Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini.
Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman. Amin...
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pokok Permasalahan
C. Tujuan
D. Metode Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
B. Konsep Dasar Peradilan Administrasi Negara (PTUN) dalam Negara Hukum
C. Tujuan Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
D. Peradilan Administrasi Negara (PTUN) dan Perlindungan Hukum bagi
Masyarakat di Indonesia
E. Penegakan
Hukum
Administrasi
Negara
sebagai
Upaya
membentuk
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden
dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan
Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil
Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk dengan tujuan sebagai salah satu
upaya untuk mengadakan pengawasan atas kekuasaan administratif melalui
peradilan.
Dalam prinsipnya sehubungan dengan adanya pembedaan antara
peradilan perkara-perkara dalam bidang hukum privat dan perkara-perkara
dalam bidang hukum publik (administrasi) maka dapat diutarakan adanya dua
sistem pokok yang dianut oelh negara-negara, yaitu:
a. Dwi sistem peradilan (dual system of court), yaitu disamping peradilan
biasa/umum terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
b. Sistem Peradilan Tunggal (mono system of court), yaitu hanya ada satu jenis
peradilan untuk semua warga tanpa membedakan peradilan untuk warga sipil
dan peradilan untuk pejabat Negara.
B. POKOK PERMASALAHAN
Bagaimana peran Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembentukan
Pemerintahan yang baik (good governance)?
C. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
D. METODE PENULISAN
Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan. Cara-cara
yang digunakan pada penelitian ini adalah : Studi Pustaka.
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini serta browsing dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
berdasarkan
undang-undang
(wetmatig
bestuur);
keempat,
hukum
di
Indonesia
kontinental (rechtsstaat).
Sebagaimana diungkapkan oleh Soetandyo Wignjosoebroto (1995 :
238) :Hukum Kolonial
bagaimanapun
hukum
positif
Indonesia
UU No. 4
adalah
seimbang
dengan
kepentingan
masyarakat
atau
kepentingan umum. Karena itu, menurut S.F Marbun (1997 : 27) secara filosofis
tujuan pembentukan peradilan administrasi negara (PTUN) adalah untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak
masyarakat, sehingga tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan
umum.
Selain itu, menurut Prajudi Atmosudirdjo (1977 : 69), tujuan
dibentuknya
peradilan
administrasi
negara
(PTUN)
adalah
untuk
Agung
dalam
rangka
menyelenggarakan
peradilan
guna
perbuatan hukum
asas berdasarkan jiwa kekeluargaan ini dapat disebut pula sebagai asas
kerukunan. Asas kerukunan tersebut melandasi hubungan antara pemerintah
dengan rakyat, serta antara organ kekuasaan negara yang satu dengan lainnya
yang melahirkan hubungan fungsional proporsional antara kekuasaankekuasaan negara.
Atas dasar keserasian hubungan berdasarkan asas kerukunan, maka
sedapat mungkin penyelesaian sengketa dilakukan melalui cara musyawarah
dan peradilan merupakan sarana terakhir. Hal itu karena musyawarah sebagai
cerminan perlindungan hukum preventif berupa pemberian kesempatan kepada
rakyat untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum pemerintah
memberikan keputusan yang definitif. Musyawarah sangat besar artinya ditinjau
dari perbuatan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena
pemerintah akan terdorong untuk mengambil sikap hati-hati, sehingga sengketa
yang kemungkinan dapat terjadi dapat dicegah.
Sengketa yang dimaksud adalah berdasarkan Pasal 1 butir 4 UU No.5
Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa :
Sengketa tata usaha negara (sengketa administrasi negara) adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara (administrasi negara)
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
negara (pejabat administrasi negara) baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara (keputusan administrasi
negara), termasuk kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada kenyataannya, sengketa administrasi negara muncul jikalau
seseorang atau badan hukum perdata merasa dirugikan, sebagai akibat
negara
(PTUN)
sebagai
satu-satunya
lembaga penegakan
suatu
rancangan
undang-undang
tentang
memperhatikan
kepentingan
rakyat
Bahkan lebih menarik lagi setelah undang-undang sebagai HAN materiil ini
disahkan akan
menuntut
untuk
merevitalisasi
peranan pengadilan
yang
memberikan
apa
yang diutarakan
Menurutnya,
penegakan
Abdulkadir
hukum
Muhammad
dapat dirumuskan
(2001
sebagai
115).
usaha
kembali
dengan
penegakan
hukum.
Dengan demikian
black
list secara
politis
(kepada
lembaga
eksekutif,
negara),
apabila
perlu
disosialisasikan
kepada
publik
mengacu
pada
pengelolaan
sistem
pemerintahan
yang
menentukan suatu good governance. Hal inipun diakui oleh B. Arief Sidharta
(1999), bahwa good governance hanya mungkin terwujud dalam negara hukum
yang di dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan negara berlaku
supremasi hukum.
Sebagaimana sudah banyak diketahui, konsep good governance
berakar pada suatu gagasan adanya saling ketergantungan (interdependence) dan
interaksi dari bermacam-macam sektor kelembagaan di semua level di dalam
negara terutama lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Berkenaan dengan
kontrol yuridis oleh lembaga yudikatif terhadap lembaga eksekutif pelaksanaan
good governance diharapkan dapat terealisasi dengan baik. Kontrol yuridis oleh
lembaga yudikatif dalam hal pemerintah melaksanakan fungsi administrasi
negaranya dilaksanakan
oleh
peradilan
administrasi
negara
(PTUN).
banyak yang masih memberikan kriteria masing-masing, tetapi pada intinya ada
lima prinsip utama dalam good
(accountability),
transparansi
governance,
yaitu
akuntabilitas
penegakan hukum (rule of law), dan jaminan fairness atau a level playing field
(perlakuan yang adil atau perlakuan kesetaraan). Prinsip terakhir ini sering
disebut dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Apabila konsep
konsep supremasi hukum dan konsep pemerintahan yang baik dan bersih dalam
hukum
administrasi
negara
secara
normatif,
maka
akan
ditemukan
rakyat
dalam
pencapaian
tujuan
(nasional)
kemandirian,
domain, yaitu
pemerintahan), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society
(masyarakat). Dengan demikian ketiga domain ini dalam upaya mewujudkan
good
governance saling
berinteraksi
dan
terkoordinasi
serta
dapat
telah
ditetapkan.
Dalam
perwujudan
kewajiban
dari
pemerintahan, akuntabilitas
suatu
instansi
merupakan
pemerintah
untuk
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
dheya.blogspot.com
Hadjon, Philipus M.Hukum Administrasi Negara.Yogyakarta: UGM Press.2001
Tjakranegara, R.Soegijatno, S.H.Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Jakarta: Sinar Grafika.2002