pemisahan TNI dan Polri sesuai TAP MPR No. VII/MPR-RI/2000. Pemisahan
yang hitam putih ini mengakibatkan bentrokan dilapangan seperti di Ambon,
Maluku Tengah, Poso, Papua, Palembang, dan Batam. Walaupun sudah
terpisah, menurut beberapa sumber, penyebab konflik TNI dan Polri lainnya
adalah: masih muncul pandangan dikalangan prajurit TNI bahwa kedudukan TNI
dianggap lebih tinggi dibandingkan Polri; anggota TNI dan Polri beranggapan
mereka tidak perlu saling moenghormati lagi karena tidak berada dalam satu
komando;
kesenjangan
penerimaan
fasilitas
saat
melaksanakan
tugas;
kecemburuan karena adanya kesan bahwa gaya hidup anggota Polri lebih
makmur; serta besarnya akses Polri kesumber-sumber ekonomi dibandingkan
TNI. Akan tetapi, pernyataan tentang penyebab konflik tersebut tidak didukung
oleh fakta dilapangan.
Analisis lebih dalam tentang konflik TNI-Polri perlu dilakukan untuk
mendapatkan strategi agar kejadian tersebut tidak berulang. Oleh karena itu,
berdasarkan fakta diatas, dengan berfokus pada kejadian tindak pidana
penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan yang diduga
dilakukan oleh anggota Yonif Macan terhadap anggota Polres Kota Badak, dapat
ditarik rumusan masalah yaitu: 1. Mengapa konflik TNI-Polri dalam kasus Yonif
Macan terjadi?; 2. Bagaimana strategi agar konflik TNI-Polri seperti kasus Yonif
Macan tidak terjadi lagi?
Pembahasan ini perlu dilakukan agar pihak yang berkepentingan terutama
Danyonif dan Kapolres dapat menerapkan strategi yang benar untuk mencegah
dan pada saat terjadinya konflik kekerasan. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan
untuk menggambarkan faktor penyebab konflik TNI dan Polri pada kasus di
Mapolres Badak. Selain itu, penulis juga akan menganalisa faktor masalah
sehingga dapat menghasilkan solusi. Penjelasan akan dimulai dari pemaparan
gambaran fakta secara umum secara kronologis. Selanjutnya, peneliti akan
menganalisis faktor penyebab dan mencari solusinya.
Tindak penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan
yang diduga dilakukan oleh anggota Yonif Macan terhadap Bripka Rinaldy
Tentenabi dan Briptu Nanang Saleh bermula dari penyitaan kendaraan bodong.
Pada hari Kamis tanggal 8 Januari 2015 sekira pukul 15.30 WITA bertempat di
bengkel kawanua Kel. Ipilo Kec. Kota Timur Kota Badak Polres Kota Badak
Bripka Rinaldy melakukan penyitaan sebuah kendaraan jenis Toyota Avansa
Nopol DB 4995 AS. Kendaran tersebut diduga kendaraan bodong atau tanpa
dilengkapi surat-surat. Kendaraan ini milik Sdr. Gomes alamat Kwandang Kab.
Gorut. Pada hari berikutnya, Pratu Folkman Gahauna mengatakan kepada
Bripka Rinaldy bahwa kendaraan Toyota Avansa Nopol DB 4995 AS adalah
miliknya yang dibeli seharga Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Uang
tersebut merupakan hasil tabungannya selama bertugas di Papua. Selanjutnya
Bripka Rinaldy menyampaikan kepada Pratu Folkman Gahauna untuk bersabar
karena akan menghadap kepada Kanit Buser dan Kasatreskrim dimana kasus
tersebut sudah ditangani oleh pihak Polres Kota Badak. Pada hari minggu
tanggal 11 Januari Pratu Folkman menyakan keberadaan Bripka Rinaldi dan
kendaraan Toyota Avanza yang disita. Bripka Rinaldy menyarankan agar Pratu
Folkman menghadap Kasatreskrim Polres Kota Badak dengan maksud agar
Kasatreskrim mendengar penjelasan langsung Pratu Folkman.
Pada saat menelepon Bripka Rinaldy, Pratu Folkman sedang berada di
tempat acara makan-makan di rumah Praka Adam Hinelo anggota Kodim
1304/Gtlo. Pratu Folkman menyampaikan kepada teman-teman lainnya sesama
anggota Yonif Macan bahwa ia akan mengambil kendaraan tersebut yang disita
oleh Bripka Rinaldy Tentenabi anggota Polres Kota Badak. Pratu Folkman
selanjutnya berangkat bersama dengan Kopda Ruslianto Bukoting, Kopda Jenli
Tahulending dan Kopda Serles Balatjai menuju ke Polsek Kota Selatan untuk
menemui Bripka Rinaldy Tentenabi. Sesampai di Polsek Kota Selatan mereka
tidak menemukan Bripka Rinaldy. Akhirnya, mereka mendapat info bahwa Serka
Rinaldy dan kendaraan Inova berada di Mapolres Kota Badak, dan mereka
meluncur ke sana.
Sesampainya di Mapolres Kota Badak, selanjutnya Pratu Folkman
Gahauna menemui Saksi dan membicarakan masalah kendaraan tersebut.
Sepuluh menit kemudian datang Kopda Ruslianto Bukoting mendekati Bripka
Rinaldy. Kemudian Kopda Ruslianto Bukoting memukul Bripka Rinaldy dengan
menggunakan tangan kosong sebanyak satu kali mengenai wajah Bripka
Rinaldy. Selanjutnya, Bripka Rinaldyi berusaha membalas sehingga terjadi
beberapa
menggunakan
tangan
kiri,
mencabut
sajam
jenis
badik
dan
berkata
jangan tembak teman saya, kalau tembak sama-sama kita korban . Bripka
Rinaldy Gahauna kemudian melepaskan tembakan sebanyak satu kali ke atas
dan menyelipan kembali senpinya ke pinggang. Sekali lagi, karena berniat untuk
membantu teman, Kopda Jenli Tahuleding berpendapat ia dapat melakukan
perbuatan penodongan terhadap orang lain. Hal ini memperkuat perbedaan nilai
antara kedua pihak.
Konflik ini juga mempunyai permasalahan yang berawal dari hubungan.
Sebelum pemukulan yang dilakukan oleh Kopda Ruslianto Bukoting terhadap
Bripka Renaldy Tentenabi, Kopda Ruslianto Bukoting mempunyai persepsi yang
buruk terhadap Bripka Renaldy. Jenli Tahulending menerangkan penyebab
terjadinya penganiayaan oleh Kopda Ruslianto Bukoting karena merasa jengkel
dipermainkan oleh Bripka Rinaldy Tentenabi yaitu pertama berjanji di Polsek
Kota Selatan dan setelah didatangi tidak ada melainkan berada di Mapolres Kota
Badak. Kemudian, setelah ia sampai di Mapolres Badak, Bripka Renaldy
menyuruh Pratu Folman Gahauna untuk menemui Kasatreskrim Polres Kota
Badak terlebih dahulu, padahal
Gahauna saat itu menyampaikan bahwa kendaraan yang disita pihak Polres
Kota Badak jenis Toyota Avansa warna Silver Nopol DB 4995 AS adalah miliknya
(Pratu Folkman Gahauna). Karena sedang makan-makan kemudian harus pergi
ke Mapolres Badak, hal ini membuat kondisi yang tidak enak pada diri Kopda
Ruslianto. Kondisi jengkel Kopda Ruslianto ditambah oleh adanya berita dari
Bripka Rinaldy yang berubah-ubah. Akibatnya, Kopda Ruslianto melampiaskan
kejengkelannya terhadap Bripka Rinaldy di Mapolsek Badak dengan memukul.
Terlihat dari uraian diatas bahwa telah terjadi dinamika antara perbedaan
data
yang
mengakibatkan
konflik
nilai
dan
perbedaan
struktur
yang
dan
kepercayaan.
Dengan
lamanya
serta
berubah-rubahnya
perkataan atau janji dari Bripka Rinaldy Kopda Jenli dan kawan-kawan
mengaggap Bripka RInaldy tidak mau membantu mereka. Hal ini juga
mempercepat eskalasi dari konflik menjadi kekerasan pada lingkaran konflik.
Untuk menemukan strategi penanganan dan pencegahan dapat dilakukan
dengan menggunakan lebih lanjut dari model lingkaran konflik. Furlong (2005,
Hal. 40) menyarankan agar kita menghindari mempermasalahkan nilai,
hubungan atau isu eksternal. Dalam kasus ini, mempermasalahkan nilai Kopda
Jenli dkk tentang kebersamaan dan komitmen serta kecepatan. Disisi lain
10
pandangan Bripka Rinaldy adalah entang aturan hukum. Pandangan Kopda Jenli
dkk tentang rumit dan lambatnya birokrasi Polres Badak. Dilain sisi Bripka
Rinaldy memandang Kopda Jenli dkk tidak memperhatikan data. Model lingkaran
konflik mengarahkan kita untuk berfokus pada data, struktur dan kepentingan.
Dengan demikian fokus penyelesaian masalah harus menekankan pada
penambahan data dan perbaikan struktur yang mengarah pada kepentingan
bersama.
Untuk menghindari agar konflik tidak mengarah pada kekerasan, satuan
TNI dan Polri di daerah harus mengadakan forum dialog. Pada forum dialog ini
seluruh pihak harus menjelaskan, menguji dan memperbaiki permasalahan data.
Peserta yang hadir pada forum ini sebaiknya merupakan seluruh anggota dari
pangkat terendah sampai tertinggi di satuan. Pihak Polri dapat menjelaskan
kriteria dari aturan yang harus dilakukan oleh prajurit. Pihak anggota polisi harus
menjelaskan bagaimana seharusnya Prajurit bersikap dan bertingkah laku di
tengah kehidupan masyarakat sipil pada masa damai. Pihak anggota polisi harus
menjelaskan prosedur-prosedur, aturan-aturan Polisi dalam menjalankan tugas.
Pada masa damai ini, Polri-lah yang berwenang untuk menangani masalah
ketertiban dan keamanan di dalam negeri, kecuali dalam hal adanya ancaman
yang menjadi tugas TNI sesuai UU no. 34 tentang TNI. Pada kasus ini, pihak
anggota polisi menginginkan anggota TNI AD dari Yonif Macan untuk bersabar
mengikuti prosedur dalam penanganan penarikan mobil sitaan. Selain itu, tentu
saja mereka berharap untuk TNI tidak melakukan beking terhadap kejahatan
pencurian kendaraan bermotor. Disamping itu, anggota Yonif Macan seharusnya
tidak perlu melakukan perbuatan pemukulan terhadap Bripka Rinaldy.
Setelah itu, pihak anggota TNI harus menjelaskan bagaimana seharusnya
anggota Polri dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal ini, pihak anggota Yonif
Macan menginginkan anggota Polisi untuk bersikap transparan dan konsekuen
dalam menjalankan tugas sesuai prosedurnya. Pada saat adanya berita telepon
dari Pratu Folkman Gahauna, Bripka Rinaldy seharusnya menyampaikan
informasi bahwa kendaraan tersebut tidak sah.
Pada forum dialog tersebut, pihak Polri harus menyampaikan motifnya
dalam setiap tindakan dalam menjalankan tugasnya. Bripka Rinaldy harus
11
menjelaskan tindakannya pada saat menyita mobil Inova dan kenapa harus
diserahkan kepada Kasatreskrim. Bripka Rinaldy juga harus menjelaskan kenapa
ia menodongkan pistol dan mengeluarkan tembakan pada saat kejadian di
depan markas Polres Badak. Disisi lain, Pihak TNI juga harus menjelaskan
motifnya pada setiap tindakan yang berbenturan dengan Polisi. Pratu Folkman
Lineker Junister Gahauna harus menjelaskan motifnya dalam upaya membantu
temannya saudara Eby pada saat meminta kendaraan tersebut kepada Bripka
Rinaldy. Pratu Folkman Lineker Junister harus secara jujur mengakui mengapa
ia membawa teman dan seniornya ke Mapolres Badak untuk mengambil mobil
sitaan. Pratu Folkman Lineker Junister Gahauna harus secara jujur mengatakan
alasan menyatakan bahwa kendaraan tersebut adalah miliknya. Kopda Jenli
Tahulending harus juga menjelaskan mengapa ia menodongkan badik pada
Briptu Nanang. Kopda Ruslianto Bukoting harus menjelaskan motifnya mengapa
ia memukul Bripka Rinaldy.
Berikutnya, kedua pihak harus mengemukakan asumsi masing-masing
pada saat bertindak. Bripka Rinaldy harus mengemukakan asumsi pada saat
menyita kendaraan bodong. Misalkan Bripka Rinaldy berasumsi bahwa apabila
tidak disita, maka pelaku pencurian mobil akan merajalela. Atau, dengan
menangkap mobil bodong, Bripka Rinaldy akan mendapat penghargaan dari
atasannya yaitu Kasatreskrim.
12
disampaikan oleh kedua pihak agar apabila kejadian seperti ini lagi tidak
terulang. Apabila informasi tersebut berhubungan dengan perbedaan struktur,
maka
dimensi
ini
juga
harus
didiskusikan
secara
bersama
untuk
penyelesaiannya.
Dialog
yang
dilakukan
harus
membahas
tentang
bagaimana
13
asal saudara Eby yang menjadi buronan diserahkan ke pihak Polres Badak.
Atau, kedua pihak dapat melakukan kegiatan patrol bersama.
Berikut, strategi apabila masih ada perdebatan tentang nilai maka kedua
pihak harus mengalihkan fokus pada transparansi informasi. Kedua pihak harus
membagi infromasi tentang nilai yang mereka anut (Furlong, 2005, Hal.49).
Dalam hal ini kedua pihak harus berfokus pada nilai yang menjadi nilai bersama.
Bila terpaksa, maka dapat diberi jalan alternatif yaitu kedua pihak tidak boleh ikut
campur pada tugas masing-masing (Furlong, 2005, Hal.49). Secara perlahan
kedua pihak harus membuka nilai yang tidak relevan (Furlong, 2005, Hal.49).
Strategi apabila diskusi hanya berputar pada permasalahan hubungan,
kedua pihak dapat mengambil langkah untuk berfokus pada masa depan
(Furlong, 2005, Hal. 50). Kedua pihak harus menghilangkan asumsi yang salah
tentang pandangan buruk pada keduanya (Furlong, 2005, Hal.50). Pihak polisi
dan TNI harus menemukan apa yang mereka inginkan dari masing-masing pihak
bertingkah laku. Kedua pihak harus berkomiten untuk menerapkan perilaku yang
disetujui (Furlong, 2005, Hal.50). Selanjutnya, kedua pihak berfokus pada
kepentingan dan melupakan isu yang berhubungan dengan masa lalu (Furlong,
2005, Hal. 50). Pihak mediator baik dari atasan Polisi maupun Danyonif harus
membantu masing-masing pihak untuk dapat mengambil langkah kecil yang
dapat menumbuhkan kepercayaan dan mulai untuk merubah persepsi terhadap
pihak lain (Furlong, 2005, Hal. 50).
Strategi untuk menghadirkan pihak ketiga harus dilakukan apabila pihak
Polri dan TNI terkunci pada pembahasan aspek eksternal/mood (Furlong, 2005,
Hal.50). Masing-masing pihak harus mengakui aspek eksternal apa yang tidak
dapat mereka kontrol dan fokus pada yang dapat dikontrol (Furlong, 2005,
Hal.50). Kedua pihak dapat meminta seseorang yang dapat mengontrol emosi
apabila terjadi konflik. Pihak ketiga ini harus yang menjadi penengah yang
dipercaya keduanya (Furlong, 2005, Hal.50). Seperti di kasus Batam, Bupati
dapat menjadi penengah pihak TNI-Polri untuk mereadam agar konflik tidak
berujung kekerasan (Furlong, 2005, Hal.50). Sekali lagi, dalam setiap bertindak,
kedua pihak harus di tekankan untuk berfokus pada kepentingan dan bukan
pada faktor eksternal (Furlong, 2005, Hal.50).
14
15
menerapkannya.
Untuk
memberikan
pandangan
lain
atau
untuk
16
mediasi
tidak
akan
berjalan
apabila
pihak
ketiga
tidak
berkomitmen untuk membantu proses dialog. Oleh karena itu, akan lebih efektif
apabila ada memorandum of understanding (MOU) antara Panglima Komando
Utama (Pangkotama) dengan bupati dan Kapolren dalam rangka pembentukan
forum dama antara organisasi TNI dan Polri. Selain itu, harus adanya program
yang konsisten terutama dari Binsat tentang bagaimana memeperbaiki
Kesatuannya.
17
Daftar Pustaka
Furlong, G. T. (2005). The conflict resolution toolbox : models & maps for
analyzing, diagnosing, and resolving conflict. Mississauga, Ontario: John
Wiley & Sons Canada, Ltd.
REPUBLIK INDONESIA. (2012). UNDANG UNDANG TENTANG PENANGANAN
KONFLIK SOSIAL. Jakarta: KEMENKUMHAM.