PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat, dan
nanas yang gagal panen karena telah membusuk mencapai 10 15%. Terjadinya
kerusakan ini jelas akan merugikan petani dan juga lingkungan. Yang dimaksud
dengan reject nanas adalah buah nanas yang tidak lolos dari proses penyortiran
sehingga tidak dipasarkan dan dikonsumsi. Karena itu, perlu dikembangkan
proses pengolahan reject nanas tersebut sehingga menghasilkan suatu produk
yang bermanfaat. Buah nanas merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak
mengandung gula yaitu sekitar 15 hingga 20%. Oleh karena itu, nanas berpotensi
sebagai bahan baku dalam memproduksi etanol.
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan luas areal perkebunan
nanas terbesar di Asia selain Thailand, Filipina, dan Malaysia yaitu mencapai
lebih dari165.690 hektar atau 25,24% sari sasaran panen buah-buahan nasional
yaitu 657.000 hektar. Beberapa tahun terakhir luas areal tanaman nanas
menempati urutan pertama dari 13 jenis buah-buahan komersial yang
dibudidayakan di Indonesia. Di Riau saja pada tahun 2005 produksi buah nanas
mencapai 8000 buah per hari yang terpusat di Desa Tambang Kecamatan
Tambang Kampar dengan luas areal perkebunan mencapai 150 hektar (Attanyaya,
2008).
1.2.
Perumusan Masalah
Pada saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai pembuatan
bioetanol dari berbagai sumber nabati seperti aren, gandum, singkong, tebu, dan
ubi jalar. Hal ini dikarenakan sifatnya yang ramah lingkungan dan merupakan
sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable). Selain itu, tanamantanaman tersebut merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di Indonesia
sehingga mudah untuk dibudidayakan
Penelitian terdahulu, yaitu Muntaha (2012), melakukan fermentasi reject
nanas secara batch dengan variasi konsentrasi inokulum antara 0,2 hingga 0,4%.
Diperoleh konversi bioetanol tertinggi pada konsentrasi inokulum 0,3% yaitu
dengan konsentrasi bioetanol 17%.
Aini (2012), melakukan fermentasi reject nanas secara batch dengan
variasi konsentrasi fosfor antara 0,04 hingga 0,08. Diperoleh konversi bioetanol
tertinggi pada konsentrasi fosfor 0,08% yaitu dengan konsentrasi bioetanol 10%
dan konsentrasi sel sebesar 12,5 gr/L.
Octari (2012) melaporkan pembuatan bioetanol dari reject nanas secara
fermentasi batch dengan waktu pengambilan sampel setiap 12 jam selama 5 hari.
Variabel berubah pada penelitian ini adalah konsentrasi urea sebagai sumber
nitrogen yaitu pada rentang 0,3 hingga 0,7%. Diperoleh konversi bioetanol
tertinggi adalah 13% pada konsentrasi urea 0,5% dan konsentrasi sel sebesar 8,40
gram/l pada konsentrasi urea 0,7% b/v.
Sutikno (2011), melakukan fermentasi reject nanas secara batch dengan
variasi konsentrasi glukosa antara 13 hingga 17%. Diperoleh konversi bioetanol
tertinggi pada konsentrasi glukosa 16% yaitu dengan kadar bioetanol sebesar 17%
dan konsentrasi sel sebesar 7,34 g/L.
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian mengenai
fermentasi
reject
nanas
secara
continue
menggunakan
mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae dengan variasi laju alir substrat, dan akan didapat
hubungan terhadap konsentrasi sel dan konversi bioetanol. Diharapkan limbah
nanas dapat dikonversi menjadi bioetanol yang bernilai ekonomis sekaligus dapat
mengurangi jumlah limbah di provinsi Riau.
1.3 Tujuan Penelitian