Anda di halaman 1dari 8

Asal usul Sunan Muria Wali Songo

Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar
Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat
mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuh
untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria.
Tempat tinggal beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo.
Letaknya di sebelah utara kota Kudus. Menurut Solichim Salam, sasaran dakwah
beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah satusatunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai
alat dakwah untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan
tembang Sinom dan Kinanti.
Air Tiga Rasa di Rejenu Makam Syeh Sadzali
Banyak tempat ziarah dapat dikunjungi di Kabupaten Kudus. Salah satunya adalah
makam Sunan Muria memang banyak menyedot wisatawan domestik hampir
sepanjang tahun. Bahkan, di kawasan Gunung Muria, (kecamatan Dawe) tidak
hanya makam Sunan Muria saja yang selalu dikunjungi masyarakat.
Di depan gapura Rejenu
Sebuah makam di sebelah utara makam Sunan Muria, di atas objek air terjun
Montel. Tepatnya di Japan Utara yang dikenal dengan Rejenu yang berdasarkan
astronomi berada di koordinat 6 39 6 LS 110 54 10 BT. Di sini terdapat sebuah
makam yang banyak diziarahi orang. Orang mengenalnya sebagai makam Syeh
Sadzali. Salah satu murid Sunan Muria yang disegani.
Untuk mencapai makam ini memang tidak segampang bila ingin ziarah ke makam
Sunan Muria. Kawasan ini boleh dikatakan belum tersentuh tangan pembangunan
yang menyediakan fasilitas kemudahan. Masih alami. Listrikpun belum tersedia.
Walau sekarang jalan menuju tempat tersebut telah diperlebar dan dilapisi beton
sehingga banyak tersedia jasa ojek (melalui rute desa Japan). Sedangkan bila
melalui Air terjun Montel masih harus melewati jalan setapak.
Yang datang berziarah tidak hanya dari Kudus. Banyak yang berasal dari kota-kota
besar di Jawa, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Sebagian lagi dari Palembang dan Kalimantan. Bahkan, dari Singapura dan Irlandia.
Air Tiga Rasa
Sejarah Syeh Sadzali masih penuh misteri. Pengurus Yayasan setempat sedang
mengumpulkan data. Yang mereka yakini, Syeh itu salah satu murid Sunan Muria
yang
konon
berasal
dari
Irak
(Bagdad).
Minum air tiga rasa
Salah satu murid yang dikasihi karena pegang peranan penting ketika Sunan Muria
mengadu kesaktian dengan Dampo Awang. Karena banyak yang iri kemudian

tersisih atau disisihkan. Ada dugaan beliau menyingkir ke tempat dia dimakamkan
sekarang ini di Rejenu.
Kompleks ini memang banyak mengandung misteri karena masih banyak makam
yang belum dikenali. Ada pula tiga mata air yang memiliki tiga rasa khas dan boleh
dibilang ajaib. Ketiga air memiliki rasa seperti minuman Sprite. Namun ketajaman
rasa satu sama lain berbeda. Air ini dipercaya mempunyai banyak khasiat. Bagi
yang percaya, dengan minum air itu jiwa mereka akan menjadi lebih tenang. Rasa
percaya diri mereka lebih tebal. Selain itu dipercaya mampu menyembuhkan
berbagai
penyakit.
Konon, dulunya mata air ini terdiri atas 4 macam yang bilamana keempat-empatnya
dicampur dapat mengabulkan apapun permohonan peminumnya. Oleh Syeh
Sadzali, mata air keempat ditutup. Karena tidak jarang ada peziarah yang
melakukan tirakatan di sekitar Air Tiga Rasa agar mampu melihat dan mengambil
air dari sumber mata air yang keempat tadi.
Obyek lainnya
Selain itu, ternyata masih ada beberapa objek lain yang berdekatan dengan makam
Syeh Sadzli dan Air Tiga Rasa ini. Objek-objek itu antara lain:
Air terjun. Cukup tinggi, tak kalah dengan air terjun Montel di Colo. Namun, jalan ke
arah sana baru jalan setapak atau lewat aliran Sungai Rejenu.
Gua Jepang.
Makam Syeh Subakir dan Ali Murtadho. Di sebelah atas melalui jalan setapak yang
terjal.
Sendang Anglingdarmo.
Selain itu, Rejenu (Makan Syeh Sadzli dan Air Tiga Rasa) merupakan pos pendakian
terakhir bagi yang ingin mendaki ke Puncak Argowiloso maupun Argojembangan.
Dua
diantara
beberapa
puncak
tertinggi
Gunung
Muria
Fasilitas yang tersedia
Saat kemarau, debit airnya menurun. Meski berada di tengah hutan terkepung
aneka puncak bukit di Gunung Muria dan tanpa aliran listrik, pengunjung dapat
menikmati berbagai fasilitas yang tersedia, semisal:
Ojek, bagi yang malas berjalan kaki
Warung makan yang buka 24 jam
Kamar penginapan sederhana di setiap warung
Musala
Kamar mandi

Bagi yang menyukai camping bisa memanfaatkan area di sekitar objek ini untuk
mendirikan tenda.
Potensi ini memang fenomena yang menarik untuk dikembangkan di masa
mendatang. Sayang, objek wisata ziarah di Kabupaten Kudus belum dikelola secara
profesional oleh Pemkab Kudus. Tercermin dari seberapa jauh dana APBD yang
disediakan di sektor itu. Tanpa dukungan dana memadai, objek wisata seperti
Gunung Muria (Sunan Muria dan Pesanggrahan Colo) terpaksa tampil dengan
fasilitas terbatas. Jika demikian, pengembangan suatu objek wisata tinggal impian
saja
SEJARAH RADEN AYU NAWANGSIH DAN RADEN BAGUS RINANGKU DI DESA
KANDANGMAS KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS
A. Latar Belakang Masalah
Dalam apa yang disebut Legenda Hutan Jati Masin, diceritakan betapa Sunan
Muria
mempunyai
banyak
murid,
yang
bukan
hanya
belajar
ilmu
agama,
melainkan
juga
berkesenian
dan
olah
kanuragan.
Murid-muridnya
datang
ke
Colo dari berbagai tempat seperti Tayu, Pati, dan Pandanaran yang kini disebut
Semarang,
dari
daerah
inilah
datang
berguru
Raden
Bagus
Rinangku.
Syahdan,
karena
sang
pemuda
tampan
dan
sakti,
putrinya
yang
bernama
Raden
Ayu
Nawangsih saling jatuh hati dengan pemuda tersebut. Adapun Sunan Muria
ternyata
tidak
merestuinya,
karena
telah
memilih
Kyai
Cebolek
sebagai
menantu.
Sampai
di
sini,
kita
saksikan
suatu
manuver
yang
sering
ditemukan
dalam
legenda Jawa: Sunan Muria menugaskan Bagus Rinangku untuk menumpas para
perusuh,
yang
merampok
dan
membunuh
di
sekitar
Muria,
tentu
maksudnya
agar
Bagus
Rinangku
perlaya
di
tangan
mereka.
Namun
ternyata
pemuda
Pandanaran ini bukan hanya berhasil membasminya, melainkan juga membuat
salah
seorang
di
antaranya
bertobat
dan
memperdalam
ilmu
agama.
Kelak
mantan
perampok
ini
terkenal
sebagai
Kiai
Mashudi.
Melihat dari sekulumit perjalanan di atas, maka penulis ingin memahami lebih
dalam
mengenai
sejarah
Raden
Ayu
Nawangsih
dengan
Raden
Bagus
Rinangku
yang
ada
di
Dukuh
Masin
Desa
Kandangmas
Kecamatan
Dawe
Kabupaten
Kudus.
B.
Pembahasan
Sunan
Muria
adalah
salah
seorang

anggota
dari
Walisongo
yang
menyebarkan
agama
Islam
didaerah
Kudus
tepatnya
di
Desa
Colo
Kecamatan
Dawe dan Colo juga dikenal dengan Lereng Gunung Muria. Sebagai seorang
muballigh
yang
terkenal
karena
ilmu
dan
kesaktian
yang
dimiliki,
maka
beliau
mempunyai
banyak
murid
yang
ingin
berguru
atau
mencari
ilmu
(ngangsu
kaweruh) kepada Sunan Muria. Raden Bagus Rinangku adalah salah
seorang
dari
murid
Sunan
Muria
yang
terkenal
paling
cerdas,
cakap
juga
tampan
rupanya,
dan
karena
kelebihan
yang
dimiliki
ini,
Raden
Ayu
Nawangsih
salah
seorang putri Sunan Muria jatuh cinta kepada Raden Bagus Rinangku, bahkan
mereka
telah
saling
berjanji
akan
mengarungi
hidup
bersama
meskipun
halangan
dan
rintangan
datang
menghadang.
Sunan Muria mengetahui hal ini dan bermaksud untuk menggagalkan maksud
dari
dua
muda-mudi
yang
sedang
kasmaran
ini,
karena
Sunan
Muria
telah
berjanji
pada
seorang
muridnya
yang
bernama
Kyai
Cebolek
untuk
menjodohkan
Raden Ayu Nawangsih dengan dirinya. Untuk melaksanakan rencana ini, Sunan
Muria
menyiapkan
berbagai
tugas
berat
untuk
Raden
Bagus
Rinangku
dengan
harapan
dia
gagal
melaksanakan
tugas
itu
dan
mengurungkan
niatnya
untuk
bersatu dengan Raden Ayu Nawangsih karena dia merasa malu kepada Sunan
Muria.
Salah
satu
rencana
dari
Sunan
Muria
adalah
dengan
memerintah
Raden
Bagus
Rinangku
untuk
membasmi
geromblan
pengacau atau perusuh yang sering merampok dan merampas harta penduduk,
dan
bila
Raden
Bagus
Rinangku
maka
dialah
justru
yang
menjadi
korban
keganasan
perusuh
dan
matilah
Raden
Bagus
Rinangku.
Namun
perkiraan
Sunan
Muria meleset karena Raden Bagus Rinangku berhasil melaksanakan perintah
bahkan
telah
menyadarkan
salah
seorang
anggota
perusuh
untuk
bertobat.
Mengetahui
rencananya
gagal,
Sunan
Muria
telah
menyiapkan
rencana
yang
lain.
Tugas
berat
kedua
yang
diperintahkan
Sunan
Muria
kepada
Raden
Bagus
Rinangku
adalah
memerintahkan
dia
untuk
menjaga
burung
(tunggu
manuk)
agar
tidak
memakan
padi

yang
sudah
menguning
di
sawah
yang
berada jauh dari Colo atau tepatnya di Dukuh Masin (sekarang Dukuh Masin
masuk
Desa
Kandang
Mas
Kecamatan
Dawe
Kabupaten
Kudus).
Suatu
hari
Sunan
Muria
mengecek
apakah
Raden
Bagus
Rinangku
telah
melaksanakan tugasnya dengan baik, namun ternyata Raden Bagus Rinangku
melalaikan
tugasnya
dengan
membiarkan
burung-burung
bebas
memakan
padi
yang
sudah
menguning
dan
yang
lebih
membuat
Sunan
Muria
marah
adalah
karena
Raden
Bagus Rinangku tertangkap basah sedang memadu kasih dengan Raden Ayu
Nawangsih.
Melihat
hal
ini
Sunan
Muria
marah
besar
dan
Raden
Bagus
Rinangku
segera
memohon
maaf
kepada
Sunan
Muria,
dan
berjanji sanggup mengembalikan padi- padi yang telah dimakan burung-burung
tersebut
pada
keadaan
semula.
Dengan
kesaktian
dan
ijin
dari
Tuhan,
maka
kembalilah
padi-padi
itu
pada
keadaan
semula.
Sunan Muria semakin marah dengan apa yang dilakukan Raden Bagus Rinangku,
karena
telah
memamerkan
kesaktian
yang
dimilki
kepada
Gurunya.
Karena
merasa
tersaingi,
maka
Sunan
Muria
menarik
panahnya
dan
diarahkan
ke
Raden
Bagus
Rinangku dengan maksud untuk menakut- nakutinya, namun anak panah itu
melesat
dan
menembus
perut
Raden
Bagus
Rinangku
tembus
sampai
punggungnya,
dan
tewaslah
Raden
Bagus
Rinangku.
Melihat
kejadian
ini,
Raden
Ayu
Nawangsih menagis meraung-raung dan segera menubruk tubuh Raden Bagus
Rinangku
yang
tertelungkup
di
tanah.
Anak
panah
yang
menembus
punggung
Raden
Bagus
Rinangku
itu
menembus
pula
perut
Raden
Ayu
Nawangsih,
dan
tewaslah
Raden Ayu Nawangsih di hadapan Ayahnya. Jenazah kedua muda-mudi ini
pun
dimakamkan
diatas
sebuah
bukit
di
mana
keduanya
memadu
kasih.
Kematian
muda-mudi
ini
amat
menggemparkan
penduduk
sekitar
Masin.
Para pelayat yang ikut mengantarkan jenazah kedua muda-mudi ini tertegun
berdiri
terpaku,
keharuan
mencekam
mereka
yang
berduka
ketika
mendengarkan
nasehat
Sunan
Muria.
Setelah
jenazah
selesai
dikuburkan,
para
pelayat
masih

meratapi nasib kedua muda-mudi itu, dan Sunan Muria berkata ah bagaikan pohon
jati
saja
engkau
semua,
berdiri
terpaku
tak
bergerak
dibukit.
Ketika
itu
pula
semua
pelayat
berubah
menjadi
pohon
jati.
Hingga
sekarang
pohon
jati
itu
masih ada dan pohon-pohon jati itu dikeramatkan oleh penduduk sekitar
makam
Raden
Bagus
Rinangku
dan
Raden
Ayu
Nawangsih.
C.
Analisis
Bentuk
:
Cerita
Raden
Bagus
Rinangku
dan Raden Ayu Nawangsih disebarkan dari mulut ke mulut sehingga disebut
sebagai
cerita
lisan
atau
dalam
bahasa
ilmiahnya
disebut
folklore
lisan.
Namun
karena
ada
perhatian
yang
besar
dari
salah
seorang
penulis
bernama
Umar
Hasim, maka cerita diatas telah ditulis dalam sebuah bab dalam buku yang
berjudul
Sunan
Muria
(Antara
Fakta
dan
Legenda).
Meskipun
sudah
ditulis
dalam
bentuk
buku
cerita
diatas
tetap
merupakan
folklore.
James
Danandjana
menyatakan bahwa Folklor tidak berhenti folklore apabila ia telah
diterbitkan
dalam
bentuk
cetakan
atau
rekaman
(Danandjaja,
1986
:
5).
Fungsi
:
cerita
diatas
memiliki
fungsi
sebagai
alat
pendidikan,
karena
didalammya terdapat pesan moral yang sangat besar. Pertama, bahwa kita harus
senantiasa
menghormati
guru
kita,
meskipun
guru
mempunyai
maksud
tersembunyi
yang
tidak
ketahui
terhadap
keselamatan
diri
kita;
Kedua,
jangan
sampai kita melanggar perintah guru karena guru merupakan orang tua kita
kedua
setelah
orang
tua
kandung
kita
dirumah.
Ketiga,
bahwa
kisah
ini
memiliki
tendensi
tertentu
kepada
Sunan
Muria,
dimana
telah
memojokkan
Sunan
Muria
sebagai seorang pembunuh, padahal tidaklah mungkin seorang ulama besar
bertindak
demikian
kecuali
terpaksa,
terbunuhnya
Raden
Bagus
Rinangku
adalah
ketidaksengajaan
karena
Raden
Bagus
Rinangku
telah
berbuat
dosa
besar,
yaitu berzina. Maksud ungkapan menjaga burung (Njaga manuk = bahasa jawa) itu
adalah
kelamin
laki-laki,
jadi
Raden
Bagus
Rinangku
diperintahkan
untuk
menjaga
alat
kelaminnya
agar
jangan
sampai
berbuat
zina,
namun
Raden
Bagus
Rinangku telah lalai dan tertangkap basah oleh Sunan Muria sedang berbuat
zina
dengan
Raden
Ayu
Nawangsih.

Sifat
:
cerita
diatas
juga
bersifat
mendidik,
keagamaan
dan
sejarah.
Bersifat
mendidik
karena
cerita
diatas
membawa pesan moral kepada generasi muda sekarang yang cenderung hidup
bebas
tanpa
memperhatikan
nilai,
norma
dan
etika
dalam
masyarakat,
sehingga
banyak
terjadi
kasus
seks
bebas
dan
hamil
diluar
nikah
yang
sungguh
sangat
memalukan dan mengerikan. Bersifat keagamaan, karena di sini membawa nama
besar
seorang
Wali
Songo
yaitu
Sunan
Muria
yang
terkenal
pandai
dalam
agama
dan
sakti
mandra
guna
dan
yang
terpenting
adalah
bahwa
adanya
ajaran
untuk dapat mengontrol diri dan nafsu melalui berbagai usaha mendekatkan diri
kepada
Tuhan
YME,
seorang
pemuda
yang
taat
kepada
Tuhan
YME
akan
menolak
berzina
sekalipun
diajak
oleh
seorang
wanita
yang
amat
cantik,
karena
dia
takut
akan azab yang diberikan Tuhan YME. Bersifat sejarah karena cerita diatas
telah
menjadi
bagian
dari
sejarah
masyarakat
desa
Kandang
Mas
yang
sangat
menghormati
Sunan
Muria
dan
bersimpati
bahkan
empati
kepada
dua
muda-mudi tersebut. Karena kesaktian yang dimiliki Sunan Muria, jadilah
mereka
(pelayat)
pohon
jati
yang
sampai
sekarang
masih
dikeramatkan.
Sampai
sekarang
juga
dimakam
Raden
Bagus
Rinangku
dan
Raden
Ayu
Nawangsih
selalu saja ada pemuda atau pemudi yang datang untuk sekedar berziarah atau pun
meminta
berkah
untuk
mendapatkan
jodoh.
Tradisi Dandhangan
Tradisi Dandangan di Kudus pada mulanya hanya kegiatan tabuh bedug untuk
menandai datangnya bulan suci Ramadhan di Menara Kudus. Tabuh bedug di
Menara Kudus tersebut juga sebagai pengejawantahan spirit suka cita menyambut
bulan Puasa. Hal ini sesuai ajaran Islam, sebagaimana yang disabdakan Nabi
Muhammad SAW, bahwa bagi orang-orang yang beriman akan menyambut
datangnya Ramadhan dengan suka cita. Spirit realigi tradisi dandangan tersebut,
dalam perjalanan sejarah, ternyata semakin populer sehingga tradisi dandangan di
Kudus bisa lestari sampai kini dan bahkan mungkin sampai akhir zaman. Tradisi ini
sudah ada sejak 450 tahun yang lalu atau tepatnya zaman Sunan Kudus ( Syeh
Jafar Shodiq salah satu tokoh penyebar agama Islam di Jawa ). Pada saat itu, setiap
menjelang bulan puasa, masyarakat di sekitar Kota Kudus datang berbondongbondong datang ke Masjid Menara untuk mendengarkan dan melihat ditabuhnya
bedug sebagai pertanda datangnya pengumuman hari pertama puasa. Ratusan

santri Sunan Kudus berkumpul di Masjid Menara menunggu pengumuman dari Sang
Guru tentang awal puasa. Masyarakat atau para santri tidak hanya berasal dari Kota
Kudus, tetapi juga dari daerah sekitarnya seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati,
Jepara, Rembang, bahkan sampai Tuban, Jawa Timur. Karena banyaknya orang
berkumpul, tradisi Dandangan kemudian tidak hanya sekedar mendengarkan
informasi resmi dari Masjid Menara, tetapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk
berjualan di lokasi itu. Para pedagang itu tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga
dari berbagai daerah disekitar Kudus, bahkan dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
Mereka biasanya berjualan mulai dua minggu sebelum puasa hingga malam hari
menjelang puasa. Tradisi dandangan diadakan setiap tahun menjelang bulan
Ramadan. Menyambut bulan Ramadan, masyarakat Kota Kudus pasti tidak Akan
melewatkan moment Dandangan, dandangan merupakan salah satu tradisi yang
digelar untuk menyambut datangnya bulan Puasa. Untuk memanfaatkan moment
tersebut masyarakat menggelar dagangannya disekitar Masjid Menara dan di
sepanjang jalan dari Simpang Tujuh hingga Pasar Jember. Dari makanan, pakaian,
perabot rumah tangga hingga mainan anak- anak tersedia di Sana. Tak ketinggalan
biasanya dalam acara Dandangan juga menampilkan hiburan-hiburan tradisional
yang mampu dijadikan wahana wisata bagi masyarakat. Acara yang berlangsung
kurang lebih dua minggu tersebut berlangsung sangat meriah dari siang sampai
malam hari. Di dalam tradisi Dandangan yang mengandung unsur realigi dan
budaya cukup dapat mewakili spirit Kota Kudus yang Modern dan Religius.
Dandangan diadakan dengan cara menggelar dagangan di lapak-lapak kaki lima
selama dua minggu menjelang Ramadan, bahkan kadang- kadang hingga satu
minggu Ramadhan. Mungkin semacam pasar malam, karena pada kenyataannya
walaupun dandangan dibuka pagi hari, namun pengunjung paling ramai pada
malam hari. Apalagi pada malam-malam libur seperti hari jumat malam hingga
minggu malam. Ada banyak yang dijual di dandangan ini, mulai dari barnga pecah
belah, makanan dan minuman, hingga furniture alias mebel dengan kualitas
standar. Omset per tahunnya tidak begitu jelas, tapi yang jelas setiap tahun selalu
banyak lapak yang berjualan dan semakin banyak pula yang berkunjung, baik
membeli atau hanya melihat-lihat saja. Bagaimanapun juga Dandangan saat ini,
pelaksanaan Dandangan layak diacungi jempol. Karena dengan adanya tradisi ini,
keimanan dan perekonomian masyarakat Kudus bisa terjaga. Bagaimanapun tidak,
dengan adanya Dandangan ini, orang akan semakin menyadari atau setidaknya
ingat bahwa Ramadhan sudah di depan mata, sehingga dapat menyiapkan diri
menyambutnya serta dengan Dandangan ini masyarakat khususnya pedagang
dapat memperoleh penghasilan atau keuntungan bagi diri dan keluarganya

Anda mungkin juga menyukai