Anda di halaman 1dari 63

Kelainan Eritrosit

Reinforcer 2007

Outlines
Anemia
Anemia hipokromik mikrositer
Anemia normokromik normositer
Anemia makrositer

Kelainan mieloproliferatif
Polisitemia vera

Anemia
Kriteria anemia berdasarkan kadar Hb
menurut WHO 2001
Laki-laki dewasa < 13 g/dL
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dL
Wanita hamil < 11 g/dL
Di Indonesia klinisi menggunakan kriteria
kadar Hb < 10 g/dL sebagai awal work up
anemia.
Gejala anemia tampak bila kadar Hb < 7 g/dL

Gambaran Klinis Anemia


1. Sindrom anemia
a. Gejala umum: lemah, lesu, cepat
lelah, tinitus, mata berkunangkunang, kaki terasa dingin, sesak
napas, dispepsia.
b. Tanda umum: konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan, dan jaringan
bawah kuku tampak pucat.

2. Gejala dan tanda khas


a. Anemia def besi: disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, kuku sendok (koilonychia)
b. Anemia megaloblastik: glositis, ggn neurologik
(def vit 12)
c. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali,
hepatomegali
d. Anemia aplastik: perdarahan, infeksi

3. Gejala dan tanda penyakit dasar: sangat


bervariasi

Berat anemia berdasarkan kadar Hb


1. Anemia ringan : 8-10 g/dL
2. Anemia sedang : 5-8 g/dL
3. Anemia berat
: < 5 g/dL
Anemia gravis anemia berat
Anemia refrakter anemia yang
berulang-ulang

Indeks Eritrosit
Tujuan: untuk memperkirakan ukuran
eritrosit, banyaknya Hb dalam eritrosit, dan
menentukan klasifikasi anemia.
1. Mean corpuscular volume volume
eritrosit rata-rata (nilai rujukan: 80-100 fL)
MCV: [Ht/jumlah eritrosit (juta)] x 10

2. Mean corpuscular hemoglobin


banyaknya Hb dalam setiap eritrosit (nilai
rujukan: 26-34 pg)
MCH: [Hb/jumlah eritrosit (juta)] x 10

3. Mean corpuscular hemoglobin


concentration konsentrasi Hb
rata2 dalam eritrosit (nilai rujukan:
32-37%)
MCHC: (Hb/Ht) x 100%

Anemia Hipokromik
Mikrositer
1. Anemia def besi
2. Thalasemia major
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
Kriteria anemia hipokromik mikrositer
. MCV < 80 fL
. MCH < 27 pg

Anemia Defisiensi Besi (ADB)


Standar Kompetensi 4

Anemia yang timbul akibat


berkurangnya persediaan besi untuk
eritropoiesis, karena cadangan besi
kosong sehingga mengakibatkan
pembentukan Hb berkurang.

Klasifikasi ADB
Deplesi besi (iron depleted state):
cadangan besi menurun tetapi penyediaan
besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient
erythropoiesis): cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoiesis
terganggu, tetapi belum timbul anemia
secara laboratorik.
Anemia defisiensi besi: cadangan besi
kosong disertai anemia.

Etiologi
Perdarahan kronik
Kualitas besi dalam makanan tidak
baik (banyak serat, kurang vit C,
rendah daging)
Kebutuhan besi meningkat (hamil,
menyusui, anak dalam masa
pertumbuhan)
Gangguan absorbsi (tropical sprue,
kolitis kronik, gastrektomi)

Gambaran Klinis ADB


1. Gejala umum anemia (sindrom anemia)
2. Gejala dan tanda khas ADB
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Koilonychia (kuku sendok)


Atrofi papil lidah
Cheilosis (stomatitis angularis)
Disfagia (nyeri menelan)
Atrofi mukosa gaster menimbulkan achlorhydria
Pica: keinginan utk memakan bahan yang tidak
lazim

3. Gejala penyakit dasar: bervariasi

Pemeriksaan Laboratorium
1. Jumlah eritrosit, kadar Hb, dan hematokrit
menurun.
2. Indeks eritrosit MCV < 80 fL, MCH < 27 pg.
3. Sediaan apus darah tepi (SADT)
menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,
anisositosis, dan poikilositosis ringan hingga
berat.
4. Leukosit dan trombosit pada umunya
normal.
5. Besi serum menurun < 50 g/dL.

6. Total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350


g/dL.
7. Saturasi transferin menurun < 15%.
8. Feritin serum menurun < 20 g/L. Feritin serum
merupakan parameter paling kuat untuk diagnosis ADB.
9. Aspirasi sumsum tulang menunjukkan hiperplasia
normoblastik, dapat dijumpai mikronormoblas.
Pengecatan spesimen sumsum tulang dengan perls
stain menunjukkan cadangan besi negatif
/hemosiderin (-). Pada keadaan normal 40-60%
normoblas mengandung granula feritin (sideroblas),
pada ADB sideroblas negatif.

Diagnosis Diferensial
ADB

Anemia
Akibat
Penyakit
Kronik

Trait
Thalasemia

Anemia
Sideroblasti
k

Derajat
Anemia

ringan-berat

ringan

ringan

ringan

MCV

menurun

N/menurun

menurun

N/menurun

MCH

menurun

N/menurun

menurun

N/menurun

Besi Serum

menurun

menurun

N/meningkat

N/meningkat

TIBC

meningkat

menurun

N/menurun

N/menurun

Saturasi
Transferin

menurun

N/menurun

meningkat

meningkat

Feritin serum

menurun

meningkat

meningkat

Positif

positif kuat

Positif dg
ring
sideroblast

Besi sumsum negatif


tulang

Tentukan penyakit dasar, fokus utama


adalah mencari sumber perdarahan.
Genetalia perempuan: riwayat
menstruasi
Saluran kemih: px darah samar pada
urin
Saluran cerna: px darah samar pada
feses, endoskopi saluran cerna.

Terapi
1. Terapi besi oral
Sulfas ferosus 3 x 200 mg, setiap 200 mg mengandung
66 mg besi elemental. Sebaiknya diberikan sebelum
makan, bila terjadi intoleransi bisa diberikan saat
atau setelah makan.
Efek sampingnya mual, muntah, dan konstipasi.

2. Terapi beri parenteral


Indikasi: intoleransi, kepatuhan terhadap pengobatan
rendah, malabsorbsi.
Iron dextran complex mengandung 50 mg besi/mL,
diberikan secara IV/IM.
Efek sampingnya reaksi anafilaksis.

3. Diet: bahan makanan hewani, vit C.


Respon terapi baik bila Hb normal setelah 4-10
minggu, terapi dilanjutkan sampai 12 bulan.

Anemia Normokromik
Normositer
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemolitik
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia pada keganasan hematologik
Kriteria anemia normokromik normositer
. MCV 80-95 fL
. MCH 27-34 pg

Anemia Aplastik
Standar Kompetensi 2

Keadaan pansitopenia, hipoplasia berat


atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada
suatu penyakit primer yang
menginfiltrasi, mengganti, atau
menekan jaringan hematopoietik
sumsum tulang.
Sebagian besar bersifat idiopatik, etiologi
yang diketahui antara lain radiasi,
kemoterapi, benzena, infeksi virus.

Patogenesis
Terdapat reaksi autoimun, limfosit T
sitotoksik memerantarai destruksi sel
bakal hematopoietik sehingga terjadi
kegagalan sumsum tulang.
Pada sumsum tulang hampir tidak ada
sel-sel CD34, sehingga jumlah sel-sel
progenitor dari eritrosit, granulosit, dan
trombosit sangat sedikit, tetapi sel-sel
limfosit T dan B umumnya normal.

Klasifikasi Anemia Aplastik


Klasifikasi

Kriteria

Berat

Selularitas sumsum tulang <


25%
Sitopenia, min 2 dari 3 jenis
sel darah:
Netrofil segmen < 500
sel/L
Retikulosit < 60.000 sel/L
Trombosit < 20.000 sel/L

Sangat berat

Sama seperti di atas, tetapi


netrofil segmen < 200 sel/L

Tidak berat

Sumsum tulang hiposelular,


tetapi sitopenia tidak
memenuhi kriteria berat.

Gejala dan Tanda Klinis


1. Perdarahan 83%
2. Badan lemah 80%
3. Pusing69%
4. Jantung berdebar 36%
5. Demam 33%
6. Nafsu makan berkurang 29%
7. Pucat 26%
8. Sesak napas 23%
9. Penglihatan kabur 19%
10.Telinga berdengung 13%

Pemeriksaan Fisik
1. Pucat 100%
2. Perdarahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kulit 34%
Gusi 26%
Retina
20%
Hidung
7%
Saluran cerna 6%
Vagina
3%

3. Demam 16%
4. Hepatomegali 7%
5. Splenomegali dan limfadenopati 0

Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah tepi
a. Pansitopenia: penurunan jumlah eritrosit,
granulosit, dan trombosit.
b. Persentase retikulosit normal/menurun.
c. Limfositosis relatif

2. Laju endap darah (LED) meningkat >


100 mm dalam jam pertama.
3. Aspirasi sumsum tulang menunjukkan
hiposelular (gold standar)

Terapi
1. Terapi imunosupresif
a. Antithymocyte globulin (ATG) 15-40
mg/KgBB IV selama 4-10 hari
b. Siklosporin A (CsA) 3-7 mg/KgBB PO selama
4-6 bulan
c. Prednison 1 mg/KgBB PO selama 2 minggu
pertama pemberian ATG.

2. Transplantasi sumsum tulang (TST)


alogenik, bagi pasien usia < 35 tahun yg
memiliki saudara kandung HLA matched.

3. Terapi suportif
a. Bila ada gangguan hemodinamik,
diberikan transfusi packed red cells
hingga kadar Hb 7-8 g/dL.
b. Bila trombosit < 20.000/L, diberikan
transfusi trombosit sebagai profilaksis.
c. Bila terdapat infeksi, diberikan
antibiotik.

Anemia pada Penyakit Kronis


Standar Kompetensi 3

Etiologi: infeksi kronis, inflamasi kronis,


dan kanker.
Patogenesis
1. Pemendekan masa hidup eritrosit
akibat produksi sitokin yang
berlebihan karena kerusakan jaringan.
2. Gangguan metabolisme besi yang
ditunjukkan dengan penurunan besi
serum tetapi cadangan besi normal.

Gambaran Klinis
1. Sindrom anemia: gejala anemia sering
tertutup oleh gejala penyakit dasar.
2. Tidak ada kelainan yang khas.
Diagnosis berdasakan hasil laboratorium:
3. Kadar Hb 7-11 g/dL, MCV dan MCH
normal/menurun
4. Besi serum menurun < 30 g/dL
5. TIBC menurun < 200 g/dL
6. Saturasi tranferin normal/menurun
7. Feritin serum normal

Terapi
1. Mengobati penyakit dasar
2. Bila ada gangguan hemodinamik,
diberikan transfusi packed red cell
hingga kadar Hb 10-11 g/dL
3. Eritropoietin (EPO) diberikan pada
pasien anemia akibat kanker, gagal
ginjal, mieloma multipel, artritis
reumatoid, dan infeksi HIV.

Anemia Hemolitik
Standar Kompetensi 3

Keadaan di mana kadar Hb kurang dari


normal akibat kerusakan eritrosit
yang lebih cepat dari kemampuan
sumsum tulang untuk menggantinya.

Klasifikasi anemia hemolitik


Anemia hemolitik herediter
Enzimopati
Defek jalur Embden Meyerhof: defisiensi piruvat kinase,
defisiensi glukosa fosfat isomerase, defisiensi
fosfogliserat kinase
Defek jalur heksosa monofosfat: defisiensi glukosa 6
fosfat dehidrogenase (G6PD), defisiensi glutation
reduktase
Hemoglobinopati: thalasemia, anemia sickle cell
Membranopati: sferositosis herediter
Anemia hemolitik didapat
Anemia hemolitik imun: idiopatik, keganasan, autoimun,
transfusi
Mikroangiopati: trombotik trombositopenia purpura,
sindrom uremik hemolitik, koagulasi intravaskular
diseminata, preeclampsia, eclampsia, hipertensi maligna,
katub prostetik
Infeksi: malaria, babesiosis, clostridium

Anemia Hemolitik Autoimun


Autoimmune hemolytic anemia (AIHA)
adalah suatu kelainan di mana
terdapat antoantibodi terhadap
eritrosit sehingga umurnya
memendek.
Klasifikasi AIHA
1. AIHA tipe hangat diperantarai IgG
2. AIHA tipe dingin diperantarai IgM

AIHA tipe hangat


Gambaran klinis
Gejala: sindrom anemia, demam, nyeri
abdomen
Tanda: hemoglobinuria (urin warna
gelap), ikterik (40%), splenomegali
(50-60%), hepatomegali (30%), dan
limfadenopati (25%).
Hasil laboratorium: Kadar Hb < 7 g/dL,
direct Coombs test (+)

Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi:


1. Direct Coombs test: eritrosit pasien
direaksikan dengan antiserum atau antibodi
monoklonal terhadap IgG dan C3d. Bila pada
membran permukaan eritrosit terdapat IgG
dan C3d akan terjadi aglutinasi (positif).
2. Indirect Coombs test: serum pasien
direaksikan dengan sel-sel reagen. Bila pada
serum pasien terdapat autoantibodi akan
terjadi aglutinasi (positif).

Terapi
1. Kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2
minggu, jika terdapat respon dosis
diturunkan 10-20 mg/hari.
2. Splenektomi, bila tidak ada respon setelah
3 bulan terapi steroid.
3. Imunosupresif: azatioprin 50-200 mg/hari,
siklofosfamid 50-150 mg/hari.
4. Bila Hb 3 g/dL, diberikan transfusi packed
red blood cell washed hingga kadar Hb 7-8
g/dL.

AIHA tipe dingin


Gambaran klinis:
Gejala: anemia ringan kadar Hb 8-10
g/dL terjadi pada suhu dingin
Tanda: sianosis, splenomegali, direct
Coombs test (+)
Terapi: cukup menghindari udara
dingin.

Anemia Hemolitik Nonimun


Gambaran klinis
1. Sindrom anemia
2. Tanda klinis: jaundice, urin kecoklatan, splenomegali, takikardia,
ulkus tungkai (pd anemia sickle cell)
Pemeriksaan laboratorium
3. Direct Coombs test (-)
4. Jumlah retikulosit > 1,5%
5. SADT
a.
b.
c.
d.

Normokromik normositer
Sferosit: sferositosis herediter
Sel target: thalasemia
Schistosit: mikroangiopati

4. Kimia darah:
e. Peningkatan laktat dehidrogenase (LDH2), SGOT, bilirubin indirect
f. Penurunan haptoglobin

5. Urinalisis: hemosiderinuria, hemoglobinuria

Thalasemia
Standar Kompetensi 2

Kelainan herediter berupa penurunan sintesis


rantai globin ( atau ).
Sintesis rantai globin turun sintesis Hb turun
anemia hipokromik mikrositer
Klasifikasi:
Trait: terdapat kelainan laboratorik, tetapi
tidak ada gambaran klinis yang jelas.
Intermedia: anemia sedang (Hb 5-8 g/dL)
dengan ketergantungan transfusi eritrosit.
Major: kelainan yang mengancam jiwa.

Hemoglobin Normal
Hb normal pada orang dewasa adalah
Hb A (98%), dibentuk dari sebuah
tetramer 22
Hb A2 (1-2%), dibentuk dari tetramer
22
Hb F (< 1%) merupakan Hb utama
pada fetus, dibentuk dari tetramer
22
Tidak ada pengganti untuk rantai
globin dalam pembentukan Hb.

Thalasemia
Etiologi: delesi gen menyebabkan sintesis rantai globin
berkurang
Distribusi persentase Hb A, Hb A2, dan Hb F tidak
berubah,
kelebihan
rantai membentuk
Jumlah
gen terdapat
Sindrom
Hematokrit
MCV
tetramer
4 (Hb H).
globin

Normal

Normal

Normal

Silent carrier

Normal

Thalasemia
minor/trait
thalasemia

Menurun 2840%

Menurun 60-75
fL

Penyakit Hb H

Menurun 2232%

Menurun 60-70
fL

Hydrops fetalis

Trait thalasemia
Gambaran klinis: anemia ringan
Hasil laboratorium
1. Ht 28-40% MCV 60-75 fL
2. SADT: anisositosis ringan (mikrosit
hipokromik), poikilositosis berat (sel
target, acanthocytes)
3. Retikulosit normal
4. Parameter besi normal

Hb H disease
Gambaran klinis: anemia hemolitik
Hasil laboratorium
1. Ht 22-32% MCV 60-70 fL
2. SADT: anisositosis ringan (mikrosit
hipokromik), poikilositosis berat (sel
target)
3. Retikulosit meningkat
4. Elektroforesis Hb: fast migrating Hb
(Hb H) 10-40%

Thalasemia

Etiologi: mutasi point menyebabkan


tidak ada/berkurangnya sintesis
rantai globin .
0 : tidak ada sintesis rantai globin
+ : sintesis rantai globin berkurang
Terdapat peningkatan relatif distribusi
persentase Hb A2 dan Hb F
dibandingkan Hb A, karena rantai
globin dan menggantikan posisi
rantai globin .

Penurunan
sintesis rantai
globin

Rantai globin
tidak memiliki
pasangan

Ekspansi sel-sel
eritroid di
sumsum tulang

Sumsum tulang
hiperplastik,
terjadi
ineffective
erythropoiesis

Deformitas
tulang, fraktur
patologis

Kerusakan
membran eritrosit

Hemolisis
intramedular

Gen globin

Hb A

Hb A2

Hb F

Normal

Homozigous 97-99%

1-3%

< 1%

Thalasemia
major

Homozigous
0

0%

4-10%

90-96%

Thalasemia
major

Homozygous
+

0-10%

4-10%

90-96%

Thalasemia
intermedia

Homozygous
+

0-30%

0-10%

6-100%

Thalasemia
minor

Heterozygous
0
Heterozygous
+

80-95%
80-95%

4-8%
4-8%

1-5%
1-5%

Thalasemia minor
Gambaran klinis: anemia ringan
Hasil laboratorium
1. Ht 28-40% MCV 55-75 fL
2. SADT: anisositosis ringan (mikrosit
hipokromik), poikilositosis berat (sel
target), basophilic stippling
3. Retikulosit normal/meningkat
4. Elektroforesis Hb: Hb A2 4-8%, Hb F 15%

Thalasemia intermedia
Gambaran klinis: anemia hemolitik
kronik, membutuhkan transfusi
ketika terjadi eksaserbasi.
Tanda klinis: hepatosplenomegali,
deformitas tulang.

Thalasemia major
Kebanyakan terjadi pada bayi. Saat
lahir terlihat normal, tetapi setelah 6
bulan ketika sintesis Hb berpindah
dari Hb F ke Hb A, terjadi anemia
berat.
Gambaran klinis: anemia berat, gagal
tumbuh, deformitas tulang (fraktur
patologis), hepatosplenomegali,
jaundice, hemosiderosis (overload
besi akibat transfusi)

Hasil laboratorium
1. Ht < 10%
2. SADT: anisositosis ringan (mikrosit
hipokromik), poikilositosis berat (sel
target), basophilic stippling, eritrosit
berinti.
3. Elektroforesis Hb: Hb A 0-10% Hb A2
4-10%, Hb F 90-96%

Anemia Makrositer
Anemia megaloblastik pada defisiensi
asam folat dan/atau vit B12
Kriteria anemia makrositer MCV > 95
fL

Anemia Megaloblastik
Standar Kompetensi 3

Gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang


terganggu. Etiologinya defisiensi asam folat
dan/atau vit B12 (kobalamin).
Sel-sel yang terganggu adalah sel yang
proliferasinya cepat seperti sel bakal hematopoietik
dan epitel gastrointestinal. Pembelahan inti sel
melambat, tetapi perkembangan sitoplasma
normal, sehingga sel-sel tersebut menjadi lebih
besar (megaloblastik).
Selularitas sumsum tulang meningkat tetapi produksi
eritrosit berkurang, karena sel-sel progenitor
eritroid yang abnormal dihancurkan dalam sumsum
tulang. Keadaan ini disebut ineffective
erythropoiesis.

Etiologi
1. Def asam folat
a. Asupan tidak adekuat
b. Keperluan yang meningkat: kehamilan, bayi, kanker,
anemia hemolitik kronik
c. Malabsorbsi
d. Metabolisme terganggu: alkohol, metotreksat,
pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin.

2. Def vit B12 (kobalamin)


e. Asupan tidak adekuat
f. Malabsorbsi

Defek penyampaian dari makanan: achlorhydria, gastrektomi,


obat penghambat sekresi asam lambung
Defisiensi faktor intrinsik: anemia pernisiosa
Gangguan ileum distal: tropical/nontropical sprue, reseksi
intestinal, enteritis
Obat-obatan: p-aminosalicylic acid, kolsikin, neomisin

Gambaran Klinis Defisiensi


Vit B12
1. Manifestasi hematologik: sindrom
anemia
2. Manifestasi gastrointestinal: nyeri
lidah, papil lidah atrofi dan tampak
kemerahan (glositis), diare
3. Manifestasi neurologis: mati rasa,
kelemahan, dan parestesia pada
ekstremitas, ataxia. Tanda Romberg
dan Babinsky mungkin (+)

Gambaran Klinis Defisiensi Asam


Folat
1. Manifestasi hematologik: sindrom
anemia
2. Manifestasi gastrointestinal: diare,
glositis, stomatitis angularis
(cheilosis)
Tidak ada manifestasi neurologis

Pemeriksaan Laboratorium
1. MCV > 95 fL
2. Darah perifer: anisositosis dan
poikilositosis. Ciri khas: makroovalositosis,
netrofil hipersegmen (inti bersegmen > 5/6
lobus)
3. Sumsum tulang hiperselular
4. Biokimia darah: peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi > 1,0 mg/dL dan peningkatan
asam laktat dehidrogenase akibat
inffective erythropoiesis

Terapi
Untuk defisiensi kobalamin
1. Kobalamin 1000 g tiap minggu IM
sampai 8 minggu, kemudian
dilanjutkan kobalamin 1000 g IM
tiap bulan hingga anemia hilang
atau
2. Kristalin kobalamin 2 mg/hari PO
Untuk defisiensi asam folat: asam folat
1-5 mg/hari PO selama 2 bulan

Polisitemia Vera
Standar Kompetensi 2

Suatu kelainan sistem mieloproliferatif


melibatkan sel progenitor mieloid
yang abnormal, sel progenitor
mieloid tsb tidak membutuhkan
eritropoietin untuk proses
pematangannya.

Klasifikasi Eritrositosis
Eritrositosis relatif
Hemokonsentrasi
Polisitemia spurious
Eritrositosis absolut
Polisiemia primer
Polisitemia vera
Polisitemia familial primer
Polisitemia sekunder
Disebabkan oleh penurunan oksigenasi jaringan
High-altitude erythrocytosis
Cor pulmonal kronik
Peny jantung kongenital sianotik
Sindrom hipoventilasi
Hb abnormal
Disebabkan oleh produksi eritropoietin abnormal
Sindrom paraneoplastik
Polisitemia idiopatik

Beberapa Akibat dari


Polisitemia
1. Hiperviskositas
Penurunan kecepatan aliran darah penggumpalan eritrosit
Penurunan transport oksigen iskemia/infark pd target organ
Gangguan agregasi trmbosit perdarahan

2. Trombositosis > 450.000/L menyebabkan terjadinya


trombosis vena dan emboli
3. Basofilia > 200/L menyebabkan peningkatan kadar
histamin pruritus, urtikaria, gastritis
4. Laju siklus sel yg tinggi menyebabkan asam urat dlm
plasma meningkat gout
5. Def vit B12 dan asam folat menyebabkan kelainan kulit
dan mukosa, neuropati, atrofi n optikus

Gambaran Klinis
1. Gejala awal (sangat tidak spesifik):
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Hipertensi 72%
Sakit kepala 48%
Mudah lelah 47%
Gatal (pruritus) 43%
Telinga berdenging
43%
Ggn penglihatan 31%
Rasa panas pd tangan dan kaki 29%
Sesak napas 26%
Nyeri tulang 26%
Epistaksis, perdarahan lambung 24%

2. Gejala akhir
k. Perdarahan terutama pd lambung
l. Peningkatan asam urat yg menyebabkan gout
m. Trombosis yg dpt menyebabkan kematian
n. Fase splenomegali terjadi kegagalan sumsum tulang (anemia berat, keb
transfusi meningkat) dan disertai hepatomegali

Pemeriksaan Laboratorium
1. Jumlah eritrosit pd laki-laki > 6 x
106/L dan pada perempuan > 5,1 x
106/L
2. SADT: normokromik normositer, bila
tdpt poikilositosis dan anisositosis
menunjukkan transisi ke arah
metaplasia mieloid.
3. Jumlah neutrofil > 10 x 103/L,
basofilia > 200/L
4. Jumlah trombosit > 450.000/L

Kriteria Diagnosis
Kategori A
1. Hematokrit pd laki-laki > 60% dan pd perempuan >
56%
2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder
3. Splenomegali pd palpasi
Kriteria B
4. Trombositosis > 450.000/L
5. Jumlah neutrofil > 10 x 103/L
6. Splenomegali pd pemeriksaan USG
7. Penurunan eritropoietin serum
Dx polisitemia vera: A1+A2+A3 atau A1+A2+ 2 kategori
B

Anda mungkin juga menyukai