Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
tendo,
ligamen,
bursa,
dan
jaringan-jaringan
khusus
yang
intravena
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
terjadinya
2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Potts disease adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang
mengenai tulang belakang (Paramarta, 2008).
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosa tulang belakang adalah peradangan
granolumastoma
yang
bersifat
kronis
destruktif
oleh
Mycobacterium
2
tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Poots disease of the spine atau
tuberculous vertebral osteomielitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra C 1-2. Spondilitis tuberculosis biasanya mengenai korpus vertebra,
tetapi jarang mengenai arkus vertebrae (Ant. File, 2010)
Spondilitis terutama ditemukan pada kelompok usia 2-10 tahun dengan
perbandingan yang hamper sama antara wanita dan pria. Tuberculosis tulang
belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dalam
tubuh. Lokasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakalis
bawah dan vertebra lumbalis atas sehingga diduga ada infeksi sekunder dari
tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batsori pada
vena paravertebralis. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu
vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial
korpus vertebra. Kemudian terjadi hyperemia dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korpus
epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian
depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis (Muttaqin, 2008).
2.2 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan
famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif
lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk
dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang
tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding
sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat).
Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta
memiliki panjang sekitar 2-4 m (Paramarta, 2008).
Lokasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakalis
bawah dan vertebra lumbalis atas sehingga diduga ada infeksi sekunder dari
tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batsori pada
vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak
semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang
cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut
Mayoclinic, seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan
penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan
untuk dapat
terjadi
hiperemi
dan
eksudasi
yang
menyebabkan
daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoral pada
trigonum skarpei atau region gluteal.
Stadium perjalanan penyakit:
1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, bila daya tahan
tubuh klien mnurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaaan ini umumnya terjadi pada
daerah pre diskus dan pada anak-anak umumnya terjadi pada daerah
sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi awal. Setelah stadium implantasi, terjadi destruksi
korpus vertebra serta penyempitan ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung hingga 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif,
kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk
cold abcess yang terjadi pada 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus
invertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan
dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh
tekanan abses ke kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Tabel 1: Derajat Paraplegia
Derajat
Manifestasi klinis
II
III
gerak
aktivitas
klien
serta
Spondilitis TB
hipoastesia/anesthesia.
IV
5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lenih 3-5 tahun
setelah timbul stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen
karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
2.4 WOC
Infeksi secara hematogen tuberculosis paru ke dalam korpus vertebrata dekat diskus intervertebralis
Perusakan tulang dan penjalaran infeksi ke ruang diskus dan ke vertebrata yang berdekatan
Perkijuan jaringan tulang dan pembentukan abses dingin menjalar ke bagian lunak paravertebra
Spondilitis TB
Penatalaksanaan
Spondilitis TB
Farmakologi
Operatif
Konservatif
Kerusakan
korpus
vertebra
dan terjadi angulasi verte
Kerusakan korpus vertebra dan terjadi
angulasi
vertebra
ke depan
Penekanan korda dan rad
Resiko Kerusakan integritas kulit
Resiko Infeksi
Perubahan vertebra
Perubahan diskus intervertebralis servikal
Nyeri
Stimulus nyeri
a. Kelelahan
b. Kehilangan berat badan
c. Berkeringat pada malam hari
Gangguan mobilitas leher
sehingga
Penurunan
menjadi
kemampuan
kaku dan pembentukan
maksimal dalam
abses
melakukan
pada faring
respirasi, batuk e
d. Nyeri
dada leher
Nyeri
e. Batuk dengan mengeluarkan dahak atau darah
f. Nafas pendek (tuberculosis.org, 2012).
Muttaqin (2008) membagi manifestasi klinis sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Respon peruba
Re
Ansiet
Ketidakefektifan koping i
Pemeriksaan laboratorium
a Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis.
Pemeriksaan laju endap darah (LED) meningkat dengan hasil >100
b
mm/jam.
Uji Tuberkulin
Pemeriksaan
adanya
infeksi
rutin
yang
biasa
Mycobacterium
dilakukan
untuk menentukan
tuberculosis
adalah
dengan
karena
vasodilatasi
lokal,
edema,
endapan
fibrin
dan
adanya
hipersensitivitas
tubuh
akibat
adanya
infeksi
dan
mungkin
dapat
ditemukan
adanya
massa
abses
11
berkembangnya
penggunaan
OAT yang
efektif,
terapi
penyisipan
tandur
tulang
dengan
atau
tanpa
12
13
Thoracic
Interbody
Fusion).
trenddalam segala
bidang
tulang
pembedahan,
termasuk
pembedahan
belakang.
surgery(VATS),
dan
2)
pemasangan
pedicle
14
Namun, khusus untuk operasi daerah torakal, tandur iga otogenik juga
dapat digunakan. Tandur fibula, tibia dan humerus digunakan pada
keadaan dimana defek debridemen terlalu luas untuk ditutup oleh krista
iliaka, atau iga tidak cukup panjang.
g. Pembedahan pada Pasien Anak
Pada anak-anak, meskipun lesi akibat spondilitis TB dapat sembuh
dengan terapi non-operatif, namun kifosis cenderung terus bertambah
seiring dengan berjalannya pertumbuhan, oleh karena itu perlu dilakukan
koreksi kifosis secara cepat dan stabilisasi vertebra pada fase aktif
penyakit. Penatalaksanaan spondilitis TB anak harus secara agresif.
Koreksi deformitas tulang belakang pada pasien anak adalah imperatif.
Angulasi 15 saja cukup untuk menyebabkan gangguan pertumbuhan
tinggi. Pertumbuhan vertebra setelah pemasangan instrumen pada anakanak post-operasi koreksi kifosis telah dipelajari dan dievaluasi.
Pertumbuhan unit vertebra setelah pemasangan fiksasi internal vertebra
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dibanding vetebra yang intak.
Di sisi lain, ditemukan adanya pertumbuhan kolumna anterior sehingga
membentuk sudut lordosis yang dapat mengkoreksi kifosis secara
sendirinya saat pertumbuhan berlangsung. Dilaporkan juga bahwa dalam
2 tahun, dapat terjadi kompresi implan terhadap diskus yang berpotensi
menimbulkan degenerasi diksus intervertebralis.
3. Tirah baring, Imobilisasi, dan Fisioterapi
Imobilisasi yang singkat akan mengurangi morbiditas pasien. Dengan
instrumentasi, kebutuhan imobilisasi semakin berkurang sehingga pasien
dapat cepat mencapai status ambulatorik. Jenis imobilisasi spinal
tergantung pada tingkat lesi. Pada daerah servikal dapat diimobilisasi
dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal, torakolumbal dan
lumbal bagian atas dapat diimobilisasi menggunakan body cast jacket.
Sedangkan pada lumbal bawah, lumbosakral, dan sakral dilakukan
imobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan
fiksasi salah satu sisi panggul
15
16
motorik yang dilakukan antara lain difokuskan pada otot dada, perut,
tungkai bawah, batang tubuh, dan ekstensor sakrospinal. Skor Modifi ed
Barthel Index (MBI) meningkat secara bermakna dimana pada saat
permulaan hanya 10,6 persen pasien termasuk dalam kategori mandiri,
dan pada akhir studi 70,2 persen pasien termasuk dalam kategori
mandiri.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Kifosis berat
Hal ini terjadi oleh karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat
sehingga tulang yang mengalami destruksi sangat besar (Paramarta dkk,
2008).
2. Pottds paraplegiaa.
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan
saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
3. Ruptur abses paravertebraa.
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan cold abscess.
4. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
17
2.9 Prognosis
Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang
terjadi. Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier, dan meningitis
TB, dapat terjadi sekuele antara lain tuli, buta, paraplegi, retardasi mental,
gangguan bergerak dan lain-lain. Prognosis bertambah baik bila pengobatan
lebih cepat dilakukan. Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak dengan usia
kurang dari 5 tahun sampai 30% (I gede, 2008).
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Seorang pria yang bernama Tn. B berusia 59 tahun, dilarikan ke Rumah
Sakit Dr.Soetomo dengan keluhan nyeri pada punggung dan sesak nafas. Pasien
terlihat lemas dan lesu, dan terlihat gibbus (bungkuk). pasien merasa kurang
nafsu makan. Pasien mengalami paraplegi dan kelemahan ekstremitas (nyeri
sendi).
Dalam pemeriksaan ditemukan pasien terlihat sesak dengan RR 35x/menit, suhu
36,8C, BB: 48 Kg, TB: 160cm, HR: 90x/menit, TD: 130/80 mmHg skala nyeri
8/10. Pasien sudah memiliki sakit TB Paru sejak 5 tahun yang lalu. Pasien jarang
meminum obat sesuai dengan jadwal. Pada pemeriksaan diagnostic tuberculin
test positif, basil tahan (+), x-rays terjadi destruksi korpus vertebrae.
3.2 Pengkajian
1. Identitas
A. Nama : Tn. B
B. Umur : 59 tahun
C. Jenis Kelamin : Pria
D. Diagnosis medis : Spondilitis TB
E. Keluhan Utama : nyeri pada pungung
2. Riwayat kesehatan sekarang
Akhir-akhir ini pasien merasa lemas dan tiba-tiba terjadi nyeri
hebat pada punggung dan nafsu makan menurun
3. Riwayat kesehatan masa lalu :
Pasien di diagnosis terkena TB Paru sejak 5 tahun.
4. Pemeriksaan Fisik
B1 : pasien terlihat sesak, RR : 35x/menit
B2 : HR: 90x/menit, TD: 130/80 mmHg
B3 : Pasien merasa nyeri dengn skala 8/10 di punggung.
B4 : B5 : nafsu makan menurun, susah menelan
B6 : adanya gibbus, paraplegi dan kelemahan ekstremitas.
3.3 WOC
Infeksi secara hematogen
tuberculosis paru ke dalam
korpus vertebrata
Kompresi
radiks saraf 19
Kerusakan korpus vertebrae padaPenekanan korda dan radiks
vertebfra
dan
terjadi angulasi
Perubahan
pada vertebrae
Perubahan
pada
saraf oleh pembesaran
ke
depan
torakalis
Perubahan
vertebra
abses/tulang
bergeser
vertebrae torakalis
vertebrae lumbalis
Spondilitis
TB
Nyeri
Akumulasi secret meningkat
20
Etiologi
Kerusakan korpus
vertebrae
Masalah
Nyeri
DO : paraplegi,
kelemahan
DS : Pasien
mengatakan sakit
ketika badan
digerakkan.
Perubahan pada
vertebrae lumbalis
DO : RR 35x/menit
DS : pasien mengeluh
sesak
Perubahan diskus
intervertebralis servikal
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Perubahan vertebra
menjadi kifosis
Penurunan kemampuan
maksimal dalam
melakukan respirasi,
batuk efektif
Akumulasi secret
meningkat
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
3.5 Diagnosa dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi (peradangan sendi).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan
ketidaknyamanan berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan
komplikasi
21
Kriteria hasil :
Tidak ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku
melindungi bagian yang nyeri, frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien
dalam batas normal (36C-37C) dan tidak adanya komplikasi
Intervensi
1)kaji tanda-tanda vital klien
Rasional
1) Untuk mengetahui rasa nyeri klien dengan
Perhatikan
karakteristik,
lokasi
termasuk
dan
intensitas
pada
pungung
3) untuk mengetahui persepsi klien tentang
nyeri dan mengetahui seberapa besar rasa
nyeri tersebut
brace
punggung
Lakukan
dan
awasi
latihan
Dorong
menggunakan
tehnik
latihan
napas
imajinasi
visualisasi,
dan
dalam,
sentuhan
Kolaborasi
7) Analgesik adalah obat untuk pereda nyeri
terapeutik..
Kolaborasi :
7) Berikan
obat
analgesik
hidroksin,siklobenzaprin
seperti
sesuai
indikasi.
22
.
2. Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
paraplegia , paralisis ekstrimitas bawah, kelemahan fisik.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, klien dapat melakukan cara mobilisasi secara
optimal sesuai dengan kondisi daerah spondilitis
Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai tingkat
kemampuan, mengidentifikasi individu atau masyarakat yang dapat membantu,
klien dapat terhindar dari cidera
Intervensi
Mandiri :
Rasional
Mandiri :
perencanaan selanjutnya.
Sokong kaki bawah yang mengalami Posisi optimal untuk mencegah footdrop yang
paraplegia dengan bantal pada posisi
spondilitis TB.
Klien memerlukan empati, tetapi perawat
Ajak klien untuk berpikir positif terhadap
individual.
Pemberian OAT
Tindakan operatif
Rencana Intervensi
Mandiri
Kaji
fungsi
Penurunan
Rasional
bunyi
pernapasan menunjukkan
napas
atelektasis,
kedalaman,
penggunaan
otot
dan sekret
dan
ketidakefektifan
bantu pengeluaran
napas).
sekresi
yang
peningkatan
pernapasan.
kemampuan Pengeluaran
Kaji
akan
sulit
sekresi, sekret
catat
sputum,
dan
kental
jika
mengeluarkan
karakter,
sangat
kerja
(efek
hemoptisis.
luka
bronchial
dan
memerlukan
intervensi
lebih
Berikan
lanjut.
posisi Posisi fowler
fowler/semifowler
dalam
dan
napas.
batuk maksimal
efektif.
memaksimalkan
Ventilasi
membuka
area
2500
ml/hari membantu
secret
sekret
dan
mengencerkan
mengefektifkan
dan
klien
tidak
mampu
25
tuberkulosis
lanjutan
(4-7
bulan).
tambahan.
Jenis
obat
rekomendasi
WHO
adalah
Rifampisin,
INH,
Etambutol.
Agen mukolitik
menurunkan
kekentalan
perlengketan
dan
pembersihan.
Bronkodilator
meningkatkan
sehingga
aliran udara.
Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan
hipoksemia
inflamasi
luas
dan
bila
pada
reaksi
mengancam
kehidupan.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (M. tuberkulosa, jamur )
(Rasjad, 2007). Ostiomielitis kronis pada orang dewasa lebih sulit diatasi dengan
terapi biasanya disembuhkan dengan antibiotic dan debridement. Terapi
antibiotic empirik
biasanya
tipe
untuk
27
DAFTAR PUSTAKA
Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG, 2000. Infectious and noninfectious
inflammatory disease affecting the spine. Disease of the Spine and Spinal
Cord. Oxford University Press Inc.. vol 9, pp:325 335
Doenges, M.e., Moorhouse, M.F., Murr, A.C., 2005. Nursing Diagnosis
Manual:Planning, Individualizing,and Documenting Client. Philadhelphia:
FA Davis Company
Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. pp. 195-197
I Gede E.P, Putu S. P, Ida B. S, Putu A (2008). Spondilitis Tuberkulosis. Sari
Pediatri. vol. 10, no. 3 (hlm. 177-178).
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Paramarta, I.G. Purniti, P.S. Subanada, I.B. Astawa, P. 2008. Spondilitis TB.
Sari Pediatri; 10(3):177-83
Parthasarathy R, et al, 1999. A comparison between ambulant treatment and
radical surgery - ten-year report. J Bone and Joint Surg; vol 81B, pp: 46471.
Rasyad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang
Lamumpatue
Setyanto DB, Rahajoe NN. 2008. Diagnosis Tuberkulosis Pada Anak. Dalam:
Buku Ajar Respirologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI
Tuberculosis.org. (2012). Gejala Tuberculosis. Diakses tanggal 27 September
2013 melalui web: http://tuberkulosis.org/tag/spondilitis-tuberkulosis/.
Zuwanda dan Raka Janitra, 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis
Tuberkulosis.CKD-208, vol 40 no 9, pp 661-673.
28