Anda di halaman 1dari 31

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

SISTEM INFORMASI KESEHATAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sistem Informasi Kesehatan
yang dibina oleh Ibu dr. Tisnalia Merdya Andyastanti
dan Bapak Prof. Mardji

Oleh :
Farah Nur Aini

130612607889

Lutfi Sovyalatufa

130612607890

Muhammad Dwi Hidayatullah

130612607888

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FEBRUARI 2015

DAFTAR ISI

Halaman Sampul. .. i
Daftar Isi.... ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN. 3
2.1 Pengertian Sistem Informasi Kesehatan ......................................................3
2.2 Data dan Informasi Kesehatan .....................................................................4
2.3 Penyajian, Deminasi dan Pemanfaatan Data dan Informasi ........................14
2.4 Indikator Kesehatan .....................................................................................16
2.5 Proses Keamanan dan Kerahasiaan Sebuah Informasi ................................16
2.6 Keadaan Sumber Daya Manusia Berkaitan dengan SIK .............................20
2.7 Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan ...............................................23
2.8 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan .........................................................23
2.9 Pendanaan Sistem Informasi Kesehatan ......................................................25
BAB III PENUTUP ..................................................................................................27
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................27
3.2 Saran .............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................29

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di
seluruh

seluruh

tingkat

pemerintah

secara

sistematis

dalam

rangka

penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Dalam era seperti saat ini, begitu
banyak sektor kehidupan yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan
teknologi komputer, terkhusus pada bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Semakin
hari, kemajuan teknologi komputer, baik dibidang piranti lunak maupun perangkat
keras berkembang dengan sangat pesat, disisi lain juga berkembang kearah yang
sangat mudah dari segi pengaplikasian dan murah dalam biaya. Solusi untuk bidang
kerja apapun akan ada cara untuk dapat dilakukan melalui media komputer, dengan
catatan bahwa pengguna juga harus terus belajar untuk mengiringi kemajuan
teknologinya. Sehingga pada akhirnya, solusi apapun teknologi yang kita pakai,
sangatlah ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya (Sanjoyo,
2007).
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi merupakan kondisi
positif yang akan sangat mendukung berkembangnya Sistem Informasi Kesehatan.
Oleh karenanya, implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam
penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan menjadi solusi paling bijak yang
harus diambil. Meskipun disadari bahwa sistem informasi tidak identik dengan
komputerisasi, namun perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa
ini sangat signifikan memberi kontribusi bagi implementasi sistem informasi secara
lebih profesional. Implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam
penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan dapat (1) meningkatkan kualitas dan
kecepatan proses kerja terutama di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan (2)
mengoptimalkan aliran data sehingga meningkatkan ketersediaan dan kualitas Data
dan Informasi Kesehatan dan yang terkait.
Lebih dari itu, dewasa ini implementasi teknologi informasi dan komunikasi
tidak hanya sebatas penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan tetapi telah
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan yang lebih luas. Kemajuan teknologi

informasi dan komunikasi bahkan telah sampai pada tingkatan mentransformasi


pelayanan kesehatan. Meskipun dibatasi oleh jarak dan waktu, pelayanan kesehatan
pun bisa memungkinkan (PP No. 46 tahun 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang berkaitan dengan PP No. 46 Tahun 2014 adalah.
1.

Bagaimana pengertian Sistem Informasi Kesehatan (SIK) menurut PP No. 46


Tahun 2014 ?

2.

Bagaimana proses data kesehatan yang diatur dalam PP No. 46 Tahun 2014 ?

3.

Apa saja yang termasuk dalam indikator kesehatan dalam PP No. 46 Tahun
2014 ?

4.

Bagaiman proses keamanan dan kerahasiaan sebuah informasi dalam PP No.


46 Tahun 2014 ?

5.

Bagaimana keadaan sumber daya manusia berkaitan dengan SIK yang ada di
Indonesia yang terdapat dalam PP No. 46 Tahun 2014 ?

6.

Bagaimana pengembangan SIK beserta evaluasi dan pendanaannya yang diatur


dalam PP No. 46 Tahun 2014 ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah diatas adalah.
1.

Mengetahui pengertian Sistem Informasi Kesehatan (SIK) menurut PP No. 46


Tahun 2014.

2.

Mengetahui proses data kesehatan yang diatur dalam PP No. 46 Tahun 2014.

3.

Mengetahui proses keamanan dan kerahasiaan sebuah informasi dalam PP No.


46 Tahun 2014.

4.

Mengetahui keamanan dan kerahasiaan sebuah informasi dalam PP No. 46


Tahun 2014.

5.

Mengetahui keadaan sumber daya manusia berkaitan dengan SIK yang ada di
Indonesia yang terdapat dalam PP No. 46 Tahun 2014.

6.

Mengetahui pengembangan SIK beserta evaluasi dan pendanaannya yang


diatur dalam PP No. 46 Tahun 2014.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Informasi Kesehatan


Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di
seluruh

seluruh

tingkat

pemerintah

secara

sistematis

dalam

rangka

penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat (Sanjoyo, 2007). Dalam Peraturan


Pemerintah No. 46 Tahun 2014, Bab 1 Pasal 1 ini yang dimaksud dengan Sistem
Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi,
indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling
berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan
yang berguna. Informasi Kesehatan adalah Data Kesehatan yang telah diolah atau
diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk
meningkatkan pengetahuan dalam mendukung pembangunan kesehatan.
Departemen Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang
ditandai dengan penduduknya yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat sendiri, serta ditandainya
adanya peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah dalam upaya upaya
kesehatan. Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut,
infrastruktur pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari
tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit
infrastruktur pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan
kesehatan menuju pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut
memiliki sistem kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan
dasar di desa dan kecamatan sampai ke tingkat nasional.
Jaringan sistem pelayanan kesehatan tersebut memerlukan sistem informasi
yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program
kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,
difahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan
telah membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang
melingkupi sistem jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke

pusat. Namun demikian dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS


belum berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali
dibangunnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor
kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu
dengan sistem jaringan informasi pemerintah daerah dan jaringan informasi di pusat
(Sanjoyo, 2007).
Didalam pasal 2 PP No. 46 Tahun 2014, Pengaturan Sistem Informasi
Kesehatan ini bertujuan untuk:

menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses

terhadap

yang

Informasi

Kesehatan

bernilai

pengetahuan

serta

dapat

dipertanggungjawabkan ; memberdayakan peran serta masyarakat, termasuk


organisasi profesi dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan ; dan
mewujudkan penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan dalam ruang lingkup
sistem kesehatan nasional yang berdaya guna dan berhasil guna terutama melalui
penguatan kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan.

2.2 Data dan Informasi Kesehatan


Informasi Kesehatan terdiri atas:
a. Informasi upaya kesehatan;
b. Informasi penelitian dan pengembangan kesehatan;
c. Informasi pembiayaan kesehatan;
d. Informasi sumber daya manusia kesehatan;
e. Informasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;
f. Informasi manajemen dan regulasi kesehatan; dan
g. Informasi pemberdayaan masyarakat.
Penyimpanan Data dan Informasi Kesehatan dilakukan paling singkat 10
(sepuluh) tahun untuk Data dan Informasi Kesehatan nonelektronik dan paling
singkat 25 (dua puluh lima) tahun untuk Data dan Informasi Kesehatan elektronik
sesuai jadwal retensi arsip. Bupati/walikota dan pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat pertama dan tingkat kedua membangun jaringan Sistem
Informasi Kesehatan daerah untuk komunikasi Data dan Informasi Kesehatan skala
kabupaten/kota secara elektronik.

Setiap orang dilarang menyebarluaskan Data dan Informasi Kesehatan kepada


publik berupa:
a. Salinan kartu pengguna Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau bukti identitas lain;
b. Riwayat kesehatan;
c. Tagihan dan bukti pembayaran biaya penggunaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
d. Hasil pemeriksaan diagnostik;
e. Data dan informasi terkait kegiatan penelitian, meliputi:
1. Data

identitas

subyek

penelitian,

baik

individu,

kelompok

individu/masyarakat;
2. Data dan informasi hasil penelitian dan/atau kajian yang apabila dibuka
untuk umum akan merugikan subyek, meresahkan masyarakat dan/atau
mengancam keamanan negara;
3. Data dan informasi hasil penelitian yang secara etika atau hasil kesepakatan
dengan subyek penelitan bersifat rahasia atau dirahasiakan;
4. Data dan informasi yang masih dalam proses penelitian, pengolahan
dan/atau penyelesaian;
f. Data dan informasi hasil penelitian yang masih dalam proses pengajuan hak
kekayaan intelektual.
Penggunaan Informasi Kesehatan wajib menaati ketentuan tentang
kerahasiaan informasi; dan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Dinkes Pasuruan, 2014).

2.2.1

Pengumpulan Data

2.2.1.1 Standar Data


Standar data merupakan dataset minimal yang harus ada pada suatu sistem
informasi sehingga dapat menghasilkan keseragaman informasi dari berbagai
sistem informasi yang ada. Oleh karena itu, semua sistem informasi kesehatan di
Indonesia harus menggunakan dataset dan kode standar yang telah ditetapkan agar
data dari sistem yang sudah dikembangkan dapat dikirim dan diintegrasikan dengan
Bank Data Kesehatan Nasional. Dataset minimal untuk masing-masing fasilitas
kesehatan akan dibahas pada petunjuk teknis (Kemenkes, 2011).

2.2.1.2 Petugas Data


Hal yang saat ini sering dibicarakan sehubungan dengan pengelolaan SIK
adalah mengenai kebijakan penambahan tenaga khusus pengelola SIK pada fasilitas
kesehatan baik itu yang masih manual maupun komputerisasi. Dapat pula
memberdayakan tenaga medis yang bertugas memberikan pelayanan dan mencatat
data di dalam SIK manual (berbasis kertas) untuk menjadi tenaga pengelola SIK,
karena tenaga medis yang memberikan pelayanan lebih tahu data yang harus dicatat
dengan akurat. Bila proses pencatatan bisa diintegrasikan dengan proses kerja
(khususnya melalui pemanfaatan TIK), hal ini tidak akan menjadi beban dan dapat
membantu dalam pengambilan keputusan. Diupayakan dibentuk tim pengelola
SIK/data yang terdiri dari staf dengan kompetensi pengelolaan SIK dan TIK Dalam
proses implementasi SIK komputerisasi, waktu transisi dari sistem manual ke
sistem komputerisasi menambah beban karena sistem manual dan sistem komputer
harus dijalankan secara bersamaan. Maka disarankan proses transisi harus pendek
dan migrasi ke sistem komputerisasi penuh harus disegerakan agar beban data entri
ganda ini tidak diperpanjang. Setelah transisi selesai, sistem manual harus segera
dihentikan apabila sudah dikonfirmasi bahwa sistem komputerisasi sudah berjalan
dengan bagus. Ini sering menjadi risiko tinggi di dalam proses implementasi dimana
petugas medis diharuskan memakai 2 sistem (dan kerja ganda) dalam jangka waktu
yang terlalu lama sehingga mereka akhirnya meninggalkan sistem komputerisasi
baru dan tetap memakai sistem manual. Rekomendasi untuk waktu transisi adalah
maksimal 1 bulan (Kemenkes, 2011).

2.2.1.3 Kualitas Data


Prinsip kualitas data berhubungan dengan kelengkapan, keakuratan,
konsistensi dan ketepatan waktu. Data yang berkualitas harus dapat diandalkan
(reliable) dan bermanfaat. Agar data dapat diandalkan harus tepat waktu (up to
date) dan relevan. Data akan bermanfaat apabila sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya (Objektif), mewakili objek yang diteliti/diamati (Representatif) dan
mengandung sedikit kesalahan (minimum error). Hal ini menjadi tanggungjawab
semua petugas data entri, pengelola data dan kepala fasilitas pelayanan untuk
memastikan bahwa data yang tercatat di dalam SIK berkualitas tinggi. Untuk

memastikan bahwa kualitas data tersebut valid, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah dengan melakukan Quality Assurance. Quality assurance adalah proses
pemeriksaan dan pengumpulan informasi mengenai data pada sumber data untuk
menemukan inkonsistensi dan anomali lainnya dan melakukan pembersihan data aktivitas
untuk meningkatkan kualitas data. Misal semua pencatat harus melakukan pengecekan
sebelum data di entri/dicatat. Langkah kedua adalah dengan melakukan Quality Control,
yaitu proses pengawasan dan pemeriksaan terhadap kualitas data yang dihasilkan dari suatu
aplikasi sistem. Kegiatan ini dilakukan setelah proses validasi data, misalnya dengan
dengan cara verifikasi data secara rutin terhadap laporan yang dihasilkan, dimana bila
terdapat kesalahan, harus segera diinformasikan kepada petugas entri data untuk diperbaiki.
Indikator data yang berkualitas (Kemenkes, 2011).

1. Akurat: data yang tersimpan nilainya benar (nama cocok dengan


alamatnya).
2. Konsisten: nilai sebuah field data akan sama semua dalam berbagai berkas
(field produk A dengan kode 123, akan selalu sama kodenya di setiap berkas
lain).
3. Tidak Redundan: tidak boleh ada data yang sama disimpan di tempat yang
berbeda dalam satu sistem.
4. Lengkap: tidak ada nilai atribut salah yang diberikan dalam sistem.

Survey Kualitas Data Survey adalah metoda pengumpulan data melalui


instrumen (kuesioner dan wawancara) yang bisa merekam tangapan-tanggapan
responden dalam sebuah sampel penelitian. Dalam survei ada 5 tahap yangharus
dilakukan, yaitu:
1. Tahap pertama terdiri dari: mengembangkan hipotesis, memutuskan jenis
survei

(Surat,

wawancara,

telepon),

menulis

pertanyaan

survey,

menentukan kategori respons, mendesain lay out.


2. Tahap kedua: merencanakan penyimpanan data dan melakukan pilot test.
3. Tahap ketiga: menentukan target populasi, menentukan batasan sampel,
menentukan jumlah sampel dan memilih sampel.
4. Tahap keempat merupakan tahapan penting yaitu: menentukan lokasi
responden, melakukan wawancara dan merekam data secara hati-hati.

5. Tahap kelima: memasukkan data ke dalam komputer, melakukan cek ulang


data dan melakukan analisis statistik.
6. Tahap keenam: menjelaskan metode dan temuan dalam laporan,
mempresentasikan temuan pada publik untuk mendapatkan evaluasi.

Keenam tahapan dalam survei itu harus dilakukan untukmemperoleh data


yang akurat. Untuk menjaga kualitas data yang dihasilkan harus dilakukan
pencatatan sesuai dengan form yang disediakan dan data yang telah dicatat dicek
kebenarannya. Untuk yang menggunakan sistem terkomputerisasi data harus dientri
sesuai dengan form yang disediakan, sebelum data disimpan harus dicek ulang
validitasnya. Dan bila menggunakan data bersumber dari hasil survey, perlu
dipertimbangkan apakah yang mengeluarkan data tersebut dapat dipercaya atau
tidak (Kemenkes, 2011).

2.2.2

Pengolahan Data

2.2.2.1 Keamanan Data dan Kerahasiaan Data


Keamanan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk
berjalannya SIK secara berkesinambungan, terutama data maupun informasi yang
menyangkut data pasien yang sangat sensitif dan pribadi. Semua pengelola SIK
harus memberi perhatian khusus terhadap praktik-praktik yang dapat mengganggu
keberlangsungan SIK. Untuk dapat menangani serta meningkatkan keamanan
sistem maka kemampuan teknis para pengelola SIK nya harus ditingkatkan. Para
pengelola SIK harus menjamin keamanan, baik dari segi keamanan fisik maupun
keamanan sistem.
Keamanan SIK dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
1. Keamanan yang bersifat fisik; termasuk akses orang ke gedung peralatan dan
media yang digunakan..
2. Keamanan yang berhubungan dengan orang (personel)
3. Keamanan dari data dan media serta teknik komunikasi
4. Keamanan dalam operasional; adanya prosedur yang digunakan untuk
mengatur dan mengelola sistem.

Melihat dari klasifikasi diatas maka kita perlu untuk memperhatikan aspekaspek dari keamanan sistem yang meliputi:
1. Privasi Pasien
Privasi ini bertujuan untuk menjaga data maupun informasi dari orang yang
tidak berhak mengakses data, lebih kearah data-data yang bersifat privat.
Kerahasian berhubungan dengan data maupun informasi yang diberikan kepada
pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya diperbolehkan digunakan untuk
keperluan tertentu tersebut, dengan kata lain data maupun informasi harus dapat
diproteksi dalam penggunaannya dan penyebarannya (Kemenkes, 2011).
a. Manual : Petugas yang berhak mengakses data pasien mengikut kebijakan
yang berhak akses; Penyimpanan data pasien harus di dalam ruangan yang
terkunci dan tidak semua orang bisa mengakses; Data pasien tidak boleh
dibawa oleh yang tidak berhak.
b. Elektronik : Hak akses ke dalam sistem yang memiliki informasi pasien
mengikut kebijakan yang berhak akses; Harus di siapkan antivirus dan
firewall supaya sistem penyimpanan data pasien tidak bisa di hack ;
Pengiriman secara elektronik nama pasien harus dienkripsi

Di dalam model SIK yang berbasis komputerisasi, data yang bisa


mengidentifikasikan pasien seperti:
a. Nama
b. Alamat (alamat jalan, bukan Desa atau Kabupaten)
c. Nama keluarga
Hanya bisa disimpan di dalam fasilitas pelayanan saja. Data ini tidak boleh
dikirim bersama data lain yang dilaporkan ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam
sistem pelaporan disaggregat atau individu.

2. Kontrol Akses
Merupakan cara pengaturan akses terhadap data maupun informasi
berhubungan dengan masalah keaslian dan juga privasi, biasanya dengan
menggunakan kombinasi user id/password ataupun dengan metode lainnya.

10

3. Ganguan Keamanan Lainnya


Berbagai gangguan yang mungkin menjadi ancaman bagi SIK dan juga data
yang tersimpan, antara lain:
a. Bencana - Berbagai bencana alam seperti banjir, gempa, kebakaran, dan lain
lain.
b. Sabotase - Dapat terjadi selama tahap implementasi ketika pengguna
diperkenalkan dengan sistem baru maupun ketika sistem telah berjalan.
Alasan untuk sabotase bisa beragam, mulai dari ketidaksukaan/penolakan
pada sistem sampai pada perlindungan kepentingan sendiri. \
c. Kondisi fisik dan infrastruktur - Kerusakan juga bisa terjadi pada peralatan
TI karena penyimpanan fisik dan lingkungan operasi. Komputer dan
perangkat lain harus beroperasi dalam lingkungan yang aman seperti jauh
dari sinar matahari langsung, menghindari kelembaban yang berlebihan
(seperti kebocoran pipa) dan sering dibersihkan dari debu.
d. Hacker/Peretas Sistem - Hacker dengan niat jahat dapat membahayakan
sistem komputer dari jarak jauh melalui konektivitas internet dan sistem
jaringanp erangkat lunak.
e. Software Berbahaya - Virus, Trojan Horse dan Worm adalah perangkat
lunak berbahaya yang paling umum yang menimbulkan risiko potensial
terhadap sistem dan data. Risiko ini sering tersembunyi dan berjalan di latar
belakang sistem komputer tanpa disadari si pengguna. Hal dapat berpotensi
menghapus total sistem aplikasi komputer dan data (Kemenkes, 2011).

2.2.2.2 Pengamanan SIK


Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk antisipasi terhadap
ancaman-ancaman yang mungkin terjadi :

1.

Antivirus dan Firewall


Pemasangan antivirus pada komputer merupakan langkah utama yang harus

dilakukan untuk pertahanan. Personil TI yang bertugas menjaga sistem harus


memastikan bahwa semua komputer memiliki perangkat lunak antivirus dan yang
rutin diperbarui secara online dengan file definisi virus yang terbaru. Untuk manajer

11

TI yang menangani jaringan menengah sampai besar seperti di rumah sakit,


pemutakhiran antivirus dapat dilakukan secara terpusat dan dikendalikan secara
otomatis oleh sistem. Firewall jaringan merupakan unsur penting lainnya untuk
pencegahan terhadap akses yang tidak sah dari luar. Hal ini sangat penting karena
jaringan yang terhubung ke internet yang selalu rentan terhadap ancaman. Sebuah
jaringan profesional yang berpengalaman dengan keamanan jaringan memerlukan
pemeliharaan dan update terus menerus pada kebijakan keamanan jaringan fasilitas
kesehatan itu (Kemenkes, 2011).

2. Keamanan Fisik
Pengamanan perangkat IT secara tradisional dapat dilakukan melalui
pemasangan kunci dan pintu. Selain itu penempatan petugas penjaga kemanan
diperlukan untuk mencegah terjadinya pencurian. Semua peralatan komputer yang
berharga harus disimpan dalam ruangan dan akses ke ruangan tersebut harus
diawasi. Perangkat TI bergerak/mobile yang rentan terhadap pencurian harus
ditandai dan dijaga ketat.

3. Sistem dan Akses Data


Pengendalian Sistem dan akses data dapat dilakukan melalui penentuan hak
akses pengguna terhadap sistem. Hak akses harus diberikan kepada pengguna yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan yang berbeda. Misalnya, seorang staf di bagian
keuangan tidak boleh diberikan akses terhadap catatan medis dari pasien, yang
boleh mendapatkan akses hanya oleh staf klinis. Hak-hak akses harus ditentukan
oleh ID login individu dan ID unik pengguna dan password. Staf juga harus dididik
tentang pentingnya menjaga ID login dan password rahasia untuk mencegah
pencurian identitas. Sistem juga harus dilengkapi dengan fasilitas pencatatan
otomatis setiap pengguna yang mengakses sistem, sehingga bila terjadi kesalahan
dapat ditelusuri dengan mudah. Selain itu langkah lainnya adalah dengan meminta
kepada pengguna untuk mengubah password secara berkala untuk menjaga
keamanan sistem. Untuk sistem manual, data yang disimpan di dalam map dan
kertas harus diamankan dan tidak bisa diakses oleh orang yang tidak

12

berkepentingan. Map/ berkas pasien hanya dapat diakses oleh petugas medis yang
telah ditentukan.

4. Pengamanan Fisik, Hardware (Perangkat Keras) & Software


Pengamanan terhadap perangkat keras dan aplikasi sistem dapat dilakukan
dengan cara menghindari penggunaan perangkat data eksternal seperti
USB/Flashdisk, yang beresiko dalam memasukkan virus kedalam sistem yang akan
merusak data. Manajer IT disarankan untuk melepas semua perangkat penghubung
perangkat data eksternal sehingga dapat menghindari pemasangan aplikasi software
yang tidak diperlukan yang dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan
jaringan secara keseluruhan. Hal ini seharusnya menjadi kebijakan fasilitas
kesehatan dimana tidak boleh ada software tambahan seperti game atau musik /
video diinstal ke komputer di tempat kerja. Selain itu, persyaratan TI harus
tercermin dalam perencanaan ruangan. Beberapa aturan dasar yang harus
diterapkan seperti tidak menempatkan pipa air di atas ruang komputer server dan
lokasi jauh dari jendela dan harus ada AC dalam ruangan harus diterapkan
(Kemenkes, 2011).

2.2.2.3 Penyimpanan Data


Data storage adalah suatu tempat/alat dimana data-data disimpan, dimana
kumpulan berbagai data tersimpan secara terorganisir berdasarkan subjek-subjek
utama (misal pasien, penyakit), terintegrasi (dibangun dengan menggabungkan data
yang berbeda), menyediakan informasi dari segi perspektif historis, dan nonvolatile
dimana setiap kali ada perubahan data akan ditampung setiap waktu dalam
mendukung proses pembuatan keputusan. Tanggungjawab semua pemangku
kepentingan adalah untuk memastikan semua data disimpan secara teratur dan bisa
diakses kapan saja.
a. Penyimpanan data kesehatan secara manual adalah berbasis kertas. Untuk
tempat penyimpanan data harus ditempat yang aman dari gangguan secara
fisik, misal, harus disimpan di dalam lemari atau kamar yang terkunci,
dimana hanya orang yang berwenang saja yang bisa mengakses.

13

b. Arsip data kesehatan berbasis kertas harus disimpan sekurang-kurangnya


untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan lebih dari itu dapat dimusnahkan.
c. Pada saat peralihan dari manual ke komputerisasi suatu institusi, data
kesehatan yang diarsip menggunakan kertas dan selain itu data kesehatan
dientrikan menggunakan komputer disimpan dalam storage.
d. Rekam medis wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2
(dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat untuk sarana
pelayanan kesehatan non rumah sakit, dan 5 (lima) tahun untuk pasien rawat
inap terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan, rekam
medis dapat dimusnahkan setelah batas waktu dilampaui (Kepmenkes
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008).
e. Dalam Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 06 Tahun 2005 tentang
Petunjuk

teknis,

Perlindungan,

Pengamanan

dan

Penyelamatan

Dokumen/Arsip Vital Negara disebutkan bahwa rekam medis merupakan


arsip vital. Arsip vital harus memperoleh perlindungan khusus terutama dari
kemungkinan musnah, hilang atau rusak yang diakibatkan oleh bencana.
Untuk institusi yang sudah komputerisasi tempat penyimpanan data
kesehatan berada pada server. Dan bila institusi yang sudah menggunakan
sistem yang lebih canggih, data di simpan pada tempat penyimpanan yang
mempunyai

sistem

terkomputersisasi

tersendiri.

Data

kesehatan

terkomputerisasi yang disimpan di dalam server harus menyala dan bisa


diakses hingga 10 tahun. Dan harus diingat pada waktu pembelian tempat
penyimpanan data, dipastikan kapasitasnya cukup untuk menampung data
selama 10 tahun. Selain itu, data harus diarsip (masih disimpan dan belum
dihapuskan) di dalam tempat penyimpanan data offline (seperti CD, DVD),
backup data harus dijalankan setiap hari pada akhir hari kerja. Detail
lengkap mengenai Backup sistem terdapat di dalam sub bab di bawah.
Pengiriman Data Terkait Kesehatan Informasi yang bersumber dari luar
fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan) akan dimintakan langsung dari
sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam Bank Data
Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi

14

kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari Bank Data Kesehatan
Nasional melalui website Kemenkes.

2.3

Penyajian, Deminasi dan Pemanfaatan Data dan Informasi


Tujuan akhir dari pengembangan sistem informasi adalah penyajian data

dan informasi untuk mendukung kegiatan pengambilam keputusan dan penetapan


kebijakan. Setiap pengelolaan SIK, baik itu yang masih bersifat manual maupun
komputerisasi wajib melakukan pelaporan sesuai dengan standar dataset minimal
yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Namun informasi/laporan yang
dihasilkan SIK tidak terbatas hanya pada kebutuhan pimpinan/organisasi,
melainkan juga tergantung pada kebutuhan untuk manajemen kesehatan. Dalam
rangka penyajian informasi diperlukan analisis sesuai dengan kebutuhan informasi
di setiap level dalam organisasi. Terdapat empat jenis analisis data yang dapat
digunakan untuk menganalisis data, yaitu:
a. Analisis Deskriptif, menggambarkan/menjelaskan data yang terdapat dalam
tabel sesuai karakteristik data yang ditampilkan, termasuk angka rata-rata,
angka minimum dan maksimum. Misalnya nilai rata-rata cakupan imunisasi
bayi, kisaran cakupan imunisasi bayi.
b. Analisis Komparatif, menjelaskan data dengan membandingkan karakteristik
data wilayah yang satu dengan wilayah lainnya atau perbandingan data antar
waktu, antar jenis kelamin, antar kelompok umur. Secara khusus, dengan
tersedianya data kesakitan yang terpilah menurut jenis kelamin, dapat
dikomparasikan derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya
kesehatan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya perbandingan prevalensi
gizi buruk pada balita laki-laki dan perempuan.
c. Analisis Kecenderungan, menjelaskan data dengan membandingkan data antar
waktu dalam periode yang relatif panjang. Misalnya kecenderungan jumlah
penderita DBD selama lima tahun terakhir.
d. Analisis Hubungan, menjelaskan hubungan/keterkaitan antara variabel yang
satu dengan variabel lainnya. Misalnya cakupan K4 pada ibu hamil dengan
cakupan pertolongan K4 oleh tenaga kesehatan dan kunjungan neonatal serta
ibu nifas.

15

Penyajian Data dan Informasi


Informasi/laporan disajikan dalam bentuk yang paling cocok sesuai dengan
tipe data sehingga mudah dipahami oleh pengguna. Cara penyajian data dan
informasi antara lain
1. Tabulasi Penyajian hasil pengolahan data dalam bentuk tabel atau
kolom dan baris. Kebanyakan laporan adalah disajikan dalam bentuk ini.
2. Diseminasi -- Diseminasi data bisa dilakukan dengan menggunakan
berbagai jenis media. Pada wilayah yang masih menerapkan SIK
manual, informasi harus dikompilasi terlebih dahulu sebelum disajikan
dalam bentuk laporan kertas (berbentuk lembaran atau buku). Bila harus
disajikan kepada umum, laporan kertas tersebut juga dapat disajikan di
papan informasi. Selain itu laporan kertas tersebut dapat dikirimkan
langsung ke pengguna. Pada wilayah yang sudah menerapkan SIK
komputerisasi dapat menghasilkan informasi yang lebih bervariasi
seperti tampilan pada layar komputer (baik komputer di tempat/jaringan
lokal, atau dimana saja melalui jaringan yang terhubung dengan
internet), dan memudahkan dalam pengolahan lebih lanjut mudah
dengan mentransfer ke program pengolahan data lainnya seperti
Microsoft Excel. Informasi yang didiseminasikan bisa juga dicetak
apabila diperlukan.
3. Pemanfaatan -- Informasi yang dihasilkan tidak terbatas sebagai laporan
saja. Informasi yang disajikan harus dianalisis lebih lanjut dan dipakai
dalam proses kerja harian para pimpinan/pengambil keputusan.
a. Pelayanan kesehatan: perlu tidaknya pelaksanaan fogging harus
berdasarkan laporan kunjungan pasien DBD, pengadaan obat harus
berdasarkan laporan sisa stok obat.
b. Dinas kesehatan: keputusan untuk peningkatan status puskesmas
dari non perawatan menjadi perawatan, harus dilakukan berdasarkan
informasi jumlah penduduk, laporan kunjungan pasien dan
informasi lokasi (jarak puskesmas ke RS dan fasilitas transportasi)
(Kemenkes, 2011).

16

2.4 Indikator Kesehatan


Indikator kesehatan merupakan variabel untuk membantu mengukur
perubahan-perubahan terhadap derajat kesehatan, masalah kesehatan, sumber daya
kesehatan, dan kinerja upaya kesehatan, serta yang terkait dengan kesehatan.
Penyusunan indikator kesehatan harus memenuhi persyaratan penyusunan
indikator secara umum, yaitu sederhana (simple), dapat diukur (measurable),
bermanfaat (attributable), dapat dipercaya (reliable), dan tepat waktu (timely).
Penyusunan indikator kesehatan dapat disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain
angka rata-rata (mean, median, modus), persentase atau proporsi, rasio, rate, dan
angka komposit atau indeks. Sedangkan penetapan indikator kesehatan mengacu
pada indikator kesehatan yang ditetapkan instansi yang lebih tinggi. Indikator
kesehatan terdiri atas indikator kesehatan nasioanl, indikator kesehatan provinsi,
dan indikator kesehatan provinsi/kota. Indikator kesehatan nasional meliputi
indikator kesehatan yang disepakati global dan indikator kesehatan yang disepakati
nasional. Daftar indikator kesehatan nasional terdapat pada Millenium Development
Goals (MDGs), indikator kesehatan global, dan RPJMN 2010-2014.

2.5 Proses Keamanan dan Kerahasiaan Sebuah Informasi


2.5.1

Keamanan Data
Keamanan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk

berjalannya sistem informasi kesehatan secara berkesinambungan, terutama data


maupun informasi yang menyangkut data pasien yang sangat pribadi. Untuk dapat
menangani serta meningkatkan keamanan sistem, maka kemampuan teknis para
pengelola sistem informasi kesehatan harus ditingkatkan. Para pengelola sistem
informasi kesehatan harus menjamin keamanan, baik dari segi fisik maupun sistem.
Keamanan sistem informasi kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu;
1) Keamanan yang bersifat fisik, termasuk akses orang ke gedung peralatan dan
media yang digunakan.
2) Keamanan yang berhubungan dengan orang.
3) Keamanan dari data dan media serta teknik komunikasi.

17

4) Keamanan dalam operasional, adanya prosedur yang digunakan untuk


mengatur dan mengelola sistem.
Sedangkan aspek-aspek yang berhubungan dengan keamanan data informasi
kesehatan meliputi:
1) Privasi pasien
Privasi pasien bertujuan untuk menjaga data maupun informasi dari orang yang
tidak berhak mengakses data. Data maupun informasi pasien harus dapat
diproteksi dalam penggunaannya dan penyebarannya.
2) Kontrol akses
Merupakan cara pengaturan akses terhadap data maupun informasi
berhubungan dengan masalah keaslian dan juga privasi, biasanya dengan
menggunakan kombinasi user id/password ataupun dengan metode lainnya.
3) Gangguan keamanan lainnya
Beberapa gangguan lain yang mungkin menjadi ancaman bagi sistem informasi
kesehatan dan data yang tersimpan, antara lain:
a. Bencana, berbagai bencana alam seperti banjir, gempa, kebakaran dapat
merusak maupun memusnahkan data informasi kesehatan.
b. Sabotase, data terjadi selama tahap implementasi ketika pengguna
diperkenalkan dengan sistem baru maupun ketika sistem telah berjalan.
c. Kondisi fisik dan infrastruktur, kerusakan juga terjadi pada peralatan TI
karena penyimpanan fisik dan lingkungan operasi
d. Hacker / peretas sistem, hacker dengan niat jahat dapat membahayakan
sistem komputer dari jarak jauh melalui konektivitas internet dan sistem
jaringan perangkat lunak.
e. Software berbahaya, virus, trojan horse, dan worm adalah perangkat lunak
berbahaya yang paling umum yang menimbulkan resiko potensial terhadap
sistem dan data.
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk antisipasi terhadap ancaman-ancaman
yang mungkin terjadi:
1) Antivirus dan Firewall
Pemasangan antivirus pada komputer merupakan langkah utama yang harus
dilakukan untuk pertahanan. Personil teknologi informasi yang bertugas

18

menjaga sistem harus memastikan bahwa semua komputer memiliki perangkat


lunak antivirus dan yang rutin diperbarui untuk menjaga keamanan data dari
ancaman virus. Keamanan menggunakan antivirus yang terdapat di dalam
perusahaan dapat dilakukan secara terpusat dan dikendalikan secara otomatis
oleh sistem. Firewall jaringan merupakan unsur penting lainnya untuk
pencegahan terhadap akses yang tidak sah dari oknum tidak bertanggung
jawab. Hal ini sangat penting karena jaringan yang terhubung dengan internet
dapat diakses dengan mudah oleh siapapun sehingga rentan terhadap ancaman.
Sebuah jaringan profesional yang berpengalaman dengan keamanan jaringan
memerlukan pemeliharaan dan kebijakan keamanan jaringan terhadap jaringan
kesehatan tersebut.
2) Keamanan Fisik
Pengamanan perangkat IT secara tradisional dapat dilakukan melalui
pemasangan kunci dan pintu. Selain itu penempatan petugas penjaga keamanan
diperlukan untuk mencegah terjadinya pencurian. Semua peralatan komputer
yang berharga harus disimpan dalam ruangan dan akses ke ruangan tersebut
harus diawasi. Perangkat TI bergerak/mobile yang rentan terhadap ancaman
pencurian data harus diawasi dan dijaga ketat.
3) Sistem dan Akses Data
Pengendalian sistem dan akses data dapat dilakukan melalui penentuan hak
akses pengguna terhadap sistem. Hak akses diantara pengguna harus dibedakan
sesuai kebutuhan pengaksesan. Hak akses harus ditentukan oleh ID login dan
ID unik pengguna dan password. Kerahasisaan id login dan password harus
dijaga demi mencegah pencurian data. Sistem harus dilengkapi dengan fasilitas
pencatatan otomatis setiap pengguna yang mengakses sistem, sehingga bila
terjadi kesalahan dapat ditelusuri dengan mudah. Untuk sistem manual, data
yang disimpan dalam map dan kertas harus diamanankan dan diberlakukan
akses terbatas, sehingga hanya dapat diakses orang yang berkepentingan
tertentu untuk menjaga kerahasiaan data.
4) Pengamanan Fisik, Hardware & Software
Pengamanan terhadap perangkat keras dan aplikasi sistem dapat dilakukan
dengan cara menghindari penggunaan perangkat data eksternal seperti

19

USB/flashdisk, yang beresiko dalam memasukkan virus kedalam sistem yang


akan merusak data. Selain itu, ruangan disekitar hardware dan software harus
dijaga keamanan yang tercermin dalam perencanaan ruangan. Beberapa aturan
dasar yang harus diterapkan seperti tidak menempatkan pipa air di atas ruangan
komputer server dan lokasi jauh dari jendela dan harus ada AC dalam ruangan.

2.6 Keadaan Sumber Daya Manusia Berkaitan dengan SIK


Sumber daya merupakan komponen penting dalam keberhasilan suatu
sistem. Sumber daya terdiri dari berbagai komponen, yaitu kebijakan, organisasi,
pendanaan, sumber daya manusia dan infrastruktur atau perangkat yang digunakan.
Dalam rangka menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik, perlu dibentuk tim
akreditasi sistem informasi kesehatan. Tim akreditasi ini merupakan unit
independen yang akan menilai tingkat kesesuaian dengan pedoman sistem
informasi kesehatan setiap fasilitas kesehatan. Berikut ini merupakan berbagai
komponen sumber daya sistem informasi kesehatan:
1) Pendanaan
Dukungan kebijakan pendanaan kesehatan menurut UU Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan merupakan peluang yang baik dalam rangka memperkuat
pendanaan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Semua pemangku
kepentingan bertanggungjawab merencanakan pendanaan untuk upaya
pembangunan, operasional dan pemeliharaan terkait sistem informasi
kesehatan. Setiap tahun Kementrian Kesehatan akan mengalokasikan dana
untuk inisiatif penguatan SIK sesuai road map SIK. Pemerintah daerah juga
mengalokasikan dana khusus untuk pengelolaan SIK mengacu pada road map
SIK. Pendanaan SIK harus memperhitungkan beberapa hal, yaitu penyusunan
kebijakan, pengadaan infrastruktur, sumber daya manusia, pengelolaan
operasional dan pemeliharaan data dan informasi termasuk bankdata dan
diseminasi informasi, bahan operasional habis pakai, monitoring dan evaluasi.
2) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mutlak diperlukan dalam operasional sistem informasi
kesehatan. Sumber daya manusia diperlukan sebagai pengelola sistem

20

informasi kesehatan. Terdapat syarat yang diperlukan sumber daya manusia


sebagai pengelola sistem informasi kesehatan, yaitu harus mampu memahami:
a. Kebijakan dan manajemen SIK
b. Kebijakan program kesehatan
c. Indikator kesehatan
d. Istilah-istilah kesehatan
e. Aspek klinis
f. Epidemiologi penyakit
Setiap pengelola SIK harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
secara berkala, secara formal (institusi pendidikan) dan atau secara informal
(seminar, konferensi, workshop), dan atau menjadi anggota organisasi profesi.
Unit pengelola SIK harus mempunyai standar prosedur operasional (SPO) yang
menjelaskan setiap peran dan tugas. SPO diperlukan sebagai rujukan dalam
pelaksanaan tugas pengelola SIK. Hal ini cukup penting terutama pada saat
terjadi pergantian petugas. Selain itu perlu dilakukan alih pengetahuan
(transfer

knowledge)

kepada

petugas

pengganti.

Untuk

menjamin

kelangsungan SIK, petugas atau pengelola SIK tidak dialihtugaskan sekurangkurangnya dalam 3 tahun, kecuali alasan tertentu seperti promosi jabatan.
3) Infrastruktur
Infrastruktur yang mendukung sistem sangat penting untuk kesuksesan
pelaksanaan SIK. Pengelolaan SIK dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Infrastruktur pengelolaan SIK manual
Komponen infrasktruktur pengelolaan SIK manual antara lain:
a) Pencatatan
Untuk melaksanakan proses pencatatan diperlukan alat tulis kantor
yang sesuai dan memadai. Media pencatatan dapat berupa formulir
yang ditentukan dan memastikan formulir ini ada pada saat dibutuhkan.
b) Penyimpanan
Penyimpanan

berkas

dan

dokumen

menggunakan

peralatan

penyimpanan khusus. Pemilihan peralatan penyimpan tergantung pada


jenis, media, dan ukuran arsip. Namun demikian secara umum
peralatan tersebut memiliki karakteristik tidak mudah terbakar dan

21

kedap air. Penggunaan sistem keamanan ruang penyimpanan berkas


atau dokumen seperti pengaturan akses, pengaturan ruang simpan,
penggunaan sistem alarm dapat digunakan untuk mengamankan arsip
dari bahaya pencurian, sabotase, penyadapan dan lain-lain.
c) Diseminasi
Untuk penyajian informasi, biasanya berupa cetakan sajian data.
Penyajian informasi dapat juga melalui media papan informasi.
b. Infrastruktur pengelolaan SIK komputerisai
Komponen infrasktruktur pengelolaan SIK komputerisasi antara lain:
a) Jaringan komputer
Jaringan komputer terdiri dari Local Area Network (LAN) dan Wide
Area Network (WAN). Keduanya diperlukan dalam desain SIK
komputerisasi di Indonesia.
b) Perangkat keras
Beberapa perangkat keras yang diperlukan dalam pengelolaan SIK
komputerisasi yaitu server, komputer, keyboard dan mouse, barcode
reader, printer, uninterrupted power supply (UPS), document scanners.
c) Konektivitas
SIK komputerisasi akan lebih cepat dan akurat dalam penyampaian
informasi bila terdapat koneksi internet antar semua tingkatan
manajemen kesehatan. Data terpilah dari rumah sakit dan puskesmas
dapat cepat untuk dikompilasi dan eskalasi lebih lanjut dengan koneksi
internet. Dan pada akhirnya, data yang dikompilasi dapat diakses oleh
seluruh lapisan pengambil keputusan dalam sistem kesehatan.
d) Suplai listrik
Listrik merupakan komponen yang penting dari SIK komputerisasi dan
akan menimbulkan masalah dalam operasional terutama di daerah
pedesaan. Maka dari itu diperlukan cadangan listrik selama di fasilitas
kesehatan untuk menyediakan suplai listrik bila terjadi masalah.
e) Penyimpanan berkas atau dokumen
Pemilihan peralatan simpan tergantung pada jenis, media, dan ukuran
berkas atau dokumen termasuk dokumen elektronik. Namun demikian

22

secara umum peralatan tersebut memiliki karakteristik tidak mudah


terbakar, kedap air, dan bebas medan magnet utnuk jenis arsip berbasis
magnetik/elektronik. Penggunaan sistem keamanan ruang penyimoan
berkas atau dokumen seperti pengaturan akses, pengaturan ruang
simpan,

penggunaan

sistem

alarm

dapat

digunakan

untuk

mengamankan arsip dari bahaya pencurian, sabotase, dan penyadapan.


f) Komponen infrastruktur lainnya
Komponen infrastruktur yang juga penting yaitu ruang kerja. Ruang
kerja harus diatur agar petugas nyaman dalam bekerja, dengan
memperhatikan jumlah dan penempatan petugas dalam satu ruangan,
perangkat komputer diatur sedemikian rupa agar ruangan tidak sempit
dan efisien.

2.7 Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan


Pengembangan sistem informasi kesehatan dilakukan melalui kegiatan
perencanaan sistem, analisis sistem, perancangan sistem, pengembangan perangkat
lunak, penyediaan perangkat keras, uji coba sistem, implementasi sistem, serta
pemeliharaan dan evaluasi sistem. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan berdasarkan
hasil pengkajian dan penelitian (Depkes RI, 2014).
Pengelola sistem informasi kesehatan dapat dilakukan kerja sama dengan
pihak ketiga yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, guna pengembangan sistem informasi kesehatan dengan ketentuan:
(Depkes RI, 2014)
a.

Hak kekayaan intelektual atas sistem elektronik kesehatan dipegang oleh


pengelola sistem informasi kesehatan; dan

b.

Kode sumber dari program komputer yang dibuat oleh sumber daya manusia
eksternal tersebut harus diserahkan dan disimpan oleh pengelola sistem
informasi kesehatan.
Dalam hal sumber daya manusia internal belum memadai untuk mengelola

sistem informasi kesehatan, pengelola sistem informasi kesehatan dapat melakukan


kerja sama dengan sumber daya manusia eksternal, dengan ketentuan sebagai
berikut:

23

a. Penyimpanan dan pengendalian akses data dan informasi kesehatan dilakukan


oleh pengelola sistem informasi kesehatan;
b. Sumber daya manusia eksternal tersebut harus:
Memiliki kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) yang
berbunyi harus memiliki kompetensi paling sedikit di bidang statistik,
komputer, dan epidemiologi.; dan
Memberikan layanan bantuan teknis, pelatihan, pengoperasian sistem
elektronik kesehatan, dan penanggulangan gangguan atau kerusakan untuk
jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun terhitung sejak sistem elektronik
kesehatan beroperasi secara penuh;
c. Hubungan antara pengelola sistem informasi kesehatan dan sumber daya
manusia eksternal tersebut hanya dalam bentuk hubungan usaha kerja sama dan
bukan dalam bentuk hubungan kerja yang berupa hubungan ketenagakerjaan
atau kepegawaian; dan
d. Hanya untuk jangka waktu tertentu.

2.8 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan


Pada pasal 70 ayat (1), dijelaskan bahwa pemantauan, evaluasi dan
pelaporan dilakukan oleh menteri, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah
terkait, gubernur, bupati/walikota, dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang sesuai bidang tugas masing-masing secara teratur, terpadu, dan menyeluruh
melalui instrumen dan metode yang tepat.

2.8.1

Pemantauan
Pemantauan dilakukan dengan membandingkan antara data dan Informasi

Kesehatan saat ini dengan keadaan sebelumnya secara berkala. Pemantauan perlu
dilakukan untuk mengetahui kemajuan, permasalahan yang dihadapi. Pemantauan
dilakukan sejak awal hingga proses pelaksanaan. Pemantauan dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung dan diumpanbalikkan secara reguler, baik tertullis
maupun dalam bentuk pertemuan-pertemuan berkala(Kementerian Kesehatan RI,
2011).

24

2.8.2

Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkala terhadap hasil pemantauan dan

penyelenggaraan sistem informasi kesehatan secara keseluruhan. Pelaksanaan


pemantauan dan evaluasi dapat melibatkan instansi/institusi/lembaga lain. Evaluasi
ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan, capaian tahapan implementasi
SIK serta rencana tindak lanjut. Evaluasi dilakukan rutin dan pelaksanaannya dapat
mengikuti jadwal pertemuan pemantauan implementasi SIK, selain itu indikator
keberhasilan dapat dilakukan oleh unit lain antara lain perguruan tinggi, Badan
Litbangkes serta lembaga penelitian lain (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.8.3

Pelaporan
Pelaporan dilakukan dengan mengirimkan dokumen hasil pemantauan dan

hasil evaluasi secara berjenjang dan secara berkala mulai dari:


Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama kepada satuan kerja
perangkat

daerah

kabupaten/kota

yang

menyelenggarakan

urusan

pemerintahan di bidang kesehatan;


Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua kepada satuan kerja perangkat
daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan dan yang memberi izin operasional Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tersebut;
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga kepada unit kerja di bidang
Data dan Informasi Kesehatan pada lingkungan Kementerian;
Satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan kepada bupati/walikota;
Satuan kerja perangkat daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan kepada gubernur;
Unit kerja yang melaksanakan kegiatan pengelolaan Data dan Informasi
Kesehatan di lingkungan Kementerian kepada Menteri;
Bupati/walikota kepada gubernur; dan
Gubernur kepada Menteri.

25

Namun, dalam keadaan tertentu dan mendesak sesuai kebutuhan yang


ditetapkan oleh Menteri, ketentuan diatas tidak berlaku dan pengiriman laporan
hasil pemantauan dan hasil evaluasi dikirimkan secara langsung oleh pengelola
sistem informasi kesehatan terkait kepada Menteri melalui unit kerja yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Data dan Informasi Kesehatan
di lingkungan Kementerian.

2.9 Pendanaan Sistem Informasi Kesehatan


Dimana pada PP No. 46 Tahun 2014 pasal 71 ayat (1) dan (2), bahwa
pendanaan penyelenggaraan sistem Informasi kesehatan dipertanggung jawabkan
kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, serta
setiap tahunnya diwajibkan mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan Sistem
lnformasi Kesehatan masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
keuangannya.
Pendanaan penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan yang dikelola oleh
Pemerintah, termasuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan jika yang
mengelola adalah Pemerintah Daerah, termasuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
milik Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBN) dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Bilamana pendanaan yang mengelolanya adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan milik swasta/masyarakat bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan/atau sumber lain yang
sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyataan diatas selaras dengan Kementrian Kesehatan RI (2011), dimana
dukungan kebijakan pendanaan kesehatan menurut UU Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan merupakan peluang yang baik dalam rangka memperkuat
pendanaan

penyelenggaraan

bertanggungjawab

merencanakan

SIK.

Semua

pendanaan

pemangku

untuk

upaya

kepentingan
pembangunan,

operasional dan pemeliharaan terkait SIK. Setiap tahun Kementerian Kesehatan


akan mengalokasikan dana untuk inisiatif penguatan SIK sesuai Road map SIK.

26

Pemerintah Daerah juga perlu mengalokasikan dana khusus untuk pengelolaan SIK
mengacu pada Road map SIK.

27

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem Informasi Kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di
seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kepada masyarakat (Sanjoyo, 2007). Dalam Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2014, Bab 1 Pasal 1 ini yang dimaksud dengan Sistem Informasi
Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator,
prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan
dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna.
Informasi Kesehatan adalah Data Kesehatan yang telah diolah atau diproses
menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk
meningkatkan pengetahuan dalam mendukung pembangunan kesehatan.
Sistem Informasi Kesehatan adapun penyimpanan data dan informasi
kesehatan, biasanya dilakukan paling singkat 10 (sepuluh) tahun untuk data dan
informasi kesehatan nonelektronik dan paling singkat 25 (dua puluh lima) tahun
untuk Data dan Informasi Kesehatan elektronik sesuai jadwal retensi arsip. Pada
Pengumpulan data meliputi standar data, petugas data, kualitas data, keamanan data
dan kerahasiaan data. Sedangkan pada pengamanan SIK, ada hal-hal yang dapat
dilakukan untuk antisipasi terhadap ancaman-ancaman yang mungkin terjadi yaitu
antivirus dan firewall, keamanan fisik, sistem dan akses data, dan pengamanan fisik,
hardware (perangkat keras) & software.
Pada penyajian, deminasi dan pemanfaatan data dan informasi yang
bertujuan untuk mendukung kegiatan pengambilam keputusan dan penetapan
kebijakan. Setiap pengelolaan SIK, baik itu yang masih bersifat manual maupun
komputerisasi wajib melakukan pelaporan sesuai dengan standar dataset minimal
yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Adapun indikator kesehatan
dalam SIK, merupakan variabel untuk membantu mengukur perubahan-perubahan
terhadap derajat kesehatan, masalah kesehatan, sumber daya kesehatan, dan kinerja
upaya kesehatan, serta yang terkait dengan kesehatan.

28

Sementara pada proses keamanan dan kerahasiaan sebuah informasi dalam


SIK, keamanan data merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk
berjalannya Sistem Informasi Kesehatan secara berkesinambungan, terutama data
maupun informasi yang menyangkut data pasien yang sangat pribadi.
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan dilakukan melalui kegiatan
perencanaan sistem, analisis sistem, perancangan sistem, pengembangan perangkat
lunak, penyediaan perangkat keras, uji coba sistem, implementasi sistem, serta
pemeliharaan dan evaluasi sistem. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan berdasarkan
hasil pengkajian dan penelitian (Depkes RI, 2014).
Pada pasal 70 ayat (1), dijelaskan bahwa pemantauan, evaluasi dan
pelaporan dilakukan oleh menteri, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah
terkait, gubernur, bupati/walikota, dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang sesuai bidang tugas masing-masing secara teratur, terpadu, dan menyeluruh
melalui instrumen dan metode yang tepat. Dimana pada PP No. 46 Tahun 2014
pasal 71 ayat (1) dan (2), bahwa pendanaan penyelenggaraan Sistem Informasi
Kesehatan dipertanggung jawabkan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, serta setiap tahunnya diwajibkan mengalokasikan
dana untuk penyelenggaraan Sistem lnformasi Kesehatan masing-masing sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan keuangannya.

3.2 Saran
Diharapkan adanya penerapan dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, baik dari pihak penyelenggara dan pihak
yang mendanai.

29

DAFTAR PUSTAKA

Depkes

RI.

2014.

PP

RI

NO.

46

TAHUN

2014.

(Online),

(http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PP%20Nomor%20
46%20Tahun%202014.pdf), diakses pada tanggal 7 Februari 2014.
Dinas Kesehatan Kota Pasuruan. 2014. Sistem Informasi Kesehatan. (Online),
(http://dinkes.pasuruankota.go.id/sistem-informasi-kesehatan/),

diakses

pada tanggal 9 Januari 2014.


Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan. Jakarta.
Sanjoyo,

Raden.

2007.

Sistem

Informasi

Kesehatan.

(http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/sik%20dan%20sirs.pdf),
pada tanggal 9 Februari 2014.

(Online),
diakses

Anda mungkin juga menyukai