


a. Karena pembatasan yang dilakukan pada tegangan total di bawah
beban kerja, maka sulit untuk memperhitungkan perbedaan tingkat
ketidakpastian di dalam variasi pembebanan. Misal, pada beban
mati umunya dapat diperkirakan lebih tepat dibandingkan dengan
beban hidup, beban gempa dan beban-beban lainnya.
b. Rangkak dan susut yang berpengaruh terhadap beton dan
merupakan fungsi waktu tidak mudah diperhitungkan dengan cara
perhitungan tegangan yang elastis.
c. Tegangan beton tidak berbanding lurus dengan regnagan sampai
pada kekuatan hancur, sehingga factor keamanan yang tersedia
tidak diketahui apabila tegangan yang diijinkan diambil sebagai
suatu prosentase fc.
2. Metode kekuatan batas (ultimit)
Pada metode ini, unsure struktur direncanakan terhadap beban terfaktor
sedemikian rupa sehingga unsur struktur tersebut mempunyai kekuatan
ultimit yang diinginkan, yaitu
M u M n

Peraturan beton bertulang Indonesia, SKSNI-T-15-1991-03 atau SNI


BETON 2002 menggunakan konsep perencanaan kekuatan batas ini. Pada
konsep ini ada beberapa kondisi batas yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Kondisi batas ultimit yang disebabkan oleh : hilangnya
keseimbangan local maupun global, hilangnya ketahanan geser dan
lentur

elemen-elemen

struktur,

keruntuhan

progesiv

yang

diakibatkan oleh adanya keruntuhan local maupun global,


pembentukan sendi plastis, ketidakstabilan struktur dan fatique.
b. Kondisi

batas

kemampuan

layanan

(serviceability)

yang

menyangkut berkurangnya fungsi struktur, berupa : defleksi

Beton I

Bab I - 8

berlebihan,

lebar

retak

berlebihan

khusus,

yang

vibrasi/getaran

yang

mengganggu.
c. Kondisi

batas

menyangkut

masalah

beban/keruntuhan/kerusakan abnormal, seperti : keruntuhan akibat


gempa ekstrim, kebakaran, ledakan, tabrakan kendaraan, korosi,
dll.
1.6. Langkah-langkah perencanaan berdasarkan SK SNI-2002

Setiap elemen struktur harus direncanakan agar dapat menahan beban


yang berlebihan dengan besaran tertentu. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya
overload (beban berlebih) dan undercapacity.

Adapun urutan/langkah dalam perencanaan struktur beton bertulang


adalah :
Analisis Struktur
(momen,geser,aksia

Desain elemen Struktur


(pelat,balaok, kolom,pondasi)

Kriteria desain

Geometri &

penulangan

Gambar konstruksi

dan spesifikasi

Gambar. 1.5. Proses Perencanaan Struktur Beton Bertulang


Overload terjadi karena beberapa sebab antara lain : perubahan fungsi
struktur, underestimate pengaruh beban karena penyederhanaan perhitungan, dll.
Sedangkan undercapacity dapat terjadinya disebabakan factor-faktor antara lain :

Beton I

Bab I - 9

variasi kekuatan material, factor manusia (pelaksanaan), tingkat pengawasan


pekerjaan konstruksi, dll.
1.7. Beban Terfaktor dan Kuat Perlu

SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.2.2 menyatakan bahwa agar struktur dan


komponennya memenuhi syarat kekuatan, maka beban untuk perhitungan harus
memenuhi syarat kombinasi pembebanan, yaitu :
a.

Struktur yang memikul beban mati (dead load = DL) dan beban hidup
(live load = LL) maka beban untuk perencanaannya adalah :
U = 1,2 DL + 1,6 LL.

b. Struktur yang memikul beban mati (dead load = DL), beban hidup (live
load = LL) dan beban angin W maka beban untuk perencanaannya

adalah : U = 0,75 (1,2 DL + 1,6 LL+ 1,6 W), nilai ini dibandingkan
dengan kondisi tanpa beban hidup, U = 0,9 DL + 1,3 W. Dari kedua
nilai tersebut diambil nilai yang terbesar tetapi tidak boleh lebih kecil
dari 1,2 DL + 1,6 LL.
c. Struktur yang memikul beban mati (dead load = DL), beban hidup (live
load = LL) dan beban gempa E (earthquake load) maka beban untuk

perencanaannya adalah : U

= 1,05 (DL + LR E), nilai ini

dibandingkan dengan kondisi tanpa beban hidup, U = 0,9 (DL E).


Dari kedua nilai tersebut diambil nilai yang terbesar , dimana LR
adalah beban hidup yang direduksi.
. Kuat perlu tersebut biasanya disimbolkan dengan Mu, Vu, Pu, Tu.
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
U = 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 (A atau R)
U = 0,9 D 1,6 W
U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin W
belum direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi

Beton I

Bab I - 10

0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang
beban hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.
U = 0,9 D 1,0 E

(6)

dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F


Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung

1.8. Kuat Rencana

Kuat rencana suatu struktur dihitung berdasarkan kuat nominalnya


dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ( ) . Yang dimaksud kuat nominal
adalah kekuatan suatu penampang struktur yang dihitung berdasarkan metode
perencanaan sebelum dikalikan dengan faktor reduksi.
1) Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen
struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban
normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat nominal, yang
dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari tata cara ini, dengan suatu faktor
reduksi kekuatan
2) Faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut:

(1) Lentur, tanpa beban aksial

........................................................... 0,80

(2) Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur. (Untuk beban aksial dengan
lentur, kedua nilai kuat nominal dari beban aksial dan momen harus dikalikan
dengan nilai tunggal yang sesuai):
(a) Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ........................ 0,80
(b) Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
Komponen struktur dengan tulangan spiral ....................... 0,70
Komponen struktur lainnya

.........................

0,65

(3) Geser dan torsi .............................................................................. 0,75


Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem rangka pemikul momen
khusus atau sistem dinding khusus untuk menahan pengaruh gempa:

Beton I

Bab I - 11

(a) Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur penahan gempa
yang kuat geser nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang timbul
sehubungan dengan pengembangan kuat lentur
nominalnya.................................................................................. 0,55
(b) Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi
faktor reduksi minimum untuk geser yang digunakan pada komponen
vertikal dari sistem pemikul beban lateral.
(c) Geser pada hubungan balok-kolom dan pada balok perangkai yang
diberi tulangan diagonal ............................................................... 0,80
(4) Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik 0,65
(5) Daerah pengangkuran pasca tarik................................................. 0,85
(6) Penampang lentur tanpa beban aksial pada komponen struktur pratarik dimana
panjang penanaman strand-nya kurang dari panjang penyaluran yang ditetapkan
14.9.1.1............................................................................... 0,75
3) Perhitungan panjang penyaluran sesuai dengan pasal 14 tidak memerlukan
faktor reduksi .
4) Faktor reduksi kekuatan untuk lentur, tekan, geser dan tumpu pada beton
polos struktural (Pasal 24) harus diambil sebesar................................ 0,55.

Gambar 1.6

Pekerjaan Bangunan Gedung bertingkat

Beton I

Bab I - 12

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

BETON BERTULANG

1.2.

Sifat Sifat Mekanik Beton Keras

1.3.

Baja Tulangan

1.4.

Keuntungan dan Kelemahan Beton Bertulang

1.5.

Metode Perencanaan

1.6.

Langkah-langkah perencanaan berdasarkan SK SNI-2002

1.7.

Beban Terfaktor dan Kuat Perlu

1.8.

Kuat Rencana

Gambar 1.1.

Diagram tegangan regangan beton untuk berbagai mutu beton

Gambar 1.2.

Tegangan tarik beton

Gambar 1.3.

Diagram Tegangan-Regangan Baja

Gambar 1.4.

Tulangan Deform krakatau steel

Gambar. 1.5. Proses Perencanaan Struktur Beton Bertulang


Gambar 1.6.

Pekerjaan Bangunan Gedung bertingkat

Beton I

Bab I - 13

BAB II
BALOK BETON BERTULANG

2.1. Balok Persegi Bertulangan Tunggal


2.1. 1. Dasar Teori
Beban-beban luar yang bekerja pada struktur akan menyebabkan lentur
dan deformasi pada elemen struktur. Lentur yang terjadi pada balok merupakan
akibat adanya regangan yang timbul karena adanya beban dari luar. Apabila beban
luar yang bekerja terus bertambah, maka balok akan mengalami deformasi dan
regangan tambahan yang mengakibatkan retak lentur di sepanjang bentang balok.
Bila bebannya terus bertambah sampai batas kapasitas baloknya, maka balok akan
runtuh. Taraf pembebanan seperti ini disebut dengan keadaan limit dari
keruntuhan pada lentur. Oleh karena itu, pada saat perencanaan, balok harus
didesain sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak berlebihan pada saat beban
bekerja dan mempunyai keamanan cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan
beban dan tegangan tanpa mengalami runtuh.
Asumsi-asumsi dasar yang digunakan untuk menganalis penampang
balok beton bertulang akibat lentur adalah sebagai berikut :
1. Distribusi regangan diangggap linier (Hukum Bernoulli), yaitu penampang
tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum mengalami
lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netralnya setelah
mengalami lentur.
2. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak
pada beton atau leleh pada baja.
3. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan.
4. Beton diasumsikan runtuh pada saat mencapai regangan batas tekan.
5. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapezium
atau parabola.
Adapun jenis-jenis keruntuhan yang dapat terjadi pada balok beton
bertulang adalah sebagai berikut :

Beton I

Bab II- 1

1. Keruntuhan tarik (under reinforced), jenis keruntuhan ini terjadi pada


balok dengan rasio tulangan kecil (jumlah tulangannya sedikit), sehingga
pada saat beban yang bekerja maksimum, baja tulangan sudah mencapai
regangan lelehnya sedangkan beton belum hancur (beton belum mencapai
regangan maksimumnya = 0,003).

Balok dengan kondisi keruntuhan

seperti ini bersifat ductile.


2. Keruntuhan tekan (over reinforced), jenis keruntuhan ini terjadi pada
balok dengan rasio tulangan besar (jumlah tulangannya banyak), sehingga
pada saat beban yang bekerja maksimum, baja tulangan belum mencapai
regangan lelehnya sedangkan beton sudah hancur (beton sudah mencapai
regangan maksimumnya = 0,003).

Balok dengan kondisi keruntuhan

seperti ini bersifat getas.


3. Keruntuhan seimbang (balance), jenis keruntuhan ini terjadi pada balok
dengan rasio tulangan yang seimbang sehingga pada saat beban yang
bekerja maksimum, baja tulangan dan beton hancur secara bersamaan.
Tulangan sudah mencapai regangan lelehnya dan beton sudah mencapai
regangan maksimumnya = 0,003).

Balok dengan kondisi keruntuhan

seperti bersifat getas.

cu

cu

cu

s>y

s<y

s=y

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Keruntuhan Lentur

Keterangan Gambar 2.1.


Gb (a) Penampang balok bertulangan tunggal
Gb (b) Distribusi regangan ultimate pada keruntuhan under reinforced

Beton I

Bab II- 2

Gb (c) Distribusi regangan ultimate pada keruntuhan over reinforced


Gb (d) Distribusi regangan ultimate pada keruntuhan balance

2.1.2. Dasar Perhitungan Kekuatan Lentur Ultimate Balok


Distribusi tegangan tekan pada balok beton yang telah mencapai kekuatan
nominal adalah sebagai berikut :
cu

0,85.fc
C

Garis
h

a/2

Jd

As

s>y
b
a. Penampang
Balok

b. Diagram
Regangan

c. Diagram Tegangan
Aktual

d. Blok Tegangan
Tekan persegi Ekivalen

Gambar 2.2. Distribusi Regangan Tegangan Pada Balok Beton Bertulang

Keterangan Gambar :
b

: Lebar balok

: Tinggi balok

: Tinggi efektif balok


: d=h(selimut beton+diameter sengkang+1/2 Diameter tul. utama)

As

: Luas tulangan tarik

cu

: Regangan ultimate beton sebesar 0,003

: Regangan tarik baja tulangan

: Regangan leleh baja

: Jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral

: 1.c, dimana nilai 1 diambil sebagai berikut :koef whitney


(i) untuk fc 30 MPa

1 = 0,85

(ii) untuk 30 < fc<55 MPa

1 = 0,85 - 0,008(fc-30)

(iii) untuk fc > 55 MPa

1 = 0,65

Beton I

Bab II- 3

Jd

: d a

fy

: Tegangan leleh baja tulangan

: 0,85 x fc x b x a

: As x fy

Pada kenyataannya distribusi tegangan pada penampang berbentuk parabola (lihat


Gambar 3.2 c). Whitney (1942, ACI 1956) menyederhanakan distribusi tegangan
tersebut menjadi berbentuk blok tegangan persegi (Equivalent Stress Block)
dengan tujuan untuk lebih mempermudah perhitungan.

2.1.3.Analisis Penampang Balok Persegi Bertulangan Tunggal


Analisis

penampang

adalah

menghitung

kapasitas/kekuatan

penampang berdasarkan data-data penampang seperti : dimensi, luas tulangan,


mutu beton (fc), mutu baja (fy) dan letak tulangan.
Untuk menganalisis penampang balok beton bertulang, perhatikan
Gambar berikut :

cu

0,85.fc
C

a/2

c
Garis Netral
h

Jd

As

s>y
b
a. Penampang Balok
bertul. Tunggal

c. Diagram Tegangan
Aktual

b. Diagram
Regangan

d. Blok Tegangan
Tekan persegi Ekivalen

Gambar 2.3. Analisa Penampang

Pada gambar di atas, gaya tekan pada beton (C) adalah :

C = 0,85 * f ' c * a * b
Dan gaya tarik pada baja (T) adalah :
T = As s * fy

Beton I

Bab II- 4

Keseimbangan gaya horizontal (Gb. d),

H = 0
T =C
As xfy = 0,85 xf ' cxaxb
a =

As * fy
0,85 * f ' c * b

Maka momen nominal penampang adalah :


M n = T * Jd
1

Mn = T *d a
2

M n = As * fy * d a
2

M n = CxJd

atau

M n = Cx d a
2

M n = 0,85 xf ' cxaxb d a


2

Jadi momen ultimate (Mu) yang dapat dipikul oleh balok adalah :
M u < .M n
M u = 0,8 xM n

Batasan Tulangan Tarik pada balok bertulangan tunggal


a. Batasan tulangan tarik minimum, SK-SNI. 2002 pasal 3.3.5. membatasi
tulangan tarik minimum adalah sebesar : min =

1,4
,
fy

b. SK-SNI-2002 pasal 3.3.3 membatasi tulangan tarik maksimum yang


diijinkan yaitu sebesar : mak = 0,75. balance atau mak = 0,75. b , sehingga
kebutuhan tulangan dibatasi min mak dimana,

b =

0,85. f ' c. 1 .600


(600 + fy ). fy

Untuk menganalisis penampang balok persegi bertulangan tunggal dapat


menggunakan diagram alir sebagai berikut :

Beton I

Bab II- 5

Mulai

Data : b, d, As, fc, fy


Es = 200.000 MPa

As
b.d

min =

1,4
fy

tidak

Ya

> min

Rubah Penampang,
Besarkan nilai

tidak

b =

0,75. b

Penampang tidak cukup,


Besarkan penampang

0,85. f ' c.1 .600


(600 + fy ). fy

Ya

a=

As . fy
0.85. f ' c.b

M n = As . fy. d
2

Gambar 2.4. Diagram Analisa Penampang

Beton I

Selesai

Bab II- 6

Contoh Soal

Diketahui balok persegi bertulangan tunggal seperti tergambar. Bila


digunakan mutu beton fc = 20 MPa, mutu baja fy = 400 MPa.
Ditanya : Berapa momen ultimate yang dapat dipikul oleh balok tersebut dan
cek apakah tulangan terpasang sudah memenuhi syarat ?

d = 450 mm

h=500
As=3D25

b = 250 mm

Gambar 2.4.conto balok

Solusi :
b = 250 mm
d = 450 mm
fc = 20 MPa
fy = 400 MPa

1
1
As = 3D 25 = 3x xxD 2 = 3x xx 25 2 = 1472,62mm 2
4
4

min =

1,4 1,4
=
= 0,0035
fy 400

As
1472,62
=
= 0,01309 > 0,0035 OK
b.d 250 x 450

f ' c.1 .600


20 x0,85 x600
= 0,85.
= 0,02168
(600 + fy ) fy
(600 + 400)400
= 0,75 x b = 0,75 x0,02168 = 0,016256 > = 0,01309 OK

b = 0,85
mak

Jadi min < < mak jumlah tulangan memenuhi syarat

a=

As . fy
1472,62 x 400
=
= 138,60mm
0,85. f ' c.b 0,85 x 20 x 250

Beton I

Bab II- 7

M n = TxJd

M n = Tx d
2

a
138,60

M n = As . fy. d = 1472,62 x 400 x 450


= 224.250.573,6 Nmm
2
2

Jadi momen ultimate yang dapat dipikul oleh balok sebesar


M u = M n = 0,8 x 224.250.573,6 = 179.400.458,9 Nmm = 179,41KNm

TUGAS I

Diketahui balok persegi bertulangan tunggal seperti tergambar. Bila


digunakan mutu beton fc = 22 MPa, mutu baja fy = 415 MPa, selimut beton
40 mm. Beban hidup yang bekerja sebesar 45 KN/m, beban mati berupa berat
sendiri balok, unit weight beton sebesar 24 KN/m3.
Ditanya :
a. Cek apakah tulangan terpasang sudah memenuhi syarat ?
b. Cek apakah balok tersebut mampu memikul beban-beban yang bekerja?
ql & qd

L=5m

h=550
As=4D30

b = 300 mm

Gambar 2.5. Balok Sederhana

Kesimpulan:
1. Gaya luar harus sama dengan gaya dalam
2. Tegangan leleh terjadi pada saat baja baru akan meleleh tetapi belum leleh.
3. Rasio tulangan dan kondisi penampang

Beton I

Bab II- 8

2.1.4. Desain Balok Persegi Bertulangan Tunggal

Pada perhitungan desain, kita diminta merencanakan penampang (dimensi


balok diestimasi), luas tulangan, mutu beton dan baja yang digunakan untuk
menahan/memikul beban-beban yang bekerja berupa Mu.

Untuk menentukan dimensi minimum penampang, perlu diperhatikan


beberapa hal, yaitu :
a. Persyaratan defleksi. Tabel 3,2,5 (a) pada SK-SNI 2002 memberikan
tinggi penampang minimum balok atau pelat, yang jika dipenuhi maka
pengecekan terhadap lendutan tidak perlu dilakukan (lihat Tabel 2.1).
b. Persyaratan selimut beton.
c. Persyaratan spasi/jarak antar tulangan.

Tabel 2.1. Tebal Minimum Balok dan Pelat Satu Arah Bila
Lendutan Tidak Dihitung
Tebal Minimum (h)

Komponen
Struktur

Dua
Tumpuan

Satu Ujung
Menerus

Kedua
Ujung
Menerus

Kantilever

Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan


dengan partisi atau konstruksi lain yang akan rusak
karena lendutan yang besar
Pelat solid
satu arah

L/20

L/24

L/28

L/10

Balok atau
pelat jalur
satu arah

L/16 L/21

L/18,5

L/21

L/8

Untuk perencanaan balok persegi atau balok T harus memenuhi


persyaratan/ketentuan sebagai berikut :

M n M u dimana,

: factor reduksi = 0,8

Mn

: Momen nominal

Beton I

Bab II- 9

: Momen luar terfaktor (momen ultimate)

Mu

Untuk kombinasi pembebanan gravitasi (beban hidup dan mati), momen


terfaktor Mu adalah :
M u = 1,2M D + 1,6 M L

Seperti telah dijelaskan bahwa proses perencanaan balok, salah satunya adalah
menentukan luas tulangan dengan momen terfaktor yang sudah dihitung
terlebih dahulu serta dengan asumsi dimensi yang ditetapkan. Dalam
penentuan luas tulangan dapat dilakukan sebagai berikut

(lihat Gambar

berikut ini ):
0,85.fc

a/2

Garis Netral
Mu

Jd=d-a/2

As=?
T
b
a. Penampang Balok
bertul. Tunggal

b. Blok Tegangan
Tekan persegi Ekivalen

Gambar 2.6. Analisa balok

a. Dengan mengasumsikan nilai Jd = 0,85 d s/d 0,9 d.trial error

= 0 ,8

= T . Jd

= A s . fy . Jd

= A s . fy . Jd
M

As =

fy . Jd

mm

Beton I

Bab II- 10

b. Kontrol terhadap rasio penulangan


As
bxd
1,4
min =
fy
mak = 0,75. b

min mak
c. Kontrol terhadap momen nominal penampang
a=

As . fy
0,85. f ' c.b

M n = T . d
2

M n = As . fy. d
2

M
Mn u

d. Kontrol terhadap penempatan tulangan


Untuk lebih jelasnya, proses perencanaan/desain balok persegi bertulangan
tunggal dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 2.7).

Contoh Soal :

Diketahui balok persegi bertulangan tunggal seperti tergambar. Bila digunakan


mutu beton fc = 30 MPa, mutu baja fy = 414MPa, selimut beton 50 mm. Beban
hidup yang bekerja sebesar 20 KN/m, beban mati berupa berat sendiri balok, unit
weight beton sebesar 24 KN/m3.

Ditanya :

Rencanakan penulangan balok tersebut agar dapat memikul beban-beban yang


bekerja

Beton I

Bab II- 11

Mulai

Data : bentang struktur,fc, fy

Desain Penampang (lihat tabel 2.1)


h = L/16
b = h s/d
2/3 h

Hitung Mu dg beban terfaktor

Asumsikan Jd = 0,85 d s/d 0,9 d

Mu
Hitung As =

fy.Jd

Hitung , min

tidak

>min

Ya
Hitung b

Perbesar

tidak

<0,75b

Perbesar penampang
(nilai d atau h)

Ya

a=

As . fy
0,85. f ' c.b

M n = As . fy. d
2

M
Mn u

Gambar 2.7. Analisa balok tulangan tunggal


STOP

Beton I

Bab II- 12

ql & qd

L=9m
Gambar 2.8. contoh Analisa balok

Jawab :

Tinggi balok minimum, hmin =

Ln 9000
=
= 562,5mm ambil tinggi balok,
16
16

h = 600 mm, b = x h = 300 mm.

Selimut beton = 50 mm, sehingga d = 600 50 = 550 mm

h=600

50
b = 300 mm

Gambar 2.9. Penampangnalisa balok

Beban mati berupa berat sendiri balok, q DL = 0,30 x0,60 x 24 = 4,32 KN / m

Beban ultimate, qu = 1,2 DL + 1,6 LL


= (1,2 x 4,32) + (1,6 x 20)
= 37,184 KN/m
1
1
xqu xL2 = x37,184 x9 2 = 376,488 KNm
8
8

Momen ultimate, M u =

Syarat kekuatan, M n M u
atau minimum M n =

Mu

376,488
= 470,61KNm
0,8

Asumsikan Jd = 0,85 d = 0,85 x 550 = 467,5 mm

Beton I

Bab II- 13

Mn
470,61x10 6
=
= 2431,53mm 2
jd . fy 467,5 x 414

Sehingga As =

Syarat Tulangan maksimum dan minimum:


As
2431,53
=
= 0,0162102
bxd 300 x550
1,4 1,4
=
= 0,0033816
min =
fy 414

b =

0,85 x 1 xfc' 600 0,85 x0,85 x30 600

= 0,03098
fy
414
600 + 414
600 + fy

mak = 0,75. b = 0,75 x0,03098 = 0,02323

min < < mak 0 ,0033816 < 0 ,0162102 < 0 ,02323 OK


a=

As . fy
2431,53x414
=
= 131,589mm
0,85. fc'.b 0,85x30x300

a
131,589

6
M n = As . fy d = 2431,53x414 550
= 487,43x10 Nmm = 487,43KNm
2
2

Mu

Mn

Pemilihan tulangan, dipakai Diameter tulangan D32

A 32 =

487,43KNm > 470,61KNm OK

x32 2
4

= 803,8mm 2

Dibutuhkan jumlah tulangan,

n=

Asperlu
A 32

2431,53
= 3,03 4
803,8

buah

tulangan (4D32)

Check jarak tulangan


Antar tulangan 25 mm
Selimut beton 40 mm
Sengkang 10 mm
4 x 32 + 3 x 25 + 2 x 50 = 303 mm > 300 mm ( kritis )

Beton I

Bab II- 14

TUGAS II

Diketahui balok persegi bertulangan tunggal seperti tergambar. Bila


digunakan mutu beton fc = 35 MPa, mutu baja fy = 415 MPa, selimut beton
50 mm. Beban hidup yang bekerja sebesar 20 KN/m, beban mati berupa berat
sendiri balok, unit weight beton sebesar 24 KN/m3.
Ditanya :

Rencanakan penulangan balok tersebut agar dapat memikul beban-beban yang


bekerja

ql & qd

L=8m
Gambar 2.10. latihan rencanakan balok

Kesimpulan:
1. Tinggi minimum sesuai dengan SK SNI 2002 , lendutan tidak perlu dihitung
2. Pemilihan tulangan
3. Beban yang bekerja dari pelat atau berat sendiri

Beton I

Bab II- 15

2.2. Balok Bertulangan Rangkap

Jika momen yang bekerja melebihi momen yang dapat dipikul oleh
balok persegi bertulangan tunggal, maka diperlukan tulangan rangkap/ganda,
yaitu terdiri dari tulangan tarik dan tulangan tekan.
Pada balok bertulangan tunggal (tanpa tulangan tekan), semua gaya
tekan yang terjadi ditahan oleh beton saja. Sedangkan pada tulangan ganda, gaya
tekan C ditahan secara bersama-sama oleh beton (Cc) dan tulangan tekan (Cs).
Karena sebagaian gaya tekan dipikul oleh tulangan tekan, maka nilai a pada
tulangan ganda lebih kecil dibandingkan dengan nilai apada tulangan tunggal.
Dengan demikian nilai C pada tulangan ganda lebih kecil dibandingkan nilai
C pada tulangan tunggal. Atau dengan kata lain daktilitas tulangan ganda lebih
besar dibandingkan pada tulangan tunggal.
Alasan-alasan digunakannya tulangan tekan (Iswandi, 2001) yaitu :
a. Mengurangi defleksi jangka panjang
b. meningkatkan daktilitas penampang
c. Mengubah jenis keruntuhan tekan menjadi keruntuhan tarik
d. Mempermudah pelaksanaan di lapangan.

3.2.1. Analisa Balok Bertulangan Rangkap


0,003
As

0,85.fc
d

d
Mu

C1

Garis Netral

As

Jd=d-a/2
As1

T1

(1)

s
b
a. Penampang Balok
bertul. rangkap

C2
As

b. Diagram
Regangan

d-d
As2

Gambar 2.11. Tulangan Rangkap

Beton I

T2

(2)

Bab II- 16

a. Tulangan Tekan Sudah Leleh

Apabila tulangan tekan sudah leleh, maka fs = fy


Lihat gambar di atas pada bagian (1)
T1 = As1 . fy = C1
o

As = As1 + As 2 As 2 = As'
As1 = As As'

o Sehingga

Mn1 = T1 . d
2

Mn1 = ( As As'). fy. d


2

Dimana, a =

( A As'). fy
As1 . fy
= s
0.85. fc'.b
0,85. fc'.b

Lihat Gambar pada bagian (2)


o

M = 0 terhadap posisi tulangan tarik


C 2 = As'. fy

sehingga,
Mn2 = C 2 .(d d ')

Mn2 = As'. fy.(d d ')


o Jadi momen nominal untuk balok bertulangan rangkap adalah

Mn = Mn1 + Mn2
a

Mn = ( As As'). fy d + As '. fy.(d d ')


2

o Momen ultimate yang dapat dipikul balok bertulangan rangkap adalah

M u = .Mn
M u = 0,8 xMn
Persamaan di atas adalah untuk kondisi tulangan tekan leleh. Untuk mengetahui
tulangan tekan leleh atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan kompatibilitas
Regangan. Tulangan tekan leleh (As) apabila s ' > y y =

fy
fy
=
E s 2x10 5

Perhatikan gambar diagram regangan di bawah ini.

Beton I

Bab II- 17

c=0,003

c-d

Gambar 2.12 nnnGambar diagram regangan

Dari gambar diagram regangan tersebut,

c
c
=
s ' (c d ')
.(c d ') 0,003(c d ')
s' = c
=
c

Karena c =

( As As'). fy
1 .0,85. fc'.b

s ' = 0,0031
Maka

( '). fy
1 .0,85. fc'.b

0,85.1. fc'.d ' fy


atau

( ').d . fy Es

( ') 0,85.1. fc'.d ' . 600 (1)


fy.d
600 fy

Jadi tulangan tekan sudah leleh apabila

( ') 0,85.1 . fc'.d ' .


fy.d

600
600 fy

b. Tulangan Tekan Belum Leleh

Untuk kondisi tulangan tekan belum leleh, bila

s' < y

( ') < 0,85.1 . fc'.d ' .


fy.d

600
600 fy

Beton I

Bab II- 18

fs ' fy
fs ' = E s . s '

Maka

0,85. 1 . fc'.d '


fs ' = 200.000 x0,0031

( '). fy.d
0,85. 1 . fc'.d '
fs ' = 600 1

( '). fy.d

Untuk kondisi tulangan tekan belum leleh, harga a dihitung dari :


a=

As. fy As'. fs '


0,85. fc'.b

Jadi momen nominal untuk kondisi tulangan tekan belum leleh adalah :
a

Mn = ( As. fy As '. fs ') d + [ As'. fs '.(d d ')]


2

Mu = .Mn = 0,8 xMn


c. Rasio tulangan ijin (mak) untuk penampang bertulangan rangkap adalah

mak = 0,75. b + '.

fs '
, dim ana
fy

As '
b.d
0,85. fc'. 1 .600
b =
(600 + fy ). fy

'=

Cara perhitungan analisa penampang balok bertulangan rangkap disajikan pada


diagram alir di bawah ini gambar 2.13

Beton I

Bab II- 19

Mulai
Data : b,d,d,As,As,fc,fy
min =

Perkecil
penampang

1 .4
fy

tidak

As
bd

min

mak

As'
bd

' > min

Ya

tidak

1 . 0 ,85 f ' c .d '

'

fy .d

600
600 fy

Tul. tekan
belum leleh

Tul. tekan
sudah leleh

0,85. f ' c 1.d '


f ' s = 6001
fy
( ' ) > fy.d

f's = fy
f 's
fy
1.0,85 f ' c 600
b =
fy.
600 fy

fs untuk coba-coba awal

maks = 0,75 b + '

tidak

maks

Penampang tidak kuat :


perbesar ukuran penampang

Ya
tidak

f's1 = f ' s

As. fy As'. fs '


0,85. fc'.b
a

a=
c=
f's1 = f ' s

Ya

Fs=fy
Ya

a=

As. fy As'. fs '


0,85. fc'.b

c d'
.0,003
c
fs ' 2 = E s . s

s ' =

f 's
tidak

Ya

fs2=fs1

f's = f ' s 2

Gambar 2.13 Diagram Alir Analisa Penampang


Bertulangan Rangkap

Beton I

Mn = ( As. fy As '. fs ') d +


2

[( As'. fs')(d d ')]


Stop

Bab II- 20

Contoh Soal :
As
d

Mu

h
As

Hitung Mu, apabila diketahui :


Fc

: 30 MPa

Fy

: 400 MPa

As

: 3920 mm2

As

: 1960 mm2

: 350 mm ; d = 590 mm ; d = 50 mm

Gambar 2.14. latihan rencanakan balok tulangan Rangkap

Penyelesaian :

a. Menghitung
As
3920
=
= 0,01898
b.d 350 x590
1,4 1,4
min =
=
= 0,0035 > min (OK )
fy 400
As'
1960
'=
=
= 0,009491
b.d 350 x590

b. memeriksa apakah tulangan tekan sudah leleh atau belum

' = 0,01898 0,009491 = 0,009498


0,85. fc'.d ' 600
.
= 0,0138
fy.d
600 fy
' < k tul.tekan.belum.leleh

k = 1 .

c. Karena tul. Tekan belum leleh maka fs<fy. Menentukan fs dan mak.

0,85. fc'. 1 .d '


0,85 x30 x0,85 x50

fs ' = 600.1
= 600.1

= 309,633MPa
0,009498 x 400 x590
( '). fy.d

Beton I

Bab II- 21

fs(MPa)

a=

As. fy As ' fs '


0,85. fc'.b

c=

(mm)

s' =

c d'
.0,003
c

fs ' 2 = s ' .E s

Es=200000

(mm)

(MPa)

309,633

107,69

126,694

0,00182

364

336,82

101,72

119,67

0,00175

350

343,41

100,27

117,96

0,00173

346

Anggap fs '1 fs ' 2 = 346 MPa


d. Cek tulangan maksimum
1 .0,85. fc' 600
fs '
+ '.
= 0,04075
.

fy
fy
600 + fy

mak = 0,75.

= 0,01898 < mak = 0,04075 OK


e. Menghitung Mn dan Mu

Mn = ( As. fy As'. fs') d + [( As'. fs' ).(d d ')] = 846599871


,6Nmm
2

Mu = 0,8xMn= 0,8x846599872= 677279898Nmm= 677,3KNm

Tugas:
Data-data penampang balok bertulangan rangkap :
As
d

Mu

h
As

Fc

: 25 MPa

Fy

: 400 MPa

As

: 4D32

As

: 2D22

b /h

: 300 mm / 600 mm

: 50 mm

Gambar 2.15. latihan rencanakan balok

Hitung Momen Ultimate yang dapat dipikul balok tersebut.

Beton I

Bab II- 22

2.2.2. Perencanaan/Desain Balok Bertulangan Rangkap

Di dalam melakukan perencanaan penampang, perlu ditentukan terlebih


dahulu besarnya h, b, d, d (estimasi dimensi penampang). Dalam memperkirakan
dimensi penampang caranya sama dengan pada perencanaan balok bertulangan
tunggal.
Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut :
a. Lakukan estimasi dimensi (perkirakan ukuran penampang) dengan cara
mencari hmin, b, d dan d (lihat SKSNI T.15-1993, Tabel 3.2.5a tentang
hmin balok bila tidak dilakukan pengecekan lendutan).
b. Hitung beban-beban yang bekerja sehingga didapatkan momen ultimate
(Mu).
c. Hitung b =

1 .0,85. fc'
fy

600
600 + fy

d. Hitung 1 = 0,5. b asumsi 40%,30% > min


As1 = 1 xbxd

e. Hitung a =

As1 . fy
0,85. fc'.b

Mn1 = As1 . fy. d


2

f. Bila Mn1 < M u .rencana maka penampang cukup bertulangan tunggal atau
penampang diperkecil sehingga penampang tetap dipasang tulangan
rangkap.
g. Hitung Mn 2 =

Mu

Mn1 > 0

h. Cek apakah tulangan tekan sudah leleh dengan rumus

'

0,85. fc'. 1 .d ' 600


,
.
fy.d
600 fy

dimana

' = 1 = 0,5. b .

Bila

tulangan tekan sudah leleh, maka fs= fy. Bila tulangan tekan belum leleh

'<

0,85. fc'. 1 .d ' 600


maka fs dihitung dengan rumus
.
fy.d
600 fy

Beton I

Bab II- 23

0,85. fc'. 1 .d '


fs ' = E s . s ' dimana Es = 200000 MPa dan s ' = 0,0031
. fy.d

Mn2
fs '.(d d ')
i. Hitung As ' = As 2
As ' =

As = As1 + As 2

j. Cek terhadap mak tulangan rangkap dengan rumus 0,75. b + '.


dimana =

fs '
,
fy

As
b.d

k. Cek terhadap Mu yang dapat dipikul tulangan rangkap dengan rumus


a

Mu rencana .Mn dimana Mn = ( As. fy As '. fs ') d + ( As'. fs ')(d d ')


2

Beton I

Bab II- 24

Mulai
Perkirakan : h,b,d,d
Tentukan :fc,fy
Hitung : Mu

min =

Perkecil
penampang
tidak

1 .4
fy

min
Ya

' = = 0,5. b
1.0,85 f ' c 600
b =

600 + fy

fy.

f 's

As1 = .b.d
a=

As1 . fy
0,85. fc'.b

Mn1 = As1 . fy. d


2

Perkecil
penampang

Mn 1 < Mu

tidak

Ya
tidak

'

1.0,85 f ' c.d '


fy.d

Tul. tekan
belum leleh

Ya

600
600 fy
Tul. tekan
sudah leleh

0,85. f ' c 1.d '


f ' s = 600 1
fy
( ' ) > fy.d

Mn2 =

Mu

f's = fy

Mn1

Mn2
fs '.(d d ')
As
As = As1 + As 2 , =
b.d

As ' = As 2 =

Beton I

Bab II- 25

f 's
fy
1.0,85 f ' c 600
b =
fy.
600 fy

maks = 0,75 b + '

Penampang tidak kuat :


perbesar ukuran penampang

tidak

maks
Ya

a=

As. fy As'. fs '


0,85. fc'.b

Mn = ( As. fy As '. fs ') d +


2

[( As'. fs')(d d ')]


Penampang tidak kuat :
perbesar ukuran penampang

tidak

Mu<0,8Mn

Gambar 2.16 Diagram Alir Desain Penampang


Bertulangan Rangkap

Stop

Contoh Soal :

Diketahui balok persegi seperti tergambar. Bila digunakan mutu beton fc =


30 MPa, mutu baja fy = 414MPa, selimut beton 50 mm. Beban hidup yang
bekerja sebesar 50 KN/m, beban mati berupa berat sendiri balok, unit weight
beton sebesar 24 KN/m3.
Ditanya :

Rencanakan penulangan balok tersebut agar dapat memikul beban-beban yang


bekerja

ql & qd

L=6m

Jawab :

Beton I

Bab II- 26

Tinggi balok minimum, hmin =

Ln 6000
=
= 375mm ambil tinggi balok, h
16
16

= 500 mm, b = x h = 250 mm.

Selimut beton = 50 mm, sehingga d = 500 50 = 450 mm

h=500

50
b = 250 mm

Gambar 2.17. latihan rencanakan balok tulangan rangkap

Beban mati berupa berat sendiri balok, q DL = 0,25 x0,50 x 24 = 3KN / m

Beban ultimate, qu = 1,2 DL + 1,6 LL


= (1,2 x 3) + (1,6 x 50)
= 83,6 KN/m

Momen ultimate, M u =

Hitung

min =
b =

1
1
xqu xL2 = x83,6 x6 2 = 376,2 KNm
8
8

1,4 1,4
=
= 0,0033816
fy 414

0,85 x 1 xfc' 600 0,85 x0,85 x30 600

= 0,03098
fy
414
600 + 414
600 + fy

1 = 0,5. b = 0,5 x0,03098 = 0,01549

min < 1 0,0033816 < 0,0162102 OK

Hitung

Beton I

Bab II- 27

As1 = 1 xbxd = 0,01549 x 250 x 450 = 1742,625mm 2


a=

As1 . fy
1742,625 x 414
=
= 113,17 mm
0,85. fc'.b 0,85 x30 x 250

a
113,17

Mn1 = As1 . fy. d = 1742,625 x 414 x 450


= 283827973,15 Nmm = 283,83KNm
2
2

Mn1 = 283,83KNm < M u .rencana = 376,2 KNm


(penampang bertulangan rangkap)

Mu

376,2
283,83 = 186,42 KNm 470,0,8

Hitung Mn2 =

Cek apakah tulangan tekan sudah leleh dengan rumus

Mn1 =

0,85. fc'. 1 .d ' 600


.
fy.d
600 fy
0,85 x30 x0,8 x50
600
1
, tulangan tekan belum leleh, maka fs
.
414 x 450
600 414
0,01549 < 0,01766

'

dihitung dengan rumus


0,85. fc'. 1 .d '
fs ' = E s . s ' dimana Es = 200000 MPa dan s ' = 0,0031
1 . fy.d

0,85 x30 x0,8 x50

fs ' = 200000 x0,0031


= 387,93 388MPa
0,01549 x 414 x 450
Mn2
186,42 x10 6
As ' =
=
= 1201,16mm 2
fs '.(d d ') 388 x(450 50 )

Hitung As ' = As 2 = 1201,16mm 2


As = As1 + As 2 = 1742,625 + 1201,16 = 2943,785mm 2

Cek terhadap mak tulangan rangkap


As
=
b.d
As'
'=
=
b.d

2943,785
= 0,0261669
250 x 450
1201,16
= 0,010677
250 x 450

Beton I

Bab II- 28

0,75. b + '.

fs '
fy

0,0261669 0,75 x0,03098 + 0,010677 x

388
414

0,0261669 < 0,033241 OK

Jadi tulangan yang terpasang memenuhi syarat.

Cek terhadap Mu yang dapat dipikul tulangan rangkap dengan rumus

Mu rencana .Mn
a=

As. fy As'. fs ' 2943,785 x 414 1201,16 x388


=
= 118,07mm
0,85. fc'.b
0,85 x30 x 250

Mn = ( As. fy As '. fs ') d + ( As'. fs ')(d d ')


2

118,07

Mn = (2943,785 x 414 1201,16 x388) 450


+ (1201,16 x388)(450 50)
2

Mn = 480,691KNm
Mu rencana = 376,2 KNm < 0,8 xMn = 0,8 x 480,691 = 384,55KNM OK

Pemilihan tulangan, dipakai Diameter tulangan D32


A 32 =

x32 2
4

= 803,8mm 2

Dibutuhkan jumlah tulangan tarik, n =

Asperlu
A 32

2943,785
= 3,66 4 buah
803,8

tulangan (4D32). Check syarat tulangan


Dibutuhkan jumlah tulangan tekan, n =

As ' perlu
A 32

1201,16
= 1,49 2 buah
803,8

tulangan (2D32).

TUGAS

Diketahui balok persegi seperti tergambar. Bila digunakan mutu beton fc =


35 MPa, mutu baja fy = 415 MPa, selimut beton 50 mm. Beban hidup yang
bekerja sebesar 45 KN/m, beban mati sebesar 5 KN/m belum termasuk berat
sendiri balok, unit weight beton sebesar 24 KN/m3.

Beton I

Bab II- 29

Ditanya :

Rencanakan penulangan balok tersebut agar dapat memikul beban-beban yang


bekerja (balok bertulangan rangkap)

ql & qd

L=8m
Gambar 2.18. latihan rencanakan balok tulangan rangkap

2.3. Beban Balok dari Plat

Distribusi beban pada plat dapat dilihat dari fenomena pembebanan plat.
Bila suatu plat persegi dengan tumpuan sederhana di empat sisinya dan dibebani
hingga retak dan akhirnya runtuh maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Retak yang pertama terjadi tegak lurus bentang pendek
2. Retak berlajut hingga pertemuan tumpuan dengan sudut 45.
3. Pola retak ( bentuk amplop) identik dengan pembagian beban plat ke
balok ( metode garis leleh ; metode amplop )
Bentuk beban plat dapat segitiga atau trapezium. Beban ini diteruskan ke balok
yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mencari gaya dalam balok.
Perhitungan gaya dalam balok bila menggunakan table seperti tertulis pada SNI ,
harus mengikuti aturan seperti beban harus terbagi merata. Salah satu cara
pendekatan dan umum adalah dengan merubah beban segi-3 atau trapezium
kedalam beban merata berdasarkan Momen maximum yang terjadi ditengah
balok.

Beton I

Bab II- 30

Lx
45
Ly
Untuk beban segitiga

Qx=Qp Lx/2

Qe

Mx=1/8 QeLx^2

Mx=VaLx/2 - R1 Lx/6
Mx=1/12 Qx Lx^2

Qe =2/3 Qx

Untuk beban trapezium :

Mx=VaLx/2 - R1 Lx/6

Mx=1/8 QeLx^2

Qe =1/3 Qx ( 1 - (Lx/Ly)^2 )

Beton I

Bab II- 31

TUGAS Penulangan BALOK Plat lantai :

Fc = 25 MPa
Fy = 400 MPa
Wdl = 80 Kg/m2
Wll = 400 Kg/m2

1,2M

D
6M

Rencanakan
Penulangan
BALOK Lantai

C
3M

4 As Melintang
A,B,C,D
6 As Memanjang
1,2,3,4,5,6

6M

A
1,2M

5M

5M

5M

1,2M

5M

Beton I

Bab II- 32

Conto jawaban :
BJ bet =
dimensi balok

24 kn/m3

Wu = 1,2DL+1,6LL=

h=

400 mm

26,64 kN/m

b =
brt sendiri =

250 mm
2,4 kN/m'

Beta 1 =
Rho bal =

0,85
0,0244

Fc' =
Fy =
Fy =

22,5 Mpa
400 lentur
240 geser

R min =
R max =

0,0035
0,0183

BALOK TULANGAN RANGKAP


1 Dimensi
h=
400 mm
b=
250 mm
Berat Snd
2,4 kN/m
Wu balok
26,64 kN/m
rho
min
max

0,0035
0,0183

d' =
d=

40 mm
360 mm

Fc' =

22,5

Fy =

400

As mm2 a mm
Mn kNm
Mu kNm
315 26,3529 43,69976
34,96
1645,95
137,7 191,6868 153,35

2 GAYA DALAM

LAP
TUMP

14,35%
75,00%

3,0625

Mu kNm
Vu Kn
118,66909
1/11
130,536
93,24 1/10

3 PERHITUNGAN TULANGAN
assumsi
50,00%
Rho 1 =
0,0121922
As1 =
1097,2969 mm2
a=
91,8 mm
Mn 1 =
137,86438 kn m

Mn kNm
Vn Kn
148,3364
0
163,17
155,4

syarat tul tekan Fs' meleleh =Fy


R - R' >
0,013547
Fs' =

377,7778 Mpa
209,3296 mm2

Mn 2 =

25,305621 kN-m

As 2 =

As =
As' =

1306,6265 mm2
209,32958 mm2

digunakan tulangan=>
digunakan tulangan=>

As
3D19+2D16
2D16

Untuk penulangan Lapangan disesuaikan dengan tumpuan


As =
1245 mm2
digunakan tulangan=>
2D19+2D16
As' =
402 mm2
2D16
digunakan tulangan=>
Mn tulangan rangkap di lapangan =
As1=
149,47537 kNm
rho 1 =
a=
Mn1=
4 GAMBAR PENULANGAN
Fs'=
Mn2 =
Mn =

Beton I

1245
402

843
0,0093667
70,52549
109,5014
310,74288
39,973964
149,47537

Bab II- 33

2.3. Balok T ( Balok Bersayap )


o Sesuai dengan SK-SNI. T.15-1991-03, apabila balok dicor monolit dengan

pelat lantai (mutu beton sama antara balok dan pelat) dan terjadi interaksi
anatara balok dan pelat di dalam menahan momen-momen yang terjadi, maka
balok tersebut dikatakan sebagai balok T. Pada kondisi ini, pelat beton akan
berfungsi sebagai sayap atas dari balok
o Pada dasarnya balok ini berperilaku sebagai balok T pada saat menahan

momen positif dab berperilaku sebagai balok persegi biasa pada saat menahan
momen negative (lihat Gambar3. )
M+

M-

Zona tekan T
Akibat M+

Zona tekan persegi


Akibat M-

Gambar 2.18. Balok bersayap

o Dalam analisa maupun perencanaan balok T, harus ditentukan terlebih dahulu

lebar efektif balok T (be). Menurut pasal 3.1.10 lebar efektif balok T adalah :
be
hf.ka

hf.ka

Untuk balok T seperti Gb. di samping,


lebar efektif balok diambil nilai terkecil
dari :
o panjang bentang balok
o bw + hf.ka + hf.ki
o jarak dari as ke as antar balok
Untuk balok T seperti Gb. di samping,

bw
be
hf.

lebar efektif balok diambil nilai terkecil


dari :
o 1/12 panjang bentang balok
o 6 hf

bw
Gambar 2.19. Type Balok bersayap

o jarak bersih dengan balok di


sebelahnya

Beton I

Bab II- 34

Dalam analisis balok T, ada 2 kondisi yaitu :


a. Kondisi 1, bila garis netral terletak dalam flens (sayap) c < hf, maka analisa
penampang dapat dilakukan sama dengan balok persegi dengan lebar balok =
lebar efektif (be).
cu

0,85.fc

be

Cc
Garis Netral

hf
Jd=d-a/2
d
As

s
bw
a. Penampang Balok
T

b. Diagram
Regangan

Gambar 2.20. Diagram tegangan regangan Balok bersayap

Dari gambar di atas,

H = 0
T = Cc
As. fy = 0,85. fc'.a.be
a=
c=

As. fy
0,85. fc'.be
a

Jika c < hf maka garis netral terletak di dalam sayap (flens), sehingga
a
a

Mn = Cc. d atauMn = T . d
2
2

a
a

Mn = 0,85. fc'.be .a. d atauMn = As. fy. d


2
2

Mu = .Mn = 0,8.Mn
Untuk kontrol daktilitas tulangan, caranya sama dengan balok persegi
bertulangan tunggal.

Beton I

Bab II- 35

b. Kondisi 2, bila garis netral memotong badan, c > hf, maka balok
diperlakukan sebagai balok T murni.
be
Mu
hf

d
As

Garis Netral
Asf

Asw

bw
0,85.fc

0,85.fc

Cw

Cf

hf
d-hf/2

d-a/2

Tf=Asf.Fy
Tw=Asw.Fy
Gb. (1)

Gb. (2)

Gambar 2.21. analisa Balok bersayap

a. Balok sayap (Gb.1)

Luas zona tekan = (be bw).hf


Syarat keseimbangan,

H = 0
Tf = Cf

Asf . fy = 0,85. fc' (be bw ).hf


Asf =

0,85. fc'.(be bw ).hf


fy

Sehingga ,

Beton I

Bab II- 36

hf
hf

Mnf = Cf . d atauTf . d
2
2

hf
hf

Mnf = 0,85. fc' (be bw ).hf . d atauAsf . fy. d


2
2

b. Balok badan (Gb.2)

Luas tulangan tarik pada badan, As w = Astotal As f


Gaya tekan, C w = 0,85. fc'.bw .a
Syarat keseimbangan :

H = 0
C w = Tw
0,85. fc'.bw .a = As w . fy
a=

As w . fy
0,85. fc'.bw

Sehingga,

a
a

Mn w = C w . d atauTw . d
2
2

a
a

Mn w = 0,85. fc'.bw .a. d atauAs w . fy. d


2
2

Jadi momen nominal balok T adalah :

Mn = Mn f + Mn w
hf

Mn = As f . fy. d
2

+ As w . fy. d
2

Syarat supaya balok kuat Mu Mn


c. Batasan tulangan minimum untuk balok T adalah :

> min
=

Astot
bw .d

min =

1,4
fy

d. Batasan tulangan maksimum untuk balok T adalah :

Beton I

Bab II- 37

< mak
< 0,75. b
0,85. fc'. 1
600
.
+f
fy
600 + fy

b =
f =

As f
bw .d

Contoh Soal :
125

125

Hitung berapa momen ultimate yang dapat


125
610

dipikul oleh balok seperti gambar di samping,


bila : fc = 20 MPa, fy = 400 MPa,

700

As = 3000 mm2.

As

250

Gambar 2.22. contoh analisa Balok bersayap

Jawab :

a. Menghitung lebar efektif balok T (be)


Balok di atas merupakan balok T terisolasi, sehingga SKSNI mensyaratkan,
1
hf .bw
2
1
Tebal sayap , hf .250
2
hf 125mm OK

be 4.bw
Lebar efektif, be 4 x 250
500mm 1000mm OK
Penampang T di atas memenuhi syarat sehingga be = 500 mm.
b. Menghitung a, zona tekan diasumsikan berbentuk persegi

Beton I

Bab II- 38

a=

As. fy
0,85. fc'.be

a=

3000 x 400
= 141mm
0,85 x 20 x500

Ternyata a = 141 mm > hf = 125 mm, sehingga balok dianalisis sebagai balok
T.
c. Analisis balok T

balok sayap
Luas zona tekan = (be bw).hf
Syarat keseimbangan,

H = 0
Tf = Cf
Asf . fy = 0,85. fc' (be bw ).hf

0,85. fc'.(be bw ).hf


fy
0,85 x 20 x(500 250)x125
Asf =
= 1330mm 2
400

Asf =

Sehingga ,

hf
hf

Mnf = Cf . d atauTf . d
2
2

hf
hf

Mnf = 0,85. fc' (be bw ).hf . d atauAsf . fy. d


2
2

125

Mnf = 1330 x 400 x 610


= 290 KNm.
2

Balok badan
As w = Astotal As f
As w = 3000 1330 = 1670mm 2

H = 0
C w = Tw
0,85. fc'.bw .a = As w . fy
a=

As w . fy
1670 x 400
=
= 157 mm
0,85. fc'.bw 0,85 x 20 x 250

Sehingga,

Beton I

Bab II- 39

a
a

Mn w = C w . d atauTw . d
2
2

a
157

Mn w = As w . fy. d = 1670 x 400 x 610


= 355KNm
2
2

Jadi momen nominal balok T adalah :


Mn = Mn f + Mn w
Mn = 290 + 355 = 645KNm
Mu = Mn = 0,8 x645 = 516 KNm
Jadi momen yang dapaikul oleh balok T tersebut adalah sebesar 516 KNm.
d. Kontrol daktilitas tulangan

> min
=

Astot
3000
=
= 0,01967
bw .d 250 x610

min =

1,4 1,4
=
= 0,0035
fy 400

< mak
< 0,75. b
0,85. fc'.1
600
.
+f
600 + fy
fy

b =

600
1330
0,85 x 20 x0,85
.
+
= 0,030396

400
600 + 400 250 x610
= 0,75 x b = 0,022797

b =

mak

0,0035 < 0,01967 < 0,002797 OK

Tugas :

300mm

120mm
480mm
6m

8m
Gambar 2.23. Latihan analisa Balok bersayap

Hitung berapa momen ultimate yang dapat dipikul oleh balok T bagian tengah
seperti gambar di atas, bila : fc = 28 MPa, fy = 414 MPa, As = 4D32, d=50 mm.

Beton I

Bab II- 40

2.4. Geser Pada Balok

Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser sangat
berbeda dengan keruntuhan karena lentur. Balok dengan keruntuhan geser,
umumnya tanpa peringatan terlebih dahulu. Perilaku keruntuhan geser bersifat
getas/brittle, oleh karena itu perlu dirancang penampang yang cukup kuat untuk
memikul gaya geser.
Tulangan geser diperlukan karena pada dasarnya ada tiga jenis retak
pada struktur, yaitu :
1. Retak lentur murni (flexural crack), retak yang terjadi di daerah yang
mempunyai momen lentur besar. Arah retak hamper tegak lurus sumbu
balok.
2. Retak geser lentur (flexural shear crack), Retak yang terjadi pada bagian
balok yang sebelumnya telah terjadi keretakan lentur. Jadi retak geser
lentur merupakan perambatan retak miring dari retak yang sudah terjadi
sebelumnya.
3. Retak geser murni (shear crack), retak yang terjadi pada daerah dimana
gaya geser maksimum bekerja dan tegangan normal sangat kecil.

1
2

Geser lentur

Geser murni

retak lentur

Geser murni

Gambar 2.24. Retak Balok

Adapun Jenis-jenis tulangan geser adalah :


1. Sengkang (stirrup) yang tegak lurus terhadap sumbu balok/pembesian
longitudinal.
2. Sengkang miring
3. kombinasi antara sengkang tegak dan miring

Beton I

Bab II- 41

4. Sengkang spiral, biasanya digunakan untuk kolom-kolom bulat.


Tulangan geser pada dasarnya mempunyai empat fungsi, yaitu :
1. Memikul sebagian gaya geser rencana Vu.
2. Membatasi bertambahnya retak diagonal.
3. Memegang dan mengikat tulangan memanjang pada posisinya sehingga
tulangan memanjang dapat berfungsi dengan baik dalam menahan lentur.
4. Memberikan ikatan pada daerah beton yang tertekan terutama apabila
digunakan sengkang tertutup.

2.4.1. Perencanaan Penampang Terhadap Geser

Berdasarkan SK-SNI91, perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan


pada rumus :

Vu Vn
Dimana :

Vu : Gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau


: factor reduksi geser = 0,6
Vn: Kekuatan geser nominal

Kekuatan geser nominal ditentukan dengan memperhitungkan kontribusi beton


maupun tulangan sengkang, sehingga :
Vn = Vc + Vs

Dimana

Vc = gaya geser yang dapat dipikul oleh beton


Vs = gaya geser yang dapat dipikul oleh tulangan geser/sengkang

2.4.1.2. Kuat Geser yang Disumbangkan Oleh Beton

Kuat geser beton adalah kekuatan geser yang dapat ditahan oleh balok beton
sampai batas timbulnya retak pertama kali. Sesuai dengan sifat beban yang
bekerja pada struktur, maka kuat geser yang disumbangkan oleh beton (Vc)
adalah :
Untuk struktur yang dibebani geser dan lentur, maka :
1
1
Vu.d
Vc = . fc'.bw .d atau Vc = . fc' + 120. w .
.bw .d
6
Mu
7

Beton I

Bab II- 42

w =

As
< 0,3.bw .d . fc '
bw .d

Vu.d
<1
Mu
o Jika Vu Vc ( merupakan factor reduksi kekuatan untuk geser, sebesar =

0,6) maka secara teoritis tidak memerlukan tulangan geser. Tetapi menurut
SK-SNI ps. 3.4.5.5 (1) bila Vu >

Vc
2

maka harus dipasang tulangan geser

minimum sebesar :
Av =

bw .s
3. fy

Dimana, Av : luas tulangan geser minimum


bw : lebar badan balok
s : Jarak tulangan geser/sengkang
fy : tegangan leleh baja
2.4.1.3. Kuat Geser yang Disumbangkan Oleh Tulangan geser

Bila gaya geser terfaktor Vu > Vc , maka kelebihan gaya geser ditahan oleh
tulangan geser,

Vu
Vs = Vc .

Besar Vs dihitung dari :


a. Bila digunakan sengkang miring, Vs =
b. Sengkang vertical, Vs =

Av. fy.d
(sin + cos )
s

Av. fy.d
s

Catatan :
a. Tegangan leleh baja untuk tulangan geser, fy 400MPa (ps.3.4.5.2.
SKSNI91).
b. Gaya geser maksimum yang bisa dipikul tulangan dibatasi sebesar
Vs

2
. fc' .bw .atau......4Vc .
3

Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi lebar retak yang berlebihan pada
balok.

Beton I

Bab II- 43

c. Pada balok yang dibebani pada tepi atasnya dan ditumpu pada tepi
bawahnya, retak miring yang mungkin terjadi terbentuk pada daerah
perletakan membentuk sudut 45. Oleh karena itu SKSNI 91 menetapkan
bahwa penampang balok yang berada dalam jarak d dari perletakan
dapat direncanakan terhadap gaya geser Vu yang bekerja pada jarak d
dari perletakan, dengan syarat :
-

reaksi perletakan bersifat tekan

Tidak ada beban terpusat yang bekerja dalam jarak d dari


perletakan.

Langkah-langkah perencanaan balok terhadap geser disajikan pada diagram alir di


gambar 2.26 dibawah ini :

Contoh Soal :

Diketahui balok persegi seperti tergambar. Bila digunakan mutu beton fc =


20 MPa, mutu baja fy = 400MPa, selimut beton 50 mm. Beban terfaktor qu
sebesar 110 KN/m. lebar balok 300 mm, tinggi balok 550 mm.
Ditanya :

Rencanakan penulangan geser balok tersebut .


qu

L=6m

Gambar 2.25. Conto balok u Tulangan Geser


Jawab :

1. Mencari gaya geser rencana


a. Gaya geser rencana pada muka tumpuan
Vu =

qu.l 110 x6
=
= 330 KN
2
2

Beton I

Bab II- 44

Mulai
Data : bw,d,d,,fc,fy,Vu

= 0 , 75
fc'
.b .d
Vc =
6 w

tidak

Vs =

2
Vc . fc' .bw .d = 4Vc

Vu

Ya

Perbesar
penampang

tidak
Tidak perlu
tul. geser

Vu

>

Vc
2

tidak

Ya

Vu>Vc
tul. Geser
minimum

Ya

tidak
Vu

Vc

fc '
.b w .d
3

Vs > 2 Vc

bw .s
3. fy
S d / 2 600mm
Av =

Vu

Vc .S

Av =
fy.d
d
S 600mm
4

Vu

Vc .S

Av =
fy.d
d
S 600mm
2

Selesai
Gambar 2.26. Diagram Perencanaan Tulangan Geser Balok

Beton I

Bab II- 45

b. Gaya geser rencana pada jarak d dari muka tumpuan


penampang kritis pertama adalah pada jarak d = 500 mm dari muka
tumpuan balok (setengah bentang = 3 m).
Vu pada d adalah Vu d =

Vu (3000 d ) 330 x(3000 500)


=
= 275KN
3000
3000

2. Kapasitas geser yang dapat dipikul beton


1
1
Vc = . fc'.bw .d = x 20 x300 x500 = 111,81KN
6
6
3. Cek apakah penampang mampu memikul gaya geser rencana
2
Vc . fc' .bw .d = 4Vc
3

275
2
111,81 = 254,86 4 *Vc = x 20 x 300 x500
0,75
3
254,86 KN < 447,213KN OK

Vud

Jadi penampang kuat memikul gaya geser rencana, tidak perlu diperbesar.
4. Cek apakah perlu tulangan geser atau tidak
Vu d

Vc
2

275 111,81
>
0,75
2
254,86 KN > 55,91KN OK
>

Perlu tulangan geser

Vu > Vc 275KN > 0,75 x111,81KN OK bukan tulangan geser minimum


5. Menentukan penulangan geser

Vu
Vc .S


Vs * s


Av =
=
=
fy.d
fy * d

Vu

1
Vc . fc' .bw .d = 2 xVc

3
346,52 KN 223,61KN

Maka jarak sengkang , S mak =

d 500
=
= 125mm
4
4

Beton I

Bab II- 46

1
Dicoba digunakan tulangan 10, Av = 2 x xx10 2 = 157mm 2
4
Vs =

Av. fy.d 157 x 400 x500


=
= 251,2kN < 346,52 KN ( not OK )
125
s

Jadi jarak diperkecil sehingga Vs > 346,52

S=

Av. fy.d
157 x 400 x500
=
= 90,61mm diambil 90 mm
346,52 x10 3
Vu
Vc

Jadi jarak pada penampang kritis sejauh d = 500mm dari muka tumpuan
adalah sebesar 90, mm sampai dengan gaya lintang dengan Vs = 251,52 kN
.
Pada soal ini, gaya geser untuk beban terdistribusi berkurang secara linier dari
tumpuan ke tengah bentang balok. Oleh karena itu jarak sengkang dapat
dikurangi sampai pada daerah yang memerlukan tulangan sengkang minimum.
o Pada daerah kritis sejauh d = 500mm dari muka tumpuan,

Vn =

Vu d

275
= 458,3KN , diperoleh S = 90,61 mm
0,6

Jarak sisa dari tengah bentang Xd = 3000-500=2500 mm


o Pada daerah X1, jarak sengkang

d 500
=
= 125mm
4
4

Av. fy.d
Vs
157 x 400 x500
125 =
Vs1 = 251200 N
Vs
Vn1 = Vc + Vs1 = 111,81 + 251,2 = 363,01KN
S=

X1 dari tengah bentang, X 1 = 2500 x


o Pada daerah X2, jarak sengkang

363,01
= 1980mm
458,3

d 500
=
= 250mm
2
2

Beton I

Bab II- 47

Av. fy.d
Vs
157 x 400 x500
250 =
Vs 2 = 125600 N
Vs 2
S=

Vn2 = Vc + Vs 2 = 111,81 + 125,6 = 237,41KN


X2 dari tengah bentang, X 2 = 2500 x

237,41
= 1295mm
458,3

o Pada daerah X3, Vs = 0, Vc = 111,81 maka jarak sengkang diambil

d 500
=
= 250mm
2
2
X3 dari tengah bentang, X 3 = 2500 x

111,81
= 609mm
458,3

Vn1
Vn2

Vs
Vnd

Vc
Vc

X3=609
X2=1295
X1=1980
Xd=2500

d=500

3000

10

6, S=90

5, S=125

6, S=250
3000

Gambar 2.27. Distribusi tulangan geser

Beton I

Bab II- 48

Tugas
Diketahui balok persegi seperti tergambar. Bila digunakan mutu beton fc =

25 MPa, mutu baja fy = 400MPa, selimut beton 50 mm. Beban hidup sebesar
35 KN/m, beban mati sebesar 40 KN/m ,lebar balok 250 mm, tinggi balok 500
mm.
Ditanya :

Rencanakan penulangan geser balok tersebut .


qu

L=5,5
Gambar 2.28. Latihan Penulangan geser

Jawab :

Beton I

Bab II- 49

BAB III
PELAT BETON BERTULANG

3.1. PELAT LANTAI

Gambat 3.1 Type Plat Lantai

Beton I

Bab III - 1

3.1. 1. Dasar Teori


Tabel 3.1. Tebal Minimum Balok dan Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak
Dihitung
Tebal Minimum (h)
Dua
Tumpuan

Komponen
Struktur

Satu Ujung
Menerus

Kedua
Ujung
Menerus

Kantilever

Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi


atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar

Pelat solid
satu arah

L/20

L/24

L/28

L/10

Balok atau
pelat jalur
satu arah

L/16 L/21

L/18,5

L/21

L/8

Untuk perencanaan balok persegi atau balok T harus memenuhi


persyaratan/ketentuan sebagai berikut :

M n M u dimana,

: factor reduksi = 0,8

Mn

: Momen nominal

Mu

: Momen luar terfaktor (momen ultimate)

Untuk kombinasi pembebanan gravitasi (beban hidup dan mati), momen


terfaktor Mu adalah :
M u = 1,2 M D + 1,6 M L

Dalam penentuan luas tulangan dapat dilakukan sebagai berikut

(lihat

Gambar berikut ini ):

a/2

Garis Netral
Mu

0,85.fc
d

Jd=d-a/2

As=?
T
b
a. Penampang Balok
bertul. Tunggal

Gambat 3.2
Balok Tulangan
Tunggal

Beton I

b. Blok Tegangan
Tekan persegi Ekivalen

Bab III - 2

Seperti telah dijelaskan bahwa proses perencanaan balok, salah satunya adalah
menentukan luas tulangan dengan momen terfaktor yang sudah dihitung terlebih
dahulu serta dengan asumsi dimensi yang ditetapkan.
a. Dengan mengasumsikan nilai Jd = 0,85 d s/d 0,9 d.trial error

M n M u
Mn

Mu

= 0,8

M n = T .Jd
M n = As . fy.Jd
Mu

= As . fy.Jd

Mu
As =

fy.Jd

mm 2

b. Kontrol terhadap rasio penulangan

As
bxd
1,4
min =
fy
mak = 0,75. b

min mak
c. Kontrol terhadap momen nominal penampang
a=

As . fy
0,85. f ' c.b

M n = T . d
2

M n = As . fy. d
2

M
Mn u

d. Kontrol terhadap penempatan tulangan

Beton I

Bab III - 3

Untuk lebih jelasnya, proses perencanaan/desain balok persegi bertulangan


tunggal dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 3.4).
Sebagai bahan diskusi pada masalah plat adalah :
a. Perbedaan dimensi pada plat dengan balok ?
b. Bagaimana gaya dalam pada plat dan perbedaannya dengan balok?
c. Analisa plat merupakan balok tulangan tunggal
d. Bagaimana penulangan geser pada plat ?.
e. Penulangan plat. Perhatikan table tulangan dan jarak tulangan.

Gambat 3.3 Type plat

Beton I

Bab III - 4

Mulai

Data : bentang struktur,fc, fy

Desain Penampang (lihat tabel 3.1)


h = L/ ?
b = h s/d 2/3 h

Hitung Mu dg beban terfaktor

Asumsikan Jd = 0,85 d s/d 0,9 d

Mu
Hitung As =

fy.Jd

Hitung , min

tidak

>min

Ya
Hitung b

Perbesar

tidak

<0,75b

Perbesar penampang
(nilai d atau h)

Ya

a=

As . fy
0,85. f ' c.b

M n = As . fy. d
2

M
Mn u

Gambat 3.4 Diagram


Alir Penulangan plat
STOP

Beton I

Bab III - 5

3.5. Pelat Beton Bertulang


3.5.1. Pelat Satu Arah

Pelat satu arah adalah pelat beton bertulang yang mempunyai angka
perbandingan antara bentang yang panjang dengan bentang yang pendek lebih
besar atau sama dengan 3,0 . Pada pelat satu arah, momen yang diperhitungkan
dalam satu arah.

Ly
3,0 pelat satu arah, dimana
Lx
Ly

: Bentang yang lebih panjang

Lx

: Bentang pendek

Beban pada pelat pada umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m2 atau
KN/m2. Distribusi gaya-gaya dalam pelat satu arah dapat dianggap sebagai
gelagar di atas beberapa tumpuan. Pada SKSNI T 15-1991-03 pasal 3.6.6.
mengijinkan untuk menentukan distribusi gaya dengan menggunakan koefisien
momen . Koefisien tersebut dapat digunakan dengan beberapa persyaratan sebagai
berikut (Gideon K, 1993) :
a. Jumlah bentang paling sedikit harus dua.
b. Panjang bentang bersebelahan yang paling besar di bagian sebelah kiri dan
kanan tumpuan tidak boleh lebih dari 1,2 kali lipat lebih besar dari panjang
bentang bersebelahan yang lebih pendek.
c. Beban harus merupakan beban terbagi rata.
d. Beban hidup harus tiga kali lebih kecil dibandingkan dengan beban mati.
Koefisien momen yang ditetapkan SKSNI T-15-1991-03 disajikan pada
Tabel 3. 2 sebagai berikut :

1/24

1/10
1/11

1/10
1/16

1/24
1/11

Gambat 3.5 Koefisien Momen balok atau plat satu arah

Beton I

Bab III - 6

Tabel 3. 2. Koefisien Momen Untk Pelat Satu Arah Dikalikan dengan Wu.Lx2.

Gambat 3.5 Koefisien Momen balok atau plat satu arah

Beton I

Bab III - 7

Beban Wu pada pelat dihitung dengan rumus Wu = 1,2 WD + 1,6 WL,


dimana WD adalah beban pelat akibat beban mati dan WL beban pelat akibat
beban hidup.
Untuk perencanaan tebal pelat dapat menggunakan Tabel 3.2.5 (a) pada
SKSNI T-15-1991-03 seperti tercantum pada Tabel 3.1. Dalam desain pelat,
penulangan dapat dihitung dengan menggunakan lengan momen (d-a/2) atau 0,9 d
seperti pada desain balok bertulangan tunggal atau dengan menggunakan rumus :
Untuk f ' c 30 MPa,

Mu
fy

= 0,8. . fy1 0,588 .


2
b.d
f ' c

Dengan menggunakan rumus ABC, akan diperoleh nilai sehingga


luas tulangan yang diperlukan adalah :

As = .b.d
Penulangan pada pelat harus memenuhi syarat min mak , dimana :

min = 0,0018 untuk fy = 400 MPa dan min = 0,0025 untuk fy = 240 MPa.

mak = 0,75. b
Pada pelat, geser tidak diperhitungkan. Sedangkan untuk menahan susut
dan tegangan akibat perubahan suhu, maka perlu dipasang tulangan susut/tulangan
bagi dalam arah tegak lurus tulangan utama. Besarnya tulangan susut/tulangan
bagi menurut SKSNI T15-1991-03 pasal 3.16.12 adalah :
Untuk fy 400 MPa, As =

0,18.b.h
100

Untuk fy 240 MPa, As =

0,25.b.h
100

Urutan perencanaan pelat dapat dilihat pada diagram alir sebgai berikut :

Beton I

Bab III - 8

Hitung panjang bentang

Tentukan tebal pelat

Hitung beban yang bekerja

Hitung Momen-momen

Hitung penulangan pelat:

fy
Mu

= 0,8 . fy1 0,588. .


2
f ' c
bd

As = .b.d

min mak

tidak

Ya
Pilih tulangan

Selesai

Gambat 3.6 Diagram alir penulangan plat satu arah

3.5.2. Pelat Dua Arah


Pelat dua arah adalah pelat beton bertulang yang mempunyai angka
perbandingan antara bentang yang panjang dengan bentang yang pendek kurang
dari 3,0 . Pada pelat dua arah, momen yang diperhitungkan dalam dua arah.

Ly
< 3,0 pelat dua arah, dimana
Lx

Beton I

Bab III - 9

Ly

: Bentang yang lebih panjang

Lx

: Bentang pendek

Pada SKSNI T 15-1991-03 pasal 3.6.6. mengijinkan untuk menentukan


distribusi gaya dengan menggunakan koefisien momen. Koefisien momen yang
ditetapkan SKSNI T-15-1991-03 disajikan pada Tabel 3. 3 sebagai berikut :
Tabel 3. 3. Koefisien Momen Untuk Pelat dua Arah Dikalikan dengan Wu.Lx2.

Beton I

Bab III - 10

Beberapa pedoman untuk penggambaran tulangan plat lantai :


1. Gambar tulangan harus jelas dan tidak meragukan
2. Pada batang tulangan dituliskan keterangan mengenai batang dan jarak
antar tulangan. Bila ada 2 batang yang sama maka hanya 1 batang
tulangan yang perlu digambar dan ditulis.
3. Batasi variasi diameter tulangan dan gunakan jarak tulangan yang
berkelipatan .
4. Jarak bersih mutlak adalah 25mm (SNI 3.16.16.1-5) dan jarak maksimum
adalah 250mm atau 1,5 x tebal plat.
5. Pada momen yang berkurang jarak tulangan dapat diperbesar hingga 2 x
atau 3 x tebal plat atau 500 mm.
6. Dibedakan letak tulangan antara lapisan terluar dan lapisan sebelah dalam.
Misalnya dengan menggunakan tanda gambar yang berbeda.
7. Tulangan lapangan dapat diberhentikan pada jarak L/10 dari muka
tumpuan. Untuk tulangan tumpuan dari perletakan jepit tak terduga dapat
ditentukan sebesar L/5 dari muka tumpuan.
8. Tebal plat minimum adalah 80 mm dan bila menggunakan tebal plat >=
250 mm maka harus dipasang tulangan atas dan bawah.
9. Pada plat satu arah harus dipasang tulangan pembagi yang tegak lurus
tulangan utama tulangan praktis atau tulangan minimum
10. Pada Plat 2 arah , Tulangan tumpuan pada panel tengan lapis atas harus
diteruskan hingga L/4. Artinya terdapat jalur tepi / Kolom = L/4 dan jalur
tengah L/4.

Beton I

Bab III - 11

Conto ( 1) Soal Penulangan Plat lantai :

Beton I

Bab III - 12

Beton I

Bab III - 13

10 ) 250 : 201 + 314 = 515 mm2 > 454 mm2


8 125 : 402 mm2 > 378 mm2

( 8+

Beton I

Bab III - 14

A=
B=
C=
D=

Beton I

Bab III - 15

E=
F=
G=
H=
K;L =

Tulangan Pembagi

M; N =

Tulangan Pembagi

Beton I

Bab III - 16

TUGAS Penulangan Plat lantai :

Fc = 25 MPa
Fy = 400 MPa
Wdl = 80 Kg/m2
Wll = 400 Kg/m2

1,2M

D
6M

Rencanakan
Penulangan Plat
Lantai

C
3M

B
6M

A
1,2M

5M

5M

5M

1,2M

5M

Beton I

Bab III - 17

(1) PELAT LANTAI BETON


t plat =

mm

dx =

mm

BS =

kN/m2

d rata2 =

mm

Wu =

kN/m2

DL =
balance

Batas maximum dan minimum gaya dalam lentur plat

As mm2

a mm Mn kN

Mu kNm

min
max
(2) G
Gaya Dalam Plat dan tulangan terpasang
ly/lx =

type plat

Mlx

Mly

Wulx2=

Mtx

Mty

Mtix

Mtiy

Mtix

Mtiy

Coefisien
Mn
an
used
As mm2
tul terpsg

type plat

ly/lx =

Mlx

Mly

Wulx2=

Mtx

Mty

Coefisien
Mn
an
used
As mm2
tul terpsg

Beton I

Bab III - 18

CANTILEVER PLAT
L(m)
Mu kNm
Mn kNm
an
As mm2

=
=
=
=
=

(3) Kebutuhan Tulangan


Diameter

Panjang

Jumlah

Diameter

Batang

(4) Gambar Penulangan Plat

Beton I

Bab III - 19

BAB IV KOLOM
4.1

Pendahuluan

Kolom adalah komponen struktur vertical yang meneruskan beban dari balok
atau plat sehingga sampai pada pondasi. Pada komponen balok beban yang
dominan adalah Lentur dan lintang dan penulangan dapat ditinjau secara
terpisah. Berbeda dengan balok pada kolom beban Aksial dan lentur tidak
dapat dipisahkan sehingga perlu ditinjau interaksi antara kedua besaran gaya
dalam tersebut.
Keruntuhan pada suatu kolom merupakan penyebab utama keruntuhan total
struktur ybs. Oleh karena itu dalam perencanaan kolom harus diberikan
kekuatan yang lebih tinggi dari pada balok atau komponen struktur mendatar
lainnya atau yang lebih dikenal dengan Strong colomn weak beam Kolom
kuat balok lemah.
4. 2

Tujuan

Pada beton dasar ini ditujukan agar supaya


1.

dapat mengetahui gaya2 dalam yang bekerja pada kolom

2.

dapat membuat batas2 kekuatan kolom

3.

dapat menganalisa kolom beton bertulang

4.

dapat merencanakan kolom beton bertulang

4. 3

Materi Pembahasan

1.

Jenis2 kolom

2.

Kelangsingan kolom

3.

Keruntuhan kolom

4.

Asumsi analisa Penampang

5.

Dasar perhitungan komponen struktur kolom

6.

Analisa kekuatan Kolom

Beton I

Bab IV - 1

4. 3. 1 Jenis jenis kolom


Kolom beton bertulang biasanya terdiri dari baja tulangan longitudinal
dengan penguatan lateral tulangan sengkang. Bentuk kolom ada bermacam2
seperti persegi , bulat ataupun segi n beraturan. Bermula dari yang
sederhana maka pada bab ini dibahas kolom dengan bentuk persegi. Menurut
Wang (1986) ada beberapa jenis kolom yaitu :
A. Kolom dengan sengkang ikat ( Tied colomn)
Bentuk kolom biasanya persegi atau bujur sangkar dengan tulangan
utama memanjang dikat oleh sengkang persegi
B. Kolom dengan sengkang spiral ( Spiral colomn)
Bentuk kolom biasanya lingkaran atau segi-n atau dapat pula persegi.
Tulangan memanjang diikat oleh sengkang berbentuk spiral.
C. Kolom Komposit ( Composite colomn )
Kolom ini biasanya menggunakan baja propil dengan penambahan
tulangan yang dibungkus oleh beton atau sebaliknya.
4. 3. 2 Kelangsingan kolom
Kelangsingan kolom dapat didefinisikan sebagai rasio antara tinggi kolom
dengan jari2 inersia penampang kolom ,

= L/ r . Kelangsingan dapat

mengakibatakan tekuk ataupun momen tambahan . Oleh karena itu unutk


menganalisa penampang perlu dibedakan pada kolom spt
1. Kolom Pendek
Kolom dengan momen tambahan akibat kelangsingan adalah nol. Nilai
kelangsingan = L/ r < 22.
2. Kolom Langsing
Kolom yang tidak memenuhi persyaratan kolom pendek
= L/ r > 22 dan = L/ r < 100.
Beberapa istilah kolom pada analisa Portal adalah :
Braced Frame ( Kolom terikat ) dan Unbraced Frame ( Kolom yang tidak
terikat atau Braced framed colomn dan unbraced framed colomn

Beton I

Bab IV - 2

4. 3. 3 Keruntuhan kolom
Seperti halnya balok , maka pada kolom dikenal pula istilah seperti
Keaadaan Seimbang-Batas Balanced Conditions

yaitu Beton mencapai

hancur dengan regangan maximum adalah cu = 0.003 dan bersamaan pula


tulangan mencapai regangan leleh s = fy / Es .

Keruntuhan kolom dapat

terjadi bila tulangan bajanya mengalami leleh terlebih dahulu akibat tarik ,
tension control ( Under

reinforced ) atau terjadi kehancuran beton akibat

tekan , compression control (Over Reinforced)


Namun demikian pada rasio tulangan kolom dibatasi oleh ( SK SNI) nilai2
minimum min =
sambungan ).

1% Ag

dan maximum max =

8% Ag

( 4% untuk

Jumlah tulangan longitudinal , minimum adalah 4 untuk

tulangan didalam sengkang ikat dan 6 untuk tulangan dengan sengkang


spiral.
4. 3. 4 Asumsi Penampang kolom
Didalam menganalisa penampang kolom didasarkan pada asumsi
sebagai berikut ( seperti halnya Balok tulangan tunggal) :

Regangan dalam tulangan dan beton berbanding langsung dengan


jaraknya terhadap sumbu netral ( Bernoulli Navier)

Regangan maximum beton pada serat tertekan terluar adalah cu =


0.003

Beton tidak menahan tegangan tarik

Tegangan dalam tulangan gaya maximum keadaan leleh adalah Fy (


MPa) atau Fs = Es* s < Fy

Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton


dianggap persegi ekivalen.

Distribusi tegang beton persegi ekivalen disefinisikan sbb:


a) Tegangan beton 0.85Fc harus diasumsikan terdistribusi merata
pada daerah tekan setinggi a = 1c dari serat dengan regangan
tekan maksimum.

Beton I

Bab IV - 3

b) Faktor = 1 harus diambil sebesar 0.85 untuk kuat tekan beton


fc = 30 MPa. Untuk kekuatan > 30 MPa nilai 1 harus direduksi
sebesar 0.008 setiap kelebihan 1 MPa dan 1 tidak kurang dari
0,65
cu = .003

.85 fc

Cs

c
H

Cc
NA
+

Ts

B
Gbr. 4.1 ANALISA PENAMPANG KOLOM
4. 3. 5 Analisa Penampang kolom
4. 3.5.1 Analisisa Kekuatan Kolom Pendek
1. Kekuatan kolom pendek dengan beban sentries ( e = 0 )
Kapasitas beban sentris maksimum P dapat dinyatakan sebagai :
Po =0,85 fc ( Ag Ast) + Ast fy

.......(1)

Beban yang sentries menyebabkan tegangan tekan yang merata diseluruh


bagian penampang. SNI (1991) memberikan persyaratan bahwa kuat tekan
nominal dari struktur tekan tidak boleh lebih besar dari pada :
Pn (maks) =0,85 Po

Untuk kolom berspiral

. . . . . . . ( 2a )

Pn (maks) =0,80 Po

Untuk kolom bersengkang . . . . . . . ( 2b )

Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan factor
reduksi kekuatan . Untuk desain besarnya (Ag Ast ) dapat dianggap sama

Beton I

Bab IV - 4

dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian (luasbeton yang ditempati`tulangan


diabaikan).

2. Kekuatan kolom pendek akibat beban uniaksial


Penampang melintang suatu kolom segiempat tipikal dengan diagram
distribusi regangan tegangan dan gaya yang bekerja padanya dapat dilihat
pada gambar x.x di bawah ini
Pn
cu=.003

As

.85fc
Cs

Cc

T
As

B
Gambar 3.2 Gaya nominal Pn bekerja pada eksentrisitas e
Gaya nominal memanjang Pn bekerja pada keadaan runtuh dan
mempunyai eksentrisitas e dari sumbu lentur kolom.
Persamaan keseimbang gaya dan momen pada kolom pendek dapat
dinyatakan melalui syarat keseimbangan gaya dinyatakan sebagai
Pn =Cc + Cs Ts

.......(3)

Momen nominal Mn yaitu sebesar = Pn e , dapat dihitung dengan


keseimbangan momen terhadap sumbu lentur kolom .
Mn

= Pn e = Cc (X a/2) + Cs ( X-d ) + T ( d X )
= 0,85 fc ab ( X-a/2) + As Fs (X-d) + As Fs ( d X)
.......(4)

Dalam persamaan ini tinggi sumbu netral dianggap kurang daripada tinggi
efektif d penampang dan juga baja pada sisi yang tertarik memang
mengalami tarik.
Perlu ditekankan disini bahwa gaya aksial Pn tidak boleh melebihi kuat tekan
aksial maksimum Pn (maks) .

.Apabila keruntuhannya berupa lelehnya

Beton I

Bab IV - 5

tulangan baja, besaran fs harus disubstitusikan dengan fy. Apabila fs lebih


kecil daripada fy, maka yang disubstitusikan adalah tegangan aktualnya,
yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari
segitiga sebangun dengan distribusi regangan diseluruh tinggi penampang ,
yaitu :
Fs = Es s = Es 0.003 ( X d )/X < Fy

. . . . . . . ( 5a )

F s = Es s = Es 0.003 ( d - X )/X < Fy

. . . . . . . ( 5b )

Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada
kondisi balanced maka :
Pn < Pnb

; terjadi keruntuhan tarik

Pn = Pnb

; terjadi keruntuhan balanced

Pn > Pnb

; terjadi keruntuhan tekan

a) Kondisi keruntuhan balanced


Kondisi keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami
regangan leleh dan saat itu pula beton mengalami regangan batasnya.
Dari segitiga yang sebangun pada Gambar dapat diperoleh persamaan
tinggi sumbu netral pada kondisi balanced Xb yaitu :
Xb / d = 0.003 / ( 0.003 + fy / Es

Es = 200 000 MPa


Xb = ( 600 / ( 600 + Fy ) )
Pnb = Cc + Cs - T
Mnb = Pnb eb

.......(6)

b) Kondisi tarik menentukan


Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi
dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik . Peralihan dari keruntuhan
tekan ke keruntuhan tarik yang diawali dengan lelehnya tulangan tarik.
Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris yaitu

Beton I

Bab IV - 6

As = As dengan maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan


tarik dan tulangan tekan didalam pelaksanaan di lapangan. Penulangan yang
simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda
misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik arah . Apabila
tulangan tekan diasumsikan telah leleh dan As = As maka persamaan dapat
ditulis sebagai :
Pn = 0,85 fc ab
Mn = Pn e = Cc (X a/2) + Cs ( X-d ) + T ( d X ) . . . . . . . ( 7 )
Jika tinggi sumbu lentur kolom diganti dengan h/2 untuk tulangan yang
simetris dan As diganti dengan As serta persamaan 7 digabungkan maka
menghasilkan persamaan untuk mencari Pn.
Pn e = Pn ( h/2 a/2 ) - As fy ( d d)
a = Pn / 0,85 fc b
Pn2 / 1.7 fc b - Pn ( h/2 e ) - As Fy ( d-d) = 0
Pn= .85 fcb ((h 2e )2d) +

(( h 2 e ) / 2 d ) + 2 m (1 d ' / d )

......(8)

e merupakan jarak antara sumbu lentur kolom dengan titik tangkap gaya.
Sedangkan apabila tulangan tekan belum leleh maka selain memerlukan
persamaan dasar keseimbangan dan juga diperlukan prosedur coba coba
dan penyesuaian.
Untuk suatu geometri penampang dan eksentrisitas e yang diberikan asumsi
besarnya jarak sumbu netral Xc. Dengan harga Xc ini dapat dihitung tinggi
blok tegangan ekuivalent a, dengan a = 1. Xc

. Dari harga Xc yang

diasumsikan tadi hitung besarnya beban aksial nominal Pn dengan memakai


persamaan 5. Sedangkan tegangan tekan fs dan tarik fs untuk beban Pn ini
dengan menggunakan persamaan 4. Apabila tidak memenuhi maka semua
langkah diatas diulangi sampai terjadi konvergensi yaitu eksentrisitas yang
dihitung sama dengan eksentrisitas yang diberikan.

Beton I

Bab IV - 7

Langkah-langkah dari prosedur coba-coba dan penyesuaian diatas dapat


dituliskan sebagai berikut :
1. jarak sumbu netral Xc ditetapkan
2. tinggi balok tegangan ekuivalen a = 1 X
3. tegangan baja tekan dan tarik yaitu ;
fs = Es s = Es 0.003 ( X d)/ X < fy
fs = Es s = Es 0.003 ( d - X )/ X < fy

.......(9)

4. Beban aksial nominal


Pn =
5.

0,85 fc ab + As Fs + As Fs

. . . . . . . ( 10 )

Eksentrisitas yang terjadi dihitung


Mn = Pn e = 0,85 fc ab (X-a/2) + AsFs(X-d) + AsFs( d X)
. . . . . . . ( 11 )

c) Kondisi tekan menentukan .


Terjadinya

keruntuhan

tekan

diawali

dengan

hancurnya

beton.

Eksentrisitas gaya normal yang terjadi lebih kecil daripada eksentrisitas


balanced eb dan beban tekan Pn melampaui kekuatan berimbang Pnb.
Dengan mengambil momen dari gaya-gaya dalam terhadap tulangan tarik
diperoleh :
Pn (e+ (d-d)/2) = Cc ( d a/2) + Cs ( d-d)

. . . . . . ( 12 )

Didalam menaksir gaya tekan Cc dalam beton untuk tinggi distribusi


tegangan persegi Whitney menggunakan harga

Cc = 0,85 fc ab

Bila tekan menentukan , untuk tulangan tekan biasanya sudah leleh , jika
regangan 0.003 terjadi pada serat tekan ekstrim. Dengan mengabaikan
beton yang dipindahkan maka : Cs = As fy
tegangan baja tekan dan tarik yaitu ;
fs = Es s = Es 0.003 ( X d)/ X < fy
fs = Es s = Es 0.003 ( d - X )/ X < fy

Beton I

Bab IV - 8

Beban aksial nominal


Pn =

0,85 fc ab + As Fy + As Fs

Mn = Pn e = 0,85 fcab( X-a/2) + AsFs (X-d) + AsFs ( d X) . . . . . . ( 13 )


4. 3.5.2 Analisa Kekuatan Kolom Langsing
Pengaruh Kelangsingan SNI mensyaratkan pengaruh kelangsingan boleh
diabaikan bila :
1 .klu / r < 34 - 12M1b/ M2b,

untuk

komponen

struktur

tekan

yang

ditahan terhadap goyangan ke samping atau


2.klu / r < 22 , untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap
goyangan ke samping
M1b dan M2b adalah momen pada ujung ujung yang berlawanan pada kolom,
dimana M2b adalah momen yang lebih besar dan M1b adalah momen yang
lebih kecil . Sedangkan lu merupakan panjang tak tertumpu kolom ,dan k
adalah faktor panjang efektif yang ditentukan oleh berbagai

kondisi

pengekangan ujung terhadap rotasi dan translasi , sedangkan r adalah jari


jari girasi penampang kolom.

Untuk translasi kedua ujung yang dicegah

secukupnya maka jarak Antara titik-titik balik diperlihatkan dalam Gambar 3.7.
Untuk semua hal yang demikian diperoleh panjang ujung sendi ekivalen (k lu)
yang lebih dari panjang tak tertumpu (lu) atau k lebih kecil dari 1.

KlU=lU

Gambar 3.3 Panjang ujung sendi ekivalen tanpa translasi titik buhul (Wang ,1986)

Beton I

Bab IV - 9

Jika goyangan kesamping atau translasi ujung mungkin terjadi seperti dalam
hal portal tanpa pengaku panjang ujung sendi ekivalen melebihi panjang tak
tertumpu ( k > 1)
P

Lu
kLu=Lu
P

kLu=2Lu
P

a) salah satu Rotasi ujung dikekang

b) salah satu Rotasi ujung dikekang


dan lainnya dibebaskan

Gambar 3.4. Panjang ujung sendi ekivalen translasi titik buhul (Wang 1986)
Oleh karena kolom umumnya merupakan bagian dari portal maka perlu
dimengerti konsep dari portal pengaku (dimana translasi titik ujung dicegah
oleh pengaku seperti dinding geser ) dan portal tanpa pengaku (dimana
stabilitas tekuk tergantung pada kekakuan balok balok dan kolom- kolom
yang membentuk portal ). Seperti terlihat dalam Gambar

Stabilitas dapat

mengakibatkan tekuk dengan pergoyangan lateral sehingga panjang efektif


klu selalu lebih besar dari panjang tak tertumpu .
Prosedur yang paling umum digunakan untuk panjang faktor efektif adalah
grafik alignment dari Jackson dan moreland, seperti halnya peraturan baja
Indonesia.
Dalam SNI

belum mengatur secara jelas cara menentukan besarnya nilai

faktor panjang efektif kolom k ,sehingga untuk bahan rujukan diambil dari ACI .

Beton I

Bab IV - 10

a) Portal dengan Pengaku

b) Portal tanpa pengaku

Gambar 3.5. Panjang ujung sendi ekivalen untuk Portal (Wang 1986)
Faktor panjang efektif merupakan fungsi dari faktor kekangan ujung
B

A dan

untuk masing-masing titik ujung atas dan bawah yang didefinisikan

sebagai :
( / Lu ) kolom
=

( / Ln ) balok

Di mana ln merupakan panjang bentang bersih dan momen inersia balok I cr


diambil sebesar setengah dari momen inersia penam-pang brutonya.
Kondisi ujung sendi memberikan

= dan ujung jepit = 0. Oleh karena

sendi tanpa gesekan tidak ada dalam praktek ,harus diambil sebesar 10 untuk
ujung yang dalam analisa dimisalkan sebagai sendi (Wang 1986 ).
Nomogram atau grafik alignmen dalam Gambar grafik adalah untuk
portal dengan pengaku di mana goyangan ke samping

(translasi ujung )

dicegah dan yang lain adalah untuk portal tanpa- pengaku di mana goyangan
ke samping dimungkinkan/ terjadi .

Beton I

Bab IV - 11

Grafik alignment ini dapat dipakai untuk semua system satuan karena
harga-harga faktor panjang efektif k tersebut disusun berdasarkan nilai-nilai
dari faktor kekangan ujung

A dan B yang tidak berdimensi .

Prosedur untuk mendapatkan faktor panjang efektif ini telah diakui oleh ACI 10 .11 di dalam perhitungan pendekatan dari pengaruh kelangsingan . Dan
grafik alignment untuk menghitung faktor k secara eksplisit diakui dengan
pencamtumnya didalam ACI commentary.
Sehingga dengan demikian grafik alignment ini dapat dipakai guna
mencari faktor k untuk semua kolom prismatis didalam suatu portal bertingkat
dan berbentang banyak .
Untuk menentukan jari-jari girasi r, dapat ditentukan sebagai berikut :
1.

untuk kolom persegi dengan lebar b dan tinggi h yaitu


r = ( Ig/A ) = [1/12)(bh 3) / ( bh ) ] = 0.288 h

2.

untuk kolom bundar dengan diameter h yaitu :


r = ( Ig/A ) = [1/64)(h 4) / (1/4)(h 2) ] = 0.25 h

Nilai M1b/M2b adalah positif untuk kelengkungan tunggal ( single curvature )


dan negative untuk kelengkungan ganda ( double curvature )
Analisis Kekuatan Kolom Langsing ini dibatasi sampai batas kelangsingan k
Lu/ r < 100 . Metode yang digunakan seperti halnya PPBBI adalah Metode
momen Pembesar. Metode ini didasarkan pada analisa kolom pendek
dengan memasukan tambahan momen akibat faktor kelangsingan tekuk.
Pendekatan matematis analisa orde-dua ini diperlukan bila kelangsingan kLu
/ r > 100. Pada analisa ini efek lendutan harus diperhitungkan. Kebanyakan
Kolom beton bertulang tidak memerlukan analisa orde-dua ini.
Metode pembesaran momen ( momen magnification method )
Metode analisis ini didasarkan atas momen yang diperbesar yang dinyatakan
sebagai :
Mc =

b M2b + s M2s

Beton I

Bab IV - 12

Dimana :
b

= [ Cm / (

s =

Pc =

1 /

1 - Pu / ( Pc) ) ] > 1
( 1 - ( Pu / Pc )) ] > 1

2 EI / ( k Lu ) 2

Pu dan Pc adalah jumlah gaya tekan semua kolom dalam satu tingkat
atau level yang sama.
a) Untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan kesamping maka nilai
Braced Frame s = 0 , serta nilai k harus lebih kecil dari 1.
b) Sedangkan untuk rangka yang tidak ditahan terhadap goyangan ke
samping Unbraced frame, nilai s dan b harus dihitung dan nilai k lebih
besar dari 1.
c) Untuk komponen struktur yang ditahan terhadap goyangan ke samping
dan tanpa beban tranversal di antara tumpuannya, Cm boleh diambil
sebagai :

Cm = 0,6 + 0,4 ( M1b/M2b) > 0,4

d) Dan untuk kasus lain Cm harus diambil sebesar 1.


Menurut SNI (1991), bila perhitungngannya menunjukkan bahwa
pada kedua ujung suatu komponen struktur tekan yang tertahan tidak
terdapat momen atau bahwa eksentrisitas ujung yang diperoleh dari
perhitungan kurang dari (15 + 0,03h) mm, maka rasio dari M1b/M2b dalam
persamaan harus ditentukan dari salah satu ketentuan sebagai berikut:
1. Bila eksentrisitas ujung yang didapat dari perhitungan kurang dari
(15 + 0,03h) mm, momen ujung yang didapat dari perhitungan
boleh digunakan untuk menghitung M1b/M2b .
2. Bila perhitungan menunjukkan behwa pada dasarnya dikedua
ujung dari suatu komponen strtuktur tekan tidak terdapat momen,
rasio dari M1b/M2b harus diambil sama dengan 1.
Sedangkan bila perhitungan menunjukkan bahwa pada kedua ujung dari
suatu komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan ke

Beton I

Bab IV - 13

samping tidak terdapat momen atau eksentrisitas ujung yang diperoleh dari
perhitungan kurang dari (15 + 0,03h) mm , maka harus diambil eksentrisitas
minimum (15 + 0,03h) mm.
Untuk memperoleh nilai EI , digunakan nilai yang konservatif yaitu :
EI = ( Ec Ig ) / 2.5
1 + d
dimana :

4.4

Ec = 4700 ( fc )
Es = 200 000 MPa
Ig = (1/12) bh3
d = 1.2 MD / ( 1.2 MD + 1.6 ML ) < 1

Diagram Interaksi Kolom

Kolom yang dibebani oleh beban dengan eksentrisitas tertentu, ekuivalen


dengan suatu struktur yang dibebani secara kombinasi dari beban aksial dan
momen lentur. Pada suatu penampang kolom, jumlah kombinasi kekuatan
dalam menerima beban aksial dan momem lentur tidak terhingga banyaknya.
Kombinasi kekuatan ini dapat digambarkan pada suatu kurva seperti terlihat
pada Gambar 3.6 yang dikenal sebagai diagram interaksi M-N ( strength
interaction diagram ).

Po
Pn max
Pn(-)

e tekan

Pnb

ebal

Pn(+)

e tarik
Mn Mn Mn Mnb
(-) (+)

Mn( kNm)

Gambar 3.6

Beton I

Bab IV - 14

Diagram interaksi ini merupakan penyajian dua dimensi dimana pada sumbu
x menyatakan Momen lentur Mn dan pada sumbu y menyatakan gaya aksial
Pn gaya normal. Bila pada penampang hanya bekerja beban aksial (momen
= 0), maka

penampang mendapat beban konsentris dan mempunyai

kapasitas beban sentries maksimum (Po) seperti yang dinyatakan dalam


Persamaan ( 1 )
Sedangkan bila pada penampang bekerja pada suatu beban aksial dengan
eksentrisitas yang tak terhingga, Maka dapat dikatakan penampang tersebut
hanya mengalami momen lentur (beban aksial = 0) yang identik dengan
perilaku balok .
Dengan menganalog cara yang dijelaskan pada Bab terdahulu mengenai
kekuatan kolom pendek akibat beban uniaksial, dan berdasarkan diagram
distribusi regangan / tegangan serta persamaan keseimbangan gayanya,
maka akan diperoleh nilai momen nominal seperti yang tertera pada
Mn

= Pn e = Cc (X a/2) + Cs ( X-d ) + T ( d X )
= 0,85 fc ab ( X-a/2) + As Fs (X-d) + As Fs ( d X)

Akibat kombinasi beban aksial dan momen lentur yang bekerja, pada suatu
saat penampang mengalami kondisi balanced. Pada keadaan ini regangan
tekan beton pada serat tepi terluar yang tertekan mencapai regangan batas,
c = 0,003 dan secara bersamaan regangan tarik baja tulangan mencapai
titik leleh t = fy /Es. Dalam kondisi balanced ini penampang mempunyai
nilai nominal untuk gaya aksial dan momen lenturnya yang masing-masing
dapat dinyatakan pada Persamaan 6. antara lain :
Pnb = Cc + Cs - T
Mnb = Pnb eb
yang sudah dijelaskan pada Bab terdahulu , mengenai kekuatan kolom
pendek akibat eban uniaksial.

Beton I

Bab IV - 15

Berdasarkan data-data diatas, serta titik-titik koordinat Mn dan Pn akibat


kombinasi momen lentur dan beban aksial yang bekerja pada penampang
maka secara garis besar dapat digambarkan diagram interaksi M-N .
Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa keadaan berimbang ( kondisi
balanced) memberikan titik pembagian daerah, yaitu antara daerah tekan
dan daerah tarik .
Kondisi

tekan yang dikenal sebagai tekan menentukan adalah keadaan

dimana kekuatan tekan Pn melampaui kekuatan berimbang Pnb atau bila


eksentrisitas e lebih kecil dari harga eksentrisitas berimbang, sehingga
regangan beton mencapai 0,003 pada keadaan ini Xc < Xcb.
Diagram interaksi yang disajikan dari Kusuma (1993) dapat dipakai sebagai
alat bantu dalam perancangan kolom. Diagram interaksi tersebut mempunyai
keadaan tanpa dimensi. Hal ini didapat dengan cara mengalikan kedua
sumbu diagram interaksi M-N dengan suatu faktor, antara lain :
1. Untuk momen, faktornya adalah :
1
e
Agr 0.85 fc h
2. Untuk beban aksial, faktornya adalah :
1
.
Agr 0.85 fc
Sehingga koordinatnya dapat dinyatakan dengan :
1. sebagai absis ;
Pu
e
Agr 0.85 fc h
2. sebagai koordinat ;
Pu
.
Agr 0.85 fc

Beton I

Bab IV - 16

Nilai-nilai ini merupakan suatu besaran yang tidak berdimensi dan ditentukan
oleh faktor reduksi kekuatan mutu beton maupun ukuran penampang.
Dalam et, telah diperhitungkan eksentrisitas e = Mu/Pu beserta faktor
pembesaran momen yang berkaitan dengan gejala tekuk atau kelangsingan
kolom.
Besaran pada kedua sumbu diagram interaksi tanpa dimensi dapat dihitung
dan ditentukan kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang
diperlukan adalah r dengan bergantung pada mutu beton. Dari tulangan
yang dipakai dengan bantuan diagram interaksi tanpa dimensi juga dapat
diperiksa apakah penampang dan tulangan yang dipakai sudah memenuhi
atau belum.

Beton I

Bab IV - 17

4.5

Conto Soal
Fc'(Mpa)=

25

Es =

Fy'(Mpa)=

400

cu = 0.003

B (mm) =

300

y =

H (mm) =

500

h/2 - d' =0.19 mm

d (mm) =

440

h/2 = 250

d' (mm) =

60

As = As'=

1140.85 mm2

200000Mpa
0.002
mm

1. e = 0
Po = 0.85Fc'(Ag-Ast) + AstFy
Po =

4051.699286 kN

Pn max = 0.8* Po
T

Cc

=3241.36 kN

Cs

Gambar 3.7a

2. SEIMBANG
d-x / x = y/cu

e = eb

.003*(d-x) = .0012*x ; 1.32 = 0.005x


x=
d

264mm

s' = .003*(x-d')/x
0.0023 >0.002

Fs' = Fy =400 Mpa


Cs' = 456.34 kN ; T = 456.34 kN
Cc= 5.41875X ; Cc = Pb (kN ) =1430.55 kN

Cc

(.85Fc'*ab = 1430.55 kN)


Pb*eb =T*.19 + Cs*.019 + Cc* ( h/2 - a/2)

Cs=456.34

As*Fy
gambar 3.7.b

370.54 kNm
eb =

0.2590 m = 259.0 mm

Pb = 1430.55

kN

Mb = 370.54

kNm

Beton I

Bab IV - 18

3. BALOK ; e =
X

T=

456.3428571 ; Cs = f ( x);

Cc =

5.41875 X

s'*200000*As' =Cs
(x-60)/x*684.51 =Cs
Cc
T

684.5142857 - 41070.85714 /X
Cs

T - Cs-Cc = P = 0
456.34X -5.4187X2 - 684.51 X+ 41070.86 =0

gambar 3.7.c

5.41875 X2 - 228.17X -41070.85


(1) X2 -(42.10)X - (7579.39) =0

=0

;X1 = 68.51OK; X2 =-110.62(x)

684.51 - 41070.857/X = 85.074 kN = Cs


jrk (m )
371.2680303 = Cc

0.22

82.01

85.07482688 = Cs

0.19

16.16

456.3428571 = Cc - Cs = T

0.19

86.71

Mn = 184.88 kNm
4. Pu =800

kN , Pn = 1230.77 kN < Pbal =1430.55kN

TENSION CONTROL dgn anggapan Tulangan tarik T meleleh


T (kN) =

456.34

Cs (kN) =

456.34

Cc (kN) =

5.41875 X

P = 0
Pn + T - Cs - Cc = 0
5.4187 X = 1230.77
T

Cc

X = 227.13 mm

;a =

193.06 mm

Cs

xt=0.19 dan xcs =0.19 ; xcc = 153.46 mm


Mn = T* xt + Cs * xcs + Cc* xcc

gambar 3.7.d

Mn = 362.295kNm
en = 0.294 m
Pn =

Beton I

1230.77 kN

Bab IV - 19

5. Pu = 1500 kN , Pn = 2307.69 kN > Pbal = 1430.55 kN


COMPRESSION CONTROL dan anggapan yang berlaku adalah
Tulangan tarik T umumnya elastis belum meleleh
d

T = As*Fs = As*s*Es ;
X

s = ( d-X ) /X *(0.003)
s * Es = ( d-X ) /X *(600)
= 264000/X - 600

Cc
T

T = 301186.2857/X - 684.51
Cs

Cs (kN) = 456.34 kN
Cc (kN) =

gambar 3.7.e

5.4187 X

P = 0
Pn + T - Cs - Cc = 0
2307.69 + (301186.29/X - 684.51 )- 456.34 -5.42 X= 0

5.4187X -301186.29 /X - 1166.84 = 0


X2

-55582.24

- 215.33 X

X=

366.85 mm ; a =

=0

311.82 mm

T (kN) =

136.50

xcs = 0.19 m

Cs (kN) =

456.34

xcs = 0.19 m

Cc (kN) =

1987.85 ; xcc = 94.09 mm

Mn = T* xt + Cs * xcs + Cc* xcc


Mn = 299.68 kNm
Pn =

2307.69 kN

en =

0.130 m

Beton I

Bab IV - 20

TEKAN
T f(x)
T f(x)
Xt ( mm) =
Cs leleh
Xcs (mm) =
Cc f(x)
Xcc (mm) =
-290

(d-x)/x*0.003*Es*As =
(440-x)/x*600*1140 =
301186.29 1/x
-290
273.81 kN
-90
5.4188 X
0.425 X

e =
e

100

-684.514

-150

mm

Pn

198509.143
-24642.514

x
h/2

2.303
(x2)

Cs

-812.813
(x)

1X3

-87344022.857

(1/x)

-352.941X2

75496.738X

-37926707.8

=0

T
Cc

Coba2 x =
400
300
500
425
430
401

Gambar 3.7.f

Y=
-198,601
-20,042,392
36,586,367
7,175,031
8,785,066
75,391

Ts =
koreksi
X=
Ts =
2.30X2
1X2

Cs =
Cc =
Pn =
Mn =

Beton I

66.57
-812.81X
-352.941X
X1 =
X2 =
273.81
2170.65
2377.88
237.788

66.57
273.81
401

kN
mm

Kn
-24642.51
-19083.5806
400.58
-47.64

-19306.38
=0
ok
not ok

kN
kNm

Bab IV - 21

=0

Tabulasi Diagram dengan variabel P ( by excel )


Pn =
0.19

Cs =

273.81

Ts f(x) =

2615.38

2461.54

2307.69

2076.92

1846.15

273.81

273.81

273.81

273.81

273.81

(d-x)/x*0.003*Es*As

Cc =(x)

5.42

(440-x)/x*600*1140
301186.29

1/x

a (X2) =

5.42

5.42

5.42

5.42

5.42

b ( X1) =

-1657.06

-1503.22

-1349.37

-1118.60

-887.83

-301186.29

301186.29

301186.29

-301186.29

-301186.29

X (mm)=

433.90

412.24

391.13

360.58

331.51

0.07

0.08

X - a/2 (mm)=
0.19

-684.51

0.07

Ts = (440-x)/x*600*1140
Cc =(x)
M kNm =
e (m) =
Mn kNm =

Cs =
684.51
Cc =
5.41875
Ts =
-273.81
Cs+Cc - Ts - Pn =
VARIABEL P
Pn =
1230.77
Ts f(x) =
273.81
X^1
-820.06
X (mm)=
Cs f(x) =
Cs =
Cc f(x) =
Xc
M kNm =
e (m) =

191.02
469.50
273.81
1035.07
168.82
278.78
0.23

0.10

0.11

9.62

46.09

85.53

150.77

224.02

2351.20

2233.83

2119.42

1953.89

1796.36

208.07

227.87

245.82

269.72

290.59

0.08

0.09

0.11

0.13

0.16

208.07

227.87

245.82

269.72

290.59

jrk thd pst pen


0.19 m

-41070.86/X
X
5.42X2

0.19
410.71X

923.08
273.81
-512.37

615.38
273.81
-204.68

230.77
273.81
179.94

76.92
273.81
333.79

146.35
403.87
273.81
793.01
187.80
252.98
0.27

107.97
304.12
273.81
585.07
204.11
223.47
0.36

72.03
114.29
114.29
390.29
219.39
159.36
0.69

61.55
17.22
17.22
333.51
223.84
129.95
1.69

Beton I

m
-Pn

-41070.86

Bab IV - 22

TARIK

Pn
e

e ( mm )

400
T leleh
Xt (mm) =
Cs f(x) =

Xcs (mm) =
Cc f(x)
Xc (mm) =

Cs
T
Cc
Gambar 3.7.g

-2.3029688
x3
1

-1137.9375
x2
494.11765

100
80
87.2

HASIL =

Beton I

X =
T=
Cs =
Cc =
Pn =
e =
Mn =

273.81
590
(x-60)/x*
684.514
210
5.41875
210
161545.3714
-143748
-1137.9375
x
17797.37143
x
-7728.01256

1423261.435
-689001.844
1249.902
87.2
-273.81
213.52
472.52
412.23
0.40
164.89

684.5142857
-41070.857

1/x

X
0.425

8624880
-2.30296875
x2
8624880

/x

-3745113.78

kN
m
kNm

Bab IV - 23

1700
1600
1500
1350
1200
e bal
800
600
400
150
50

Interaksi Diagram
e(mm)
Pn(kN)
0.00
2949.3
0.08
2615.38
0.09
2461.54
0.11
2307.69
0.13
2076.92
0.16
1846.15
0.18
1703.04
0.23
1230.77
0.27
923.08
0.36
615.38
0.69
230.77
1.69
76.92
1000.00
0.00

Mn(knM)
0
208.07
227.87
245.82
269.72
290.59
302.33
278.78
252.98
223.47
159.36
129.95
115.10

Interaksi Diagram
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0

50

100

150

200

250

300

350

Gambar 3.7.g

Beton I

Bab IV - 24

4. 6

Soal Latihan

NAMA =
NOMOR=

0.00%

RHO

karakter
B =mm

numerik
300

H=
d' =
H/2 =
d=
H/2-d' =

300
50
150
250
100

fc' (Mpa)=

25

Fy(Mpa)=
y =
Ast =
As1=As'=

400
0.0020
0.00
0.00

mm2
mm2

Gambar Diagram Interaksi Kolom 30/30

0.0020

e=0
Po = .85*fc'*(B*H-Ast)+Ast*fy =

0
0
0

Pn max =

N
kN
kN

Xb
2

e balance

s'
0.003

(d - X) / X = y / .003 =
X=
0 Mm
s' =
fs ' = fy =

T
As*Fy

( X-d' ) / X *.003 =
>
400 Mpa

0
0.0020

Cs

Cc

T=
Cs =
Cc =
=.85fc'ab=
P = 0
Pb = Cc
Pb =

0
0
0
0.0000

kN
kN
kN
X

jrk thd pusat


100 mm
100 mm
150 mm

h/2-d' =
h/2-d' =
h/2-a/2 =

kN

a/2
Gambarr 3.8.a

M = 0 thd pusat penampang


Mb =
T * 168.6
0
0
eb=Mb/Pb
0
Hasil =
Pb =
eb =
Mb =

Beton I

Cs* 168.6
0

Cc*112.98
0

mm
0
0.0000
0

kN
m
kNm

Bab IV - 25

SOAL LATIHAN :

Beton I

Bab IV - 26

BAB V
5.1

PONDASI

Pendahuluan
Pondasi yang akan dibahas adalah pondasi dangkal yang merupakan
kelanjutan mata kuliah Pondasi dengan pembahasan khusus adalah
penulangan dari plat pondasi.

Pondasi dangkal disebut juga pondasi

telapak yang berfungsi mendukung bangunan gedung bertingkat ringan


pada tanah dengan daya dukung yang cukup baik. Di Indonesia pondasi
ini biasanya diletakkan pada kedalaman 0,70m sampai 3,00m dibawah
permukaan tanah.
Jenis2 pondasi dangkal dan besarnya daya dukung tanah sudah dibahas
pada mata kuliah Pondasi. Beberapa asumsi / anggapan yang berlaku
pada pondasi umumnya adalah :

Tanah dianggap sebagai lapisan yang elastis dan plat pondasi


adalah lapisan yang kaku , sehingga tekanan tanah dapat
dianggap terbagi rata atau berubah linear.

Tegangan tanah yang digunakan untuk menghitung pondasi


adalah tegangan tanah total dikurangi tegangan tanah akibat
beban diatas pondasi ( plat pons dan tanah urugan )

5.2

Dasar Teori
Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi
seperti pada gambar :

penampang
kritis

Crack 45

Gambar 5.1 Retak Pondasi

Beton I

Bab V - 1

Retak miring dapat terjadi pada daerah sekitar beban terpusat atau
daerah kolom, disebabkan karena momen lentur yang terjadi pada daerah
muka kolom. Hal ini memperjelas akan adanya penampang kritis ( SK SNI
3.8.4.2 ) dari muka kolom :

d/2 untuk pondasi plat 2 arah ( two way actions)

untuk pondasi plat 1 arah ( one way actions )

Distribusi tegangan kontak ( Contact pressure )

q = P/A
P
M
e= M / P
B
e < 1/6 B
e=

1/6 B

e > 1/6 B

Gambar 5.2 Tegangan pada dasar Pondasi

Beton I

Bab V - 2

Pada perencanaan pondasi dangkal ini ditinjau beberapa hal seperti :


1. Design terhadap lentur
2. Design terhadap Geser
3. Pemindahan gaya dan momen pada dasar kolom
4. Panjang penyaluran tulangan
5.3

Perencanaan Pondasi

5.3.1 Design Lentur


Momen rencana adalah akibat gaya2 yang bekerja diseluruh luas pondasi
pada satu sisi bidang vertical yang melalui pondasi.
Bidang vertical terletak pada lokasi sbb ( SK SNI 3.8.4.2)
o Pada muka kolom untuk pondasi plat telapak
o Ditengah antara dinding tepid an tengah untuk pondasi yang
memikul dinding
o Ditengah antara tepi kolom dan tepi plat alas baja untuk
kolom yang menggunakan plat dasar baja
Distribusi tulangan pada plat pondasi segi empat 2 arah
o Tulangan pada arah memanjang harus tersebar merata
o Tulangan pada arah pendek , sebagian tulangan harus
disebar merata pada jalur yang sama dengan panjang sisi
pendek plat pondasi, yaitu :
tulangan pada lebar jalur
2
( + 1 ) = tulangan pada lebar jalur
=

H/ B

Sisa tulangan harus disebarkan diluar jalur tsb SNI 3.8.4.4

Beton I

Bab V - 3

H
Gambar 5.3 Pondasi persegi
5.3.2 Design terhadap geser
Kekuatan geser dari plat pondasi telapak terhadap beban terpusat
ditentukan oleh kondisi seperti :

One way action -

Aksi Balok satu arah

Two way action -

Aksi Plat , dua arah .

Ketebalan plat pondasi memberikan dukungan yang sangat besar pada


kekuatan geser pondasi.
Aksi Balok : SNI hal 49
Vc = 1/6 fc bw d

>

Vn ~ Vu /

bw = lebar plat pondasi


d

= tinggi efektif

Aksi Plat : SNI hal 50


Vc = ( 1 + 2 / c ) (fc/6) bo d
c = sisi panjang / sisi pendek
bo = keliling penampang kritis ( lokasi d/2)

Beton I

Bab V - 4

5.3.3 Pemindahan Gaya dan Momen pada dasar kolom


Gaya terpusat dan momen lentur pada dasar kolom dipindahkan ke
telapak pondasi dengan jalan menumpu pada beton dan tulangan,
pasak/angker atau alat sambung mechanic.
Tegangan tumpu didasar kolom adalah :
fs = ( 0.85 fc ) dimana = 0,70
fb = 0.60 fc
Tegangan tekan yang melampaui teg izin tumpu ini harus dipikul oleh
angker /pasak atau tulangan memanjang.
Luas tulangan minimum adalah 0,5% Ag ,

dan paling sedikit ada 4

tulangan yang melintang pertemuan kolom dan plat pondasi apabila


tegangan tumpu tidak terlampaui.
Ag adalah luas bruto penampang kolom.
Tebal minimum pondasi umumnya > 150 mm untuk pondasi diatas
tanah

angker
pasak
H
B
Gambar 5.4 Pemindahan gaya Pondasi

Beton I

Bab V - 5

5.3.4 Daya dukung dan penjangkaran


Daya dukung kolom dan pondasi umumnya berbeda sesuai dengan mutu
beton nya sesuai dengan SNI ( hal 32 ) .
Untuk Kolom :
Pn = 0,85 fc A
Untuk Pondasi :
( A2 / A1 ) < 2,0
Pn = { ( A2 / A1 )} 0,85 fc A
Penjangkaran yang baik harus memenuhi panjang penyaluran sesuai
dengan syarat yang ada seperti pada
Kolom / Pondasi

db = (db fy ) / (4 fc) >

0,04 db fy

5.3.5 Langkah2 Perencanaan Pondasi


Beberapa langkah sudah dibahas pada mata kuliah Pondasi dan
pembahasan berikutnya adalah penulangan sesuai dengan SNI 1991.
Tentukan tegangan izin tanah , boring atau penyelidikan tanah
Tentukan gaya yang bekerja pada dasar kolom yang berasal dari
struktur diatas pondasi yaitu beban tak berfaktor. Tentukan
kombinasi yang menentukan.
Tentukan luas pondasi dari beban kerja sesuai metode elastis.
Tentukan gaya beban nominal dari beban berfaktor dan faktor
reduksi kekuatan serta intensitas beban rencana.
Tentukan tebal pondasi dengan cara trial n error berdasarkan
check geser dari syarat pondasi .
One action ; Vc = 1/6 fc bw d

>

Vn ~ Vu /

Two action : Vc = ( 1 + 2 / c ) (fc/6) bo d

Beton I

Bab V - 6

Tentukan Luas tulangan berdasarkan Gaya dalam momen nominal


Mn = Mu / , dimana = 0,8 pada bidang kritis pondasi.
Tulangan minimum adalah 0,0018 bw d ( fy = 400 MPa ) atau
0,0025 bw d ( fy = 240 MPa )
Distribusi tulangan dalam kedua arah .
Untuk pondasi persegi panjang , pada jalur pusat/inti adalah
As1 = ( 2 / ( + 1 ) ) As total
Diluar jalur pusat As2 = As - As1
Panjang penyaluran / penjangkaran tulangan
Kekuatan Daya dukung kolom Pnb > Pu / sedangkan pondasi
Pnb = { ( A2 / A1 )} 0,85 fc A
{ ( A2 / A1 )} < 2,0
5.4

Pondasi Telapak Bujur Sangkar


Diketahui :

Teg izin tanah 500kN/m2


tanah 21.1 kN/m2
beton 23.4 kN/m2
PDL = 1023 kN
PLL = 756 kN
P kolom = 1779 kN

Dimensi kolom =
b/h = 356 / 356 ( mm )
Fc( kolom) = 37.91MPa
Fc( pons) = 20.68 MPa
Fy = 413.7 MPa

915

600

Gambar 5.5 Contoh Pondasi (1)

Beton I

Bab V - 7

a. Tegangan izin tanah


Tegangan ijin tanah lunak ( peraturan pembebanan ) 500 kn/m2
Metode ini untuk beban kerja ( tidak berfaktor )
b. Estimasi ukuran pondasi
Beban tanah diatas pons = 0.915*21.1= 19.3065 kn/m2
Beban slab pons = 0.6*23.4= 14.04 kn/m2
Tegangan tanah = 500 ( 33.35) = 467 kN/m2
Luas pondasi Af = (PDL + PLL ) / 467 = 3.9 m2
dicoba = 2m x 2m ,
Area = 4m2 , I = 1/12 bh3 = 1.3 m4 , W =1/6bh2 =1.3m3
c. Contact pressure
Beban kolom

= .3562 .915 23.4 =


2

2 ,714 kN

Beban Slab

= .6 x 2 x 23.4

56 ,600 kN

Beban tanah

= .915 x ( 22 - .356 2 ) x 21.1=


=

75,000 kN
133,000 kN

Contact pressure = ( 1702+133)/4 = 478 kN/m2 < 500 kN/m2


d. Intensitas beban rencana
Pu = 1.2 PDL + 1.6 PLL = 2597 kN
qu =

649,- kN/m2 = 650 kN/m2

e. Design terhadap geser SNI - 49


hpons = 600 mm ( dicoba) , d = 70 mm ( SK SNI), d = 530 mm
One way actions
Area = 2000 x 292 mm2
Vn = ( qu A )/ = 633 kN/m2
Vc = 1/6 fc bw d = 803 kN/m2 > 633 kN/m2

Beton I

Bab V - 8

Two way actions


Area = 20002 x 8862 mm2
Vn = ( qu A )/ = 3483 kN/m2
Vc = 1 + ( 2/ c) x 1/6 ( fc) bo d < 1/3 ( fc) bo d
c = 1 , Kll bo = 4 * 886
Vc = 1/3 ( 20.68) ( 4*886) (530) = 2847 kN/m2 < 3483 kN/m2
Tebal pondasi diperbesar , d = 600 mm , h = 670 mm
Vc = 1/3 ( fc) bo d = 1/3 ( 20.68)(4*(356+600)(600) =
3478 kN/m2 3483 kN/m2 OKAY
f. Design terhadap lentur
Panjang penampang kritis pd muka kolom ,
L = 2000/2 - 356/2 = 822 mm
Mu = qu L2 = 650 .8222 = 220 kNm
Mn = Mu / 0.8 = 275 kNm
{ Mn/bd2} = fy ( 1 0.588 fy/fc)
220 106 / ( 1000*6002) = 413.7 ( 1 - .588 * 413.7/20.68 ) =
0.6111 = 413.7 - 4866.3 2
4866.3 2 - 413.7 + 0.6111 =
1,2

{ 413.7 + ( 413.72 4x 4866.3 x .6111) }/ (2x4866.3)

1 = .0835 ; 2 = 0.0015
use min = 0.0018 ; As = (1000 x 600 ) = 1080 mm2
digunakan D19 250 , tulangan tekan D14 250 ( 616 mm2 )

db = (0.02 *Ab fy ) / fc) (faktor) >

0,06 db fy

faktor = 2 400/413.7 = 1.033 , Ab( D19) = 284 mm2

db

= 534 mm > 472 mm

Panjang yang melalui muka kolom adalah :


= 2000/2 356/2 70 = 752 mm > 534 mm ( OKAY )
{}

Beton I

Bab V - 9

g. Penjangkaran
As min = 0.005 Ag = .005 3562 = 634 mm2
Digunakan 4 D19 ( 4 * 284 = 1134 mm2 )
KOLOM

db = (db fy ) / (4 fc) =
= 19 x 413.7 / ( 4x 37.91) = 319 mm

>

0,04 db fy

= .04 x 19 x 413.7 = 314 mm

PONDASI

db = (db fy ) / (4 fc) =
= 19 x 413.7 / ( 4x .20.68 ) = 455 mm

>

0,04 db fy

= .04 x 19 x 413.7 = 314 mm

h. Daya dukung kolom SNI - 32


Pu = 2437.20 kN
fc kolom = 37.91 MPa and fc pons = 20.68 MPa
Daya dukung kolom ; Pn
0,85 fc A = .70 x .85 x 37.91 x 3562
2882 kN > 2437.20 kN

OK

Daya dukung Pondasi ; Pn


{ ( A2 / A1 )} = { ( 2000 2 / 356 2 )} = 5,- > 2.0
{(A2 /A1 )} 0,85 fc A = 2x .70 x .85 x 20.68 x 3562
3145 kN > 2437.20 kN

Beton I

OK

Bab V - 10

600

D14-250

4D19

670
D19-250

2000
Gambar 5.6 Contoh Penulangan Pondasi Bujur Sangkar

Beton I

Bab V - 11

5.5

Pondasi Telapak 4 PERSEGI


Diketahui :

Pu

Pu klm = 3425 kN
Dimensi kolom =
b/h = 350 / 450 ( mm )
Fc( kolom) = 37.91MPa
Fc( pons) = 20.68 MPa
Fy = 413.7 MPa

d/2

3000

450
4500
Gambar 5.7 Contoh Pondasi (2)
a.

tegangan izin tanah

Tegangan ijin tanah lunak , Metode ini untuk beban kerja


b.

Ukuran pondasi

Diketahui dari pons 3000 x 4500


Beban Pu = 3425 kN
Luas pondasi Af = 13.5 m2

Beton I

Bab V - 12

c.

Contact pressure

Hasil design pondasi, dengan tegangan < allowable stress


d.

Intensitas beban rencana

Pu = 3425 kN , Af = 13.5 m2
qu =

254,- kN/m2

e.

Design terhadap geser SNI - 49

hpons = 750 mm ( dicoba) , d = 70 mm ( SK SNI),


20 mm untuk tulangan , maka d = 660 mm
One way actions
Area = 3.0 x 1.365 m2
Vn = ( qu A )/ = 1732 kN/m2
Vc = 1/6 fc bw d = 1500 kN/m2 < 1732 kN/m2
Dicoba d = 730 mm , maka
L = 4500/2 450/2 - 730 = 1295 mm
Vn = ( qu A )/ = 254 * 1.295 * 3 /0.6 = 1647 kN/m2
Vc = 1/6 fc bw d = 1660 kN/m2 > 1647 kN/m2
d = 750 mm dan h = 800 mm .. OK
Two way actions
d = 750 mm , bo = ( 450+750+350+750 )*2 = 4600 mm
A = ( 4,5*3) [ { .45+.75 } * {.35+.75} ] = 12.18 m2
Vn = ( qu A )/ = 5156 kN/m2
Vc = 1 + ( 2/ c) x 1/6 ( fc) bo d < 1/3 ( fc) bo d
c = 4.5/3 = 1.5 , Kll bo = 4600 mm
Vc = 1/3 ( 20.68) ( 4600) (750) = 5230 kN > 5156 kN
Tebal pondasi diperbesar , d = 750 mm

Beton I

..

OK

Bab V - 13

f.

Design terhadap lentur

Panjang penampang kritis pd muka kolom ,


L = 4500/2 - 450/2 = 2025 mm
Mu = qu L2 = 254 2.0252 = 521 kNm
Mn = Mu / 0.8 = 651 kNm
Trial error and check
Assume (d-a/2) = 0.9 d = 675 , so As = Mn / ( fy * jd ) =
As = 2331 mm2 ;

1 = .0031

digunakan D19 125 ( 2160 mm2)


tulangan tekan D14 250 ( 616 mm2 )
check it ;
a = As*fy / ( .85fcb ) = 50.84 mm
Mn = 647.61 kNm 651 kNm

.. OK

Distribusi tulangan
Tulangan arah pendek 3000 mm ;
c = 4.5/3 = 1.5 ; As1 / As = 2/ (c +1) = 2 / 2.5
total = 2160*4.5 = 9720 mm2
As1 = 2 / 2.5 * 9720 = 7776 mm2 / 3m = 2592 mm2
Untuk bentang 3m panjang

(D19-100, As= 2850mm2)

sisanya = 9720 7776 = 1944 mm2 / 1.5 m = 1296 mm2


untuk bentang 2 x .75m
g.

(D19-250, As= 1140 mm2)

Panjang tulangan tarik

db = (0.02 *Ab fy ) / fc) (faktor) >

0,06 db fy

faktor = 2 400/413.7 = 1.033 , Ab( D19) = 284 mm2

db

= 534 mm > 472 mm

Panjang yang melalui muka kolom adalah :

Beton I

Bab V - 14

= 3000/2 350/2 70 = 1255mm > 534 mm ( OKAY )


h.

Penjangkaran
As min = 0.005 Ag = .005 350 450 = 708 mm2
Digunakan 4 D19 ( 4 * 284 = 1134 mm2 )
KOLOM

db = (db fy ) / (4 fc) =
= 19 x 413.7 / ( 4x 37.91) = 319 mm

>

0,04 db fy

= .04 x 19 x 413.7 = 314 mm

PONDASI

db = (db fy ) / (4 fc) =
= 19 x 413.7 / ( 4x .20.68 ) = 455 mm

>
i.

0,04 db fy

= .04 x 19 x 413.7 = 314 mm

Daya dukung kolom SNI - 32


Pu = 3425 kN
fc kolom = 37.91 MPa and fc pons = 20.68 MPa
Daya dukung kolom ; Pn
0,85 fc A = .70 x .85 x 37.91 x 350 x 450
3582 kN > 3425 kN

OK

Daya dukung Pondasi ; Pn


{ ( A2 / A1 )} = { ( 4.5x3 / .35x.45 )} = 9,- > 2.0
{(A2 /A1 )} 0,85 fc A = 2x .70 x .85 x 20.68 x 350x450
3908 kN > 3425 kN

Beton I

OK

Bab V - 15

800

D14-250

4D19

D19-100

D19-250

D19-125

2000
Gambar 5.7 Contoh Penulangan Pondasi Persegi

Beton I

Bab V - 16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1991. SKSNI T15-1991-03 tentang Tata Cara Penghitungan Struktur


Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Departemen Pekerjaan
Umum.
Bambang Budiono. 2000. Struktur Beton Bertulang I. Bandung : ITB.
Gideon Kusuma & W.C. Vis. 1993. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang.
Iswandi Imran. 2001. Struktur Beton I. Bandung : ITB.
Nawy, E.G., 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar (alih bahasa
Bambang Suryoatmono). Bandung : Refika Aditama.

Beton I

Bab III - 20

Anda mungkin juga menyukai