Anda di halaman 1dari 16

Aspek Keselamatan Kerja dan Lingkungan dalam

operasi peledakan
Disusun Oleh
Ali Hasymi

: 1204108010048

M. Qhastari Ersa

: 1204108010052

Nova Ilhafni

: 1204108010070

Sri Ramadhani

: 1204108010080

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan


Universitas Syiah Kuala
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah pada kuliah Penggalian dan Pengeboran
Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti
saat sekarang ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman penyusun yang sangat
kurang. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memperoleh bantuan dari berbagai pihak
oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan
masukan-masukan kepada penyusun, dan kami memohon maaf kepada dosen pembimbing
kami Semoga tugas ini bisa memberikan manfaat kepada kami kelempok 9 khususnya dan
kepada mahasiswa Teknik Pertambangan pada umumnya

Banda Aceh, 19 Desember 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan bahan peledak tingkat tinggi untuk mencapai produktivitas tinggi juga harus
dilakukan dengan efektif, efisien, selamat (K3), dan ramah lingkungan
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Tingkat
kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting
perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui UU Ketenaga kerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000
lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3.
Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa
program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika
diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai
akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar
rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif.
Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara
ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak
pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar, bahkan
lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakitpenyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.

B. Tujuan
a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep K3 dalam operasi pengeboran
b. Memberikan gambaran tentang konsep K3 dalam operasi pengeboran

BAB II

ISI

1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pengertian K3 Secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Dan Secara keilmuan Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak
semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya
dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan
arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.
K3 Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan
perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat
pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya
untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk
meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban
menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide
tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja
dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan,
bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan

K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang
pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah
ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam kegiatan peledakan
Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap
mempunyai resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat
dikontrol. Proses pengontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari proses pencampuran
ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses
perangakain dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan penting
adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan
adalah sebagi berikut.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:
1.

Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

2.

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;


4. Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;m
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;


11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang;
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja
sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.
3. Dasar Hukum Peraturan K3
Berbicara penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum penerapan
K3 itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan
apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan. Adapun sumber hukum penerapan K3 adalah
sebagai berikut:
1)

UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2)

UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

3)

PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

4)

Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.

4. Desain peledakan
Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan kerja yang
berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang memadai akan
mengidentifikasi jarak aman, jumlah isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap
peledakan, waktu tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau
waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang dikehendaki. Jika
arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus
berkordinasi untuk menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan
radius jarak aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami
potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang
(flyrock) yang mungkin terjadi.
Kondisi-kondisi tertentu pada operasi akan mempengaruhi secara detail daripada desain
peledakan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain suatu peledakan antara lain :
1. Diameter lubang ledak
2. Tinggi jenjang
3. Fragmentasi
4. Burden dan spacing
5. Struktur batuan
6. Kestabilan jenjang
7. Dampak terhadap lingkungan
8. Tipe bahan peledak yang akan digunakan
a.

Diameter lubang bor


Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi

yang

direncanakan. Makin besar diameter lubang maka akan diperoleh laju produksi

yang

besar pula, dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan sama. Faktor yang

membatasi diameter lubang ledak adalah :

Ukuran fragmentai hasil ledakan

Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan teknis
karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi

Keperluan penggalian batuan secara selektif


Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung meningkat apabila

perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang dari 60 inci. Oleh karena itu
upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau L/d 60 inci atau d = 5 10 K
Dimana :

d = Diameter lubang bor (mm)


K = tinggi jenjang (m)

Dengan diameter lubang bor yang kecil, konsekuensinya burden juga kecil, akan
memberikan hasil fregmentasi yang bagus dengan getaran (groun vibration) rendah. Hal ini
perlu diperhatikan, terlebih lagi apabila ledakan dilakukan dekat dengan perumahanpenduduk
b. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya
dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter serta
aspek lainnya di ketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan
alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya dipakai
pada quarry atau tambang terbuka dengan diameter lubang besar biasanya dipakai antara 10
15 m . Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai
runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Secara praktis
hubungan diameter lubang bor dengan ketinggian jenjang dapat diformulasikan sebagai
berikut :
K = 0,1 0,5 D
Dimana :

K = Tinggi jenjang (m)


D = Diameter lubang (mm)

c. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukan ukuran setiap bongkah dari
batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Beberapa
ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak :
a)

Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, maka
dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat

b)

Penambahan bahan peledak akan menambah lemparan

c)

Batuan dengan intensitas tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit dikombinasikan
dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil

4. Geometri Peledakan
a. Burden (B)
Burden adalah dimensi yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu pekerjaan
peledakan. Untuk menentukan besarnya burden perlu diketahui harga dari burden ratio. Hal
hal yang harus diperhatikan dalam menentukan burden adalah :
Burden harus merupakan jarak dari muatan (charges) tegak lurus terhadap free face
terdekat, dan arah dimana pemindahan akan terjadi

Besarnya burden tergantung dari karekteristik batuan, karekteristik bahan peledak, dan

lain sebagainya.
b. Spacing
Spacing adalah jarak antara lubang-lubang bor yang dirangkai dalam satu baris
(row) dan diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spasing tergantung pada burden,
kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda dan arah struktur bidang batuan. Untuk
material (batuan) yang homogen B = S, sedangkan untuk struktur batuan yang kompleks,
misalnya orientasi joint sejajar dengan jenjang maka burden dapat dirapatkan dan spasi
dapat dijarangkan. Bila orientasi joint tegak lurus jenjang maka burden dapat dijarangkan dan

spasi agak dirapatkan. Sedangkan untuk struktur batuan dengan orientasi kesegala arah /rock
fracture.
c.

Stemming (T)
Stemming disebut juga collar, harga stemming ini sangat menentukan stress

balance dalam lubang bor, fungsi lain adalah untuk mengurung gas yang timbul. Untuk
mendapatkan stress balance maka harga stemming sama dengan burden. Pada batuan
kompak, jika perbandingan antara stemming dan burden kurang dari satu maka akan
terjadi cratering atau back break, terutama pada collar proming. Biasanya harga standar tang
dipakai adalah 0,70 dan ini sudah cukup untuk mengontrol air blast dan stress balance.
d. Sub drilling (SD)
Adalah bagian dari kolom lubang ledak yang terletak dibagian dasar jenjang yang
dimaksud untuk menghindari terjadinya toe pada lantai jenjang setelah peledakan
e. Tinggi jenjang (H)
Kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada burden. Hal ini untuk menghindari
terjadi atau cratering. H = L SD
Dimana : L

= kedalaman lubang ledak

SD = sub drilling

5. Training kepada juru ledak.


Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang peranan
penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang membuat rancangan
peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap
juru ledak harus mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk
oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru
ledak dari tambang tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang
yang lain karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.

6. Prosedur kerja yang memadai.


Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini memegang
peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang berhubungan dengan peledakan
dilakukan dengan aman dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan
pemerintah maupun peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya
dibuat berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang
tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan
peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses perangakaian bahan peledak ,
proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi
peledakan.
Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting parameter) saat ini memang tidak
mempunyai standard yang dibakukan, termasuk tambang-tambang di Australia. Di dalam
Keputusan Menteri-pun, tidak dijelaskan secara detail berapa jarak yang aman bagi
manusia dari lokasi peledakan. Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai
metode peledakan yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan diledakkan
dan tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi bukan berarti setiap juru

ledak boleh menentukan sendiri jarak aman tersebut. Keputusan mengenai keselamatan
khususnya jarak aman tersebut berada pada seorang Kepala Teknik Tambang yang
ditunjuk oleh perusahaan setelah mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang. Di tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap manusia boleh
dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam kisaran 500 meter. Dari mana jarak
ini diperoleh? Jelas seharusnya dari hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko)
yang telah dilakukan di tambang-tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja
berbicara secara teknik peledakan dan pelaksaannya, namun perlu juga dimasukkan
contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada baik di dalam ataupun
luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan
bagi pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan.
Walaupun ada beberapa tambang yang membuat standard yang lebih kecil dari 500 meter;
tapi hal itu diperbolehkan sepanjang risk assessment sudah dilakukan dan sudah disetujui
oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan. Biarpun tidak menutup kemungkinan
terjadinya pelanggaran terhadap jarak aman dari peledakan, akan tetapi seorang juru
ledak yang kompeten semestinya akan mentaati aturan dan prosedur kerja. Pelanggaran
prosedur kerja akan berakibat fatal, baik bagi diri dia sendiri, teman kerja maupun ada
perusahaan tempat dia bekerja.
7. Teknik Pencegahan Ledakan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah,
terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan
pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan
pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut.
1. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
o Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
o Karakteristik gas
o Sumber pemicu kebakaran/ledakan

2. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:


o Pengukuran konsentrasi gas
o Pengontrolan sistem ventilasi tambang
o Pengaliran gas (gas drainage)
o Penggunaan alat ukur gas
o Penyiraman air (sprinkling water)
o Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
3. Teknik pencegahan ledakan tambang
o Penyiraman air (water sprinkling)
o Penaburan debu batu (rock dusting)
o Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
4.

Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:


o Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
o Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
o Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan

5. Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:


o Pemisahan rute (jalur) ventilasi
o Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Pengertian K3 Secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Dan Secara keilmuan Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak
semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya
dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan
arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.
Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap
mempunyai resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol.
Proses pengontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan
peledak, proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakain dan proses
penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan penting adalah kontrol terhadap
proses penembakan

Daftar Pustaka
http://sangfuehrer.wordpress.com/
http://minerblasting.blogspot.com/
http://misskesmas.wordpress.com/2011/12/04/makalah-k3-hiperkes/

DAFTAR ISI
Kata pengantar ..............,.........................................................................................................i
Daftar isi .................................................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .........,,,,,....................................................................................................1
A. Latar belakang ............,,.....................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................1
Bab II ISI
A.
B.
C.
D.

E.

F.
G.
H.

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja...................2


Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam kegiatan peledakan... 3
Dasar Hukum Peraturan K34
Desain peledakan.......5
a. Diameter lubang bor5
b. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor.6
c. Fragmentasi..7
Geometri Peledakan..7
a. Burden (B)....7
b. Spacing.....7
c. Stemming (T)...8
d. Sub drilling (SD)..8
e. Tinggi jenjang (H)....8
Training kepada juru ledak...9
Prosedur kerja yang memadai..9
Teknik Pencegahan Ledakan.,.11

Bab III Kesimpulan


A. Kesimpulan ........................................................................................12
Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai