Kerajaan Malaka tidak meninggalkan bukti arkeologis yang dapat digunakan untuk bahan kajian sejarah, akan tetapi keberadaan kerajaan ini diketahui melalui Sulalatus Salatin dan kronik Cina masa Dinasti Ming. Dari kedua sumber ini masih menimbulkan kontroversi akan sejarah awal Malaka terutama hubungannya dengan perkembangan agama Islam di Malaka serta rentang waktu dari pemerintahan masing-masing raja Malaka. Pada awalnya Islam belum menjadi agama bagi masyarakat Malaka, namun perkembangan berikutnya Islam telah menjadi bagian dari kerajaan ini yang ditunjukkan oleh gelar sultan yang disandang oleh penguasa Malaka berikutnya. Daliman (2012:107) menyimpulkan bahwa Dengan demikian Malaka pun berdiri dan tumbuh setelah beralihnya lalu lintas pelayaran dan perdagangan ke pantai barat Semenanjung Malaka Kerajaan Malaka berdiri sekitar awal abad ke 15. Yang mendirikan Kerajaan Malaka adalah Parameswara. Daliman (2012:107) menarik kesimpulan sebagai berikut. Yang mendirikan malaka adalah Parameswara (Paramisora), seorang Pangeran Majapahit dari Blambangan yang melarikan diri karena Blambangan diserbu oleh Majapahit, kemudian menetap disitu beserta para pengikutnya yang setia Malaka pada waktu itu masih merupakan desa kecil di pantai barat semenanjung dan menjadi sarang perompak dan bajakbajak laut. Menurut sejarah melayu yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara telah melarikan diri ke Tumasik, karena diserang oleh Siam. Parameswara menuju daerah Muar, tetapi ia diganggu oleh biwak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke burok lalu mencoba untuk bertahan disitu, tetapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah lagi ke Seming Ujong hingga kemudian sampai di sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak dipesisir pantai. Orang-orang sekitar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh dibawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut ia namakan Malaka. Ada pula versi lain mengenai asalusul berdirinya Malaka. Nama Malaka dihubungkan dengan istilah Arab yakni malaqah yang artinya tempat pertemuan atau malakat perhimpunan segala dagang serta malqa yang memiliki arti tempat bertemu. Sedangkan versi orang Indonesia mengatakan bahwa asal usul nama Malaka adalah nama sebuah pohon kayu Melaka yang ada di tebing muara Sungai Melaka.
B. Kerajaan Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama islam di nusantara, khususnya pada kerajaan Malaka tidak serta merta langsung dari Arab, melainkan melalui perantaraperantara. Perantara tersebut ada dua macam yakni perantara jalur laut serta perantara jalur darat. Agama islam di Malaka disebarkan melalui pedagang Persia dan Gujarat. Pedagangpedangang ini berkomunikasi secara langsung dengan pedagangpedagang Arab. Pedagang islam Arab menyisir jalur pelayaran pantai dan berlayar dari jedah melalui teluk Persia untuk sampai di Gujarat. Hal ini menyebabkan pedagang Persia dan Gujarat langsung menerima pengaruh islam. Sedangkan melalui jalur darat, yakni melewati daratan Persia. Gujarat sebagai daerah pusat perdagangan secara otomatis menjadi pusat pengembangan agama islam pula. Agama islam yang diterima oleh kerajaan Malaka ini dibawa pulang dan dikembangkan di Asia Tenggara. Ketika dibawah pimpinan Sultan Iskandar Shah, kerajaan Malaka mengalami perkembangan pesat. Malaka menjadi pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam di Asia Tenggara. Sebelum memeluk agama islam, Parameswara adalah pemeluk agama lain. Akan tetapi masih banyak perdebatan mengenai agama yang dianut oleh parameswara sebelumnya. Ada yang menyebut ia pemeluk agama Hindu dan ada pula yang menyebut bahwa ia adalah pemeluk agama budha. Pendapat yang menyatakan bahwa Parameswara beragama hindu adalah Prof Muhammad Yusoff Hashim menulis (1992) bahwa Parameswara beragama Hindu. Tambah lagi, Prof Yusoff juga berpendapat Parameswara (Raja Iskandar Shah) tidak memeluk Islam; sultan Melaka yang pertama memeluk Islam ialah Megat Iskandar Shah, anak Parameswara. Prof Yusoff berkata demikian kerana pada pendapat beliau, pengarang(-pengarang) Sejarah Melayu keliru kerana ketiadaan budaya menulis dalam masyarakat Melayu pada zaman itu.Tun Seri Lanang sedikit sebanyak terpaksa bergantung kepada tradisi lisan apabila menulis Sejarah Melayu. Agama Budha didasarkan pada susur galur Parameswara yang dikatakan berasal dari leluhur Kerajaan Srivijaya yang beragama Buddha. Menurut catatan Tome Pires, Parameswara memeluk Islam setelah menikah dengan puteri raja Samudera Pasai pada usia 72 tahun. Setelah itu, Parameswara bergelar Iskandar Syah. Namun, menurut Sejarah Melayu, pengislaman Malaka berlangsung setelah Sri Maharaja, raja pengganti Parameswara, berkenalan dengan Sayid Abdul Aziz dari Jedah, Arab. Seusai masuk islam, beliau memiliki gelar Sultan Muhammad Syah. Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka. Raja raja yang memerintah Kerajaan Malaka antara lain : Iskandar Syah (1396-1414 M) Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang
paregreg yang mengakibatkan Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama
pengikutnya dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kp. Malaka Secara geografis, posisi Kp. Malaka sangat strategis, yaitu di Selat Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Kp. Malaka berkembang pesat, untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora menganut agama Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Kp. Malaka menjadi Kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M). Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M) Merupakan putra dari Sultan Mudzafat Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam tewas dalam pertempuran , tetapi putra mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka. Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai kerajaan merdeka. Kejayaan Kerajaan Malaka tidak lepas dari jasa Laksamana Hang Tuah yang kebesarannya disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Mahapahit. Cerita Hang Tuah ditulis dalam sebuah Hikayat, Hikayat Hang Tuah. Pada abad ke-14, Malaka berkembang menjadi bandar yang paling penting di Asia Tenggara. Oleh karna perkembangan itu, Malaka kemudian muncul sebagai kerajaan besar. Kemajuan dalam sektor ekonomi mendorong keaktifan kerajaan Malaka dalam sektor agama yakni dengan mengundang para ulama untuk berpartisipasi dalam pendidikan agama islam. Kerajaan Malaka berperan dalam penyelenggaraan pengajian dan pendidikan islam. Hal ini yang mempengaruhi Kerajaan Malaka dalam waktu yang singkat bisa merubah sikap dan konsepsi agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
C. Sejarah Munculnya Kerajaan Melayu Kuno
Kozok (2006) menarik kesimpulan sebagai berikut. Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Tionghoa merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso I-Tsing (2005: xl xli) menarik kesimpulan sebagai berikut. Dari catatan Yi Jing, seorang pendeta Budha dari Dinasti Tang, yang berkunjung ke Nusantara antara tahun 688 - 695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari Sriwijaya. Dari Ka-Cha (Kedah), jaraknyapun 15 hari pelayaran. Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sriwijaya. D. Perkembangan Agama Islam Di Kerajaan Melayu Kuno