OLEH :
Aulia Rahman
Hardiyan Azmi Ikhsan
Sri Mawarni
Prihatin Ningsih
Rizki Amelia
A. DEFINISI
Kala III persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran
plasenta. Kala III persalinan merupakan kelanjutan dari kala I (kala pembukaan)
dan kala II (kala pengeluaran bayi). Dengan demikian, berbagai aspek yang akan
dihadapi pada kala III, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada
tahap-tahap sebelumnya. (Arsinah, 2010: 101)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlansung
tidak lebih dari 30 menit. (Ai Yeyeh Rukiyah, 2009: 139)
Persalinan kala III dimulai sejak bayi lahir sampai dengan pengeluaran
plasenta. Lama kala III adalah 1-30 menit dengan rata-rata 3-4 menit pada
nulipara dan 4-5 menit pada multipara, tahap ini merupakan tahap yang palin
singkat. (B. Sri Hari Ujiningtyas, 2009: 61)
B. FISIOLOGI PERSALINAN KALA III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta serta selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometriom)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume organ uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah, plasenta akan terlipat, menebal, kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau
kedalam vagina. (Ai Yeyen Rukiyah, 2009: 139)
1. Mekanisme pelepasan plasenta
Penyebeb lepasnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi
uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Berat
plasenta mempermudah lepasnya selaput ketuban yang terkelupas dan
dikeluarkan.
Tempat
perlekatan
plasenta
menentukan
percepatan
pembuluh-pembuluh
darah
akan
terjepit,
dan
5. Pengeluaran plasenta
Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan terdorong ke
dalam bagian atas vagina. Dari tempat ini plasenta didorong keluar oleh
tenaga mengejan, 20% secara spotan dan selebihnya memerlukan
pertolongan.
Plasenta dikeluarkan dengan memerlukan tindakan manual bila :
a.
b.
c.
d.
Perdarahan postpartum
Lamanya kala lll
Kala lll > 30 menit
Transfusi darah
Terapi oksitosin
Penatalaksanaan aktif (n
Penatalaksanaan
=748)
51 (6,8 %)
8 menit
25 (3,3 %)
4 (0,5 %)
24 (3,2 %)
fisiologis (n=748)
122 (16,5 %)
15 menit
125 (16,4 %)
20 (2,6 %)
161 (21,1 %)
oksitosin segera setelah bayi lahir untuk merangsang kontraksi uterus dan
mempercepat pelepasan plasenta. Manajemen aktif didasarkan pada alasan
bahwa dengan mempersingkat lamanya waktu kala III, akan bisa mengurangi
banyaknya darah yang hilang, dan oleh karena itu mengurangi angka kematian
.
besi dan setelah itu (setelah dua menit) baru dilakukan tindakan
penjepitan dan pemotongan tali pusat.
f. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi
menyusui dini dan kontak kulit ibu.
g. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan
yang sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh
darah pada perut ibu.
6. Penegangan Tali Pusat Terkendali (Gulardi, 2008: 101)
a. Berdiri di samping ibu.
b. Pindahkan kelm (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pacta
tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih
dekat vulva akan mencegah avulsi.
c. Letakkan tangan yang lain pada pacta abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi
uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali
pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati
untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali
penegangan tali pusat terkendali.
e. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur)
tegangkan tali pusat kea rah bawah. Lakukan tekanan dorso-kranial
hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas, yang
menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f. Tetapi jika langkah 5 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya
plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat
dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan
lakukan penegangan tali pusat.
g. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat
tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan
plasenta.
h. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat
terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak.
Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa
plasenta terlepas dari dinding uterus.
i. Setelah plasenta terpisah anjurkan ibu untuk menekan agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
Alasan : segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding
uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan
dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis
pubis)
j. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan topang plasenta dengan tangan lainnya
untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban
mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
k. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hatihati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan
lahir.
l. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks secara seksama.
Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau
forsep, untuk mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin
IM dosis kedua. Periksa kandung kemi. Jika ternyata penuh, gunakan
1. Antonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan
kontraksi otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan pendarahan.
2. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi
retensio plasenta berulang (habitual plasenta). Plasenta harus dikeluarkan
karena dapat menimbulkan bahaya perdaraha, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta Inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan
terjadi degenerasi ganas kario karsinoma.
dari
jonjot
korion
plasenta
sehingga
korion
plasenta
hingga
mencapai/memasuki
miometrium.
4. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi
ostium uteri.
b. Plasenta manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk
melahirkan retensio plasenta.Plasenta manual adalah tindakan untuk
melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat
implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur Manual Plasenta (Gulardi, 2008: 105)
Persiapan
1. Pasang set dan cairan infus
2. Jelaskan pada prosedur dan tujuan tindakan
3. Lakukan anestesi verbal atau analgesik per rectal
4. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan satu tangan sejajar lantai.
3. Secara obstetrik masukkan tangan lainnya ( punggung tangan
menghadap ke bawah ) ke dalam vagina menelusuri sisi bawah tali
pusat.
4. Setelah mencapai bukaan serviks minta tolong asisten/penolong
lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan
tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5. Sambil menahan fundus uteri sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta.
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam
(Ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)
3.Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke
dalam kavum uteri. Dapat terjadi secara mendadak atau secara perlahan.
Selain pertolongan persalinan makin banyak dilakukan oleh tenaga terlatih
sehingga kejadian inversio uteri semakin berkurang. Kejadian inversio uteri
sebagian besar di sebabkan kurang legeartisnya pertolongan persalinan saat
melakukan persalinan plasenta secara crede, dengan otot-otot rahim belum
berkontraksi secara baik.
Inversio uteri memberikan rasa sakit yang menimbulkan keadaan syok
neurogenik. Rasa sakit terjadi karena tarikan serat saraf yang terdapat pada
ligamentum rotundum dan ligamentum infundolopelvikum, bersama dengan
pembuluh darahnya.Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengembalikan
fundus uteri ke tempat semula dengan jalan mendorong fundus uteri secara
manual.Apabila plasenta belum lepas,maka plasenta tidak boleh dilepaskan
sebelum fundus uteri mencapai posisi semula. Menghadapi plasenta yang
belum lepas dapat dipertimbangkan untuk melakukan plasenta manual setelah
fundus mencapai posisi semula atau merujuk ketempat dengan fasilitas yang
cukup atau RS.
E.Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada kala III ( pengeluaran uri ) merupakan langkah bidan
yang dilaksanakan segera setelah bayi lahir, dengan teknik terkini dari asuhan
persalinan normal, yang disebut dengan manajamen aktif kala III ( MAK III ).
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml, untuk itu diperlukan makanan dan
minuman yang adekuat.
d. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.
e. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau
laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
f. Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat
memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk
globular dan meninggikan abdomen.
II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan secara tidak disadari.
1. Tujuan dan kriteria hasil: pasien terhindar dari resiko kekurangan volume cairan
setelah mendapatkan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil tekanan darah
dan nadi pasien normal (TD: 110/70 - 119/79mmHg ; N:60-90x/menit),
mendemonstrasikan kontraksi adekuat dari uterus dengan kehilangan darah dalam
batas normal.
2. Intervensi :
Pernapasan
membantu
mengalihkan
perhatian
langsung
dari
Daftar Pustaka
Asrinah, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan: Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Dewi, N. S. (2012). Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Sri Hari Ujiningtyas. (2009). Asuhan Keperawatan persalinan normal. Jakarta:
Salemba Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan 2: persalinan. Jakarta: Trans Info
Media
Saifudin, Abdul Bari. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifudin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharohardjo
Wiknjosastro, Gulardi, dkk. (2008). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Depkes RI