Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PREPARED BY:
LAPI ITB
1. LATAR BELAKANG
Pengelolaan air dan pengendalian korosi merupakan bagian penting dalam sistem di PLTU. Sistem
pengelolaan air di PLTU Indramayu terkait dengan penyediaan air bersih untuk kebutuhan boiler system
mencakup:
- Seawater intake & pre-treatment
- Multiple-effect Distillation (MED) & Demineralization unit
- Internal water cycle (Boiler-Steam Line-Condenser-Condensate Polishing)
Sistem pengelolaan air di PLTU Indramayu terkait dengan pengolahan air limbah mencakup:
-
Sewage Treatment
Industrial Wastewater Treatment
Coal Yard Wastewater Treatment
Ash Yard Wastewater Treatment
Berbagai permasalahan yang timbul dalam sistem pengolahan air serta korosi di berbagai bagian
dalam sistem di PLTU Indramayu menyebabkan penurunan kinerja PLTU dalam bentuk derating dan
outage. Laporan ini memuat hasil identifikasi permasalahan, root cause failure analysis (RCFA) serta
rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk penyelesaian masalah-masalah yang ada.
2. ANALISIS PERMASALAHAN
Beberapa permasalahan utama dan penyebabnya yang teridentifikasi melalui analisis data kualitas
air, kinerja unit (dalam bentuk laju produksi), dan laporan dari tim chemical (PIC: Bpk. Sumarno),
engineering (PIC: Bpk. Fatoni) dan operator di lapangan dirincikan di Tabel 1 menurut klasifikasi sistem
penyediaan air bersih dan pengolahan air limbah.
Tabel 1 Analisis permasalahan di tiap unit dan penyebabnya
Permasalahan
Seawater Intake
1 Korosi di screening unit (control panel, trash
rack), Circulating Water Pump (CWP), backwash
unit, piping seawater intake-MED unit
2 Akumulasi debris di open cooling system
Seawater Pre-treatment
3 Real-time water quality monitoring
Distillation & Demineralization Unit
4 Laju produksi MED di bawah kapasitas normal
(kapasitas maksimum: ~180 ton/h)
Unit 1 ~60 ton/h, Unit 2 ~80 ton/h
5 Frekuensi kerusakan selang pneumatic pump di
Demineralization Unit (Ion Exchange Resin) tinggi
Penyebab
- Kontak dengan air laut
- Cathodic protection tidak berfungsi
- Laju produksi chlorine tidak memadai (hanya
satu unit produksi chlorine yang operasional)
- Turbidity meter di inlet dan outlet series 1, 2
dan 4 belum terpasang (kerusakan kabel)
- Leakage di MED vacuum pressure tinggi
Seawater Intake
Dua permasalahan utama di seawater intake yaitu korosi di screening unit dan akumulasi debris di
open cooling system. Kondisi korosif akibat kontak dengan air laut menyebabkan trash rack dan control
panel di seawater intake (gambar 1) mengalami korosi dan tidak dapat dioperasikan. Hal ini
mengakibatkan penurunan efisiensi dalam pembersihan screening unit karena harus sepenuhnya
dilakukan secara manual (tidak dapat mengandalkan trash rack). Selain screening unit, kondisi korosi
juga sebenarnya terlihat di unit dan piping lainnya seperti Circulating Water Pump (CWP), backwash unit,
dan piping ke seawater pre-treatment. Hal ini akan mengakibatkan leakage dan penurunan efisiensi dari
unit. Perbaikan di screening unit yang saat ini sedang dilakukan oleh tim dari PJB perlu didukung dengan
metode pencegahan korosi dalam bentuk cathodic protection yang saat ini dalam kondisi tidak berfungsi
karena tidak adanya pemeliharaan dan pemantauan rutin.
(kondisi normal dengan kedua unit produksi chlorine operasional chlorine residue > 0.1 mg/L)1,12).
Penurunan dosing rate diakibatkan oleh unit 1 di chlorine production plant yang tidak operasional
sepanjang tahun 2014 (Gambar 2). Hal ini mengakibatkan akumulasi debris yang lebih cepat
dibandingkan kondisi normal. Data WO berulang menunjukkan kerusakan di unit 1 terjadi pada cell plate
electrolysis bath.
Tabel 2 Hasil pengukuran kadar chlorine residue di bulan Agustus-September 20141)
turbidity air laut. Jenis coagulant dan coagulant aid yang umumnya digunakan yaitu polyaluminum
chloride (PAC) dan polyacrylamide (PAM). Dosing rate menurut data di chemical operation manual2)
yaitu 20-50 mg/L untuk PAC dengan dosing concentration sebesar 20% dan 0.5-1 mg/L untuk PAM
dengan dosing concentration sebesar 0.2%. Control parameter dalam penentuan chemical dosing rate
adalah nilai pengukuran turbidity air laut di inlet dan outlet.
Kondisi air laut sebelum pengolahan di pre-treatment menunjukkan nilai turbidity yang cukup rendah
(Data hasil uji lab SUCOFINDO, Tabel 3: <5 NTU) sehingga tidak membutuhkan dosing coagulant dan
flocculant sebelum pengolahan lebih lanjut menggunakan MED. Walaupun begitu pemantauan nilai
turbidity dan kadar SiO2 perlu dilakukan secara real-time agar kualitas air laut yang masuk ke MED dan
unit-unit selanjutnya dapat dikontrol bila melebihi ambang batas.
Kondisi sensor turbidity yang saat ini berfungsi di seawater pre-treatment yaitu di kolam
penampungan air laut ke-3 (series 3), sedangkan sensor di kolam 1,2 dan 4 (series 1,2 dan 4) sudah
terkalibrasi tetapi belum terpasang karena kondisi kabel yang rusak akibat korosi. Kolam yang
operasional saat ini adalah series 1-2, sedangkan series 3-4 tidak digunakan karena mengalami
kebocoran di perpipaan. Kebutuhan suplai air ke MED masih tercukupi dengan kondisi kolam
penampungan di seawater pre-treatment 50% operasional.
LAPI ITB
per unit sekitar 180 ton/h). Penyebab utama penurunan laju produksi adalah leakage yang terjadi di
MED, khususnya di unit 1 yang mengalami penurunan yang cukup drastis. Leakage ini mengakibatkan
kondisi vacuum yang tidak memadai di dalam MED unit. Ada dua kemungkinan penyebab leakage di
MED unit yaitu scaling di dalam unit, dan kerusakan pada piping dan sealing. Berdasarkan laporan dari
tim chemical dan engineering PJB saat inspeksi internal MED unit (pertengahan 2014), tidak ditemukan
adanya scaling ataupun korosi dari air laut di dalam MED unit yang dapat menyebabkan turunnya
kondisi vacuum. Oleh sebab itu, penyebab leaking kemungkinan besar akibat kerusakan pada piping
yang dapat diakibatkan oleh kualitas auxiliary steam dari boiler yang buruk (wet steam) sehingga terjadi
water hammering di steam line dan/atau jenis material piping dan valve yang kurang baik yang
mengakibatkan kebocoran mudah terjadi dan sulit diperbaiki kecuali dilakukan penggantian piping
secara keseluruhan.
Di sisi demineralization unit, air dari fresh water tank diolah lebih lanjut dengan memisahkan cation
dan anion dari air dengan menggunakan resin. Kondisi korosif terjadi di bagian resin regeneration karena
penggunaan asam klorida dan natrium hidroksida untuk regenerasi resin. Permasalahan yang terjadi di
demineralization unit adalah akibat kondisi korosif ini yang berdampak pada kerusakan tubing di
pneumatic pump dengan frekuensi yang cukup sering. Saat ini tubing yang digunakan adalah jenis
polyurethane dan nylon yang memiliki acid resistance yang sangat rendah (Gambar 5).
LAPI ITB
kemungkinan merupakan kondisi saat boiler start-up. Data ini tidak menunjukkan akumulasi SiO2 yang
signifikan yang dapat dijadikan referensi kondisi scaling di dalam boiler. Hasil uji lab di SUCOFINDO
untuk internal water cycle (Tabel 3) menunjukkan nilai SiO2 yang cukup tinggi di sekitar ambang batas
yang diperbolehkan. Hal ini menjadi indikasi terjadinya akumulasi SiO2 di internal water cycle yang bila
tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan scaling yang signifikan di boiler unit.
Saat ini belum ada pemantauan rutin untuk kondisi korosi di sistem, dimana kondisi korosi
dikonfirmasi hanya dengan observasi visual dalam unit dan perpipaan. Tanpa pemantauan rutin,
kebocoran dan kerusakan akibat korosi tidak dapat dicegah atau ditangani dengan lebih awal.
Gambar 6 Data konsentrasi SiO2 dalam boiler sampling water di unit 1, 2 dan 3 (2014)8-10)
Antisipasi akumulasi SiO2, Fe dan phosphate dilakukan dengan melewatkan condensate pada
condensate polishing treatment plant (CPP) dimana terjadi pengolahan condensate menjadi air dengan
baku mutu yang memadai untuk didaur ulang sebagai boiler feed water. Air hasil pengolahan didaur
ulang dengan penambahan dari boiler make-up water yang berasal dari Demin Water Tank. Kondisi CPP
saat ini tidak operasional akibat regeneration unit (Gambar 7) yang tidak berfungsi karena kerusakan di
valve controller dan sampai sekarang dilakukan bypass (Gambar 8) terhadap condensate sehingga tidak
melewati CPP. Hal ini akan mengakibatkan akumulasi SiO2 dan Fe2+ yang lebih cepat di berbagai unit dan
perpipaan dalam internal water cycle. Gambar 9 menunjukkan feedback indicator di solenoid valve yang
LAPI ITB
mengalami kerusakan sehingga valve tidak dapat dioperasikan secara remote. Beberapa kerusakan lain
yang terjadi pada control valve yaitu bagian I/P controller, air regulator dan membrane.
LAPI ITB
Permasalahan lain di internal water cycle yaitu water loss dengan jumlah yang cukup signifikan. Data
make-up water flow rate di tahun 2014 menunjukkan nilai sekitar 100 ton/h11). Sebagian dari steam yang
dihasilkan boiler dialihkan sebagai auxiliary steam yang sebagian besar digunakan untuk MED unit
dengan nilai sekitar 40 ton/h. Artinya ada kehilangan water/steam di internal water cycle dengan flow
rate sekitar 60 ton/h yang sebagian diakibatkan oleh leakage, terutama di unit dan perpipaan dengan
tekanan tinggi seperti boiler dan steam line, dan kebutuhan air saat boiler blowdown yang cukup
signifikan untuk mengurangi kadar kontaminan (Fe, SiO2 dan phosphate).
LAPI ITB
Tabel 3 Hasil uji lab sampel air dari PLTU Indramayu (sampling date: 29 Desember 2014)
No
1
2
3
5
6
7
8
9
11
12
13
17
18
19
Sampel
Sea Water Pretreatment 1
Sea Water Pretreatment 2
MED #2 destilate
Fresh Water Tank 1
Fresh Water Tank 2
Demin Water Tank 1
Demin Water Tank 2
Economizer Water #1
Boiler Water #1
Superheated Steam #1
Condensate Water #1
Boiler Water #3
Superheated Steam #3
Condensate Water #3
pH
6.40
6.95
6.67
6.33
6.45
9.26
9.58
7.0
5.8
6.0
0.8
0.9
15.9
9.31
9.00
4.9
4.4
9.20
5.6
138
128
30
6
6
5
4
5
11
6
5
9
5
4
74
120
9
9
8
6
1
4
43
1
3
20
19
14
pH
8.06
8.05
6.44
6.76
6.69
6.15
6.28
8.75
8.74
8.43
7.96
6.91
8.74
8.53
SUCOFINDO
Conductivity, S/cm Turbidity, NTU SiO2, ppb Fe 2+, ppb Total Iron, ppb
59480
3.2
977
7
80
60890
4.58
1122
6
70
10
<1.18
25
<32
<32
6
<1.18
28
<32
<32
7
<1.18
45
<32
<32
1
<1.18
27
<32
<32
48
<1.18
25
<32
<32
181
<1.18
21
<32
<32
15
<1.18
99
<32
<32
7
<1.18
22
<32
<32
6
<1.18
21
<32
<32
5
<1.18
214
<32
<32
7
<1.18
18
<32
<32
7
<1.18
21
<32
<32
LAPI ITB
10
Wastewater Treatment
Wastewater treatment plant dibutuhkan untuk mengolah beberapa jenis limbah yang dihasilkan di
PLTU yaitu air limbah domestik dari perkantoran (sewage treatment), air limbah industri yang
mengandung minyak dan oli (industrial wastewater treatment), air limbah dari coal yard yang
mengandung partikel dan leachate (air dan zat terlarut) dari batubara (coal yard wastewater treatment),
dan air limbah dari ash yard yang mengandung partikel dan leachate dari ash (ash yard wastewater
treatment).
Kondisi di sewage treatment plant (STP) dan industrial wastewater treatment plant (WWTP) dapat
dilihat di Gambar 10-11. Sewage treatment plant mengalami korosi yang cukup ekstensif, terutama di
aeration tank yang menggunakan pemompaan udara ke dalam tanki untuk proses pengolahan air
limbah dengan tujuan pengurangan polutan organik di dalam air secara signifikan (Gambar 10, kiri).
Kondisi pompa aerasi saat ini tidak operasional. Air dari aeration tank selanjutnya dialirkan ke tanki akhir
(Gambar 10, kanan) yang menampung hasil pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan (laut).
Ketinggian air di tanki akhir sangat rendah (di bawah pipa pompa untuk pembuangan ke laut) dan
kondisi ini sudah berlanjut cukup lama. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya kebocoran di
tanki aerasi atau terputusnya sewage line ke STP akibat penyumbatan sehingga kondisi ketinggian air
tidak berubah.
Industrial wastewater treatment plant menggunakan beberapa unit antara lain oil-water separator,
neutralization reactor, coagulation-flocculation, lamella sedimentation, cellulose filter untuk pengolahan
air limbah industri yang masuk. Kondisi WWTP saat ini tidak operasional dan salah satu unit yaitu
lamella sedimentation tank mengalami korosi yang cukup ekstensif dan lamella plate di dalam unit perlu
diganti sebelum dapat dioperasikan lagi. Selain itu kapasitas sistem di WWTP sulit dipastikan karena
tidak adanya dokumen pendukung mengenai spesifikasi tiap unit.
Satu permasalahan lainnya yang sangat krusial dalam hal STP dan WWTP adalah ketidakpastian
dalam kuantitas dan kualitas air limbah yang masuk ke sistem karena tidak adanya informasi tentang
sewage dan drainage line yang masuk ke STP dan WWTP (denah saluran pembuangan ke STP & WWTP).
LAPI ITB
11
LAPI ITB
12
3. REKOMENDASI
Beberapa perbaikan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk penyelesaian permasalahan di
Tabel 1 antara lain:
Seawater Intake
Perbaikan cathodic protection dan penerapan corrosion monitoring program
Perbaikan cathodic protection dapat dilakukan dengan cara yang relatif sederhana seperti
pemasangan sacrificial anode jenis aluminium anode di bagian unit dan piping mulai dari seawater
intake sampai dengan MED unit. Penerapan corrosion monitoring program perlu dilakukan untuk
memantau secara rutin kondisi korosi dan corrosion protection di berbagai unit dan perpipaan
sehingga dampak korosi pada unit dan perpipaan dapat diminimalisasi.
Konsep dan prosedur pelaksanaan Corrosion monitoring program akan dibahas terperinci di laporan
akhir (Tahap III).
LAPI ITB
13
LAPI ITB
14
15
Wastewater Treatment
Identifikasi sewage & drainage line
Untuk dapat mengoperasikan STP (sewage) dan WWTP (industrial wastewater), perlu ada informasi
yang jelas tentang kuantitas dan kualitas air limbah yang masuk ke sistem pengolahan. Dalam hal ini,
denah sewage dan drainage line ke STP dan WWTP perlu diidentifikasi. Dengan belum
ditemukannya denah original PLTU maka perlu segera diadakan identifikasi ulang sewage &
drainage line.
Perbaikan dan pengembangan sistem STP dan WWTP
Sistem STP dan WWTP yang mengalami kerusakan saat ini perlu diperbaiki supaya dapat beroperasi
dengan baik. Selain itu, sistem saat ini perlu dikembangkan dengan tujuan menghasilkan air bersih
untuk didaur ulang. Pengembangan dan perancangan STP dan WWTP akan dibahas secara
menyeluruh di laporan akhir (Tahap III).
Perancangan sistem pengolahan air limbah dari coal yard dan ash yard
Sistem untuk coal wastewater treatment (CWTP) dan ash wastewater treatment (AWTP) perlu
dirancang dan diimplementasikan agar dapat mengolah air limbah yang dihasilkan sehingga aman
untuk dilepaskan ke lingkungan atau didaur ulang. Saat ini ada kebutuhan air di coal yard dan ash
yard untuk spraying system yang bertujuan untuk mengurangi partikulat di udara. Perancangan
sistem CWTP dan AWTP dengan tujuan pendauran ulang air limbah di spraying system akan dibahas
secara menyeluruh di laporan akhir (Tahap III).
4. REFERENCES
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
LAPI ITB
16