Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Diajukan untuk memenuhi tugas Kapita Selekta semester ganjil Jurusan Teknik Elektro
Institut Teknologi Nasional Bandung
Oleh :
Cahmi Setiawati
11-2011-087
BAB I
PENDAHULUAN
1.3
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana Pembangkit
1.4
Metode
Metode yang digunakan adalah analitik deskriptif, karena penulisan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh baik dari
berbagai rujukan kemudian ditarik kesimpulan.
1.5
Sistematika Penulisan
Penulisan tugas kali ini terbagi atas empat bab. Dimulai dengan pendahuluan
sebagai bab pertama memuat latar belakang, maksud dan tujuan, rumusan masalah,
metode dan teknik pengumpulan data serta sistematika penulisan.
Selanjutnya, pada bab dua dijabarkan tentang Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Laut (PLTPL) menyangkut definisi pasang surut, definisi PLTPL OTEC, sejarah
PLTPL OTEC, energi air laut, metoda PLTPL OTEC, bagian-bagian PLTPL OTEC,
komponen PLTPL OTEC dan proses PLTPL OTEC.
Pada bab tiga akan dijabarkan tentang pengaruh PLTPL OTEC seperti manfaat
dan produk PLTPL OTEC, Prospek PLTPL OTEC terhadap dunia dan Indonesia.
Keuntungan dan kukurangan PLTPL OTEC.
Bab empat yang berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat.
BAB II
Suhu air laut pada permukaan tidaklah sama dengan suhu air laut pada bagian dalam.
semakin dalam air, semakin dingin suhunya. Dipermukaan laut yang terhangati oleh sinar
matahari, suhu sekitar 24 c sedangkan setelah kedalaman 1000 meter yang gelap gulita
suhu sekitar 5 c hingga sangat dingin. Perubahan yang drastis terjadi pada kedalaman 100
m hingga 500 m dimana suhu air berubah dari sekitar 20 c menjadi sekitar 4-5 c,
penurunan drastis ini disebut sebagai thermocline. Untuk keperluan OTEC yang ideal
diperlukan perbedaan suhu 22-24 c antara permukaan laut dan laut bagian dalam.
Negara yang telah menggunakan OTEC sampai saat ini adalah Jepang dengan 70
kWatt, India 1 Mwatt sedangkan yang dalam pembangunan Filipina 5 MW tahun 2012
dan Hawai 10 MW tahun 2013. Cara kerja OTEC sama halnya dengan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU). Air laut yang berada di zona khatulistiwa dengan suhu yang hangat
dimasukkan ke dalam ruang vakum. Sistem kerja OTEC mempunyai kemiripan dengan
mesin uap yaitu fluida di evaporasi dan di kondensasi, perbedaan tekanan yang terjadi
inilah yang memutar turbine dan kemudian menghasilkan listrik. Namun,
pada OTEC menggunakan air laut yang tak terbatas jumlahnya sehingga OTEC dapat
menjadi salah satu sumber energi terbaharukan (Avery and Wu, 1994).
2.2 Definisi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut OTEC (PLTPL-OTEC)
OTEC ( Ocean Thermal Energy Conversion ) atau Konversi energi termal lautan
adalah metode untuk menghasilkan energi listrik menggunakan perbedaan temperatur
yang berada di antara laut dalam dan perairan dekat permukaan untuk menjalankan mesin
kalor. Seperti pada umumnya mesin kalor, efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh
perbedaan temperatur yang paling besar. Perbedaan temperatur antara laut dalam dan
perairan permukaan umumnya semakin besar jika semakin dekat ke ekuator. Pada
awalnya, tantangan perancangan OTEC adalah untuk menghasilkan energi yang sebesarbesarnya secara efisien dengan perbedaan temperatur yang sekecil-kecilnya.
Permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari, dan
lautan menutupi hampir 70% area permukaan bumi. Perbedaan temperatur ini menyimpan
banyak energi matahari yang berpotensial bagi umat manusia untuk dipergunakan. Jika hal
ini bisa dilakukan dengan cost effective dan dalam skala yang besar, OTEC mampu
menyediakan sumber energi terbaharukan yang diperlukan untuk menutupi berbagai
masalah energi.
Konsep mesin kalor adalah umum pada termodinamika, dan banyak energi yang
berada di sekitar manusia dihasilkan oleh konsep ini. Mesin kalor adalah alat
termodinamika yang diletakkan di antara reservoir temperatur tinggi dan reservoir
temperatur rendah. Ketika kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah, alat
tersebut mengubah sebagian kalor menjadi kerja. Prinsip ini digunakan pada mesin uap
dan mesin pembakaran dalam, sedangkan pada alat pendingin, konsep tersebut dibalik.
Dibandingkan dengan menggunakan energi hasil pembakaran bahan bakar, energi yang
dihasilkan OTEC didapat dengan memanfaatkan perbedaan temperatur lautan disebabkan
oleh pemanasan oleh matahari.
Siklus kalor yang sesuai dengan OTEC adalah siklus Rankine, menggunakan turbin
bertekanan rendah. Sistem dapat berupa siklus tertutup ataupun terbuka. Siklus tertutup
menggunakan cairan khusus yang umumnya bekerja sebagai refrigeran, misalnya
ammonia. Siklus terbuka menggunakan air yang dipanaskan sebagai cairan yang bekerja
di dalam siklusnya.
Pada tahun 1935, Claude membangun pembangkit kedua di atas 10000 ton kargo
yang mengapung di atas lepas pantai Brazil. Namun cuaca dan gelombang menghancurkan
pembangkit listrik tersebut sebelum bisa menghasilkan energi.
Pada tahun 1956, para fisikawan Prancis mendesain 3 megawatt pembangkit listrik
OTEC di Abidjan, Pantai Gading. Pembangkit listrik OTEC itu tak pernah selesai karena
murahnya harga minyak di tahun 1950an yang membuat pembangkit listrik tenaga minyak
lebih ekonomis.
Pada tahun 1962, J. Hilbert Anderson dan James H. Anderson, Jr. mulai mendesain
sebuah siklus untuk mencapai tujuan yang tidak dicapai Claude. Mereka fokus pada
pengembangan desain baru dengan efisiensi yang lebih tinggi. Setelah menganalisa
masalah yang ditemukan pada desain Claude, akhirnya mereka mematenkan desain siklus
tertutup buatan mereka pada tahun 1967.
Amerika serikat mulai terlibat pada penelitian OTEC pada tahun 1974, ketika otoritas
Natural Energy Laboratory of Hawaii mendirikan Keahole Point di Pantai Kona, Hawaii.
Laboratorium itu merupakan fasilitas penelitian dan
percobaan OTEC terbesar di dunia. Hawaii
merupakan lokasi yang cocok untuk penelitian
OTEC karena permukaan lautnya yang hangat dan
akses ke laut dalam yang dingin. Selain itu, Hawaii
juga negara bagian yang biaya listriknya cukup
mahal di Amerika Serikat.
Meski Jepang tidak memiliki tempat yang
berpotensial untuk mendirikan OTEC, namun 1.1 Jacques Arsne d'Arsonval (18511940)
Jepang banyak berkontribusi dalam penelitian dan
pengembangan OTEC, terutama untuk ekspor dan
penerapannya di luar negeri. Salah satu proyek
Jepang dalam pengembangan OTEC adalah fasilitas
OTEC di Nauru yang menghasilkan 120 kW listrik.
90 kW dimanfaatkan untuk menggerakkan fasilitas
OTEC tersebut dan 30 kW dialirkan ke sekolahsekolah dan beberapa tempat di Nauru.
2.4 Bagian-bagian Alat dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut OTEC (PLTP LOTEC)
2.5 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut OTEC (PLTPL-OTEC)
Konversi energi panas laut atau OTEC menggunakan perbedaan temperatur antara
permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin, minimal sebesar 77 derajat
Fahrenheit (25C) agar bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Laut menyerap panas yang berasal dari matahari. Panas matahari membuat
permukaan air laut lebih panas dibandingkan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan air
laut bersirkulasi dari dasar ke permukaan. Sirkulasi air laut ini juga dapat dimanfaatkan
untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.
Dalam beroperasinya OTEC, pipa-pipa akan ditempatkan di laut yang berfungsi untuk
menyedot panas laut dan mengalirkannya ke dalam tangki pemanas guna mendidihkan
fluida kerja. Umumnya digunakan ammonia sebagai fluida kerja karena mudah menguap.
Dari uap fluida tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menggerakkan turbin
pembangkit listrik.Selanjutnya, uap fluida dialirkan ke ruang kondensor.Didinginkan
dengan memanfaatkan air laut bersuhu 5 derajat Celcius. Air hasil pendinginan kemudian
dikeluarkan kembali ke laut. Begitu siklus seterusnya.
wilayahnya terletak di dekat daerah garis khatulistiwa sehingga mempunyai kondisi Sea
Surface Temperature (SST) yang rata-rata bersuhu relatif panas (sekitar antara 25-30oC).
Faktor desain OTEC
1. Heat exchanger
Heat exchanger untuk pada siklus tertutup berperan untuk memindahkan panas antara w
orkingfluid
dengan air hangat dan dingin dari permukaan maupun kedalaman laut melalui permukaan
yang terpisah.
Laju dari heat transfer dari satu fluida melalui dinding yang tersekat ke fluida yang
lain diatur oleh persamaan umum berikut.
Q UA(T1 T2 )
Dimana
Q =laju transfer panas; U= koefisien transfer panas,A=luas permukaan,T1= temperat r
dari fluida ke satu,T2=temperatur dari fluida ke dua
2. Kondenser
Untuk aliran heat dari amonia ke cold water di dalam kondenser :
Qc = U c Ac (Tac -Tcw )
Dimana : Qc = laju transfer heat untuk kondenser;
Uc = koefisien transfer heat untuk kondenser,
Ac = luas area kondenser;
Tcc = temperatur amonia di kondenser;
T = temperatur air dingin.
3. Evaporator
Untuk laju transfer heat dari warm water hingga amonia didalam evaporator,
Qe = Ue Ae (Tww - Tae )
Karena
Keterangan
hd =Hidraulik head untuk melawan drag pipa
Pd =Power to melawan CWP drag
W =Flow Rate
=Massa jenis air laut
= Kecepatan aliran
f = Koefisien drag
L=Panjang pipa
A=Luas penampang pipa
D=Diameter pipa
5. Water pump
A. Displacement pumps
-Reciprocating
B. Centrifugal pumps
A pump that convert kinetic energy to potential energy (height)
-Submersible pumps
V=Kecepatan (fps)
g=percepatan akselerasi (fps) 32.2 fps pada sea level
h=ketinggian jatuh (ft)
Total panas yang ditransfer ke amonia permegawatt dari power electric yang diba
ngkitkan adalah 32.7 MW. Heat yang ditransfer ke amonia di evaporator pertama-tama
menaikkan temperatur hingga vaporisasi dimulai dan diserap sebagai heat dari evaporisasi
pada temperatur konstan,untuk itu,per megawatt dari gross power
P A Te Tc
Cp H v
Where
Pa=ammonia pumping power ;
p=cair ammonia density =625 kg/m3 ;
v=ammonia inlet
velocity;
A= inlet area ;
Te =evaporator temperatur;
Tc=kondenser temperatur ;
Cp=specificheat=4.72 kJ/kg C
;Hv=latent heat of ammonia vaporization at 21.1 C=1460 kJ/kg;
rvA=27 kg/s
and vA=0.043 m3/s
7. OTEC net power output
8. OTEC Efficiency
Kelebihan :
- Menghasilkan air tawar bisa dikombinasi dengan fungsi lain seperti air minum
- Tidak berbahaya karena tidak ada zat yang berbahaya
- Produksi listrik stabil
- Biaya operasi murah
Kekurangan:
- Tekanan uap yang rendah membuat ukuran turbin harus besar
- Efisiensi masih rendah sekitar 1-2%
- Biaya pembangunan tidak murah
Contoh OTEC sistem terbuka terdapat di Kailua-Kona, Hawaii. Daya listrik yang
dihasilkan sebesar 10 MW.
2. Siklus tertutup, merupakan pilihan yang pada saat ini lebih disukai dan digunakan
banyak proyek percobaan. Seperti yang terlihat pada gambar 2, air permukaan yang
hangat dipompa ke sebuah penukar panas atau evaporator, dimana energy panas
dilepaskan kepada suatu medium kerja, misalnya ammonia. Ammonia cair itu akan
berubah menjadi gas dengan tekanan kira-kira 8,7 bar dan suhu lk 21 C. Turbin
berputar menggerakkan generator listrik yang menghasilkan energy listrik. Gas
ammonia akan meninggalkan turbin pada tekanan kira-kira 5,1 bar dan suhu lk 11o C
dan kemudian dibawa ke kondensor. Pendinginan pada kondensor mengakibatkan gas
ammonia itu kembali menjadi bentuk benda cair. Perbedaan suhu dalam rangkaian
perputaran ammonia adalah 10o C sehingga rendemen Carnot akan menjadi:
Kelebihan:
- Tekanan uap tinggi membuat turbin tidak terlalu besar
- Tidak membutuhkan bahan bakar
- Produksi listrik stabil
- Biaya operasi rendah
Kekurangan:
- Zat medium yang digunakan berbahaya jika terjadi kebocoran
- Biaya pembangunan tidak murah.
- Efisiensi masih rendah sekitar 1-3%
Contoh konstruksi OTEC siklus tertutup terdapat di India dengan daya listrik yang
dihasilkan sebesar 1 MW, Pembangunan pada tahun 2001.
3. Siklus Gabungan (Hybrid sistem), Pada sistem Hybrid, air laut hangat memasuki
vacuum chamber dimana ini diubah menjadi uap, yang mirip dengan penguapan dari
Open-cycle system. Uap akan membuat fluida melalui siklus closed-cycle.Uap dari
fluida akan menggerakkan turbin yang akan menghasilkan listrik. Uap lalu
dikondensasi di Heat-exchanger dan menghasilkan air desalinasi. Proses ini dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk industri pembuatan Methanol,
hydrogen dan lain-lain.
sistem pembangkit OTEC Hybrid Cycle dikarenakan memiliki manfaat lain, seperti
penghasil air suling dan penghasil mineral berupa Nacl. Selain itu, pembangkit ini juga
ramah lingkungan.
BAB III
PENGARUH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT OTEC
(PLTPL-OTEC)
3.1
Walaupun sampai saat ini biaya investasi awal OTEC masih mahal, namun OTEC
memiliki berbagai keuntungan Keuntungan dan keunggulan dari teknologi OTEC ini
antara lain adalah :
1. Sumber daya energi untuk OTEC merupakan sumber terbarukan secara alamiah.
2. Hampir tidak ada dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan dari sisi ekologi
berdampak positif karena akan memperkaya nutrisi pada permukaan air laut.
3. Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
4. Tidak membutuhkan bahan bakar, biaya operasional relatif rendah.
5. Produksi listrik stabil.
Selain itu, walaupun biaya investasi awal OTEC masih dipandang terlalu mahal,
namun riset termutakhir menunjukkan berbagai potensi produk samping OTEC yang
bermanfaat, sehingga dapat meningkatkan nilai ke-ekonomian dari teknologi OTEC.
Produk Samping dari OTEC tersebut antara lain :
1. Air pendingin AC: air dingin sisa proses OTEC dapat dimanfaatkan untuk
mendinginkan air biasa yang dibutuhkan AC standar melalui mekanisme tertentu.
2. Pertanian: saat air laut mengalir melalui pipa bawah tanah, akan mendinginkan tanah
di sekitarnya, sehingga tanah dapat ditanami berbagai tanaman yang cocok untuk
ditanam di iklim dingin.
3. Desalinasi air laut: proses pembangkitan energi.
4. Produksi hidrogen: hidrogen diproduksi dengan proses elektrolisis, dengan
memanfaatkan tenaga listrik yang diproduksi dari proses OTEC.
5. Produksi air minum, suplai air untuk aquaculture, ekstraksi mineral.
3.2 Prospek dan Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut OTEC
(PLTPL-OTEC)
Ahli fisika Perancis Jaques Arsonval pada tahun 1881 sudah mengemukakan konsep
konversi energi panas laut, atau KEPL (ocean thermal energy conversion, OTEC) sebagai
salah satu penggunaan dari siklus Rankine. Salah seorang muridnya, yaitu Georges
Claude, pada tahun 1930 telah membuat pusat listrik tenaga KEPL di Teluk Matanzas
dekat Kuba. Pusat tenaga listrik ini dengan daya 22 KW hanya dapat bekerja selama dua
minggu karena dihancurkan oleh sebuah angin topan sehingga pipa untuk masukan airnya
rusak total. Proyek itu kemudian dihentikan. Pada tahun 1950an, perusahaan Perancis
yakni Societe Energie des Mers melanjutkan usaha itu dengan merancang sebuah pusat
tenaga listrik di pantai dekat Abidjan, ibukota Pantai Gading (Ivory Coast). Pusat ini tidak
jadi dibangun karena harga tenaga listrik yang saat itu rendah sekali dan nampaknya energi
nuklirlah yang merupakan jawaban bagi masalah energi murah.
Kemudian yang memberikan suatu dorongan kuat kepada perkembangan KEPL
adalah kemelut energi yang terjadi pada tahun 1973, sewaktu terdapat embargo minyak
yang terjadi di Timur Tengah. Dalam sebuah tulisan majalah ilmiah Physics Today (tahun
1973), ahli fisika Clarence Zenner menyoroti lagi prinsip KEPL dan sangat menganjurkan
agar pengembangan KEPL dilanjutkan. Sejak itu banyak perusahaan besar mulai
melanjutkan proyek-proyek KEPL. Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan Lockheed,
Westinghouse dan General Electric dengan giat melakukan pengembangan prinsip KEPL.
Ada pula perusahaan-perusahaan yang mengembangkan bagian spesifik seperti penukar
panas. Antara lain Union Carbide, Foster Wheeler, Rockwell dan Alva-Laval. Juga
lembaga-lembaga penelitian seperti Batelle dan MITRE memberikan dukungan besar pada
pengembangan KEPL. Pusat energi listrik KEPL terapung pertama di dunia dengan daya
sebesar 50 KW beroperasi di lepas pantai kepulauan Hawaii pada tahun-tahun 1980an.
Proyek ini merupakan inisiatif perusahaan Lockheed bekerjasama dengan negara
bagian Hawaii. Dari Eropa dapat disebut perusahaan-perusahaan Alva-Laval (Swedia),
Compagnie Francaise des Petroles-Groupe Total (Perancis, Johnson Group (Swedia),
Kockums (Swedia), Micoperi (Italia), Pechiney Ugine Kuhlmann (Perancis) dan
Tecnomare (Italia). Studi-studi di Eropa itu sejalan dengan perkiraan yang terdapat di
Amerika Serikat bahwa pada jangka menengah atau jangka panjang prinsip KEPL
memiliki prospek yang cukup baik. Karenanya direncanakan untuk membuat suatu proyek
percobaan di Eropa untuk membangun sebuah pusat tenaga listrik KEPL dengan daya
hingga 10 MW. Hal itu juga didukung oleh pemerintah Perancis melalui Centre National
pour Exploitation des Oceans (CNEXO).
Terdapat masalah yang dihadapi pada pengembangan prinsip KEPL disebabkan
rendemen perpindahan panas yang sangat rendah, karena memerlukan jumlah air baik
yang hangat maupun yang dingin yang perlu dipindahkan. Untuk sebuah PLTKEPL
dengan saya misalnya 100 MW, diperlukan kira-kira 450 m3/s, baik air hangat maupun air
dingin yang harus dialirkan malalui pemindah panas. Jumlah-jumlah air yang besar itu
mengakibatkan bahwa berbagai komponen memiliki ukuran-ukuran yang sangat besar
pula.
Pemindah panas merupakan komponen yang sangat penting dan juga sangat mahal
bagi sebuah PLT-PL, meskipun dengan sistem tertutup. Biayanya merupakan kira-kira 1/3
dari biaya keseluruhan pembangkit. Untuk pembangkit dengan daya 100 MW diperlukan
untuk suatu luas penukaran panas antara 500.000 dan 1.500.000 m2 material yang
digunakan untuk pemindah panas harus terdiri atas bahan penukar panas yang baik. Pada
saat ini nampaknya bahwa aluminium, titan dan baja tahan karat merupakan material yang
terbaik. Terjadinya pertumbuhan bebagai organisme pada permukaan pemindah panas
merupakan gangguan yang serius terhadap berfungsinya dengan baik sebuah PLT-PL,
yang akan dengan pesat menurunkan daya dan kemampuannya. Kecepatan pertumbuhan
organisme itu tergantung dari material pemindah panas dan juga suhu air hangat.
Pipa air dingin merupakan komponen paling menonjol karena ukurannya yang
gigantik. Bagi sebuat PLT-PL dengan daya 100 MW, pipa itu akan memiliki garis tengah
kira-kira 500 - 600 meter atau lebih. Gaya-gaya hidrolik maupun mekanikal yang terjadi
pada pipa air dingin itu sangat besar, terutama pada pipa dengan struktur yang kaku. Juga
pengaruh arus dan ombak air laut merupakan masalah yang perlu diperhitungkan.
Karenanya juga dicari konsep-konsep dengan pipa yang agak fleksibel.
Pembuatan anjungan (platform) untuk memuat bangunan PLT-PL terapung dapat
mempunyai beberapa konfigurasi. Untuk sebuah pusat tenaga listrik dengan daya 100 MW
menurut pandangan terkini akan memerlukan suatu konstruksi yang memiliki daya apung
sebesar 200.000 sampai 300.000 ton, setara dengan sebuah kapal tangki minyak yang
besar.
Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Stabilitas dan gerakan-gerakan dari laut.
2. Instalasi dan kemungkinan-kemungkinan penyambungan dari pipa air dingin
3. Berbagai kemungkinan konstruksi
4. Biaya yang diperlukan.
Agar anjungan terapung itu tetap berada pada tempatnya dan tidak berpindah pindah
mengikuti arus air laut ataupun angin, juga merupakan masalah serius, lebihlebih kerena
ukurannya yang serba besar. Salah satu pilihan adalah bahwa anjungan itu memiliki mesin
penggerak sendiri sehingga dapat mengatur sendiri posisinya. Energi listrik yang
dibangkitkan dengan sendirinya dialirkan ke daratan melalui sebuah kabel laut. Perlu ada
pengaturan bahwa kabel laut itu tidak mengalami tarikan mekanikal bilamana
anjungannya bergerak. Sebuah PLT-PL terapung kecil yang dinamakan proyek Mini-
OTEC beroperasi di lepas pantai kepulauan Keahole Point, Hawaii, Amerika Serikat.
Proyek itu merupakan inisiatif dari perusahaan Lockheed Missiles and Space Company
serta Negara Bagian Hawaii. Tujuan proyek ini adalah memperlihatkan bahwa sebuah
PLT-PL percobaan dengan daya 50 KW dan sistem siklus tertutup merupakan suatu
sumber energi yang tidak mengganggu lingkungan. Mini-OTEC ini menggunakan
pemindah panas berbahan titanium dan dibuat oleh perusahaan Alfa Laval dari Swedia.
Pipa air dingin terbuat dari polietileen dan memiliki garis, tengah 0,71 meter dan panjang
900 meter. Bagian atas pipa dikaitkan pada sebuah ponton terapung. Pipa air dingin juga
berfungsi sebagai jangkar untuk menahan ponton pada tempatnya.
Beroperasinya dengan baik sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 100 KW di Pulau
Nauru, kepulauan Pasifik, dibangun oleh TEPSCO (Tokyo Electric Power Services
Company). Perusahaan tersebut merencanakan akan membangun sebuhah PLT-PL lagi
yang tidak terapung, melainkan di tepi pantai, dengan daya yang lebih besar yaitu 10 MW.
Pembangkit itu direncanakan juga untuk dibangun di Kepulauan Pasifik.
Selanjutnya dapat pula dikemukanan bahwa perusahaan Global Marine mendapat
tugas dari Departemen Energi Amerika Serikat untuk mengubah tangker Chipachet
menjadi suatu anjungan terapung percobaan bagi sebuah PLT-PL dengan daya 1 MW.
Proyek ini dinamakan OTEC-1, dan antara lain akan menguji beberapa konsep pemindah
panas pada kondisi lapangan dan terletak juga di lepas Pantai Hawaii. Pipa air dingin pada
proyek ini terdiri atas gabungan tiga pipa polietileen (garis tengah masing-masing 1,2
meter) dan panjang 640 meter. Tiap pipa dilalui sebuah kabel baja yang pada ujung
bawahnya dilengkapi dengan suatu beban yang berat agar pipa itu senantiasa berada dalam
posisi yang vertikal. Kedalaman laut adalah kira-kira 1220 meter.
Suatu rencana untuk membuat proyek PLT-PL Eropa dengan daya 10 MW (OTEC10) menggunakan anjungan yang terbuat dari beton. Juga diguankan sistem siklus tertutup
dengan amonia sebagai medium kerja. Pipa air dingin memiliki garis tengah 7 meter dan
panjangnya 800 meter.
Konsep ini dikembangkan oleh Hollandse Betton Group (HBG) dari
Belanda.Beberapa proyek percobaan lain dengan daya 10 MW juga dilakukan di Jepang
dan Amerika Serikat. Dapat dikemukakan bahwa semua proyek percobaan menyimpulkan
bahwa secara teknis diperoleh hasil-hasil yang cukup memuaskan namun secara ekonomi
belum karena harganya masih terlampau tinggi untuk dapat dioperasikan secara komersial.
Peningkatan efisiensi terutama dari penukar panas masih perlu dicapai untuk menurunkan
ukuran-ukuran pembangkit dan dengan demikian juga menurunkan biayanya.
diperbarui untuk menggantikan peran energi tersebut. Energi ini dapat berasal dari lautan.
Kebutuhan energi listrik Negara setiap kapita berdasarkan populasi di Indonesia
pada tahun 2008 masih mengalami kekurangan sebesar 0,220 GWh. Kekurangan ini akan
semakin bertambah sebanding dengan konsumsienergi terus-menerus meningkat tiap
tahunnya. Kenaikan konsumsi tidak lain disebabkan oleh bertambahnya penduduk
Indonesia dan peningkatan usaha. Akan tetapi, kenaikan konsumsi berbanding terbalik
dengan sumber energi yang digunakan untuk menghasilkan listrik.
Apalagi mengingat per-kiraan dan perhitungan para ahli pada tahun 2010-an
produksi minyak akan menurun tajam dan bisa menjadi titik awal kesenjangan energi.
Untuk lautan di wilayah Indonesia, potensi termal 2,5 x 1023 joule dengan efisiensi
konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat menghasilkan daya sekitar 240.000
MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 69 lintang selatan
dan 104109 bujur timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20km dari pantai
didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28C dan didapatkan perbedaan suhu
permukaan dan kedalaman laut (1.000m) sebesar 22,8C. Sedangkan perbe-daan suhu
rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman lautan (650m) lebih tinggi dari 20C.
Dengan potensi sumber energi yang melimpah, konversi energi panas laut dapat
dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Didukung oleh
wilayah Indonesia berada di zona khatulistiwa telah seharusnya memberikan potensi
besar.
Sebagaimana kita ketahui, luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, mendekati
70% luas keseluruhan wilayah Indonesia. Dengan luas wilayah mayoritas berupa
lautan, wilayah Indonesia memiliki energi yang punya prospek bagus yakni energi arus
laut. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau dan selat sehingga arus
laut akibat interaksi Bumi Bulan Matahari mengalami percepatan saat melewati
selat-selat tersebut.
Selain itu, Indonesia adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh
konstanta pasang surut M2 yang dominan di Samudera Hindia dengan periode sekitar
12 jam dan konstanta pasang surut K1 yang dominan di Samudra Pasifik dengan
periode lebih kurang 24 jam. M2 adalah konstanta pasang surut akibat gerak Bulan
mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah konstanta pasang surut yang diakibatkan oleh
kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.
Indonesia adalah Negara yang mendapatkan banyak penyinaran radiasi matahari
sehingga memiliki beda temperature 22-24 C. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi baru seperti OTEC.
Pembangkit
ini,
bisa
menggunakan
sistem
kerja
siklus
hybrid
yakni menggabungkan kelebihan dari sistem siklus terbuka dan sistem siklus tertutup.
Indonesia baiknya menggunakan sistem pembangkit OTEC Hybrid Cycle dikarenakan
memiliki manfaat lain, seperti penghasil air suling dan penghasil mineral berupa Nacl.
Selain itu, pembangkit ini juga ramah lingkungan.
Perkiraan potensi listrik dari OTEC di Indonesia yang memiliki panjang pantai
95.181 km, sekitar 70% memiliki kedalaman >1000m atau 1km sebagai sumber OTEC.
Panjang pantai
: 95.181 km
Sumber OTEC 70%
: 0,7 x 95.181 km = 66,627 km
Jarak antar OTEC per 100 MW
: 30 km
Perkiraan potensi listrik dengan pembangkit listrik OTEC :
(66,627/30) x 100 MW
= 222.089 MW
= 222.000 MW
= 222 GW.
Kapasitas factor OTEC adalah 0,8 berarti Indonesia memiliki potensi listrik dengan
OTEC adalah:
0,8 x 24 x 365 x 222 GW
= 1.555.776 GWh atau 1.556 T Wh per tahun
3.4
Keekonomian OTEC
Pembangunan 100 MW
3.4
akibat emisi gas buang dari produk BBM atau batu bara.
4. Setiap proyek yang akan dibangun nantinya akan mengurangi jumlah
pengangguran, karena tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja.
Keuntungan bagi penyedia listrik (PT PLN) :
1. Merupakan solusi alternatif untuk masa yang akan datang, sekiranya produksi
BBM atau batu bara telah berhenti.
2. Mengurangi ketergantungan akan BBM atau batu bara sebagai bahan baku
dalam memproduksi listrik.
3. Jika dimanfaatkan secara optimum, maka dengan efisiensi sekitar tiga persen
maka Indonesia dapat menghasilkan 240.000MW dari total potensi panas laut
yang ada.
4. Hasil sampingan berupa air tawar tentu dapat dimanfaatkan untuk produksi air
minum bersih untuk didayakan oleh PLN.
Keuntungan bagi konsumen :
1. Konsumen akan merasa lega akan kontinuitas penyediaan energi listrik untuk
beberapa waktu mendatang.
Kendala :
1. Untuk mengubah suatu sistem ketenaga listrikan dari BBM dan batubara
menjadi panas laut dibutuhkan biaya investasi yang sangat besar.
2. Efisiensi pembangkit tenaga panas laut (PLTPL) yang masih di bawah 5%
tentu bukan merupakan kabar yang baik bagi semua pihak.
3. Belum ada investor yang besedia menanamkan investasinya untuk proyek
pembuatan pembangkit tenaga panas laut (PLTPL).
4. Adanya gangguan alam di daerah laut atau pantai akan merugikan sistem
kelistrikan dengan teknologi panas laut.
5. Biaya produksi akan tinggi sehingga mau tidak mau jika pemerintah
melakukan subsidi, maka budget APBN akan tersedot untuk biaya subsidi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut OTEC (Konversi Energi Panas Laut) memiliki
potensi dan prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di dunia terutama di Indonesia.
OTEC memiliki banyak manfaat bagi masyarakat dan merupakan suatu yang kompetitif
untuk dikembangkan.
Permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari, dan
lautan menutupi hampir 70% area permukaan bumi. Perbedaan temperatur ini menyimpan
banyak energi matahari yang berpotensial bagi umat manusia untuk dipergunakan. Jika hal
ini bisa dilakukan dengan cost effective dan dalam skala yang besar, OTEC mampu
menyediakan sumber energi terbaharukan yang diperlukan untuk menutupi berbagai
masalah energi.
Selain itu, OTEC memiliki berbagai keuntungan dan keunggulan seperti, Sumber
daya energi untuk OTEC merupakan sumber terbarukan secara alamiah. Hampir tidak ada
dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan dari sisi ekologi berdampak positif karena
akan memperkaya nutrisi pada permukaan air laut.
OTEC juga tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya seperti
Pembangkit listrik tenaga lainnya karna Pembangkit listrik tenaga panas laut otek tidak
membutuhkan bahan bakar, biaya operasionalnya pun relatif rendah dan dalam produksi
pun menghasilkan listrik yang stabil.
OTEC juga memiliki beberapa produk sampingan seperti : Air pendingin AC yang
berasal air dingin sisa proses OTEC dapat dimanfaatkan untuk mendinginkan air biasa
yang dibutuhkan AC standar melalui mekanisme tertentu.
Berguna juga dalam hal pertanian, saat air laut mengalir melalui pipa bawah tanah,
akan mendinginkan tanah di sekitarnya, sehingga tanah dapat ditanami berbagai tanaman
yang cocok untuk ditanam di iklim dingin.
4.2 Saran
1. Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang menindaklanjuti secara
nyata pengembangan konversi energi terbarukan untuk sesegera mungkin
mengantisipasi krisis energi nanti.
2. Adanya Studi lanjut dan pelatihan bagi para teknisi elektro lokal ke negara-negara
yang sudah mengembangkan teknologi OTEC. (USA Hawaii, Kanada, Eropa,
India, Jepang)
3. Tidak ada investasi yang murah untuk sebuah hasil yang baik apalagi kompetitif,
OTEC sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi terutama di daerah
lautan tropis.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Konversi_energi_termal_lautan
2. Kadir, Abdul, Teknologi Konversi Energi Panas Laut : Prinsip, Perkembangan
dan Prospek, 2005
3.
http://archive.kaskus.us/
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik
5. http://kuliah.andifajar.com/otec-ocean-thermal-energy-conversion/