Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN INTRANATAL KALA III

OLEH :
Aulia Rahman
Hardiyan Azmi Ikhsan
Sri Mawarni
Prihatin Ningsih
Rizki Amelia

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2012/2013

A. DEFINISI
Kala III persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran
plasenta. Kala III persalinan merupakan kelanjutan dari kala I (kala pembukaan)
dan kala II (kala pengeluaran bayi). Dengan demikian, berbagai aspek yang akan
dihadapi pada kala III, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada
tahap-tahap sebelumnya. (Arsinah, 2010: 101)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlansung
tidak lebih dari 30 menit. (Ai Yeyeh Rukiyah, 2009: 139)
Persalinan kala III dimulai sejak bayi lahir sampai dengan pengeluaran
plasenta. Lama kala III adalah 1-30 menit dengan rata-rata 3-4 menit pada
nulipara dan 4-5 menit pada multipara, tahap ini merupakan tahap yang palin
singkat. (B. Sri Hari Ujiningtyas, 2009: 61)
B. FISIOLOGI PERSALINAN KALA III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta serta selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometriom)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume organ uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah, plasenta akan terlipat, menebal, kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau
kedalam vagina. (Ai Yeyen Rukiyah, 2009: 139)
1. Mekanisme pelepasan plasenta
Penyebeb lepasnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi
uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Berat
plasenta mempermudah lepasnya selaput ketuban yang terkelupas dan
dikeluarkan.

Tempat

perlekatan

plasenta

menentukan

percepatan

pemisahan dan metode ekspulasi plasenta. Selaput ketuban dikeluarkan


dengan penonjolan bagian ibu atau bagian janin.
Pada kala III, otot uterus (miometriom) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume organ uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta.
Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah, plasenta akan terlipat, menebal, kemudian lepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau kedalam vagina. Setela janin lahir, uterus mengadakan
kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat
implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat
implantasi. (Arsinah, 2010, 102)
2. Tanda-tanda lepasnya plasenta
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah
pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah,
uterus berbentuk segi tiga, atau seperti buah pir atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi bawah)
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld)
c. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di
belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitas. Apabila kumpulan darah (retroplacental
pooling) dalam ruang di antara dinding uterus danpermukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampungsnya, darah tersrmbur ke luar
dari tepi plasenta yang terlepas. (Arsinah, 2010: 102)
3. Cara pelepasan plasenta
a. Metode ekspulsi schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah atau dari pinggir plasenta.
Ditandai oleh makin panjangnya keluarnya tali pusat dari vagina

tanpa adanya perdarahan pervaginal. Lebih besar kemungkinannya


terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
b. Metode ekspolsi matthew-duncan
Ditandai oleh adanya pendarahan dari vagina apabila plasenta mlai
terlepas. Umumnya pendarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, hal
ini patologik. Lebih besar kemungkinan terjadi padaimplantasi
lateral. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera
berkontraksi,

pembuluh-pembuluh

darah

akan

terjepit,

dan

pendarahan segera berhenti. Pada keadaan normal, plasenta akan


lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir
lengkap. (Arsinah, 2010: 103)
4. Beberapa prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari
tempat implantasi
(Arsinah, 2010: 104)
a. Prasat Kustner
1. Tali pusat ditegangkan
2. Tangan ditekankan di atas simfisis, bila tali pusat masuk
kembali, berarti plasenta belum lepas.
b. Prasat strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat.
Tangan kiri mengetok -ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus.
c. Prasat Klein
Parturien ( ibu yang melahirkan ) tersebut disuruh mengejan
sehingga tali pusat tampak turun kebawah. Bila mengejan dihentikan
dapat terjadi :
1. Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belim leoas dari
dinding uterus.
2. Tali pusat tetap di tempat, berarti plasenta sudah lepas.
d. Prasat Manuaba

Tangan kiri memegang uterus

pada segmen bawah

rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali


pusat. kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terjadi :
1. Tarikan terasa berat dan tali pusat memanjang, berarti plasenta
belum lepas.
2. Tarikan terasa ringan dan tali pusat memenjang berarti plasenta
telah lepas.
e. Prasat crede
1. Empat jari-jari pada dinding rahimbelakang, ibu jari di fundus
depan tengah.
2. Lalu pijat rahim dan sedikit dorong kebawah, tapi jangan terlalu
kuat, seperti memeras jeruk.
3. Lakukan sewaktu ada his
4. jangan tarik tali pusat, karena bisa terjadi inversion uteri.

5. Pengeluaran plasenta
Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan terdorong ke
dalam bagian atas vagina. Dari tempat ini plasenta didorong keluar oleh
tenaga mengejan, 20% secara spotan dan selebihnya memerlukan
pertolongan.
Plasenta dikeluarkan dengan memerlukan tindakan manual bila :
a.
b.
c.
d.

Perdarahan lebih dari 400 sampai 500 cc


Terjadi retensio plasenta
Bersamaan dengan tindakan yang disertai narkosa
Dari anamnesa terdapat pendarahan habitualis.
6. Pemeriksaan Plasenta dan selaputnya (Ai Yeyeh Rukiyah, 2009: 141)
Setelah plasenta lahir bersama selaput, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan yang cermat dihadapi :
a. Kotiledon, yang berjumlah 20 buah
b. Permukaan plasenta janin.
c. Kemungkinan terdapat plasenta suksenturiata

Tertinggalnya sebagian jaringan plasenta dapat menyebabkan :


a. Pendarahan puerperium yang berkepanjangan
b. Bahan infeksi.
c. Terjadi polip plasenta.
d. Degenerasi ganas menjadi kariokarsinoma.
C. MANAJEMEN AKTIF KALA III
1. Definisi
Manajemen aktf kala III adalah penatalaksanaan secara aktif pada kala
III (pengeluaran aktif plasenta), untuk membantu menghindari terjadinya
perdarahan pasca persalinan. (Abdul Bari Saifudin, 2002: N-19)
2. Tujuan
Tujuan penatalaksanaan altif kala III
a. Menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif.
b. Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban
secara lengkap.
3. Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala lll (Gulardi, 2008: 101)
a. Memperpendek waktu persalinan kala lll
b. Mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan.
c. Mencegah terjadinya atonia uteri dan retensio plasenta.
Hal ini telah dibuktikan dari hasil penelitian klinis, bahwa manajemen
aktif kala III dapat mengurangi penggunaan transfusi darah dan terapi
oksitosin. Seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel : Hinchingbrooke Trial

Perdarahan postpartum
Lamanya kala lll
Kala lll > 30 menit
Transfusi darah
Terapi oksitosin

Penatalaksanaan aktif (n

Penatalaksanaan

=748)
51 (6,8 %)
8 menit
25 (3,3 %)
4 (0,5 %)
24 (3,2 %)

fisiologis (n=748)
122 (16,5 %)
15 menit
125 (16,4 %)
20 (2,6 %)
161 (21,1 %)

Berdasarkan penelitian tersebut WHO telah merekomendasikan agar


semua dokter dan bidan melaksakan manajemen aktif kalaIII. Yang
membedakan dari asuhan keperawatan kala III hanya satu cara : pemberian

oksitosin segera setelah bayi lahir untuk merangsang kontraksi uterus dan
mempercepat pelepasan plasenta. Manajemen aktif didasarkan pada alasan
bahwa dengan mempersingkat lamanya waktu kala III, akan bisa mengurangi
banyaknya darah yang hilang, dan oleh karena itu mengurangi angka kematian
.

dan kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan.(Arsinah, 2010: 107)


Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama (Gulardi, 2008: 101) :
1. Pemberian oksitosin
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Pemijatan masase fundus uteri
5. Pemberian Suntikan Oksitosin (Gulardi, 2008: 101)
a. Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang telah disiapkan di perut
bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu
memegang bayi tersebut.
b. Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus
c. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
d. Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin
10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan :
oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan
efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi
kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah
penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.
Catatan :
jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting
susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan
menyebabkan pelepasan oksitosin secara alami. Jika peraturan/program
kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg
(oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
e. Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu, akan
memberi waktu pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat

besi dan setelah itu (setelah dua menit) baru dilakukan tindakan
penjepitan dan pemotongan tali pusat.
f. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi
menyusui dini dan kontak kulit ibu.
g. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan
yang sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh
darah pada perut ibu.
6. Penegangan Tali Pusat Terkendali (Gulardi, 2008: 101)
a. Berdiri di samping ibu.
b. Pindahkan kelm (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pacta
tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih
dekat vulva akan mencegah avulsi.
c. Letakkan tangan yang lain pada pacta abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi
uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali
pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati
untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali
penegangan tali pusat terkendali.
e. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur)
tegangkan tali pusat kea rah bawah. Lakukan tekanan dorso-kranial
hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas, yang
menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f. Tetapi jika langkah 5 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya
plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat
dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan
lakukan penegangan tali pusat.

g. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat
tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan
plasenta.
h. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat
terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak.
Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa
plasenta terlepas dari dinding uterus.
i. Setelah plasenta terpisah anjurkan ibu untuk menekan agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
Alasan : segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding
uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan
dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis
pubis)
j. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan topang plasenta dengan tangan lainnya
untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban
mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
k. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hatihati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan
lahir.
l. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks secara seksama.
Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau
forsep, untuk mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin
IM dosis kedua. Periksa kandung kemi. Jika ternyata penuh, gunakan

teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat


tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih, ulangi kembali
penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di
atas. Nasihati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30, coba lagi
melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk
terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Tetapi
apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian timbul
perdarahan, sebaiknya dilakukan tindakan manual plasenta. Untuk
melakukan hal tersebut, pastikan petugas kesehatan telah terlatih dan
kompeten untuk melakukan tindakan atau prosedur yang diperlukan.

D. DETEKSI DINI PATOLOGI KALA III (Ai Yeyeh Rukiyah, 2009:146)

1. Antonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan
kontraksi otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan pendarahan.

2. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi
retensio plasenta berulang (habitual plasenta). Plasenta harus dikeluarkan
karena dapat menimbulkan bahaya perdaraha, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta Inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan
terjadi degenerasi ganas kario karsinoma.

Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual, perlu diperhatikan


tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding
uterus, bahaya infeksi dan dapat terjadi inversion uteri.
a. Jenis retensio plasenta
1. Plasenta adhesiva
Implantasi yang kuat

dari

jonjot

korion

plasenta

sehingga

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.


2. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion pasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
3. Plasenta inkreta
Implantasi jonjot

korion

plasenta

hingga

mencapai/memasuki

miometrium.
4. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi
ostium uteri.
b. Plasenta manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk
melahirkan retensio plasenta.Plasenta manual adalah tindakan untuk
melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat
implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur Manual Plasenta (Gulardi, 2008: 105)
Persiapan
1. Pasang set dan cairan infus
2. Jelaskan pada prosedur dan tujuan tindakan
3. Lakukan anestesi verbal atau analgesik per rectal
4. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.

2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan satu tangan sejajar lantai.
3. Secara obstetrik masukkan tangan lainnya ( punggung tangan
menghadap ke bawah ) ke dalam vagina menelusuri sisi bawah tali
pusat.
4. Setelah mencapai bukaan serviks minta tolong asisten/penolong
lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan
tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5. Sambil menahan fundus uteri sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta.
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam
(Ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas plasenta dari dinding uterus


1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
2. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding
uterus,perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan
ke kanan dan kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga
sampai perlekatan plasenta dari dinding uterus.
Mengeluarkan Plasenta
1. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
2. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen
bawah uterus) kemudian instruksikan asisten atau penolong untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar.
3. Lakukan penekanan uterus ke arah dorso-kranial setelah plasenta
dilahirkan dan ditempatkan plasenta didalam wadah yang telah di
siapkan.

Pencegahan infeksi pasca tindakan


1. Dekontaminasi sarung tangan serta peralatan lain yang digunakan.
2. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di
dalam larutan klorin 0.05 % selama 10 menit.
3. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
4. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
Pemantauan pasca tindakan
1. Periksa kembali tanda vital ibu.
2. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
3. Tuliskan rencana pengobatan,tindakan yang masih diperlukan dan
asuhan lanjutan.
4. Beritahu ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu
masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
5. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum
dipindah ke ruang rawat gabung.

3.Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke
dalam kavum uteri. Dapat terjadi secara mendadak atau secara perlahan.
Selain pertolongan persalinan makin banyak dilakukan oleh tenaga terlatih
sehingga kejadian inversio uteri semakin berkurang. Kejadian inversio uteri
sebagian besar di sebabkan kurang legeartisnya pertolongan persalinan saat
melakukan persalinan plasenta secara crede, dengan otot-otot rahim belum
berkontraksi secara baik.
Inversio uteri memberikan rasa sakit yang menimbulkan keadaan syok
neurogenik. Rasa sakit terjadi karena tarikan serat saraf yang terdapat pada
ligamentum rotundum dan ligamentum infundolopelvikum, bersama dengan
pembuluh darahnya.Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengembalikan

fundus uteri ke tempat semula dengan jalan mendorong fundus uteri secara
manual.Apabila plasenta belum lepas,maka plasenta tidak boleh dilepaskan
sebelum fundus uteri mencapai posisi semula. Menghadapi plasenta yang
belum lepas dapat dipertimbangkan untuk melakukan plasenta manual setelah
fundus mencapai posisi semula atau merujuk ketempat dengan fasilitas yang
cukup atau RS.

E.Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada kala III ( pengeluaran uri ) merupakan langkah bidan
yang dilaksanakan segera setelah bayi lahir, dengan teknik terkini dari asuhan
persalinan normal, yang disebut dengan manajamen aktif kala III ( MAK III ).

Asuhan Keperawatan Intranatal Kala III


(B. Sri Hari Ningtyas, 2009: 61-67)
Definisi
Persalinan tahap III mulai kelahiran bayi dan diselesaikan dengan pelepasan
dan pengeluaran plasenta. Berakhir 1 sampai 30 menit, dengan rata-rata lama 3-4
menit nulipara dan 4-5 menit pada multipara, tahap ini paling pendek.
Penatalaksanaan dan pemantauan yang cermat perlu, namun, untuk mencegah kasil
negatif jangka panjang dan jangka pendek. (B. Sri Hari Ningtyas, 2009: 61)
I. Pengkajian dasar data klien
a. Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat direntang dari bugar sampai keletihan.
b. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali ke
tingkat normal dan cepat. Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap
analgesik dan anastesi. Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan
curah jantung.
c. Makanan / Cairan

Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml, untuk itu diperlukan makanan dan
minuman yang adekuat.
d. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.

e. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau
laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
f. Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat
memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk
globular dan meninggikan abdomen.
II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan secara tidak disadari.
1. Tujuan dan kriteria hasil: pasien terhindar dari resiko kekurangan volume cairan
setelah mendapatkan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil tekanan darah
dan nadi pasien normal (TD: 110/70 - 119/79mmHg ; N:60-90x/menit),
mendemonstrasikan kontraksi adekuat dari uterus dengan kehilangan darah dalam
batas normal.
2. Intervensi :

a. Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi, bantu mengarahkan


perhatiannya untuk mengejan.
R : Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran, menurunkan kehilangan
darah dan meningkatkan kontraksi uterus.
b. Palpasi uterus ; perhatikan ballooning.
R : Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam rongga uterus.
c. Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau shock.
R : Hemoragi dihubungkan dengan kehilangan cairan lebih besar dari 500 ml
dapat dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan TD, sianosis,
disorientasi, peka rangsangan, dan penurunan kesadaran.
d. Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakanuntuk memberi ASI.
R : Penghisapan merangsang pelepasan oksitoksin dari hipofisis posterior,
meningkatkan kontraksi miometrik dan menurunkan kehilangan darah.
e. Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta ; misalnya mekanisme Duncan
versus mekanisme Schulze.
R : Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk lepas, dan lebih banyak
waktu di mana miometrium tetap rileks, lebih banyak darah hilang.
f. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi uterus dan
plasenta untuk fragmen plasenta yang tertahan.
R : Jaringan plasenta yang tertahan dapat menimbulkan infeksi pascapartum
dan hemoragi segera atau lambat.
g. Hindari menarik tali pusat secara berkebihan.

R : Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat dan retensi fragmen


plasenta, meningkatkan kehilangan darah.
h. Berikan cairan melalui rute parenteral.
R : Bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara parenteral membantu
memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital.
i. Berikan oksitoksin melalui rute IM atau IV drip diencerkan dakam karutan
elektrolit, sesuai indikasi.
R : Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus untuk mengontrol
perdarahan pascapartum setelah pengeluaran plasenta.
j. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual di bawah
anestesi umum dan kondisi steril.
R : Intervensi manual perlu untuk memudahkan pengeluaran placenta dan
menghentikan hemoragi.

2. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.


1. Tujuan dan kriteria hasil : Nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang
2. Intervensi
a. Bantu dengan penggunaan teknik pernapasan selama perbaikkan luka
epesiotomi
R

Pernapasan

membantu

mengalihkan

ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.


b. Berikan kompres pada perineum setelah melahirkan

perhatian

langsung

dari

R : Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan edema, dan memberikan


kenyamanan dan anastesi lokal.
c. Ganti pakaian dan linen basah.
R : Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.
d. Berikan selimut penghangat.
R : Kehangatan meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan perfusi jaringan,
menurunkan kelelahan dan meningkatkan rasa nyaman.

3. Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan posisi selama melahirkan /


pemindahan , kesulitan denganpelepasan plasenta, profil darah abnormal.
1. Intervensi
a. Palpasi fundus dan masase dengan perlahan.
R : Memudahkan pelepasan plasenta.
b. Masase fundus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.
R : Mengurangi rangsangan/ trauma berlebihan pada fundus.
c. Kaji irama pernafasan dan pengembangan .
R : Pada pelepasan plasenta, bahaya ada berupa emboli cairan amnion dapat
masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan emboli paru, atau perubahan cairan
dapat mengakibatkan mobilisasi emboli.
d. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan antiseptik steril ; berikan
pembalut perineal steril.

R : Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat mengakibatkan


infeksi saluran asenden selama periode pascapartum.
e. Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP.
R : Peningkatan tekanan intrakranial selama mendorong dan peningkatan curah
jantung yang cepat membuat klien dengan aneurisma serebral sebelumnya
beresiko terhadap rupture.

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi (penambahan


anggota keluarga), krisis situasi (perubahan peran/ tanggung jawab).
Intervensi
a. Fasilitasi interaksi antara klien/pasangan dan bayi baru lahir sesegera mungkin
setelah melahirkan.
R : Ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitif pada waktu di mana
kemampuan interaksi ditingkatkan.
b. Berikan klien dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi dengan segera
setelah kelahiran bila kondisi bayi stabil.
R : Kontak fisik dini membantu mengembangkan kedekatan.
c. Tunda penetesan salep profilaksis mata(mengandung eritromisin atau tetrasiklin)
sampai klien atau pasangan dan bayi telah berinteraksi.
R : Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata dengan orangtua dan
secara aktif berpartisipasi dalam interaksi, bebas dari penglihatan kabur yang
disebabkan oleh obat.

5. Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang informasi dan


atau kesalahan interpretasi informasi.
Intervensi
a. Diskusikan / tinjau ulang proses normal dari persalinan tahap III.
R : Memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan/ memperjelas
kesalahan konsep, meningkatkan kerjasama dengan aturan.
b. Jelaskan alasan untuk respons perilaku tertentu seperti menggigil dan tremor
kaki.
R : Pemahaman membantu klien menerima perubahan tersebut tanpa ansietas
atau perhatian yang tidak perlu.
c. Diskusikan rutinitas periode pemulihan selama 4jam pertama setelah
melahirkan.
R : Memberikan kesempatan perawatan dan penenangan, meningkatkan
kerjasama

Daftar Pustaka

Asrinah, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan: Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Dewi, N. S. (2012). Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Sri Hari Ujiningtyas. (2009). Asuhan Keperawatan persalinan normal. Jakarta:
Salemba Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan 2: persalinan. Jakarta: Trans Info
Media
Saifudin, Abdul Bari. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifudin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharohardjo
Wiknjosastro, Gulardi, dkk. (2008). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai