Anda di halaman 1dari 16

1.

Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis


1.1 Memahami dan menjelaskan definisi
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di
sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah
tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama
dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam
respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin
plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.
Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses
pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat
pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan
besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu
yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap
milliliter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit
(sel darah merah),yang secara klinis sering dilaporkan dalam
hitung sel darah merah sebagai 5 juta per millimeter kubik
(mm3). Eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf,yang merupakan
sel gepeng berbentuk piringan yang dibagian tengah dikedua
sisinya mencekung,seperti sebuah donat dengan bagian tengah
mengepeng bukan berlubang. dengan diameter 8 m, tepi luar
tebalnya 2 m dan bagian tengah 1 m.
Komponen eritrosit terdiri dari:
1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden Meyerhof
pathway: pyruvate kinase; dalam pentose pathway: enzim
G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase)
3. Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen.
Fungsi eritrosit:
1. Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh
tubuh. Sel darah merah akan mengikat oksigen dari paruparu
untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon
dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru
paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh
hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang
disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi
oksigen diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin
yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hboksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa
dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin
(Hb + karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon
dioksida tersebut akan dikeluarkan di paru-paru.
2. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.

3. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika


sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau
bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan
melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding
dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
4. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat
hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk
melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah
supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan
oksigen.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:
a) eritropoietin
Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah
untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah, dan
hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum
tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang
belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi
sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan
mereka.
b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)
c) intergritas proses pematangan eritrosit
Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa
hidup eritrosit habis (sekitar 120 hari). Proses ini terjadi melalui
mekanisme yang terdiri dari:
1.Fragmentasi
Mekanisme fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa
bagian membrane eritrosit sehingga menyebabkan isi sel keluar
termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik
Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya
kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi
tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di
plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih tinggi). Sehingga
protein plasma dapat dianggap menarik air ke dalam plasma.
Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek
osmotik.
3. Eritrofagositosis

Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang


dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit
ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody.
Mekanisme ini meruapakan salah satu indikator adanya
AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis
Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8,
C9). Sitolisis ini meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal
Haemoglobinuria (PNH).

5. Denaturasi Hemoglobin
Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk
Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat
didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran
permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis osmotik
juga.
1.2

Memahami dan menjelaskan mekanisme

1. Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast,
merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat
dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran
sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal
jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1
% dari seluruh jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast
basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam
keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast
polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan
menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak
daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi
anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi
sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang
dewasa normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast
ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin
yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih
banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun

masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah


keadaan normal adalah 5-10%
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan
hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan
beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian
proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian
lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang
sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.
Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5% retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf
dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron.
Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan
karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar
120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh
limpa.

2. Memahami dan menjelaskan hemoglobin


2.1 Memahami dan menjelaskan definisi
Hemoglobin adalah protein respiratori yang telah diidentifikasi
pada tahun 1862 oleh Felix Seyler. Beliau menemukan spektrum
warna hemoglobin dan membuktikan bahwa warna ini adalah
yang memberikan warna pada darah. Protein yang terdapat
dalam sel darah merah ini bertanggungjawab menjalankan
fungsi utama mengangkut oksigen ke jaringan dan membawa
karbon dioksida kembali ke paru. Komponen utama hemoglobin
adalah heme dan globin. Hemoglobin yang normal pada dewasa
adalah hemoglobin A yang terdiri dari empat kelompok heme
dan empat rantai polipeptida dengan jumlah keseluruhan 547
asam amino. Rantai polipeptida ini mempunyai dua rantai alfa
dan dua rantai beta. Setiap rantai ini akan mengikat satu
kelompok heme. Satu rantai alfa terbentuk daripada 141 asam
amino manakala satu rantai beta pula terbentuk daripada 146
asam amino.
2.2 Memahami dan menjelaskan biosintesis dan fungsi
hemoglobin
Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi
biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil
koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi
kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk
asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami

dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini


yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada
pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2
molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari
cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear
dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil
mengalami dekarboksilasi
untuk membentuk
gugus
metil.
Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami
dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk
protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi
untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan
Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme
bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom,
lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan
heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua
dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan
hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin
diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu.
Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis
hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe
2+)
digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang
dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).
Menurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain:
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam
jaringan- jaringan tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh
jaringan- jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai
hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk
mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak,
dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan
darah yang disebut anemia.

2.3 Memahami dan menjelaskan peranan zat besi terhadap tubuh


Besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh berupa: 1) senyawa
besi fungsional dalam bentuk transferin, 2) besi cadangan dalam
bentuk feritin atau hemosiderin di retikulum endoplasma hati, 3)
besi transport untuk mengangkut satu besi dari satu kompartemen
ke kompartemen lain. Jumlah besi pada tubuh wanita umumnya
lebih kecil dibandingkan dengan pria oleh karena massa tubuh
wanita lebih kecil. Senyawa besi di dalam tubuh manusia tidak
pernah dalam bentuk logam bebas, melainkan selalu berikatan
dengan protein tertentu. Hal tersebut dikarenakan bersifat toksik di
dalam tubuh.
Proses metabolisme besi di dalam tubuh diawali dengan proses
absorbsi oleh duodenum dan jejunum proksimal. Kedua bagian usus
tersebut menyerap paling banyak karena struktur epitel yang
memungkinkan. Terdapat tiga fase pada proses absorbs: 1. Fase
luminal (pengolahan oleh lambung), 2. Fase mucosal (proses
penyerapan), 3. Fase korporeal (transportasi besi).
Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh protein,
apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin
menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh
feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin (enzim yang
mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan
feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh
sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai
oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk

hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari


makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin,
suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi
tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

2.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme hemoglobin dalam


tubuh
Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme.
Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu
molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam
bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan
suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O2 HbO2
Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O 2 berikatan
dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah,
oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang
menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin
mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas
yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O 2 oleh
gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan
afinitas gugus heme kedua terhadap O 2, dan oksigenase gugus
kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya
sehingga afinitas Hb terhadap molekul O 2 keempat berkali-kali
lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

3. Memahami dan menjelaskan anemia


3.1 Memahami dan menjelaskan definisi
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah hemoglobin
( protein pembawa oksigen ) dalam dalam sel darah merah berada
di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb)
nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Ht) kurang dari 41%
pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Ht
kurang dari 36% pada perempuan.
3.2

Memahami dan menjelaskan etiologi


Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua
kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi
banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut
Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara
umum antara lain :
A. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan
jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
B. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau
penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
C. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
D. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi,
faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

3.3

Memahami dan menjelaskan klasifikasi

Berdasarkan morfologi eritrosit


A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV <80 fl; MCH <27 pg)
1
Anemia defisiensi besi
2
Thalassemia
3
Anemia akibat penyakit kronik infeksi kronis, proses
peradangan, dan keganasan dapat menimbulkan anemia
hipokromik mikrositik. Defek dasarnya adalah pemakaian besi
untuk eritropoiesis. Tampaknya terjadi hambatan penyaluran
besi dari simpanan di retikuloendotel ke sel-sel darah merah
yang sedang terbentuk.

Anemia sideroblastik sekelompok gangguan yang ditandai


oleh kelainan metabolisme heme. Adanya sel darah merah
berinti dengan granula besi (sideroblas bercincin) di sumsum
tulang dan munculnya gambaran darah tepi dimorfik, yang
terutama dijumpai pada tipe primer.

B. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27 34 pg)


1.
Anemia pasca perdarahan akut
2.
Anemia aplastik hipoplastik ditandai dengan penurunan
sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi
karena pajanan radiasi yang berlebihan, keracunan zat kimia,
atau kanker.
3.
Anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat
4.
Anemia akibat penyakit kronik
5.
Anemia mieloptisik
6.
Anemia pada gagal ginjal kronik
7.
Anemia pada mielofibrosis
8.
Anemia pada sindrom mielodisplastik
9.
Anemia pada leukemia akut
C. Anemia makrositer (MCV > 95fl)
1.
Megaloblastik
~ Anemia defisiensi folat
~ Anemia defisiensi vitamin B12
2.
Non megaloblastik
~ Anemia pada penyakit hati kronik
~ Anemia pada hipotiroid
~ Anemia pada sindroma mielodisplastik
3.4
3.5

Memahami dan menjelaskan patofisiologi


Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat


dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome.
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua
jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di
bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin.
Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang
terkena adalah sebagai berikut:
a) System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung
b) System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.

c) Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun


d) Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis dan halus
2. Gejala khas masing-masing anemia
a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis
angularis
b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali
d. Anemia apalstik : pendarahan kulit atau mukosa dan tandatanda infeksi
3. Gejala akibat penyakit dasar
Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia
misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang.
3.6

Memahami dan menjelaskan diagnosis


1) Evaluasi informasi klinis dari riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik
- kurang gizi
- konsumsi obat, paparan bahan kimia
- menderita sakit ginjal
2) Pemeriksaan fisik:
Pucat, lemah, lesu
Organomegali (hati, limpa, KGB)
Kuning pada anemia hemolitik
Koilonikia, angular cheilosis pada anemia defisiensi besi
Kelainan neurologis pada anemia defisiensi vit B12

Pemeriksaan laboratorium Hematologi:


1. Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam
pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk
morfologinya. Pemeriksaannya meliputi :
a. Kadar Hb
b. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb,
WBC, RBC, RDW
c. Apusan darah tepi
2. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Yang diperiksa adalah :
a. Laju endap darah
b. Hitung deferensial
c. Hitung leukosit
3. Pemeriksaan sumsum tulang

Jika dalam kasusnya terdiagnosis definitive


4. Periksaan atas indikasi khusus
Dikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk
mengkonfirmasi kebeneran dari diagnosis. Pemeriksaannya
tergantung dari penyakitnya
a. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi
transferin dan feritin serum
b. Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12
c. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs,
elektroforesis Hb
3.7

Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan


1.
Menormalkan jumlah sel darah merah dan hemoglobin
di dalam darah sehingga tubuh mendapat cukup asupan
oksigen. Contoh dengan cara transfusi darah atau
preparat besi oral seperti ferrous sulfate.
2.
Mengobati penyakit yang menyebabkan anemia.

3.8

Memahami dan menjelaskan pencegahan


1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama
sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu
peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin
C dan A.
2. Pendidikan kesehatan, yaitu:
Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian
jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya
pemakaian alas kaki.
Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang
membantu absorpsi besi.
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber
perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.
3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang
rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling
tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang
prevalensinya tinggi.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah
masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi
kedalam makanan sehari-hari.

4. Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi


4.1 Memahami dan menjelaskan definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan
besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang .Anemia
defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,

yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi


serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi
hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.
4.2 Memahami dan menjelaskan etiologi
Berkurangnya jumlah besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh
beberapa hal:
1. Kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat. Pada bayi
dan anak-anak, besi digunakan untuk pertumbuhan,
sedangkan pada wanita hamil terjadi hemodilusi
(peningkatan cairan dalam darah, menyebabkan konsentrasi
sel-sel darah menurun).
2. Intake besi yang berkurang. Kurangnya asupan besi yang
dibutuhkan tubuh dapat disebabkan oleh diet rendah besi
3. Proses absorbsi besi terganggu.
4. Kehilangan besi dalam jumlah besar. Hilangnya zat besi
dari dalam tubuh dapat dikarenakan oleh beberapa hal
seperti menstruasi, perdarahan pada saluran cerna
(hemoroid, ulkus peptikum).
4.3

Memahami dan menjelaskan patofisiologi


Tahap pertama
Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya
cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih
normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non
heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk
mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
Tahap kedua
Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup
untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC)
meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

Tahap ketiga
Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi
didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada
tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang
lebih lanjut.
4.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis
1. Pemeriksaan riwayat penyakit dan fisik.

Pada pemeriksaan penyakit:

kekurangan gizi atau diet besi


memiliki riwayat penyakit anemia hemolitik
sedang mengkonsumsi obat-obatan
menderita sakit ginjal
Pada pemeriksaan fisik:

Pucat, lemah, lesu


Atrofi papil lidah (permukaan lidah menjadi licin)
Koilonychia: kuku sendok (gejala khas defisiensi besi)
Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Syndrom Plummer Vinson atau disebut juga Syndrom Paterson


Kelly merpakan kumpulan gejala yang terdiri dari anemia
hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dasar meliputi pemeriksaan darah
tepi lengkap. Pada hasil pemeriksaan didapatkan kadar
hemoglobin menurun (Hb < 9 gram/dl) atau nilai hematokrin
menurun (Ht < 27%). Pada anemia defisiensi besi nilai MCV,
MCHC, dan MCH menurun.
Setelah pemeriksaan darah tepi didapatkan hasil Hb, Ht, MCV,
MCHC, dan MCH menurun, dilakukan pemeriksaan sediaan
hapus darah tepi. Pada gambaran mikroskop anemia
hipokromik mikrositier didapatkan gambaran sel pensil, sel
target, dan ovalosit.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sumsum tulang. Pada
penderita anemia defisiensi besi didapatkan hyperplasia
normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast)
dominan.
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya.
Seperti pada kasus anemia defisiensi besi dapat dilakukan
pemeriksaan feses untuk mencari cacing tambang, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz),
pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium
intake atau barium inloop, dan lain-lain.

4.5

Memahami dan menjelaskan diagnosis


o Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia
hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar
hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC
dan MCH menurun (MCV < 70fl hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor)
o RDW (red cell distribution width) meningkat yang
menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin
menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah,
tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena
anemia timbul perlahan-lahan.
o Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer,
anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadangkadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis
berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia.
o Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah
dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus
ankilostomiasis sering dijumpai eosinophilia
o Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding
capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi
transferin < 15%.
o Kadar serum feritin < 20 g /dl (ada yang memakai < 15
g /dl, ada juga < 12 g /dl). Jika terdapat inflamasi
maka feritin serum sampai dengan 60 g /dl masih dapat
menunjukkan adanya defisiensi besi.
o
Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik
dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.

4.6

Memahami dan menjelaskan diagnosis banding


a) Anemia akibat penyakit kronik
Merupakan anemia yang berhubungan dengan penyakit
kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolisme besi, yaitu adanya hipoforemia sehingga
menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang
dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi
sumsum tulang masih cukup.
b) Thalassemia
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai
dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
Disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam rantai protein
globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan

hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang


diturunkan.
c) Anemia sideroblastik
Merupakan anemia dengan ring sidroblast (cincin
sidroblast) dalam sumsum tulang. Anemia ini jarang
dijumpai. Pada gambaran laboratorik:
Anemia bervariasi dari ringan sampai berat
Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan
gambaran populasi ganda dimana dijumpai eritrosit
hipokromik mikrositer berdampingan dengan eritrosit
norokromik normositer
4.7 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah
ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6
mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan
akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan
efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi
adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa
terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa
saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi
absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan
selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
2. Terapi parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik
dibanding peroral.
Indikasi parenteral:
o Tidak dapat mentoleransi Fe oral
o Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat
dikompensasi dengan Fe oral.
o Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk
dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa).
o Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
o Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada
hemodialisa
o Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan
ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :
o Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x
2,5

3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan
dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula
perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi
yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk
penderita anemia berat dengan kadar Hb.
4.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi
Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan
mempertinggi resiko insufiseinsi koroner dan iskemik miokard,
selain itu dapat memperparah keadaan pasien dengan penyakit
paru kronis.
Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien
dengan anemia defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai
gangguan vasomotor, nyeri neurologis, atau mati rasa bahkan
rasa geli.
Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat
berhubungan dengan papilledema, peningkatan tekanan
intracranial, dan bias disapatkan gambaran klinis pseudotumor
cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh terapi dengan
pemberian preparat besi.
4.9 Memahami dan menjelaskan prognosis
Prognosis dari anemia jika ditangani dengan cepat dan tepat
maka prognosisnya baik. Jika tidak, maka dapat menyebabkan
koma dan meninggal.

Anda mungkin juga menyukai