Anda di halaman 1dari 58

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

seseorang dalam proses belajar dibagi menjadi dua yaitu faktor


internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kondisi
fisik seperti keterbatasan fisik (cacat tubuh), kondisi psikologis
seperti kemampuan konsentrasi, faktor kelelahan, sedangkan faktor
eksternal meliputi kondisi keluarga seperti kondisi rumah, faktor
sekolah seperti metoda pengajaran, dan faktor masyarakat. Seorang
anak bisa berkonsentrasi dengan baik atau tidak, dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang muncul dalam diri anak itu. Sedangkan faktor eksternal adalah
pengaruh yang berasal dari luar individu. Faktor internal misalnya
ketidaksiapan mereka dalam menerima pelajaran, kondisi fisik,
kondisi psikologis, modalitas belajar, sedangkan faktor eksternal
misalnya adanya suara-suara berisik dari TV, radio, atau suara-suara
yang mengganggu lainnya susanto (2006)

Seseorang yang sehat dan mempunyai status gizi yang baik


memiliki daya fikir dan aktivitas fisik yang baik sehingga hal ini
akan mendukung prestasi didalam belajarnya (G.Kertasapoetra dan
Marsetyo, 2002). Menurut Sjahmein Moehji (2003), gizi buruk yang

terjadi pada anak usia muda membawa dampak anak menderita


mental, sukar berkonsentrasi rendah diri dan prestasi belajar
menjadi rendah.
Status gizi yang rendah atau gizi kurang menyebabkan anakanak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak bisa berkonsentrasi
secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi mempengaruhi kecerdasan
atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012).
Menurut Khomsan (2004) ada tiga hal yang mempengaruhi
kecerdasan seorang anak yaitu genetik, lingkungan dan gizi. Faktor
genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan.
Pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama
dialami oleh anak dan lembaga sekolah yang terpenting dalam
mengembangkan kecerdasan dan meningkatkan prestasi akademik
anak (Herijulianti dkk, 2002). Seperti dalam penelitian mengenai
Hubungan Kesegaran Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi dan Makan
Pagi terhadap Prestasi Belajar bahwa dalam penelitian ini tidak
terbukti secara signifikan adanya hubungan antara status gizi
dengan prestasi belajar siswa (Annas, 2011).

Status kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia mungkin


merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan Pendidikan untuk

Semua (Education for All) dan MDG. Jika siswa tidak sehat dan bergizi
baik, sekolah tidakdapat memenuhi misi utamanya dalam m enyediakan
pendidikan yang efektif, efisien dan adil. Beberapa permasalahan utama
dalam kesehatan dan gizi dapat menghambat proses belajar (BOOK)

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2010). Rendahnya status gizi pada anakanak sekolah akan membawa dampak negative pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Kurang gizi kronis berhubungan erat dengan
pencapaian akademik murid sekolah yang semakin rendah (Khomsan,
2012).
Status gizi yang rendah dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar.
Menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan
kognitif atau nilai prestasi di sekolah. Status gizi yang rendah atau gizi
kurang menyebabkan anak-anak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak
bisa berkonsentrasi secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi
mempengaruhi kecerdasan atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan


seseorang dalam proses belajar dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kondisi
fisik seperti keterbatasan fisik (cacat tubuh), kondisi psikologis
seperti kemampuan konsentrasi, faktor kelelahan, sedangkan faktor
eksternal meliputi kondisi keluarga seperti kondisi rumah, faktor
sekolah seperti metoda pengajaran, dan faktor masyarakat. Seorang
anak bisa berkonsentrasi dengan baik atau tidak, dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang muncul dalam diri anak itu. Sedangkan faktor eksternal adalah
pengaruh yang berasal dari luar individu. Faktor internal misalnya
ketidaksiapan mereka dalam menerima pelajaran, kondisi fisik,
kondisi psikologis, modalitas belajar, sedangkan faktor eksternal
misalnya adanya suara-suara berisik dari TV, radio, atau suara-suara
yang mengganggu lainnya susanto (2006)

Seseorang yang sehat dan mempunyai status gizi yang baik


memiliki daya fikir dan aktivitas fisik yang baik sehingga hal ini
akan mendukung prestasi didalam belajarnya (G.Kertasapoetra dan
Marsetyo, 2002). Menurut Sjahmein Moehji (2003), gizi buruk yang

terjadi pada anak usia muda membawa dampak anak menderita


mental, sukar berkonsentrasi rendah diri dan prestasi belajar
menjadi rendah.
Status gizi yang rendah atau gizi kurang menyebabkan anakanak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak bisa berkonsentrasi
secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi mempengaruhi kecerdasan
atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012).
Menurut Khomsan (2004) ada tiga hal yang mempengaruhi
kecerdasan seorang anak yaitu genetik, lingkungan dan gizi. Faktor
genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan.
Pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama
dialami oleh anak dan lembaga sekolah yang terpenting dalam
mengembangkan kecerdasan dan meningkatkan prestasi akademik
anak (Herijulianti dkk, 2002). Seperti dalam penelitian mengenai
Hubungan Kesegaran Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi dan Makan
Pagi terhadap Prestasi Belajar bahwa dalam penelitian ini tidak
terbukti secara signifikan adanya hubungan antara status gizi
dengan prestasi belajar siswa (Annas, 2011).

Status kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia mungkin


merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan Pendidikan untuk

Semua (Education for All) dan MDG. Jika siswa tidak sehat dan bergizi
baik, sekolah tidakdapat memenuhi misi utamanya dalam m enyediakan
pendidikan yang efektif, efisien dan adil. Beberapa permasalahan utama
dalam kesehatan dan gizi dapat menghambat proses belajar (BOOK)

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2010). Rendahnya status gizi pada anakanak sekolah akan membawa dampak negative pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Kurang gizi kronis berhubungan erat dengan
pencapaian akademik murid sekolah yang semakin rendah (Khomsan,
2012).
Status gizi yang rendah dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar.
Menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan
kognitif atau nilai prestasi di sekolah. Status gizi yang rendah atau gizi
kurang menyebabkan anak-anak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak
bisa berkonsentrasi secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi
mempengaruhi kecerdasan atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan


seseorang dalam proses belajar dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kondisi
fisik seperti keterbatasan fisik (cacat tubuh), kondisi psikologis
seperti kemampuan konsentrasi, faktor kelelahan, sedangkan faktor
eksternal meliputi kondisi keluarga seperti kondisi rumah, faktor
sekolah seperti metoda pengajaran, dan faktor masyarakat. Seorang
anak bisa berkonsentrasi dengan baik atau tidak, dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang muncul dalam diri anak itu. Sedangkan faktor eksternal adalah
pengaruh yang berasal dari luar individu. Faktor internal misalnya
ketidaksiapan mereka dalam menerima pelajaran, kondisi fisik,
kondisi psikologis, modalitas belajar, sedangkan faktor eksternal
misalnya adanya suara-suara berisik dari TV, radio, atau suara-suara
yang mengganggu lainnya susanto (2006)

Seseorang yang sehat dan mempunyai status gizi yang baik


memiliki daya fikir dan aktivitas fisik yang baik sehingga hal ini
akan mendukung prestasi didalam belajarnya (G.Kertasapoetra dan
Marsetyo, 2002). Menurut Sjahmein Moehji (2003), gizi buruk yang

terjadi pada anak usia muda membawa dampak anak menderita


mental, sukar berkonsentrasi rendah diri dan prestasi belajar
menjadi rendah.
Status gizi yang rendah atau gizi kurang menyebabkan anakanak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak bisa berkonsentrasi
secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi mempengaruhi kecerdasan
atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012).
Menurut Khomsan (2004) ada tiga hal yang mempengaruhi
kecerdasan seorang anak yaitu genetik, lingkungan dan gizi. Faktor
genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan.
Pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama
dialami oleh anak dan lembaga sekolah yang terpenting dalam
mengembangkan kecerdasan dan meningkatkan prestasi akademik
anak (Herijulianti dkk, 2002). Seperti dalam penelitian mengenai
Hubungan Kesegaran Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi dan Makan
Pagi terhadap Prestasi Belajar bahwa dalam penelitian ini tidak
terbukti secara signifikan adanya hubungan antara status gizi
dengan prestasi belajar siswa (Annas, 2011).

Status kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia mungkin


merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan Pendidikan untuk

Semua (Education for All) dan MDG. Jika siswa tidak sehat dan bergizi
baik, sekolah tidakdapat memenuhi misi utamanya dalam m enyediakan
pendidikan yang efektif, efisien dan adil. Beberapa permasalahan utama
dalam kesehatan dan gizi dapat menghambat proses belajar (BOOK)

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2010). Rendahnya status gizi pada anakanak sekolah akan membawa dampak negative pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Kurang gizi kronis berhubungan erat dengan
pencapaian akademik murid sekolah yang semakin rendah (Khomsan,
2012).
Status gizi yang rendah dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar.
Menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan
kognitif atau nilai prestasi di sekolah. Status gizi yang rendah atau gizi
kurang menyebabkan anak-anak akan menurunkan IQ menyebabkan tidak
bisa berkonsentrasi secara maksimal (Devi, 2012). Status gizi
mempengaruhi kecerdasan atau prestasi belajar anak (Khomsan, 2012

PRINSIP DASAR MRI

Prinsip Dasar MRI

Pada dasar-dasar MRI ini akan dibahas mengenai pengertian


MRI, instrumentasi dasar MRI (magnet utama, gradien koil, pemancar
(transmitter), koil penerima (receiver) dan komputer)
a. Pengertian MRI
MRI merupakan sebuah teknik radiologi yang menggunakan
magnetisasi, radiofrekuensi, dan computer untuk menghasilkan
gambaran struktur tubuh (www.cis. Rit. Edu/htbooks/nmr/chap-1.
htm).
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi tinggi yang
menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu dan
seperangkat komputer untuk menghasilkan gambar irisan-irisan

penampang tubuh manusia (Journal Reshaping the way you look at


MRI (2005).
b. Instrumentasi Dasar MRI ( Ness Aver, 1997 )
Komponen Utama MRI yaitu : magnet utama, gradient coil,
transmitter coil, receiver coil, dan komputer.

1) Magnet Utama
Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet
berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh
sehingga menimbulkan magnetisasi.
Beberapa jenis magnet utama, antara lain :
a) Magnet Permanen
Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik
ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3
Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun
terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah
antero-posterior.
b) Magnet Resistif
Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan
memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet
yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.
c) Magnet Super Conductor
Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga

berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak


dipakai untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk
mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada
pada temperatur yang diperlukan.
2) Koil Gradien
Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet
gradien yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean
frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling
tegak lurus, yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya akan saling
bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu aksial,
sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk memvariasikan
medan pada pusat magnet yang terdapat tiga medan yang saling
tegak lurus antara ketiganya (x,y,z).
Kumparan gradien dibagi 3, yaitu :
a) Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) Gz
b) Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy
c) Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding - Gx
3) Koil Radio Frekuensi
Koil radio frekuensi ( RF Coil ) terdiri dari 2 yaitu koil
pemancar dan koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk
memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir
sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk
menerima sinyal output setelah proses eksitasi terjadi ( Peggy and

Freimarck, 1995 ).
Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar
sinyal yang diterima memiliki amplitudo besar.
Beberapa jenis koil RF diantaranya :
a) Koil Volume ( Volume Coil )
b) Koil Permukaan ( Surface Coil )
c) Koil Linier
d) Koil Kuadrat
e) Phase Array Coil
4) Sistem Komputer
Sistem komputer bertugas sebagai pengendali diri dari
sebagian besar peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunak
yang besar komputer mampu melakukan tugas-tugas multi (multi
tasking), diantaranya adalah operator input, pemilihan slice,
kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Komputer
juga berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI
yang dapat dilihat pada layar monitor, disimpan ke dalam piringan
magnetik, atau bisa langsung dicetak.
c. Dasar Fisika MRI
1) MR Active Nuclei (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999)
Prinsip yang mendasari MRI adalah gerakan spin dari
nucleus aktif MR yaitu inti-inti atom spesifik dalam tubuh manusia
yang memiliki nomor massa ganjil (baik jumlah proton maupun

neutronnya yang ganjil). Beberapa nucleus aktif MR yaitu hidrogen


(1 proton dan tanpa neutron), Carbon-13, Phosfor-31, sodium-23,
oksigen-17, nitrogen-15. Hidrogen adalah nucleus aktif MR yang
banyak digunakan dalam MRI karena hydrogen dalam tubuh
sangat banyak dan protonnya mempnyai moment magnetic yang
besar.
Dalam kondisi normal moment magnetic inti hydrogen
arahnya random. Namun apabila ditempatkan dalam suatu medan
magnet yang kuat, moment magnetic inti-inti atom akan
menyesuaikan arah dengan medan magnet statis. Sebagian besar
inti hydrogen akan parallel dengan medan magnet statis. Inti atom
hidrogen yang mempunyai energi rendah akan parallel terhadap
medan magnet statis dan inti inti atom hidrogen yang mempunyai
energi tinggi akan anti parallel dengan medan magnet
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian inti-inti
atom hidrogen terhadap medan magnet statis adalah kuat
lemahnya medan magnet statis dan energi thermal inti atom, yakni
bila energi thermal lebih lemah tidak cukup kuat untuk berlawanan
dengan medan magnet statis (Bo), dan bila energi thermal tinggi
akan cukup untuk anti parallel. Inti yang paling banyak
mendominasi jaringan biologi tubuh manusia adalah atom
hidrogen (1 proton dan tanpa neutron). Atom hydrogen sangat
banyak terdapat dalam jaringan biologi tubuh manusia dan

protonnya mempunyai moment magnetic yang besar. Hal ini


menyebabkan sinyal hidrogen yang dihasilkan 1000 kali lebih
besar daripada atom lainnya dalam tubuh, sehingga atom inilah
yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI.
2) Presesi
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu
atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin
sekunder atau gerakan NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini
disebut precession, dan menyebabkan magnetik moment
bergerak secara circular mengelilingi Bo. Jalur sirkulasi
pergerakan itu disebut precessional path dan kecepatan
gerakan NMV mengelilingi Bo disebut frekuensi presesi . Satuan
frekuensinya MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hidrogen
tergantung pada kuat medan magnetik yang diberikan pada
jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan
frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik
disebut dengan frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan :
=B
dimana adalah frekuensi Larmor proton, adalah properti inti
gyromagnetik, dan B adalah medan magnet eksternal
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
Gambar 2. Presesi

3) Resonansi
Adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek
diberikan pulsa yang mempunyai frekuensi sesuai dengan
frekuensi Larmor. Apabila tubuh pasien diletakkan dalam medan
magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya akan
berada pada arah yang searah atau berlawanan dengan medan
magnet luar dan inti-inti itu akan mengalami perpindahan dari
suatu energi ke tingkat energi yang lain. Proses perpindahan
energi ini seringkali merubah arah dari NMV, akibatnya vektor
dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan
magnet luar, ke arah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti
atom menyerap energi untuk berpindah energi yang lebih tinggi
atau melepaskan energi untuk berpindah ke tingkat yang lebih
rendah. Energi untuk terjadinya proses ini di dapat dari energi
pulsa radiofrekuensi. Pulsa radio frekuensi ini harus mempunyai
frekuensi tertentu untuk dapat berperan dalam proses transisi, dan
harus disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal.
Untuk magnet dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 gauss), frekuensi
RF yang diperlukan adalah 42,6 Mhz, sedangkan untuk 1,5 Tesla
diperlukan 63,9 Mhz
Besar nilai magnetisasi dari obyek atau jaringan yang
berada dalam medan magnet eksternal merupakan hubungan
linier yaitu semakin besar nilai medan magnet eksternalnya maka

akan semakin besar nilai magnetisasinya. Jika medan magnet


eksternal dalam suatu jaringan sebesar 1 Tesla, presisi atom
dalam jaringan ( sebagai contoh atom hidrogen dan karbon )
mempunyai frekuensi presisi yang berbeda pula, yaitu besar
frekuensi presisi Larmor atom hidrogen adalah 42,6 MHz,
sedangkan untuk karbon nilainya adalah 10,7 MHz, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sinyal yang diterima koil receiver RF
yang dipancarkan terhadap pasien adalah 42,6 MHz. Hal ini
menimbulkan fenomena resonansi yang di dalamnya didapatkan
sinyal.
4) MR Signal
Adalah sebagai akibat resonansi NMV yang mengalami inphase
pada bidang transversal. Hukum Faraday menyatakan jika
receiver koil ditempatkan pada area medan magnet yang bergerak
misalnya NMV yang mengalami presesi pada bidang transversal
tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh karena itu
NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang
berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi sesuai frekuensi
Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi voltage.
Voltage ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah
sama dengan frekuensi Larmor, besar kecilnya sinyal tergantung
pada banyaknya magnetisasi dalam bidang transversal. Bila
masih banyak NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat dan

tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit


menimbulkan sinyal dan akan tampak gelap pada gambar.
5) Sinyal FID
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi
dalam bentuk sinyal. Ekposi pulsa 90o RF menghasilkan sinyal
yang dikenal dengan nama peluruhan induksi bebas ( Free
Induction Decay = FID ), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk
mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan
lagi pulsa 180o. Sinyal echo ini yang akan ditangkap koil sebagai
data awal proses pembentukan citra.
Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan pada pasien
menyebabkan obyek akan mengalami eksitasi dan sinyal
terakuisisi dalam daerah yang terlokalisasi menjadi dua dimensi.
Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode
Transformasi Fourier 2 dimensi.
Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing
elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu
nilai Signal to Noise Ratio (SNR), yaitu perbandingan yang
diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap noise. SNR ini
akan menentukan citra yang diperoleh. SNR akan
menggambarkan besar intensitas signal yang didapat pada
elemen voxel.
Besarnya matriks menentukan jumlah pixel atau satuan

pembentuk citra. Ukuran matriks bertambah besar maka jumlah


pixel akan bertambah banyak tetapi ukuran pixel bertambah kecil.
Jika ukuran matriks bertambah besar maka resolusi spasial
meningkat (bertambah baik), karena ukuran pixelnya menjadi lebih
kecil. Namun hal tersebut akan mengurangi banyaknya sinyal
yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh
perbandingan SNR yang baik (Friedman & Barry, 1989).
6) Relaksasi
Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang
diserap dan kembali pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak
tergantung moment magnetik NMV kehilangan magnetisasi
transversal yang dikarenakan dephasing. Relaksasi menghasilkan
recoveri magnetisasi longitudinal dan decay dari magnetisasi
transversal.
a) Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses
yang dinamakan T1 recoveri
b) Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses
yang dinamakan T2 decay
7) T1 Recovery
Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada
lingkungan sekitarnya atau lattice, dan disebut spin lattice
relaksasi. Energi yang dibebaskan pada sekeliling lattice
menyebabkan inti-inti atom untuk recoveri ke magnetisasi

longitudinal. Rate recoveri adalah proses eksponensial dengan


waktu yang konstan yang disebut T1. T1 adalah waktu pada saat
63% magnetisasi longitudinal untuk recoveri.
8) T2 Decay
Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang
lain. Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari
tiap-tiap inti atom berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali di
namakan spin-spin relaksasi dan menghasilkan decay atau
hilangnya magnetisasi transverse. Rate decay juga merupakan
proses eksponensial, sehingga waktu relaksasi T2 dari jaringan
soft tissue konstan. T2 adalah waktu pada saat 63% magnetisasi
transverse menghilang.
Besarnya dan proses waktu frekuensi T1 dan T2 sangat
berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan
sebagai kontras gambar, sebab kurva T1 akan menentukan
magnetisasi transversal. Peluruhan T2 ( waktu relaksasi T2 )
adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab
pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal.
Pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva recovery
menjadi maksimal sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek (
cepat kembali ke kondisi kesetimbangan ) akan mempunyai
jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang
mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan

di dapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1 spin echo.


Setelah pulsa RF 90o diberikan pada obyek, magnetisasi
longitudinal akan diputar 90o ke bidang transversal dan terjadi
proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek,
dephase yang terjadi sangat cepat sehingga intensitas sinyal yang
dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2
pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. Proses
relaksasi T1 dan T2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu
pada saat proses pertumbuhan kembali magnetisasi longitudinal
diimbangi dengan peluruhan yang cepat pada kurva relaksasi T2.
Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika objek diberikan
gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen.
Pulsa sekuen dalam pencitraan MRI dibentuk untuk
mengetahui bagaimana efek T1 pada pembobotan citra T1, efek
T2 pada pembobotan citra T2 dan pembobotan citra proton
density. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam
mendapatkan citra MRI dilakukan pengulangan untuk satu
pemeriksaan. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu
dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR),
sedangkan waktu tengah antara pulsa 90o dan sinyal maksimum
(echo) disebut dengan Time Echo (TE).
Parameter T1 dan T2 sebagai sifat intrinsik jaringan serta
TE dan TR sebagai parameter teknis yang digunakan akan

mengontrol derajat kehitaman pada citra MRI. Pada T2 Weighting


derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2,
sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan dikontrol
oleh TR dan T1 serta proton density weighting akan tergantung
dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar
kecilnya sinyal. Secara umum T1 weighting akan menunjukkan
struktur anatomi, dan T2 weighting menunjukkan struktur patologi
(Westbrook & Kaut, 1995)
d. Pembentukan Citra (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Pembentukan citra pada MRI dibentuk melalui proses
pengolahan sinyal yang keluar dari obyek. Sinyal baru bisa diukur bila
arah vektornya diputar dari sumbu z ( Mz ) menuju sumbu xy ( Mxy ).
Pemutaran arah vektor magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya
dijelaskan melalui serangkaian proses di bawah ini.
1) Pulsa RF ( Radio Frequency )
Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki
frekuensi antar 30-120 MHz. Apabila spin diberikan sejumlah
pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi
Larmornya , maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap
energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar.

Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Nuclear Magnetic


Resonance.

2) Waktu Relaksasi Longitudinal (T1)


Relaksasi longitudinal disebut juga dengan relaksasi spin-kisi..
Waktu relaksasi longitudinal menghasilkan pembobotan T1 yaitu
citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T1 time. T1
time adalah waktu yang diperlukan NMV untuk kembalinya 63%
magnetisasi longitudinal dan dikontrol oleh TR Karena TR
mengontrol seberapa jauh vector dapat recover sebelum diaplikasi
RF berikutnya, maka untuk mendapatkan pembobotan T1, TR
harus dibuat pendek sehingga baik lemak maupun air tidak cukup
waktu untuk kembali ke Bo, sehingga kontras lemak dan air dapat
tervisualisasi dengan baik. Jika TR panjang lemak dan air akan
cukup waktu untuk kembali ke Bo dan recover magnetisasi
longitudinal secara penuh sehingga tidak bisa mendemontrasikan
keduanya dalam gambar.
3) Waktu Relaksasi Transversal (T2)
Waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi transversal (Mxy)
untuk meluruh hingga 37 % dari nilai awalnya dinamakan waktu
relaksasi transversal atau T2. Nilai T1 dan T2 adalah konstan
pada kuat medan magnet tertentu. Waktu relaksasi transversal
menghasilkan pembobotan T2 yaitu citra yang kontrasnya
tergantung perbedaan T2 time. Untuk mendapatkan T2 weighting,
TE harus panjang untuk memberikan kesempatan lemak dan air
untuk decay, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi

dengan baik. Jika TE terlalu pendek maka baik lamak dan air tidak
punya waktu untuk decay sehingga keduanya tidak akan
menghasilkan kontras gambar yang baik.
e. Kualitas Citra MRI (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
1) Signal To Noise Ratio (SNR)
SNR adalah perbandingan antara besarnya signal amplitudo
dengan besarnya noise dalam gambar MRI. Noise dapat
disebabkan oleh system komponen MRI dan dari pasien. semakin
besar signal maka akan semakin meningkatkan SNR.
SNR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu densitas proton dari
daerah yang diperiksa, voxel volume, TR, TE, flip angel, NEX,
receive bandwidth dan koil.
a) Densitas Proton.
Daerah dengan densitas proton yang rendah menghasilkan
signal yang rendah sehingga SNR yang dihasilkan juga
rendah. Sebaliknya daerah dengan densitas proton yang tinggi
akan menghasilkan sinyal yang tinggi sehingga SNR yang
dihasilkan juga tinggi.
b) Voxel Volume
Voxel volume berbanding lurus dengan SNR, semakin besar
voxel volume maka semakin besar SNR yang dihasilkan.
c) TR, TE, Flip Angle

Pada pulse sekuence spin echo, SNR yang dihasilkan akan


lebih baik karena menggunakan flip angle 90 derajat sehingga
megnetisasi longitudinal menjadi magnetisasi transversal

dibandingkan dengan gradient echo yang flip anglenya kurang


dari 90 derajat. Flip angle berpengaruh terhadap jumlah
magnetisasi transversal.
TR merupakan parameter yang mengontrol jumlah
magnetisasi longitudinal yang recoveri sebelum RF pulse
berikutnya. TR yang panjang memungkinkan full recovery
sehingga lebih banyak yang akan mengalami magnetisasi
transversal pada RF pulse berikutnya. TR yang panjang akan
meningkatkan SNR dan TR yang pendek menurunkan SNR.
Gambar 3. Time repetition (TR) (Westbrook, 1999).
Sedangkan TE merupakan parameter yang mengontrol jumlah
magnetisasi transvesal yang akan decay sebelum echo itu
dicatat.
Gambar 4. Time echo (TE) (Westbrook, 1999).
d) NEX
NEX ( Number of excitation) merupakan angka yang
menunjukkan berapa kali data disampling.
e) Receive bandwidth
Adalah rentang frekuensi yang terjadi pada sampling data

pada obyek yang di scan. Semakin kecil bandwidth maka

noise akan semakin kecil tetapi akan berpengaruh pada TE


minimal yang dipilih.
f) Koil
Pada prinsipnya semakin dekat koil dengan organ maka SNR
yang dihasilkan semakin tinggi.
2) Contras To Noise Ratio (CNR) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang
patologis dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat
ditingkatkan dengan cara:
a) Menggunakan kontras media
b) Menggunakan pembobotan gambar T2
c) Memilih magnetization transfer
d) Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral
presaturation.
3) Spatial Resolution (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Adalah kemampuan untuk membedaan antara dua titik secara
terpisah dan jelas. Spatial resolution dikontrol oleh voxel. Semakin
kecil ukuran voxel maka resolusi akan semakin baik. Spatial
resolution dapat ditingkatkan dengan:
a) Irisan yang tipis

b) Matrik yang halus atau kecil.


c) FOV kecil
d) Menggunakan rectangular FOV bila memungkinkan

Spin Echo
FID spin
echo
900 RF pulse
frequency encode readout
signal
gradient
1800 RF pulse
4) Scan Time.
Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
akuisisi data. Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar,
karena dengan waktu scanning yang lama akan menyebabkan
pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun. Beberapa hal
yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase
enchoding dan jumlah akuisisi (NEX).
f. Pulsa sekuen
1) Spin Echo
a) Pengertian Spin Echo
Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak

digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo


konvensional, segera setelah pulsa RF 90 diberikan, sebuah
FID segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radio
frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer NMV bersudut 90
kemudian diikuti dengan rephasing pulse bersudut 180.
Gambar 5. Urutan sekuence pada pulse sekuence spin echo
(Westbrook, 1999).

Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 90o yang diikuti oleh


satu atau lebih rephasing pulsa 180o, untuk menghasilkan
spin echo. Jika hanya menggunakan satu echo gambaran T1
Weighted Image dapat diperoleh dengan menggunakan TR
pendek dan TE pendek. Sedangkan untuk menghasilkan
proton density dan T2 Weighted Image, diaplikasikan dua spin
echo dengan dua pulsa RF 180o rephasing, echo pertama
dengan short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton
density, echo kedua dengan long TR dan long TE
menghasilkan T2. Pada spin echo raw image data dari
masing-masing echo di simpan pada K-space dan banyaknya
pulsa 180o rephasing yang diaplikasikan sesuai dengan
banyak echo yang dihasilkan per TR.
b) Parameter Spin Echo dan mekanisme T1 dan T2
i. Time Echo (TE) adalah waktu antara eksitasi pulsa dengan

echo yang terjadi.


ii. Time Repetition (TR) adalah waktu antara masing-masing
eksitasi pulsa.
Waktu relaksasi T1 berkaitan kembalinya NMV ke posisi asal
sudut 90. Dengan memvariasikan TR dan TE, sekuen dapat
digunakan untuk menandai kontras T1 atau T2 atau hanya
untuk melihat spin density. Perpaduan antara TR dan TE
dengan nilai-nilai T1 dan T2 yang dimiliki oleh jaringan inilah
yang menyebabkan terjadinya pembobotan (weighting). Jika
digunakan TE panjang, maka perbedaan waktu T2 pada

jaringan akan menjadi tampak. Jaringan dengan T2 yang


panjang (misalnya air) akan membutuhkan waktu yang lebih
panjang untuk meluruh (mengalami decay) sehingga sinyalnya
akan tampak lebih terang pada citra dibandingkan sinyal dari
jaringan dengan T2 yang pendek (lemak). Dengan cara yang
sama, TR mengontrol kontras T1, maka jaringan dengan T1
panjang (air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang
untuk kembali ke nilai magnetisasi semula. Oleh karena itu
dengan T1 panjang akan membuat jaringan tampak lebih
gelap dibandingkan jaringan dengan T1 pendek (lemak).
Secara ringkas, pembobotan T2 membutuhkan TE dan TR
panjang, pembobotan T1 membutuhkan TE dan TR pendek,

sedangkan pada proton density membutuhkan TE pendek dan


TR yang panjang
2) Pulse sekuen Fast Spin Echo
a) Pengertian Fast Spin Echo
Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu scanning
yang dipersingkat. Waktu scanning dipersingkat dengan
melakukan lebih dari satu phase enchode per TR yang dikenal
dengan echo Train Length yakni aplikasi beberapa RF pulse
per TR dan pada masing-masing rephasing atau refocusing
dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan phase
enchode yang lain.

b) Parameter FSE
i. Echo Train Length
Yaitu jumlah rephasing pulsa atau multiple pulsa 180
dalam setiap TR. Nilai ETL atau turbo factor yang dapat
digunakan saat ini berkisar antara 2 sampai dengan 32.
ii. Echo Train Spacing (ETS) dan effective Time Echo (ETE)
Yaitu waktu antara echo atau antar pulsa 180 atau waktu
interval antara aplikasi RF 180 pada FSE. Biasanya nilai
ETS berkisar antara 16 20 ms. Effective TE yaitu waktu
antara echo dan pulsa RF yang menyebabkannya.
3) Echo Planar Imaging ( EPI ) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)

Sekuen echo planar imaging (EPI) melakukan pengisian K


space dalam satu repetisi dengan menggunakan TR yang
sangat panjang. Echo dapat dihasilkan dengan multiple pulsa
180o (disebut dengan spin echo EPI [SE-EPI]) atau dengan
menggunakan gradient ( disebut dengan gradient echo EPI [GEEPI]).
Jika seluruh baris pada K space terisi dalam satu kali
repetisi maka ini dikenal dengan nama single shot EPI (SS-EPI).
SS-EPI dapat menghasilkan gambar jauh lebih cepat
dibandingkan SS-FSE karena penggunaan TR yang lebih
panjang atau dengan penggunaan gradient echo dibanding pada
spin echo dan karena itu dapat mengisi K space dalam hitungan
detik. Tetapi sekuen SS-EPI sering terjadi artefact seperti
chemical shift, distorsi dan blurring. Karena hal ini maka sekuen
EPI lebih sering dilakukan dengan mode multi-shot dimana

dengan menggunakan metode ini maka seperempat atau


setengah K space diisi setiap periode TR.
EPI dan versi fast dari sekuen GRE saat ini merupakan
mode akuisisi yang paling cepat pada MRI, sehingga dengan
teknik ini pemeriksaan MRI real-time, dinamik dan fungsional
MRI dapat dilakukan.
Gambar 6. Diffusion Weighted Spin Echo EPI (Peggy
Woodward dan William Orrison, 1995)

4) Diffusion Weighted Imaging (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)


Diffusi adalah istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan pergerakan molekul secara acak pada jaringan.
Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen, membran
dan macromolecul. Kadangkala terjadinya pembatasan difusi
adalah secara langsung tergantung pada struktur jaringan. Pada
stroke dini segera setelah terjadinya iskemia tapi sebelum
terjadinya infark atau kerusakan permanen pada jaringan otak,
sel-sel membengkak dan menyerap air dari ruang extraseluler.
Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi oleh membran,

maka diffusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difusi
pada jaringan tersebut akan berkurang.
Gambar 7. Jaringan dengan cairan yang berdifusi
normal ( gambar kiri ), dan jaringan yang
diffusinya terbatas ( gambar kanan )
(Westbrook, 1999).
Imejing dengan sekuen spin echo dapat memperlihatkan
struktur dengan tanda-tanda diffusi pada jaringan. Gambaran
diffusi dapat diperoleh dengan lebih efektif dengan
mengkombinasikan dua pulsa gradient yang diapplikasikan
setelah eksitasi. Pulsa gradient digunakan untuk saling
mempengaruhi jika spin-spin tidak bergerak sementara spin-spin

yang bergerak tidak dipengaruhi. Ini sebabnya mengapa pada


gambaran diffusi sinyal yang mengalami atenuasi terjadi pada
jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random, dan
sinyal yang intensitasnya tinggi terjadi pada jaringan dengan difusi
yang terbatas ( restriksi ) misalnya pada stroke dini.
Banyaknya atenuasi tergantung pada amplitudo dan
(mungkin) arah dari aplikasi gradien difusi.

Pulsa gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu


X,Y, dan Z. Arah difusi pada sumbu X,Y, dan Z dikombinasikan
untuk menghasilkan gambaran difusi weighted. Ketika gradien
difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y , atau pada arah
sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit dan
mungkin hanya merefleksikan arah difusi pada axons. Istilah
isotropic diffusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien
difusi diaplikasikan pada ketiga sumbu tersebut. Gradien difusi
harus sangat panjang dan sangat kuat untuk dapat memperoleh
citra dengan pembobotan difusi (diffusion weighting). Sensitivitas
difusi dikontrol oleh parameter b. b menentukan atenuasi difusi
dengan memodifikasi durasi dan amplitudo dari gradien difusi. b
dapat dinyatakan dalam satuan s/mm2. Rentang nilai b value
adalah 500 s/mm2 sampai 1000 s/mm2 (Catherine Westbrook &
Carolyn Kaut,1999).

Semakin tinggi nilai b value maka intensitas sinyal difusi


dan sensitifitas difusi akan meningkat, intensitas sinyal difusi yang
meningkat pada jaringan otak normal akan tampak lebih gelap
pada citra otak yang ditampilkan (GE Signa Horizon DW-EPI
Operator Manual, 1998). Penilaian intensitas sinyal difusi pada
jaringan otak normal dinilai pada white matter dan grey matter dan
jika terdapat kelainan stroke maka jaringan otak yang difusinya
terbatas akan menghasilkan intensitas sinyal yang terlihat terang
dibandingkan jaringan yang normal (GE Signa Horizon DW-EPI
Operator Manual, 1998).

Untuk pencitraan difusi jika menggunakan sekuen multishot


maka perubahan phase akan berbeda untuk garis-garis yang
berbeda pada K space dan hal ini akan menghasilkan artefak
yang terlihat sepanjang phase direction. Karena alasan ini maka
citra MRI dengan pembobotan difusi pada umumnya diperoleh
dengan teknik SE-EPI yang dilakukan dengan gradient yang kuat.
Echo tambahan yang dikenal sebagai navigator echo dapat
dihasilkan dan kemudian digunakan untuk mengkoreksi artefak
selama post processing.
Aplikasi klinis pencitraan difusi secara langsung adalah
untuk mendiagnosa stroke. Lesi-lesi iskemik yang masih dini
dapat diperlihatkan dengan pencitraan MRI difusi sebagai daerah

dengan diffusi air yang lebih lambat akibat akumulasi air


intraseluler dan/atau akibat pengurangan ruang extra seluler.
Pencitraan MR difusi dapat memperlihatkan lesi-lesi iskemik baik
yang irreversible maupun yang reversible, sehingga potensial
dapat membedakan jaringan otak yang masih dapat diperbaiki
dengan jaringan yang mengalami kerusakan irreversible sebelum
dilakukan tindakan therapy.
Gambar 8. Beberapa citra Diffusion Weighted Image (DWI)
(Westbrook, 1999).

Makalah MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Posted by pamujiandri on Juli 25, 2011

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan
untuk mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Salah satu bentuk kemajuan tersebut
adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk melakukan pencitraan diagnosa penyakit pasien
MRI( Magnetic Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi
tubuh anda dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif. selama pemeriksan MRI akan memungkinkan molekul-molekul dalam
tubuh bergerak dan bergabung untuk membentuk sinyal-sinyal. Sinyal ini akan ditangkap oleh antena dan dikirimkan
ke komputer untuk diproses dan ditampilkan di layar monitor menjadi sebuah gambaran yang jelas dari struktur
rongga tubuh bagian dalam.
MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas dan lebih sensitive untuk menilai anatomi
jaringan lunak dalam tubuh, terutama otak,.sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan
pemeriksaan x-ray biasa maupun CT scan Juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal seperti otot,
ligament , tendon , tulang rawan , ruang sendi seperti misalnya pada cedera lutut maupun cedera sendi bahu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan MRI yaitu evaluasi anatomi dan kelainan dalam rongga dada,
payudara , organ organ dalam perut, payudara, pembuluh darah, dan jantung. Dan oleh sebab itu disini kami
membuat makalah yang berjudul MAKALAH KDM II TENTANG PEMEMERIKSAAN DIAGNOSTIK MRI agar kami
bisa mengetahui lebih jelas lagi tentang cara kerja MRI.
1.2 Rumusan masalah
Dalam pembuatan makalah ini masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari MRI ?
2. Bagaimana cara kerja MRI ?
3. Bagaimana kelebihan MRI ?
4. Apa Macam-macam MRI ?
5. Bagaimana Perkembangan MRI?
6. Bagaimana prisip dasar dari MRI?
7. Apa sajakah Instrumen dariMRI?
8. Bagaimanakah aplikasi klinik pemeriksaan MRI?
9. Bagaimanakah Penatalaksanaan pasien dan tehnik pemeriksaan dari MRI?

10. Bagaimana artefak dari MRI dan cara mengatasinya?


11. Tindakan apakah yang perlu dilakukan bila terjadi kecelakaan saat pemeriksaan diagnostik MRI?
1.3 Tujuan makalah
1.3.1 Tujuan umum
Bertolak pada rumusan masalah di atas maka tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan
diagnostik MRI.
1.3.2 Tujuan khusus
Bertolak pada rumusan masalah di atas maka tujuan khusus dari makalah ini untuk mengetahui:
1. Pengertian dari MRI.
2. Cara kerja MRI.
3. Kelebihan MRI.
4. Macam macam MRI.
5. Perkembangan MRI.
6. Prinsip dasar dari MRI
7. Instrumen MRI
8. Aplikasi klinik pemeriksaan MRI
9. Penatalaksanaan pasien dan tehnik pemeriksaan
10. Artefak dari MRI dan cara mengatasinya.
11. Tindakan yang perlu dilakukan saat ada kecelakaan pada pemeriksaan diagnostik MRI.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian dari MRI.
Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh
dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar
X, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia
dengan meng-gunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi
getaran terhadap inti atom hidrogen. Merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena hasilnya
yang sangat akurat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran penampang tubuh berdasarkan prinsip
resonansi magnetik inti atom hidrogen. Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan coronal,
sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas
gambaran detil tubuh manusia akan tampak jelas , sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi
secara teliti. Untuk itu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan penyelamatan
bila terjadi keadaan darurat.
Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki-nya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan
oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak. Teknik
penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila
pemilihan para-meter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan
perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

1.2. Cara kerja MRI.


Alat MRI berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang besar. Penderita berbaring di tempat tidur yang
dapat digerakkan ke dalam (medan) magnet. Magnet akan menciptakan medan magnetik yang kuat lewat
penggabungan proton-proton atom hidrogen dan dipaparkan pada gelombang radio. Ini akan menggerakkan protonproton dalam tubuh dan menghasilkan sinyal yang diterima akan diproses oleh komputer guna menghasilkan
gambaran struktur tubuh yang diperiksa.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik,
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya,
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya,
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
1.3. Kelebihan MRI.
Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :
1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang
sertamuskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat
dilakukan dengan CT Scan.
4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien.
5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.
1.4. Macam macam MRI.
Macam macam MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang luas
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Macam macam MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat tersebut dapat digunakan untuk
teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik,

sehingga kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan
banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.
1.5. Perkembangan MRI.
Pada tahun 1946, Felix Bloch dan Purcell mengemukakan teori, bahwa inti atom bersifat sebagai magnet kecil, dan
inti atom membuat spinning dan precessing. Dari hasil penemuan kedua orang diatas kemudian lahirlah alat Nuclear
Magnetic Resonance (NMR) Spectrometer, yang penggunaannya terbatas pada kimia saja.
Setelah lebih dari sepuluh tahun Raymond Damadian bekerja dengan alat NMR Spectometer, maka pada tahun 1971
ia menggunakan alat tersebut untuk pemeriksaan pasien. Pada tahun 1979, The University of Nottingham Group
memproduksi gambaran potongan coronal dan sagittal (disamping potongan aksial) dengan NMR. Selanjutnya
karena kekaburan istilah yang digunakan untuk alat NMR dan di bagian apa sebaiknya NMR diletakkan, maka atas
saran dari AMERICAN COLLEGE of RADIO-LOGI (1984), NMR dirubah menjadi Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan diletakkan di bagian Radiologi.
1.6. Prinsip dasar dari MRI
Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai arah yang acak dan tidak
membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan
arah medan magnet . Demikian juga arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah medan mag-net. Saat
diberikan frequensi radio , maka atom H akan mengabsorpsi energi dari frequensi radio tersebut. Akibatnya dengan
bertambahnya energi, atom H akan mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi
oleh besar dan lamanya energi radio frequensi yang diberikan. Sewaktu radio frequensi dihentikan maka atom H
akan sejajar kembali dengan arah medan magnet . Pada saat kembali inilah, atom H akan memancarkan energi yang
dimilikinya. Kemudian energi yang berupa sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diper-kuat.
Selanjutnya komputer akan mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai
irisan.
1.7. Istrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.
Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe magnet, efek medan magnet,
magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI tersebut
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan koil, yaitu :
1.Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal.
2. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal.
3. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial .
Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik.
c. Sistem frequensi radio berfungsi mem-bangkitkan dan memberikan radio frequensi serta mendeteksi sinyal
d. Sistem komputer berfung-si untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengon-trol semua komponen alat MRI dan
menyim-pan memori beberapa citra
e. Sistem penceta-kan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film rongent atau untuk menyimpan citra.
2.8. Aplikasi Klinik Pemeriksaan M R I
Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morpologik (lokasi, ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari
keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang
tubuh akial, sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya. Adapun jenis
pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :
1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary, lobang telinga dalam , rongga mata , sinus

2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak, pendarahan, infeksi; tumor, kelainan
bawaan, kelainan pembuluh darah seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi
3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor, infeksi, trauma, kelainan bawaan.
4. Pemeriksaan Musculo-skeletal untuk organ : lutut, bahu , siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki , kaki , untuk
mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain
5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis,
prostat, buli-buli
6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru paru, jantung.
2.9. Penatalaksanaan pasien dan tehnik pemeriksaan
Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti tabung oksigen, alat resusistasi, kursi roda, dll
yang bersifat fero-magnetik tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan mema-kai baju
pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda feromagnetik, seperti : jam tangan, kunci, perhiasan jepit rambut, gigi
palsu dan lainnya.
Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara mewawancarai pasien, untuk mengetahui
apakah ada sesuatu yang membahayakan pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya: pasien menggunakan
alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral,
dan lain-lain.
Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat berjalan (non ambulatory) lebih kompleks
dibandingkan peme-riksaan imaging lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan on
sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kece-lakaan, dimana benda-benda feromagnetik dapat tertarik dan
kemungkinan mengenai pasien atau personil lainnya. Salah satu upaya untuk meng-atasi hal tersebut, meja
pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan : pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan
dan da-pat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain itu meja ca-dangan pemeriksaan
perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan pasien berikutnya se-belum pemeriksaan pasien
sebelumnya selesai. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, anta-ra lain dengan penggunaan Earplugs bagi
pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga lutut / tungkai , pemberian selimut bagi pasien,
pemberian tutup kepala .
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal berikut. 5 Persiapan console yaitu
memprogram identitas pasien se-perti nama, usia dan lain-lain, mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek
yang akan diperiksa. Memilih jenis koil yang akan diguna-kan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemerik-saan
kepala digunakan Head coil, untuk peme-riksaan tangan, kaki dan tulang belakang digu-nakan Surface coil. Memilih
parameter yang te-pat, misalnya untuk citra anatomi dipilih para-meter yang Repetition Time dan Echo Time pendek,
sehingga pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna hitam. Untuk citra pathologis dipilih
parameter yang Repetition Time dan Echo Time panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro spinalis
dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang
time repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan
tampak berwarna abu-abu. 5
Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet (land marking patient) sehingga coil
dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat
magnet pada hidung.
Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout (panduan pengamatan), dengan parameter, ketebalan irisan dan
jarak antar irisan serta format gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah
diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor, maka dibuat pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai
dengan kebutuhan.
Pemeriksaan MRI yang menggunakan kon-tras media, hanya pada kasus-kasus tertentu saja . Salah satu kontras

media untuk pemeriksaan MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis 0,0 ml / kg berat
badan.
Contoh hasil pemeriksaan MRI
2.10. Artefak dari MRI dan cara mengatasinya.
Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya dapat terdiri dari : kesalahan geometrik,
kesalahan algoritma, kesalahan pengukuran attenuasi.
Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :
a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan jantung gerakan per-nafasan, gerakan darah
dan cairan cerebrospinal, gerakan yang terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain.
b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia danpengaruh magnet.
c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang seharusnya.
d. Artefact yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap.
f. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk gambaran akibat faktor kesala-han
geometri, kebocoran dari tabir radio-frequens.
Akibat adanya artefak artefak tersebut pada gambaran akan tampak : gambaran kabur, terjadi kesalahan geometri,
tidak ada gambaran, gambaran tidak bersih, terdapat garisgaris dibawah gambaran, gambaran bergaris garis miring,
gambaran tidak beraturan.
Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRIdapat dilakukan dengan cara waktu pemotretan dibuat secepat
mungkin memeriksa keutuhan tabir pelindung radio fre-quensi, menanggalkan benda-benda yang bersifat
ferromagnetic bila memungkinkan, perlu kerja sama yang baik dengan pasien.
2.11. Tindakan yang perlu di lakukan bila terjadi kecelakaan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kecelakaan selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi
keadaan gawat pada pasien, segera menghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol ABORT, pasien segera
dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik meja pemeriksaan dan segera berikan perto-longan dan apabila
tindakan selanjutnya memer-lukan alat medis yang bersifat ferromagnetik harus dilakukan di luar ruang pemeriksaan .
Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi alarm dari sensor oxigen, tekanlah EMERGENCY
SWITCH dan segera membawa pasien ke luar ruang pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi
pertukaran udara, karena pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.
Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat medan magnet yang kuat pada gentry (bagian dari
pesawat MRI) secara tiba-tiba, tindakan yang perlu dilakukan buka pintu ruangan lebar- lebar agar terjadi pertukaran
udara dan pasien segera di bawa keluar ruangan pemeriksaan. Hal perlu dilakukan karena Quenching menyebabkan
terjadinya penguapan helium, sehingga ruang pemeriksaan MRI tercemar gas Helium. Selama pemeriksaan MRI
untuk anak kecil atau bayi, sebaiknya ada keluarganya yang menunggu di dalam ruang pemeriksaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemanfatan MRI untuk memeriksa ba-gian dalam tubuh sangat efektif karena memi-liki kemampuan membuat citra
potongan koro-nal, sagital, aksial tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien dan diagnosa dapat ditegakkan dengan
lebih detail dan akurat. Pesawat MRI menggunakan efek medan magnet dalam membuat citra potongan tubuh,
sehingga tidak menimbulkan efek radiasi pengion seperti penggunaan pesawat sinar X. Gambaran yang dihasilkan
oleh pesawat MRI tergantung pada ketepatan pemilihan parameternya. Dalam pengoperasiannya dapat terjadi
kecelakaan yang bisa membahayakan pa-sien, petugas serta lingkungannya. Mengingat biaya pemeriksaan MRI bagi
seorang pasien cukup mahal dan efek sampingnya, ( terutama efek latennya) yang belum diketahui maka perlu

pertimbangan yang matang sebelum pasien dikirim untuk pemerikaan MRI.


3.2 Saran
Demikian makalah ini kami buat, dan semoga bias bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Dan semoga kita bisa
mengetahui tentang MRI dan cara pengoprasiannya lebih jelas lagi. Dan tentunya makalah ini memiliki banyak sekali
kekurangan, dan oleh sebab itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rsmitraplumbon. 2010. MRI.( file:///E:/D/berita-24-mri.html)
Admin. 2009.Magnetic Resonance Imaging (MRI).( file:///E:/D/index.php.htm)
Hari. 2009. Istilah Komputer Magnetic Resonance Imaging (MRI)( file:///E:/D/Istilah%20Komputer%20Magnetic
%20Resonance%20Imaging%20%28MRI%29.htm)
Arie.2009.Biomedis Untuk Pemula. (file:///E:/D/sekilas-tentang-magnetic-resonance.html)

BAB I
PENDAHULUAN
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran penampang
tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen. Tehnik penggambaran MRI
relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Alat
tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik
tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran
detil tubuh manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti.
Magnetic Resonance Imaging yang disingkat dengan MRI adalah suatu alat diagnostik
mutahir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet dan
gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X ataupun bahan radioaktif.
Hasil pemeriksaan MRI adalah berupa rekaman gambar potongan penampang
tubuh/organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla
(1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.
Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat
potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak.

BAB II
PEMBAHASAN
Teknik penggambaran MRI relatif kompleks karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar
MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras,
sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat
diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran
MRI, antara lain :
1. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik
2. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
3. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya
4. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
2. 1 Tipe MRI
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :

1. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas
2. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
1. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T
2. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T
3. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang memungkinkan 1
gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga kita dapat membuat banyak
irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan banyaknya variasi
gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.

2. 2 Prinsip MRI
Pasien ditempatkan dalam medan magnet, dan gelombang elektromagnet pulsa
diterapkan untuk membangkitkan objective nuclide di dalam tubuh. Nuclide yang
dibangkitkan akan kembali ke dalam energi semula dan akan melepaskan energi yang diserap
sebagai gelombang elektromagnet. Gelombang elektromagnet yang dilepas ini adalah sinyal
MR. Sinyal ini dideteksi dengan kumparan (coil) untuk membentuk suatu gambar (image).
Yang perlu diperhatikan dengan memakai MR adalah nucleus (proton di dalam tubuh).
Nucleus mempunyai massa dan muatan positif serta berputar pada sumbunya. Nucleus yang
berputar ini dianggap sebagai suatu magnet batang kecil (small bar magnet). Karena nucleus
ditempatkan di dalam medan magnet statis, maka akan berputar (precession). Ketika suatu
pulsa RF yang mempunyai frekuensi sama dengan kecepatan/frekuensi dari putaran diberikan,

nucleus menyerap energi dari pulsa (yang disebut gejala resonansi). Pulsa RF adalah
gelombang elektromagnet dan disebut pulsa RF (Radio Frequency) karena band frekuensinya.
Ketika pulsa RF dimatikan, nucleus kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi yang
diserap (yang disebut relaxation). Dengan membuat nucleus memancarkan sinyal ketika
melepaskan energi yang diserap, suatu gambar (image) dihasilkan.

Gambar 2 Komposisi dasar sistem MRI


2. 3 Instrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
1. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.

Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe magnet,
efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI tersebut
2. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan koil,
yaitu:

Gradien coil X, untuk membuat citra potongan sagittal.

Gardien coil Y, untuk membuat citra potongan koronal.

Gradien coil Z untuk membuat citra potongan aksial .

Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan
oblik

Gambar 3 Potongan sagittal dari kepala manusia

3. Sistem frekuensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frekuensi serta
mendeteksi sinyal.
4. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua
komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra.
5. Sistem pencetakan citra, fungsinya untuk mencetak gambar pada film rontgent atau untuk
menyimpan citra.
Sebagai inti dari MRI adalah magnet untuk menghasilkan medan magnet statis. Berikut adalah
3 macam magnet yang sekarang dipakai dalam sistem MRI:
1. Magnet tetap (Permanent Magnet/PM)
2. Magnet resistif (Resistive Magnet/RM)
3. Magnet superkonduktif (Superconductive Magnet/SCM)
1. Magnet tetap (Permanent Magnet/PM)
Magnet tetap adalah sama dengan suatu magnet batang. Sistem MRI yang menggunakan suatu
magnet tetap dapat dianggap suatu magnet batang yang besar.

Gambar 4 MRI dengan magnet tetap

Ciri-ciri sistem MRI yang menggunakan magnet tetap adalah sebagai berikut:
1. Karena tidak ada daya listrik untuk menghasilkan medan magnet, biaya pemakaian sangat
rendah.
2. Sistem sangat berat.
Keuntungan sistem ini adalah biaya pemakaian (running cost) yang sangat rendah
dibanding sistem yang lain (magnet kumparan dan magnet superkonduktif).
2. Magnet Resistif (Resistive Magnet/RM)
Magnet resistif dapat dianggap suatu magnet listrik. Magnet ini menghasilkan medan magnet
yang kuat dengan mengalirkan suatu arus listrik yang besar melalui suatu kumparan tembaga,
aluminium, atau materi yang lain yang mempunyai hambatan listrik (electric resistance)
rendah.

Gambar 5 Metoda MRI dengan magnet resistif

Ciri-ciri sistem magnet resistif adalah sebagai berikut:


1. Termasuk tidak mahal
2. Gampang untuk menangani
3. Biaya pemakaian sangat tinggi karena:
1. Arus sebesar 200 A mengalir
2. Harus ada aliran air untuk pendinginan sistem, karena panas yang terjadi sangat
tinggi
3. Magnet Superkonduktif (Superconductive Magnet/SCM)
Dari 3 macam magnet, magnet superkonduktif mungkin paling tidak dikenal. Magnet ini
adalah suatu magnet listrik yang menggunakan suatu kumparan sebagai materi dengan suatu
gejala superkonduktif terjadi. Gejala superkonduktif adalah bahwa hambatan listrik
(electrical resistance) dari suatu logam menjadi nol bila metal didinginkan dengan
temperature yang sangat rendah (-272 C), dan temperature pada saat tersebut disebut
temperature kritis (critical temperature) Tc. Hambatan listrik menjadi nol berarti bahwa suatu
arus besar dapat mengalir dengan memakai tegangan (voltage) rendah beberapa volt.

Gambar 6 Gejala superkonduktif


Ciri-ciri sistem MRI dengan magnet superkonduktif adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian daya listrik sangat rendah dibandingkan dengan sistem magnet
kumparan.
2. Medan magnet yang kuat dapat dihasilkan karena arus listrik yang cukup besar
dapat dialirkan.
3. Untuk mendapatkan temperatur yang sangat rendah, kumparan harus dicelupkan
ke dalam helium cair (-272 C).
Magnet superkonduktif memerlukan biaya daya listrik yang rendah daripada magnet
kumparan untuk mendapatkan medan magnet yang kuat, yang membuat magnet

superkonduktif lebih berguna, tetapi masalahnya adalah helium cair yang dibutuhkan untuk
mendinginkan kumparan.
Kekurangan dengan menggunakan helium cair adalah sebagai berikut:
1. Tidak mudah untuk menangani
2. Harga helium cair sangat mahal
3. Helium cair menguap pada kecepatan 0,6 sampai 0,7 liter/jam
4. Penggunaan kembali helium gas sesudah penguapan adalah sulit
4. Pelindung untuk MRI
Dua macam pelindung (shield) sangat penting untuk MRI:
1. MRI dipengaruhi oleh noise radio
Gelombang elektromagnet yang digunakan MRI mempunyai frekuensi yang sama dengan
siaran radio. Jika sistem MRI yang dipasang tanpa pelindung (shield), maka akan
terpengaruh noise radio serta mempengaruhi mutu gambar (image) yang dihasilkan. Untuk
menjamin mutu gambar, seluruh sistem ruang MRI harus diberi pelindung.

Gambar 7 Radio-wave (RF) shield

2. MRI dipengaruhi bahan magnet (pengaruh luar terhadap sistem MRI)


Jika ada suatu benda dari bahan magnet di sekeliling MRI, akan mengganggu uniformity dari
medan magnet yang menyebabkan mutu gambar menjadi rendah. Pelindung magnet tidak
diperlukan karena kasus ini tergantung pada kondisi sekeliling.
Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya
Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya terdiri dari :
1. Kesalahan geometric
2. Kesalahan algoritma
3. Kesalahan pengukuran attenuasi.
Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :
1. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan jantung gerakan
per-nafasan, gerakan darah dan cairan cerebrospinal, gerakan yang terjadi secara tidak
periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain.
2. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet.
3. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang seharusnya.
4. Artefak yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap.
5. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk gambaran
akibat faktor kesala-han geometri, kebocoran dari tabir radio-frekuensi. Akibat adanya
artefak artefak tersebut pada gambaran akan tampak : gambaran kabur, terjadi
kesalahan geometri, tidak ada gambaran, gambaran tidak bersih, terdapat garisgaris
dibawah gambaran, gambaran bergaris garis miring, gambaran tidak beraturan.

Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain dilakukan dengan cara :
1. Waktu pemotretan dibuat secepat mungkin memeriksa keutuhan tabir pelindung radio
frekuensi
2. Menanggalkan benda-benda yang bersifat ferromagnetic bila memungkinkan
3. Perlu kerja sama yang baik dengan pasien.
4. Pengambilan sample/gambar sebaiknya lebih dari satu kali.
5. Pengolahan citra yang dilakukan pada komputer (image processing) harus sebaik
mungkin.

Aplikasi Klinik Pemeriksaan M R I

Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morpologik (lokasi, ukuran, bentuk,


perluasan dan lain-lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai
salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh aksial, sagittal, koronal atau oblik
tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya.
Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :
1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada: kelenjar pituitary, lobang
telinga dalam, rongga mata, sinus.
2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak,
pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah seperti
aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi.

3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor,


infeksi, trauma, kelainan bawaan.
4. Pemeriksaan Musculo-skeletal untuk organ : lutut, bahu , siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki , kaki , untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon,
ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain.
5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran empedu,
pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli.
6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru paru, jantung.

Daftar Pustaka
o NN, Alat Radiologi IV, Akademi Teknik Elektromedik
o www.litbang.depkes.go.id/media/data/mri.pdf
o http://en.wikipedia.org/wiki/Magnetic_resonance_imaging#Back
ground_information

Anda mungkin juga menyukai