Bells Palsy Ayin
Bells Palsy Ayin
Oleh:
Dr.Arina Ariyani
Pembimbing:
Dr.Yusril, Sp.S
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Bells Palsy. Di
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Yusril, Sp.S selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat memberikan rmanfaat bagi kita
semua, amin.
Palembang,
Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............
KATA PENGANTAR............. ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
iii
BAB I..................................................................................................................
BAB II ................................................................................................................
BAB IV ..
26
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama
: Ny. M
Umur
: 41 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
2.4 DIAGNOSIS
Bells Palsy sinistra
2.5 TATALAKSANA
- Injeksi Neurobion 1 amp im
- Vit. B-kompleks 2x1 tab
- Prednisone 60 mg/hari tapering off
- C-lyters ED 3 x 2 gtt (mata kiri)
- Edukasi Home Therapy
- Kontrol Poli Saraf (Selasa / 7 Januari 2014)
Home Programe :
1. Perawatan mata :
- Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari
131
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
132
menyertai
korda
timpani
serta
saraf
lingualis
ke
ganglion
133
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih)
ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar
membran timpani. Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya
mengitari saraf VI, dan keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius
keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga
saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam
meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus
ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion
genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium
melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di
atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula
parotis.5
134
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen,
yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen timpani (segmen
vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan ke
arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra
ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
135
136
3.4 Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan
kongenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan
penyakit-penyakit tertentu.1,3
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan
terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada
kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan
perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular
(sindrom Moibeus).3
2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan
kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini
seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang
dapat menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik
( OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.1
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling
sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat.
Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann,
kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang
akhir dari saraf fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri
karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.2
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka
tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab.
Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma
akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.2
137
sebagai
penyebabnya.
Sehingga
terjadi
proses
radang
dan
pembengkakan saraf. Pada kasus yang ringan, kerusakan yang terjadi hanya pada
selubung saraf saja sehingga proses penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada
kasus yang lebih berat dapat terjadi jeratan pada kanalis falopia yang dapat
menyebabkan kerusakan permanen serabut saraf. 6
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antaralain : sesudah
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,
hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,
gangguan imunologik dan faktor genetik.
3.5 Patofisiologi
Bells Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang terjadi secara akut,yang
tidak diketahui penyebabnya atau menyertai penyakit lain. Teori yang dianut saat
ini yaitu teori vaskuler. Pada Bells Palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang
disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan
dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain :
138
infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan
gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan
akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai
Bells Palsy.3
Perubahan patologikyang ditemukan pada n. fasialis sbb. :
1)Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem
2)Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.
3)Terdapat degenerasi akson
4)Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak
Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi
terhadap n.Fasialis.7
3.6 Gejala klinis
Manifestasi klinik Bells Palsy khas dengan memperhatikan riwayat
penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal,
linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal
yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa dahi tidak dapat
dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat, kelopak mata tidak
dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus), gerakan bola
mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila
memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign.
Gejala lainnya adalah sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis
mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selain gejalagejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain
gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi.8
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat
gambar 3) 3
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
139
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara pipi
dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak
ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya
saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana
korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini
dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom RamsayHunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes
zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus ,
dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan
dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan
pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya
nervus akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf
abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.
140
3.7 Diagnosis
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya
kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab
lain dad kelumpuhan n. fasialis perifer. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. Fasialis.10
a. Anamnesis
Pasien biasa mengeluhkan : Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak
pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti
oleh gejala kelumpuhan otot wajah yang terjadi secara mendadak.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otototot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :
141
hidung ke atas
M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat
M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi
M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
kedepan sambil memperlihatkan gigi
M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi
M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul
M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke
bawah
M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang
tertutup rapat ke depan
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )11
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai
tiga puluh ( 30 ).1
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
kesempurnaan mimik / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan
fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan
kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan
bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek.
Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya
terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila
terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua
(-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1
142
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda
timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum
percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya
pengecapan).2 Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh
menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam
sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran
dan diselingi istirahat.
Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam
mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke
bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita
disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat,
misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4
untuk rasa asam.2,12
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang
rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara
kedua sisi adalah patologis.1
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi
kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no
50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam
jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran
ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit.
Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan
yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena
keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.4
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
143
144
II
Disfungsi ringan
145
Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada sedikit
sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan
III
Disfungsi sedang
Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum
IV
VI
c. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji
fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi
(ENOG).2
146
3.8 Tatalaksana
Glukokortikoid
Glukokortikoid berperan dalam menghambat tiap fase dari respon
inflamasi, obat-obat ini juga memainkan peran penting dalam parahnya inflamasi
dan kelainan immuneimmediate. Mekanisme pasti oleh keuntungan steroid
digunakan tidak begitu jelas ditemukan dalam banyak kondisi dimana steroid ini
digambarkan. Pada berbagai petunjuk dan indikasi menyatakan penggunaan
steroid sebagai empiris. Penggunaan steroid lebih diarahkan ke fase aku saat
serangan, contohnya pada Cerebral Palsy, tapi tidak berefek penuh pada
pemulihan total.
Respon inflamasi di mediasi oleh beberapa bahan-bahan intermediate dan
tipe-tipe sel. Efek anti inflamasi umum dari kortikosteroid antara lain adalah efek
147
dari denyut pembuluh darah, permiabilitas, dan penekanan dari produksi leukosit
dan biosintesis kolagen. Demopilus et al menerangkan buktti bawa peroksidasi
lemak menginduksi radikal-radikal oksigen bebas membenttuk basis molekul
untuk degenerasi neuron postraumatik dan steroid mengambat proses tersebut.
Hall dan Braugter mengamati secara luas dosis-dosis pre-penatalaksanaan
metilprednisolon yang dibutuhkan untuk memproduksi pengaruh anti-oksidan ini,
dan pre-penatalaksanaan dengan dosis yang lebih rendah tidak efektif.
Penggunaan steoid pada tatalaksana Bells Palsy
Adour, Stankevitch, dan May telah menyediakan pandangan komprehensiv
dalam penggunaan terapi steroid pada Bells Palsy. Kebanyakan pembelajaran
akhir-akhir ini mengenai kegunaan steroid pada Belss Palsy didasarkan pada
pasien yang diperlakukan dengan control sebelumnya. Berdasarkan penelitian ini,
yang menggunakan dosis yang lebih besar dari steroid dan dosis luas
gllukokortikoid dengan dextrran dan pentoxiflin memberikan dampak rata-rata
perkembangan kesembuhan dari pasien yang mendapat tindakan walaupun
penatalaksanaan tersebut tidak menampakkan statistik yang signifikan pada studistudi sebelumnya.
Hasil evaluasi dari Stankewicz, steroid diberikan pada pasien Bells Palsy
dengan alasan stetroid dapat:
Mengurangi resiko denervasi jika diberikan secara dini
Mencegah atau mengurangi sinkinesis
Mencegah dari perkembangan inkompit menjadi komplit paralisis
Mencegah sinkinesis autonomic
Strategi pemberian steroid pada Belss Palsy disarankan dengan oral prednisone
(1mg/kgBB/hari)dibagi menjadi 3 dosis tiap harinya selama 7-10 hari. Dosis
harian harus ditappering off setelah 10 hari. Secara teori regimen dosis ini
memaksimalkan aktivitas anti inflamasi sementara meminimalkan efek samping
dan konsisten dengan anti inflamasi yang efektif pada hipersensitiv akut,
autoimun, dan kelainan inflamasi lainnya.
148
Efek samping
Efek samping biasanya manifestasi selama tatalaksana steroid jangka
pendek termasuk aksi hiperglikemik. Harus diwaspadai pemberian steroid pada
pasien palsy facial akut yang berhubungan dengan intoleransi glukosa. Efek
samping akut lainnya termasuk perubahan CNS seperti psychotic breaks,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan iritasi gastrointestinal. Efek
glukokortikoid pada seluler dan komponen-komponen jaringan inflamasi dapat
mengurangi imunitas host terhadap bakteri, virus, dan infeksi jamur. Infeksi laten
dapat reaktivasi dan berkembang. Ditambah lagi pemberian steroid yang menekan
sistem imun bisa menutupi gejala adanya tanda klinik dari suatu peyakit infeksi.
Terapi Antivirus
Kemoterapi antivirus menghadirkan cara yang lebih baru dalam
menangani facial palsy akut dari penyebab virus. Berdasarkan spectrum dari
aktivitasnya, toksisitas yang rendah, asiklovir (acycloguanosine), analog
nukleosida purin sintetik, telah digunakan untuk mencegah HS tipe I dan II, VZ,
dan Epstein Barr virus dan cytomegalovirus. Asiklovir mencegah DNA
polymerase dan replikasi DNA virus dengan bentuk yang dikonversi
(difosforilasi) , itulah asiklovir bertindak sebagai analog nukleosida. Dickens,
Smith, dan Graham menyarankan pemberian asiklovir pada deficit neurologic
yang dihasilkan herpes zoster otikus adalah asiklovir intravena (10mg/kgBB
setiap 8 jam selama 7 hari). Pemberian antivirus secara dini ini telah dibuktikan
oleh Given mencegah degenerasi dari saraf yang dapat menyebab hilangnya
pendengaran.
3.9 Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada derajat kerusakan n. fasialis. Pada
anak prognosis umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total.
Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak
90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa. Jika dengan prednison dan
fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan
149
akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tik fasialis
dan sindrom air mata buaya
pemberian
stimulasi
listrik
yaitu
menstimulasi
otot
untuk
151
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa
cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan
umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5
Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang
sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan
reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika
dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani
fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus
selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.
Home Programme
1.
2.
Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat
3.
Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4.
Perawatan mata :
1.
2.
3.
keluhan mulut mencong ke sebelah kanan sejak 3 jam SMRS. Keluhan ini diawali
dengan wajah sebelah kiri pasien yang terasa bergerak-gerak sendiri dan tebal
152
sekitar 4 jam SMRS. Keluhan ini disertai dengan lidah yang terasa tebal. Satu jam
kemudian, mulut pasien tiba-tiba mencong ke kanan, disertai dengan mata kiri
tidak dapat menutup sempurna dan terasa kering. Selain itu, telinga kiri terasa
sakit dan mengalami penurunan pendengaran. Pasien juga mengeluh air mengalir
keluar dari sudut mulut kiri saat minum air dan menemui kesulitan saat makan.
Pada pemeriksaan fisik skala UGO FISCH, pasien tidak dapat
mengerutkan alis kiri karena lumpuhnya musculus sourcilier sinistra. Pasien juga
tidak dapat mengangkat alis kiri ke atas akibat lumpuhnya musculus frontalis
sinistra. Pasien mengalami lagoftalmus sinistra akibat lumpuhnya musculus
orbikularis okuli sinistra. Saat tersenyum, sudut bibir kiri tertinggal akibat
lumpuhnya musculus zigomatikus sinistra sehingga mulut tampak mencong atau
tertarik ke arah yang sehat yaitu sebelah kanan. Pasien tidak dapat bersiul secara
sempurna akibat lumpuhnya musculus orbikularis oris sinistra. Saat pasien
mencucu (memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan), sudut mulut
terdorong ke arah kiri karena lumpuhnya musculus mentalis sinistra. Semua otototot ekspresi wajah di atas menjadi lumpuh akibat hilangnya inervasi dari nervus
fasialis pars propius.
Sementara itu, mata kiri kering disebabkan oleh paralisis nervus fasialis
yang membawa serabut saraf eferen otonom ke cabang nervus petrosus
superfisialis mayor) yang mempersarafi organ sekretori glandula lakrimalis. Lidah
terasa tebal akibat paralisis serat aferen otonom nervus fasialis pada dua pertiga
lidah depan. Sementara itu, kebas di wajah kiri disebabkan lumpuhnya serat
aferen somatik nervus fasialis. Serat ini akan bersama-sama dengan nervus
trigeminus mempersarafi daerah overlapping di kulit wajah karena keduanya
sama-sama mengitari bagian lateral pons. Telinga berdenging diakibatkan paralisis
nervus fasialis segmen timpani sehingga menyebabkan kelumpuhan pada
musculus stapedius dan menyebabkan gangguan impedansi telinga tengah. Semua
keluhan di atas disebabkan karena hilangnya invervasi dari nervus fasialis pars
intermediet. Dari paparan analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien
ini mengalami parese N.VII tipe perifer.
153
Dari riwayat penyakit dahulu, tidak didapatkan penyebab pasti dari parese
nervus VII perifer sehingga kasus ini penyebabnya dianggap idiopatik. Tidak ada
riwayat keluar air dan nanah dari telinga menyingkirkan parese N.VII perifer
karena invasi kolesteatoma pada OMSK tipe maligna. Tidak ada riwayat cacar air
dan demam menyingkirkan herpes zoster otikus. Riwayat flu dan bersin
menyingkirkan ISPA. Riwayat trauma menyingkirkan fraktur longitudinal basis
kranii. Riwayat badan lemah menyingkirkan stroke. Riwayat faktor resiko lain
berupa penyakit sistemik juga disangkal pada kasus ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami Bells Palsy sinistra dengan letak lesi setinggi infragenikulatum. Pada
pasien ini dilakukan rawat jalan dengan terapi berupa neurotropik, kortikosteroid,
tetes mata artificial, dan edukasi home therapy. Prognosis quo ad vitam et
functionam pada kasus ini adalah bonam, karena dari hasil penelitian kebanyakan
Bells Palsy dapat mengalami perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
154
1.
2.
Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk.
Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52
3.
4.
5.
6.
7.
6
8.
9.
10.
Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3th ed.
Baltimore : William & Wilkins, 1983 : 235-48
11.
155