A.Latar Belakang
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
(kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).[1] Paradigma juga
dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan
dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam
disiplin intelektual [2]
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang
merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang
berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang
berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik) [3]
Sedangkan Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran
pemikiran teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana
dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling
berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang
berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori
merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada
sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori
umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan
akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan
kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan
kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial dan
paradigma. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari
keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang dunia sosial dan
paradigmasosialmerupakankerangkaberpikirdalammasyarakat yang
menjelaskanbagaimanacarapandangterhadapfaktakehidupansosialdanperlakuanter
hadapilmuatauteori yang ada.
B. Rumusan Masalah
1). Apa itu definisi fungsi?
2). Apa saja fungsi teori?
3). Apa yang dimaksud dengan asumsi?
4). Apa pengertian paradigma?
5). Apa yang dimaksud dengan paradigma dan teori sosial?
6). Apa saja strategi pengembangan teori sosial?
C. Tujuan
1). Menjelaskan apa yang dimaksud dengan definisi fungsi.
2). Menjelaskan fungsi teori.
3). Menjelaskan apa yang dimaksud dengan asumsi.
4). Menjelaskan apa pengertian dari paradigma.
5). Menjelaskan apa yang dimaksud paradigma dan teori sosial.
6). Menjelaskan apa saja strategi dalam pengembangan teori sosial.
PEMBAHASAN
A. Difinisi Teori
Ada banyak ahli yang memberikan difinisi teori.Kerlinger (1973)
menyatakan teori adalah sekumpulan konsep, difinisi, dan proposisi yang
saling kait mengkait yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistimatis atas
fenomena yang ada dengan menunjukan secara spisifik hubungan-hubungan
diantara variable-variable yang terkait dalam fenomena, dengan tujuan
memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenomena tersebut. Gibbs (1972)
mendifinisikan teori sebagai suatu kumpulan statemen yang mempunyai
kaitan logis, merupakan cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat-sifat
atau ciri-ciri suatu klas, peristiwa atau sesuatu benda. Ahli lain, Hage (1972)
menyatakan bahwa teori harus mengandung tidak hanya konsep dan statemen
tetapi juga difinisi, baik difinisi teoritis maupun difinisi operasional dan
hubungan logis yang bersifat teoritis dan operasional antara konsep atau
statemen tersebut. Konsep dan difinisi harus disusun ke dalam "primitive" dan
"derived", statemen dan hubungan harus disusun kedalam premis dan
persamaan. Dari beberapa difinisi yang dikemukakan diatas dapatlah ditarik
suatu kesimpulan bahwa suatu teori harus : (a) mengandung konsep, difinisi,
dan proposisi, (b) ada hubungan logis diantara konsep-konsep, difinisidifinisi, dan proposisi-proposisi, (c) hubungan-hubungan tersebut
menunjukkan atau merupakan cermin fenomena sosial, (d) dengan demikian
teori dapat digunakan untuk eksplanasi dan prediksi.
Proposisi merupakan suatu pernyataan yang mengandung dua konsep
atau lebih. Sedangkan sesuatu bias digunakan untuk eksplanasi dan prediksi
atas sesuatu yang lain, jikalau antara keduanya ada hubungan yang bersifat
kausal. Dengan demikian berdasarkan difinisi-difinisi diatas dapatlah
dikembangkan suatu difinisi teori, yakni sekumpulan proposisi yang
menunjukan hubungan kausal diantara konsep atau variable-variable yang
terkandung dalam proposisi tersebut*).
*Dr.Zamroni. PENGANTAR PENGEMBANGAN TEORI SOSIAL.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta.
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria : (a) kriteria ideal dan
(b) kriteria pragmatis (Black and Champion 1976). Kriteria ideal
mengemukakan bahwa suatu tfiori akan dapat diakui apabila memenuhi
pensyaratan berikut :
1) Sekumpulan ide yang dikemukakan mempunyai hubungan login dan
konsisten.
2) Sekumpulan ide-ide yang dikemukakan harus mencakup seluruh
variable yang diperlukan untuk menerangkan fenomena yang di
hadapi.
3) Kumpulan ide-ide tersebut mengandung proposisi-proposisi dimana
ide yang satu dengan yang lain tidak tumpang tindih.
4) Kumpulan ide-ide tersebut dapat dites secara empiris.
Sedangkan kriteria pragmatis mengemukakan bahwa ide-ide dikatakan
sebagai teori kalau ide-ide tersebut memiliki :
1) asumsi dan paradigma.
2) Frame reference, yakni kerangka fikir yang mengidentifikasi aspekaspek kehidupan sosial yang akan diuji secara empiris.
3) Konsep-konsep, yakni abstraksi atau simbol sebagai ujud sesuatuide.
4) Variable, yakni penjabaran konsep yang mengandung dimensi.
5) Proposisi, yakni hubungan antara konsep.
6) Hubungan yang sistimatis dan bersifat kausal diantara konsep-konsep
dan proposisi-proposisi tersebut.
Teori sosial merupakan pencerminan dari kenyataan sosial.Tetapi tidak
pernah atau jarang teori sosial tersebut cocok seratus persen dengan
kenyataan.Kalau model dari realitas sosial itu cocok seratus persen dengan
kenyataan maka kita membicarakan pengetahuan sosial, yakni suatu
rangkuman hukum-hukum sosial yang mendiskripsikan realitas sosial. Teori
sosial berusaha untuk bisa mendekati pengetahuan sosial, tetapi tidak akan
bisa persis. Hage (1976) menjelaskan pernyataan jarak antara teori sosial
dengan ilmu pengetahuan sosial dengan gambar di bawah ini.
ILMU
STOPE
&
KETEPATAN
yang satu sama lain saling kait-mengkait, yang dapat dibuktikan dengan fakta
yang ada dan dinyatakan dalam bentuk abstrak. Fungsi dari teori adaiah
untuk:
1) Sistimatisasi pengetahuan,
2) Eksplanasi, prediksi, dan kontrol sosial.
3) Mengembangkan hypothesis penelitian.
Teori perlu dinyatakan dalam bentuk abstrak agar bisa digeneralisir
dalam kasus yang lebih luas, yang meliputi waktu dan tempat yang berbeda.
Namun, karena teori dinyatakan dalam bentuk abstrak maka perlu ada
penafsiran yang sama tentang makna konsep yang abstrak tersebut dari para
ilmiawan atau pembaca. Misalnya, proposisi yang menyatakan bahwa
perkembangan industrialisasi erat hubungannya dengan kehidupan demokrasi
suatu masyarakat. Para pembaca harus mempunyai kesamaan pendapat
tentang apa yang dimaksud dengan industrialisasi dan demokrasi. Sebab dua
istilah tersebut bisa ditafsirkan berbeda.Disamping itu, karena teori rnemiliki
fungsi guna ekplanasi, prediksi dan mungkin sosial kontrol, maka setiap teori
harus didukungoleh fakta. Ketiga hal tersebut, abstrak, penafsiran yang sama,
dan ditopang oleh fakta yang ada merupakan ciri-ciri dari teori.
B. Fungsi Teori
Sebagaimana telah disinggung di muka, teori memiliki, paling tidak
tiga fungsi :
1) Untuk sistimatisasi pengetahuan,
2) Untuk eksplanasi, prediksi, dan kontrol sosial, dan
3) Untuk mengembangkan hipotesa.
Masing-masing fungsi tersebut akandibahas lebih detail satu persatu.
Sistimatisasi pengetahuan.
Kegunaan pertama dari teori adalah untuk sistimastiasi pengetahuan
atau disebut typologies.Setiap konsep dapat digunakan untuk kategorisasi dan
klasifikasi.Misalnya, individu dapat diklasifikasikan menurut tinggi badan,
berat badan, kekuatan badan (ciri-ciri fisik), sikap, lopyalitas, dan sebagainya.
yang lain dengan arah yang sama. Misalnya perubahan posisi atau pangkat
dengan pendapatan. Hubungan negatif berarti perubahan pada satu variable
secara sistimatis ada hubungannya dengan perubahan pada variable yang lain
dengan arah yang berlawanan. Kuat lemahnya hubungan antara dua variable
ditunjukkan oleh besar kecil nilai koefisien.Nilai koefisien bergeser dari 0 dan
1 baik plus maupun minus.Adanya korelasi tidaklah berarti memberikan
eksplanasi.Namun, setiap eksplanasi pasti mengandung korelasi. Kita bisa
mengatakan suatu variable mempengaruhi variable yang lain kalau diantara
kedua variable tersebut mempunyai korelasi, baik positif maupun negatif,
linier maupun non linier. Tanpa adanya korelasi tidak mungkin ada
eksplanasi. Misalnya, suatu kelompok murid, sebut group A, memiliki nilai
rata-rata lebih tinggi dari kelompok murid grup B, "karena murid pada
kelompok A lebih banyak menggunakan waktu untuk belajar". Kalau dalam
penelitian tidak diketemukan korelasi antara waktu yang digunakan untuk
belajar dan prestasi belajar, maka eksplanasi yang kita berikan adalah
salah.Namun bukan korelasi yang penting.Sebab korelasi hanya merupakan
statemen bahwa Jam belajar ada hubungannya dengan prestasi.Tetapi korelasi
tidak mengatakan apa-apa tentang MENGAPA.Singkatnya, tidak adanya
korelasi bisa menggugurkan eksplanasi, namun korelasi bukan eksplanasi atau
membuktikan adanya eksplanasi.
Ada dua hal yang menyebabkan korelasi tidak mesti menunjukan
adanya eksplanasi.Pertama, hubungan seringkali bersifat spurious
(palsu).Yakni adanya korelasi antara dua variable dikarenakan ada variable
lain yang mempengaruhinya. Misalnya, langganan surat kabar berkorelasi
dengan prestasi anak. Karena dengan berlangganan surat kabar anak akan
terangsang untuk membaca, sehingga berarti anak praktek membaca.
Disamping itu pengetahuan anak didik bertambah luas. Namun demikian, ada
variable lain yang menyebabkan hubungan antara berlangganan surat kabar
dan prestasi anak menjadi hubungan yang bersifat spurious (palsu). Yakni
latar belakang keluarga.Ada keluarga yang orang tuanya selalu mendorong
dan membantu anak-anak mereka dalam menyelesaikan pekerjaan
rumah.Sedangkan ada pula keluarga yang tidak mau tahu tentang pekerjaan
negro tidak ada, bahwa memberikan pelajaran kepada orang negro pun tidak
di perbolehkan dan bagi yang melanggar akan mendapat hukuman. Termasuk
juga orang negro tidak diperbolehkan belajar agama. Namun demikian, bagi
para rohaniawan, larangan ini tidak sepenuhnya ditaati. Mereka ingin
mengajari orang negro belajar agama. Tetapi karena dilarang, maka para
rohaniawan memberikan pelajaran kepada orang negro dengan perantaraan
kegiatan bernyanyi, dimana nyanyian ini merupakan pujian-pujian kepada
Tuhan. Oleh karena satu-satunya alat komunikasi belajar hanya nyanyi, orangorang negro betul-betul menghayati nyanyian tersebut. Penghayatan dan rasa
menyatu dengan nyanyian ini sampai sekarang masih menjadi ciri orangorang negro.
Eksplanasi intention (niat) merupakan penjelasan sesuatu masalah atau
perilaku berdasarkan niat yang ada.Biasanya eksplanasi ini diterapkan pada
obyek secara individual.Jadi eksplanasi bentuk ini menjelaskan perilaku
seseorang berdasarkan niat yang dimiliki orang bersangkutan. Oleh karena itu
kalau ada perilaku seseorang yang aneh misalnya, ada seseorang yang
membuat mengeluarkan issue bahwa Bendaharawan suatu Universitas
,katakanlah Universitas X, menaikan harga pembelian tanah yang dibeli oleh
Universitas tersebut dari harga semula Rp. 2000,- menjadi harga Rp. 10.000,per m2. Kalau berita itu tidak benar ataupun benar, kita bisa mempertanyakan
apakah motif ia mengeluarkan issue tersebut, dimana jelas-jelas adanya issue
tersebut menyebabkan keresahan dikalangan mahasiswa dan pimpinan
universitas beserta segenap pegawainya, Eksplanasi atas perilaku orang
tersebut akan dapat diterangkan didasarkan niat yang bersangkutan
mengeluarkan issue.
Pada level aplikasi, eksplanasi sikap atau disposisi sama dengan
eksplanasi intenton, yakni level individual. Eksplanas ini menjelaskan
perilaku seseorang berdasarkan sikap atau kecenderungan yang bersangkutan
akan sesuatu hal. Misalnya, mengapa A merokok Gudang Garam, mengapa
tidak merokok Bentul. Perilaku tersebut bisa dijelaskan dari sikap A terhadap
berbagai merek rokok yang ada.
10
11
12
13
PEMBERI INFORMASI
ATAU PESAN
INDIVIDU
Informasi ini oleh individu akan diolah dengan berdasarkan informasi dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam pikirannya akan muncul
suatu kesimpulan apa akibat yang timbul apabila ia ikut keluarga berencana
sebagaimana pesan yang ia peroleh. Disamping itu ia akan mempunyai
evaluasi atau pernilaian tentang akibat dari keikutsertaan keluarga berencana
tersebut. Dengan kata lain, informasi atau pesan yang diterima akan
menimbulkan "keyakinan" atau belief.
INFORMASI
KEYAKINAN (BELIEF)
KEYAKINAN (BELIEF)
SIKAP
SIKAP
NIAT
14
Adanya niat pada diri seseorang akan menimbulkan pada diri yang
bersangkutan untuk bertindak atau berperilaku tertentu sesuai dengan niatnya.
Niat untuk ikut keluarga berencana yang ada pada seseorang akan
menimbulkan partisipasi aktif dari yang bersangkutan dalam keluarga
berencana. Hubungan tersebut akan timbul dengan asumsi bahwa individu
yang bersangkutan bertindak secara rasional, artinya segala perilaku
dilaksanakan tidak dengan keterpaksaan tetapi betul-betul berdasarkan
keyakinan dari dalam diri sendiri. Serentetan hubungan tersebut dapat
diujudkan sebagai berikut.
INFORMASI
KEYAK!NAN
SIKAP
NIAT
TINDAKAN
(PESAN)
(BELIEF)
INFORMASI
KEYAKINAN
SIKAP
NIAT
TINDAKAN
15
OUTPUT
INVESTASI
(-)
(+)
RE-INVEINVESTASI
DEPRESIASI
16
pasar modal karena bank di Amerika menaikan suku bunga. Sehingga bagi
masyarakat dengan tingkat suku bunga yangtinggi itu orang akan lebih untung
untuk menanamkan uang di bank daripada menanamkan uang di pasar modal.
Disamping itu, nilai dollar terus menerus turun. Hal ini berarti nilai uang yang
ia miliki merosot terus. Oleh karenanya masyarakat menjual saham yang ia
miliki untuk kemudian uangnya di tanamkan di Bank dalam ujud mata uang
asing yang kuat. Kalau yang menjual saham itu tidak banyak tidak menjadi
masalah.Baru menjadi masalah karena semua orang bermaksud menjual
saham tersebut.Olah karenanya orang berlomba-lomba menjual
sahamnya.Akibatnya antara penawaran dan permintaan tidak
imbang.Penawaran saham jauh lebih tinggi dari pada permintaan
saham.Akibatnya, jelas harga saham merosot drastis. Ambilah contoh lain,
mengapa solidaritas masyarakat Iran tinggi? Orang bisa menjawab karena
masyarakat Iran terus menerus menghadapi konflik.Adanya konflik
menyebabkan masyarakat membutuhkan rasa aman.Rasa aman ini diperoleh
dengan mengembangkan solidaritas.
Eksplanasi induksi empiris adalah penjelasan sesuatu problema yang
dihadapi lewat suatu penelitian empiris.Jadi jawaban dikembangkan
berdasarkan fakta yang ada dilapangan.
Menurut Chafetz (1973) dalam eksplanasi ditemui dua kejanggalan:
tautology dan teleology. Tautology adalah suatu eksplanasi yang
menerangkan keadaan, tetapi pada hakekatnya eksplanasi tersebut hanya
mengulang apa yang sudah ada. Memang pernyataan tersebut secara difinisi
betul; hal tersebut tidak bisa dibantah lagi. Sehingga eksplanasi yang
diberikan nampak berputar-putar tidak menjawab permasalahan. Misalnya,
mengapa si Guntur naik kelas?Jawabnya : sebab nilai rapornya baik. Jawaban
tersebut tidak salah. Eksplanasi yang bersifat teleology adalah eksplanasi yang
sebenarnya menggunakan keadaan yang diinginkan terjadi dimasa
mendatang. Misalnya, mengapa si Mega rajin belajar.Jawabnya : "biar naik
kelas". Sesungguhnya naik kelas ini merupakan keadaan yang akan terjadi
dimasa mendatang yang merupakan antisipasi dari rajin belajar.
17
90
45
1950 1970
1990
2010
45
GRAFIK2 :EKSTRAPOLASI PERKEMBANGAN PENDUDUK
Berbeda dengan ekstrapolasi, prediksi didasarkan atas pengetahuan
yang kita miliki dibalik trend yang ada. Jadi kita memperkirakan pertumbuhan
penduduk dimasa depan berdasarkan trend dan alasan-alasan terdapatnya
trend tersebut. Misalnya, pada tahun-tahun 1950 sampai dengan 1970
pertumbuhan penduduk tinggi karena pendidikan penduduk masih rendah,
fasilitas kesehatan masih terbatas, pekerjaan untuk wanita diluar rumah tangga
masih sempit, Oleh karenanya, adanya pengetahuan tentang perubahan pada
kesempatan kerja bagi wanita, pendidikan, fasilitas kesehatan, bisa digunakan
untuk memprediksi pertumbuhan penduduk di masa depan. Adanya
perubahan-perubahan pada variable tersebut akan menyebabkan perubahan
pula pada fertilitas dan mortalitas. Yang seterusnya akan mempengaruhi
pertumbuhan penduduk. Oleh karenanya, ketepatan predisksi tersebut.
18
Biasanya, prediksi tidak hanya terdiri dari satu model, tetapi terdiri
dari:
Guru
dalam
ribuan
700
II
III
500
400
300
200
1966 1971
1976
1981
1986
1991
1996
19
kekuatannya, luasdaerah dan pusat gempa. Tetapi ahli geologi tidak bisa
mempengaruhi, mencegah atau menunda terjadinya gempa.Paling-paling para
ahli geologi hanya bisa memberikan peringatan agar masyarakat bersiap-siap
untuk meninggalkan daerah gempa.
Pengembangan hipothesis
Suatu penelitian yang merupakan serangkaian kegiatan, mulai dari
menemukanproblema sampai menarik kesimpulan, pada dasarnya bertujuan
untuk mentest suatu hipothesis. Dalam suatu penelitian hipothesis dibangun
berdasarkan teori-teori yang telah ada.Sehingga tanpa adanya teori sulit untuk
bisa mengembangkan hipothesis penelitian yang baik.Dengan hipothesis, si
peneliti mempertanyakan keabsyahan suatu teori dengan kenyataan yang ada.
Kalau hipothesis cocok dengan kenyataan, maka hipothesis tersebut akan
menjadi teori baru yang lebih mantap atau lebih luas dari pada teori yang
digunakan untuk mengembangka hipothesis. Dan memang inilah hakekat
suatu penelitian.
Sebagai contoh fungsi teori, misalnya, teori transisi demografi, yang
menerangkan sebab-sebab perbedaan dan penurunan fertilitas. Perkembangan
suatu masyarakat dapat dibagi kedalam tiga tahap : tahap masyarakat
tradisional, masyarakat transisi dan masyarakat modern. Pada masyarakat
tradisional angka pertumbuhan penduduk rendah.Sebab angka kelahiran tinggi
tetapi angka kematian juga tinggi.Sedang pada masyarakat modern, angka
pertumbuhan penduduk juga rendah, tetapi dengan penyebab yang berbeda,
yakni angka kelahiran rendah dan juga angka kamatian rendah.Sebaliknya
pada bentuk masyarakat tahap transisi, angka pertumbuhan penduduk tinggi,
sebab angka kelahiran tinggi, sedangkan angka kematian rendah.Perubahanperubahan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik menyebabkan mortalitas
turun.Dalam keadaan fertilitas tetap, mortalitasturun, maka angka
pertambahan penduduk meningkat. Perubahan kondisi sosial ekonomi akan
meningkatkan urbanisasi. Perubahan kondisi sosial ekonomi akan
meningkatkan aspirasi harapan pendidikan untuk generasi baru. Perubahan
20
21
C. Asumsi
22
23
D. Pengertian Paradigma
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir
seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra
subjektif seseorang mengenai realita
24
25
Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu pengetahuan ini terikat oleh
ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya cocok dan
sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentu saja. Sehingga apabila
dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka
perpindahan dari satu paradigma ke paradigma yang baru lebih sesuai adalah
suatu keharusan. Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda,
usaha-usaha dalam menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab
permasalahan yang ada sesuai perkembangan jaman terus dilakukan.
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
a. Cara memandang sesuatu
b. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini
fenomena dipandang dan dijelaskan.
c. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan
atau mendefinisikan suatu studi ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam
praktek ilmiah pada tahap tertentu.
d. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan
problem-problem riset.
Pengertian paradigma menurut Patton(1975) : A world view, a general
perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world(suatu
pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan
kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970) : Suatu
pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Pengertian paradigma menurut George Ritzer(1980) ialah Pandangan
yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Lebih
lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu merumuskan tentang
apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana
harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang
dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian ini
26
kajian ilmuwan
b. Paradigma Sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial
27
28
dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari. Berdasarkan ketiga pengertian yang telah dikemukakan ini kemudian
George Ritzer (1975) membuat pengertian paradigma yang lebih jelas,yaitu :
"Merupakan pandangan yang men-dasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin
ilmu penge-tahuan". Dengan demikian paradigma' merupakan alat bantu bagi
ilmuwan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoal-anpersoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawab-nya, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasi-kan informasi yang
diperoleh.
Bertitik tolak dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam satu
cabang ilmu pengetahuan tertentu nampaknya dimungkin-kan terdapatnya
beberapa paradigma, artinya dimungkinkan terdapat-nya beberapa komunitas
ilmuwan yang masing-masing berbeda titik tolak pandangannya tentang apa yang
(menurutnya) menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diselidiki
oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Paradigma adalah suatu jendela dimana peneliti akan menyaksikan dunia.
Dengan jendela itu para peneliti akan memahami dan menafsir-kan secara obyektif
berdasarkan kerangka acuan yang terkandung dalam paradigma tersebut, baik itu
konsep-konsep, asumsi-asumsi, dan kategori-kategori tertentu. Oleh karenanya
peneliti yang berbeda yang masing-masing menggunakan paradigma yang berbeda
pula, meski mengkaji satu fenomena yang sama, mereka akan keluar dengan kesimpulan yang berbeda. Contoh konkrit yang terdapat pada teori-teori sosial
adalah teori Malthus dan Marx didalam mengkaji masalah penduduk. Perbedaan
tersebut menyangkut problema penduduk, penyebab perkembangan penduduk,
konsep-konsep yang digunakan dalam teori. Malthus melihat bahwa permasalahan
yang penting adalah adanya ledakan penduduk. Masalah ini timbul tidak ada
kaitannya dengan politik, konflik sosial, ataupun masalah yang lain. Menurut
Malthus ledakan penduduk timbul sebagai proses alamiah. Dimana dalam
keadaan makmur penduduk akan berkembang dengan cepat, se-baliknya dalam
keadaan kekurangan pangan kematian akan melanda di masyarakat. Problema
kelebihan penduduk akan dapat dihindari kalau masing-masing individu dapat
29
mencegah dirinya sendiri untuk tidak punya anak banyak, dengan cara menjauhi
dari melakukan hubungan sex baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar ikatan
per-kawinan, menunda pernikahan. Dalam teorinya Malthus menggunakan
30
konsep-konsep antara lain arithmathic rate adalah pertambahan angka yang terjadi
secara kontan. Misalnya, 4,6,8,10,12,14, dan seterusnya pertambahan dengan selisih
dua angka. Geometric rate adalah pertambahan angka yang terjadi secara
berkelipatan, Misalnya 4,8,16,32,64,128, dan seterusnya. Positive check adalah
terjadinya pengurangan jumlah penduduk karena kematian sebagai akibat dari
adanya gangguan atau bencana alam. Misalnya berjangkitnya wabah penyakit di
suatu daerah atau adanya kelaparan massal. Preventive check adalah untuk mengurangi pertambahan jumlah penduduk yang dilakukan secara sadar dan terencana.
Dipihak lain, Marx melihat ledakan penduduk bukanlah masalah pokok
melainkan hanya merupakaj) produk dari adanya masalah yang lain dan yang lebih
pent'mg yakni adanya struktur masyarakat yang timpang. Ledakan penduduk
merupakan keadaan yang dipacu oleh kelas Kapitalis. Mengapa? Sebab dengan
besarnya jumlah penduduk upah buruh akan turun dan rendah. Akibatnya,
keuntungan kaum kapitalis akan semakin besar. Kelebihan penduduk tersebut akan
hilang dengan sendirinya bersamaan dengan munculnya proses transisi dari
masyarakat kapitatis menuju masyarakat sosialis. Marx dalam teori-nya ini
menggunakan konsep klas, konflik klas, alat-alat produksi, kesadaran klas, surplus
tenaga kerja, eksploitasi, dan dialektika. Klas adalah suatu kelompok individu yang
berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri-ciri tertentu. Menurut Marx, kesarnaan ini
dalam hubungan individu dengan penguasaan alat produksi. Klas konflik adalah
kondisi dimana kelompok-kelompok yang ada saling berusaha agar kelompok lain
tidak bisa mencapai apa yang direncanakan. Alat-alat produksi adalah segala sesuatu
yang bisa digunakan manusia untuk mendapatkan surplus atau kelebihan hasil dari
pengorbanan yang dikeluarkan. Kesadaran klas adalah kesadaran individu yang
mempunyai ciri-ciri yang sama dalam kaitannya dengan pemilikan faktor-faktor
produksi akan posisi klasnya. Surplus tenaga kerja adaiah kelebihan tenaga kerja
yang ditawarkan dari kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses
produksi. Eksploitasi adalah penghisapan atau pemerasan manusia atas manusia yang
lain. Jadi dalam menghadapi masalah penduduk, karena masing-masing
menggunakan paradigma yang berbeda, mereka keluar dengan hasil yang berbeda
pula. Jadi setiap subyek ilmu pengetahuan dapat didekati secara umum berdasarkan
asumsi-asumsi yang berkaitan dengan hakekat realitas yang dikaji, pertanyaan-
31
pertanyaan yang diperlukan untuk mempertanyakan realitas dan cara terbaik untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Dengan kata lain paradigma adalah suatu gambar-an
umum dari suatu subyek ilmu pengetahuan yang memberikan arah
32
apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang harus digunakan, aturan-aturan
yang bagaimana yang harus diikuti untuk mengintepretasikan jawabanjawaban yang teiah diperoleh. Selagi paradigma tetap diterima, maka dalam
masyarakat akan berlangsung proses penelitian untuk membuktikan suatu
hipotesis guna rnengembangkan teori-teori baru. Namun apabila suatu
paradigma ditolak dan diganti dengan paradigma yang baru, terjadilah apa
yang disebut "Scientific Revolution" (Kuhn, 1969).
Beberapa disiplin ilmu pengetahuan, termasuk sosiologi, bisa di-dekati
dengan beberapa paradigma (multi paradigma). Setidak-tidaknya ada tiga
paradigma sosisologi : Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Difinisi social,dan
paradigma perilaku sosial. Mengapa? Ritzer (1980)mengemukakan, pandangan
filsafat yang menjadi dasar ilmuwan tentang apa yang hakekatnya harus
dipelajari oleh disiplin ilmu pengetahuan masing-masing sudah berbeda. Kedua,
sebagai konskwensi logis, pandangan filsafat yang berbeda akan menghasilkan
obyek bahasan yang berbeda. Ketiga, konsekuensi logis pula metoda penyajian
akan berbeda. Penjelasan Ritzer tentang paradigma tersebut dapat dikaji dalam
uraian singkat pada pembahasan berikut ini.
1.Paradigma fakta sosial
Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial
dianggapnya sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide yang menjadi
obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui
kegiatan mental murni (spekula-tif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan
penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua
jenis, yaitu ;
1. Dalam bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap
dan diobservasi, contohnya arsitektur atau norma hukum.
2.
Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahai, tetapi tidak demikian halnya
dengan fakta sosial yang berbentuk non material. Secara garis besarnya fakta sosial
yang menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi terdiri atas dua tipe. Yaitu struktur
33
sosial (sosial structure) dan pranata sosial (sosial institution). Setiap masyarakat
terdiri atas kelompok kelompok yang memiliki norma-norma. Norma
34
dan pola nilai ini disebut pranata sedangan jaringan hubungan sosial dimana interaksi
sosial berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari
individu dan sub kelompok dapat dibeda-kan dinamakan struktur sosial. Dengan
demikian struktur dan pranata sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan
sosiologi menurut paradigma fakta sosial.
Ada 4 varian teori yang tergabung dalam paradigma fakta sosial ini. Masing masing
adalah :
1. Teori Fungsionalisme Struktural.
2. Teori Konflik.
3. Teori Sistem.
4. Teori Sosiologi Makro.
Diantara kedua teori ini teori yang paling dominan adalah teori fungsi-onalisme
struktural dan teori konflik. Oleh karena secara singkat kedua teori tersebut akan
dikemukakan berikut ini.
Teori Fungsional.
Beberapa tokoh utama pengembang dan pendukung teori struktural fungsional pada
zaman modern ini bisa disebut antara lain Talcott Parsons, Robnert K. Merton dan Neil
Smelser. Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan jaerubahan-perubahan yang
terjadi di masyara-,kat mendasarkan padaTtufuh asurhsTfLauer, 1977).
1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari
berbagai bagian yang saling berinteraksi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak perlu
banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya di
masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegang-an dan penyimpanganpenyimpangan. Tetapi ketegangan-ketegang-an dan penyimpanganpenyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan.
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan sebagai suatu
proses adaptasi dan penyesuaian.
35
36
37
38
Motive dan nilai ini menimbulkan bentuk-bentuk tindakan, yang dikenal dengan
istilah
(a) instrumental: tindak-an untuk merealisir tujuan secara efisien
(b) expressive : tindakan untuk mendapatkan kepuasan emosional
(c) moral : tindakan yang menyangkut benar atau salah.
Tindakan mana yang akan diambil akan ditentukan oleh jenis motive dan nilai
yang mendominir dalam diri seseorang.
1 - - - - ^
--CARA
2 -----
- - - C A RA
3 - - - - TUJUAN
- - - C A RA
4 -----
---CARA
5 -----
I I \
SITUASI DAN KONDISI
Gambar 1 : Struktur Perilaku Parsons
39
40
Teori Konflik
Teori Konflik memandang bahwa adanya kemiskinan di dunia ketiga sebagai
akibat proses perkembangan kapitalis di dunia barat. Kemiskinan di.sebagian besar
umat manusia adalah merupakan "turn bal" kejayaan masyarakat kapitalis. Negaranegara sedang berkembang sekarang ini dijadikan sapi perah bag! negara-negara
barat. Oleh karena-nya teori-teori ini, seperti yang disuarakan oleh Randall
Collins, Dah-rendorf, John Galtung, bahwa kalau negara-negara sedang
berkembang ingin maju maka harus mampu melepaskan dan memutuskan
hubungan dengan negara-negara kapitalis.
Teori Konflik ini meskipun sangat ringkih, namun mendapat du-1 kungan yang
luas, terutama dari kalangan intelektual muda di kalangan negara sedang
berkembang, juga negara barat sendiri karena dirasakan, analisis dari teori ini sangat
tepat untuk membedah kemiskinan di negara-negara dunia ketiga.MisaInya,
perkembangan pendidikan hanya merupakan suatu proses stratafikasi sosial yang
cenderung memperkuat posisi kaum yang selama ini memiliki keistimewaan.
41
penganut teori yang Struktural fungsional tersebut. Perbedaan itu kalau dilacak bisa
dikatakan ber-sumber para tokoh pengembang teori Konflik itu sendiri.
Menurut Turner (1986, 129151) teori Konflik berakar pada pe-mikiran Marx
dan pemikiran Weber. Marx mengajukan beberapa pro-posisi.
(1) Semakin distribusi pendapatan tidak merata, semakin besar konflik kepentingan
antara kelompok atasdan kelompok bawah.
(2) Semakin sadar kelompok bawah akan kepentingan mereka bersama semakin keras
mereka mempertanyakan keabsyahan sistem pembagi-an pembagian pendapatan
yang ada.
(3) Semakin besar kesadaran akan interes kelompok mereka dan semakin keras
pertanyaan mereka terhadap keabsyahan sistem pembagian pendapatan, semakin
besar kecenderungan mereka untuk kerjasama memunculkan konflik menghadapi
kelompok yang menguasai si stem yang ada.
(4) Semakin kuat kesatuan ideologi anggota kelompok bawah dan semakin kuat struktur
kepemimpinan politik mereka, semakin besar kecenderungan terjadinya polarisasi
sistem yang ada.
(5) Semakin meluas polarisasi semakin keras konflik yang terjadi.
(6) Semakin keras konflik yang ada, semakin besar perubahan struktu-ral yang terjadi
pada sistem dan semakin luas proses perataan sum-ber-sumber ekonomis.
Tokoh lain, Max Weber, mengajukan beberapa proposisi.
(1) Semakin besar derajat merosotnya legitimasi politik penguasa, semakin besar
kecenderungan timbul konflik antara klas atas dan bawah.
(2) Semakin karismatik pimpinan kelompok bawah, semakin besar kemampuan
kelompok ini memobilisasi kekuatan dalam suatu sistem, semakin besar tekanan
penguasa lewat penciptaan suatu sistem undang-undang dan sistem administasi
pemerintahan.
(3) Semakin besar sistem perundang-undangan dan administrasi pemerintahan
mendorongdan menciptakan kondisi terjadinya hubung-an antara kelompokkelompok sosial, kesenjangan hirarki sosial, rendahnya mobilitas vertikal, semakin
cepat proses kemerosotan legitimasi politik penguasa dan semakin besar
kecenderungan terjadinya konflik antara kelas atas dan kelas bawah.
42
Adanya perbedaan diantara proposisi Marx dan Weber akan muncul dalam
perkembangan teori konflik pada masa-masa berikutnya. Wallace dan Wolf (1986,
61 147), menjelaskan dengan menarik teori konflik sebagaimana dikemukakan
dalam pembahasan berikut.
Teori konfljk merupakan suatu alternatif pendekatan dari teori fungsional
dalam menganalisis struktur suatu masyarakat; teori konflik ini semakin populer
dan penting dalam kehidupan teori-teori sosial modern. Dilihat dari perspective
kebulatan, teori tersebut kurang utuh. Perbedaan pendapat diantara penganut teori
konflik dalam banyak hal lebih tajam dibandingkan dengan perbedaan antara
penganut teori konflik dengan penganut teori lain. Namun diantara teori-teori yang
dapat diklasifikasikan kedalam teori konflik, memiliki kesamaan dalam beberapa
asumsi dan konsep dasar. Kesemuanya itu menciptakan cara-cara yang berbeda dalam
melihat dan menganalisis masyarakat.
Sebagaimana telah kita lihat, teori-teori fungsional melihat masyarakat dan
lembaga lembaga sosial yang ada sebagai suatu sistem dimana bagian satu dan yang lain
saling tergantung dan bekerjasama menciptakan keseirrjbangan. Mereka tidak menolak
adanya konflik yang terjadi dalam masyarakat; tetapi mereka percaya bahwa
masyarakat itu sendiri akan menciptakan cara-cara yang bisa mengontrol konflik
tersebut,dan hal itulah yang menjadi pusat perhatian analisis teori fungsionat.
Persepsi golongan konflik terhadap masyarakat berbeda dengan persepsi yang
dimiliki golongan fungsional. Kalau golongan yang disebut terakhir melihat saling
ketergantungan di antara bagian-bagian yang ada di ma-syarakat dari kesatuan
masyarakat, maka golongan konflik melihat masyarakat sebagai suatu arena dimana
kelompok satu dengan yang lain saling bertarung memperebutkan "power", dan
"kontrol" bagi teori konflik berarti satu grup mampu mejinakkan kelompok yang
lain. Golongan fungsional melihat undang-undang, misalnya, sebagai suatu jalan
untuk meningkatkan integrasi sosial; tetapi teori konflik melihat undang-undang
sebagai suatu cara untuk mendiskripsikan dan meman-tapkan suatu bentuk aturan
yang menguntungkan beberapa grup di-atas pengorbanan grup yang lain.
Kita dapat melihat betapa besar perbedaan yang muncul antara teori fungsional
dan teori konflik dapat dicontohkan pada,sistem kerja di pelabuhan udara.
Golongan fungsional mengatakan bahwa bagian-bagian yang bepfesda dalam airport
43
Jika kita melihat para pengaruh utama terhadap teori Konflik Modern, maka
akan kita dapatkan bahwa mereka yang berada pada kelompok pertama, akan
membicarakan Teori Konflik seperti, para Teoritikus Mahzab Frankfurt dan C.
Wright Mills, paling banyak di-pengaruhi oleh Karl Marx. Dalam kelompok dua
dimana kita akan membahas Ralf Dahrendorf dan Randall Collins, pengaruh Marx
44
ma sih tampak; tap! kontinuitas yang paling penting adalah dengan tu-lisan-tulisan
Marx Weber. Nampaknya, dari beberapa pakar teori Konflik, Randall Collins
merupakan salah seorang pakar yang karya-nya sangat merangsang pem'ikiran dewasa
ini. Randal Collins mengguna-kan teori Konflik untuk menganalisis
perkembangah masyarakat dewasa ini. la banyak melakukan kajian teori Konflik
dalam kaitannya dengan kepentingan rakyat banyak. Dengan asumsi bahwa rakyat
ba-nyak sebagai individu senantiasa ingin memiliki hal-hal tertentu, yaitu kekayaan,
kekuasaan, dan prestise. Dalam usaha memiliki hal-hal di-atas, tidak ada individu
yang mau kalah secara sukarela. Berdasarkan hal ini dalam masyarakat akan senantiasa
ada konflik sosial. Ditambah lagi, karena kekuasaan dan prestasi merupakan barang
langka, sedang-kan kekuasaan dan prestasi erat kaitannya dengan kekayaan, maka setiap individu senantiasa ingin mendapatkan bagian kekayaan yang lebih banyak
daripada yang dimiliki orang lain. Konflik-konflik yang timbul sebagai akibat
perebutan kekayaan, kekuasaan, dan prestise dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
Yang paling mengerikan adalah konflik dalam bentuk kekerasan fisik.
Teori Konflik RALF DAHRENDORF
Ralf Dahrendorf adalah salah satu dari beberapa sosiolog Eropa yang masih hidup
yang dikenal secara meluas dan dihormati baik di Eropa maupun di Amerika Serikat.
Sebagai seorang remaj'a dalam masa Nazi Jerman, ia dikirim ke kamp konsentrasi, dan
ia memper-dalam lagi bidang politik. la adalah anggota Demokrasi Bebas dari
"Baden Wiitemburg Landtag" (Parlemen Regional); dan sebagai seorang anggota
Komisi Masyarakat Eropa, ia bertanggung jawab akan hubungan luar negeri dan
pendidikan, llmu Pengetahuan dan Research. Bagian terbesar dari karier akademiknya
telah dilalui di Universitas Jerman, dan tahun 1984 ia menjadi Profesor Sosiologi pada
Universitas Contance. Walaupun begitu, ia juga bekerja di Inggris maupun di Amerika
dan menjadi Direktur Sekolah Ekonomi di London, suatu lembaga pendidikan tinggi
yang paling prestise di Inggris.
Karya Dahrendorf dalam hal konflik teori menampilkan dua hal yang pokok.
Pertama adalah apa yang dia sendiri lukiskan sebagai "teori-teori tentang masyarakat
("theories of society"), dengan meletak-an prinsip-prinsip umum pada penjelasan
sosial. Di sini, Dahrendorf menekankan pentingnya kekuasaan dan akibat konflik
yang tak dapat dihindari. Seperti halnya Marx, perhatiannya yang kedua terhadap
45
46
47
norma-norma yang mapan itu tak ada, tetapi yang ada adalah norma-norma yang selalu
berubah dan berkembang.
Stratifikasi Sosial. Dahrendorf secara jelas membedakan antara dua kenyataan:
pertama, bahwa posisi dan pekerjaan adalah dua hal yang berbeda dan menuntut
ketrampilan (skill) yang berbeda, dan kedua, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang berbeda
diperlakukan sebagai satu lebih tinggi dari pada yang lain. Ada dua hal: deferensiasi
sosial dari posisi yang ada dan stratifikasi sosial yang didasarkan pada reputasi dan
kesejahteraan dan dinyatakan dalam tingkatan-tingkatan status sosial. Stratifikasi
sosial adalah yang membuat Rektor perguruan tinggi umumnya lebih dihormati
daripada para pengemudi bus, dan bahwa para guru "seharusnya" digaji lebih besar
daripada para pesuruh.
Dahrendorf mengemukakan, stratifikasi disebabkan oleh norma-norma, yang
mengkategorisasikan beberapa hal sebagai yang dikehen-daki dan tak dikehendaki. Di
dalam se-tiap kelompok, norma-norma yang membatasi bagaimana orang seharusnya
bertingkah laku memerlu-kan perbedaan terhadap norma-norma yang orang semestinya
tidak mematuhinya. Selama perang Vietnam, misalnya, siapa yang mendu-kung perang
itu diasingkan di dalam beberapa kampus, siapa yang me-nentangnya diasingkan ke
tempat lain. Lebih lanjut, setiap masyarakat memiliki norma-norma yang umum, yang
merumuskan ciri-ciri tertentu apa yang disebut baik menjadi bangsawan atau dengan
memiliki pen-didikan yang di atas rata-rata dan hal-hal lain yang karenanya membuat
perbedaan terhadap orang yang tidak menikmati atau tidak dapat menikmati.
Dahrendorf mengemukakan bahwa norma-norma ini me-rupakan dasar bagi
stratifikasi sosial, dan hal itu sendiri diturunkan dan didukung oleh kekuasaan. Oleh
karena itu, sekali lagi, kekuasaan merupakan konsep yang sentral.
Adalah suatu penjelasan yang sangat berbeda berasal dari fungsio-nalis, yang
mengemukakan bahwa stratifikasi sosial lahir dari kebutuh-an sosial untuk
menampilkan orang berbakat ke dalam posisi-posisi penting. Pendapat kedua ini
kiranya lak jauh dari implikasi yang dike-mukakan Dahrendorf. Dahrendorf tidak
menerangkan bagaimana suatu kelompok menjadi kuat di tempat pertama, tetapi
tentulah hal ini akan sering tergantung, sekurang-kurangnya sebagian, pada
ketram-pilan-ketrampilan yang dipersembahkan dan corak tatanan sosial yang
orang menghargainya. Tidak semua keberhasilan kelompok-kelompok yang
48
49
50
51
Dahrendorf juga membahas secara cukup panjang lebar apa yang mempengaruhi
intensitas dan kekerasan dari konflik klas apabila itu terjadi. Kekerasan dia
definisikan sebagai suatu alat-alat atau cara-cara .yang dipilih, intensitas dia
definisikan sebagai "pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari kelompokkelompok yang terlibat konflik". Ter-dapat beberapa masalah utama yang
mempengaruhi tingkat kekerasan. Yakni, sejauh mana konflik dilembagakan,
dengan saling menerima "atur-an permainan", sebab "mereka yang telah setuju
membawa perbedaan-perbedaan ke dalam diskusi biasanya tidak melibatkan diri ke
dalam kekejaman secara fisik. Sebagai contoh, dalam masa-masa kekejaman yang
ekstrim terhadap pencegahan pemogokan dan pengawasan di Amerika mendahului
penerimaan secara umum dalam hal perserikatan-perserikatan.
Dahrendorf juga menemukan tiga faktor penting yang mempengaruhi intensitas
konflik. Pertama, yang dia anggap paling penting, adalah tingkat di mana mereka
yang berada pada status bawahan di dalam suatu asosiasi juga berada pada status
bawahan di dalam asosiasi-asosiasi mereka lainnya. Kedua, suatu tingkat dimana
wewenang di dalam suatu organisasi dipegang oleh orang yang juga berada di atas di
dalam bi-dang-bidang yang lain: dalam istilah Dahrendorf, status-status adalah
"pluralist" atau "sangat dipaksakan". Jadi, bila manager suatu firma adalah juga
pemiliknya dan bila mereka juga menggunakan kekayaan dan status untuk
mengontrol politik, orang dapat menduga terjadinya konflik-konflik industri yang
bersifat intensif dan khusus.
Faktor ketiga adalah bahwa makin besar mobilitas antar status-status, makin
berkurang intensitas konflik yang mungkin terjadi. Hal ini benar bukan hanya
jika individu-individu sendiri dapat bergerak, tetapi juga jika anak-anak mereka
mudah bergerak. Ini sebagian karena mobilitas membuat berkurangnya keinginan
suatu kelas untuk memiliki kebudayaan yang sama, dan sebagian karena orang
kurang cenderung menyerang suatu kelas dimana anak-anak mereka suatu saat
mungkin bergabung dalam kelas tersebut. Sebaliknya, jika mobilitas kecil atau tak
ada, perjuangarv itu menjadi lebih intensif.
Teori Dahrendorf membuka kemungkinan orang untuk melengkapi bidangbidang yang memungkinkan konflik-konflik di dalam setiap organisasi yang ada.
Tetapi, sebagaimana telah kita lihat, hal itu tidak member! perhatian yang cukup
52
terhadap peranan kekerasan melulu. Tidak juga hal itu banyak menolong kita
dalam meramalkan organisasi-organisasi mana (dari sekian banyak organisasi yang
di dalamnya orang memberi atau menerima aturan-aturan) lebih cenderung
mengalami konflik terbuka. Satu alasan yang sederhana untuk dikemukakan ke
mudian adalah Dahrendorf tidak membahas bagaimana pentingnya suatu lembaga
yang ada bagi kehidupan seseorang. Dalam suatu masya-rakat dimana status-status
bersifat "terpaksa", adalah hampir pasti ada satu sumber utama kekuasaan dan
wewenang yang diikuti orang-orang lain. Apabila konflik-konflik di negeri
totaliter memang terpecahkan, maka pusatnya adalah pada kekuasaan party dan
kontrol dari negara. Dalam masyarakat Barat, sejak negara maupun tempat kerja
seseorang merupakan lembaga yang amat penting, negara dan tempat kerja itu lebih
jauh cenderung melahirkan konflik yang aktif dibanding kalau organisasi sosial
keagamaan atau persatuan atletik. Dalam kenyataannya pembahasan Dahrendorf
sendiri memberi perhatian terbesar kepada kegiatan-kegiatan atau industri negara.
Konflik di dalam industri. Selama seratus tahun terakhir, telah terjadi kenaikan
jumlah modal usaha bersama untuk mendirikan perusa-haan-perusahaan, dimana
pemilikan oleh pemegang saham terpisah dari kontrol managemen. Sebagaimana
telah kita lihat, pada Marx modern: sosiolog umumnya berpendapat bahwa
perubahan itu tidak amat pen-ting, sebab perusahaan-perusahaan itu masih mewakili
dan mengusaha-kan kepentingan-kepentingan pemilik-pemiliknya. Penulispenulis lain, seperti Burnham, yakin bahwa hal itu berarti suatu kesempatan yang
luas dalam struktur sosial dan berarti akar dari kekuasaan.
Dahrendorf berpendapat bahwa pendekatannya menampilkan apa yang sebenarnya
telah berubah maupun apa yang sebenarnya belum berubah. Dia berpendapat bahwa
karena abad kesembilan belas para manager dan para pemilik pada umumnya adalah
orang yang sama. Marx menganggap secara salah terhadap perbedaan-perbedaan
kekayaan dimana sebenarnya suatu konflik berpusat pada wewenang kesejahteraan, dan pengaruh politis. Kini, koflik industrial akan kurang intensif baik
karena pemilik dan kontrol terpisah tetapi juga karena "isolasi ins-1 titusional"
industri yang berarti status seseorang di dalam industri f telah diberlakukn tidak
sejelek sebagaimana kehidupannya di luar industri pada masa industri dipimpin
oleh pemilik modal langsung. Pada saat yang sama, pemisahan dalam hal
53
54
besar group yang akan memimpin perlawanan terhadap setiap ancaman terhadapnya
dari suatu group konflik yang terorganisir dari para bawahan. Pendapatnya juga
berimplikasi bahwa (.negara dan birokrasi bersama - sama merupa-kan lembaga yang
terpisah, bukan sekedar suatu refleksi dari penge-lompokan pengelompokan sosial,
dan bahwa group-group sosial yang kuat semestinya akan melawan otoritas negara
dan berusaha mem-batasi kontrol negara atas mereka. Dalam analisa Dahrendorf
sendiri
sekarang mengenai politik Inggris, ia berpendapat bahwa "Nyatalah kini ada
konflik antara pemerintah dan industri", yang di dalamnya perserikatanperserikatan dagang merupakan pemuka-pemuka yang nampak tetapi melibatkan
perseroan-perseroan yang besar.
Sejumlah pengulas modern sependapat dengan Dahrendorf bahwa pernejnntah
yang berkembang secara aktif akan memiliki konsekuensi- k'onsekuensi untuk
perluasan dan intensitas dari konflik politik. Se-bagaTcbntbH, Christopher De
Muth,staf pengajarfakultaspada Kannedy School of Administration Harvard
University yang dahulu bekerja un tuk Conrail, membahas perilaku perseroan bus
Greyhound (suatu peru-sahaan angkutan bus yang maha besar) dalam "Wall Street
Journal". Dia melukiskan bagaimana Greyhound mempengaruhi secara kuat
melawan subsidi negara federal yang diberikan kepada para penumpang kereta api,
yang karenanya bus-bus itu harus bersaing, sementara itu perseroan bus Greyhound
berusaha dengan kekuatan yang sama me-nyetop Komisi perdagangan antar Negara
Bagian mengijinkan perseroan-perseroan bus yang baru memulai bersaing dengan
Greyhound dan berusaha mencegah setiap deregulasi umum terhadap transportasi
bus. De Muth berpendapat, "Tak ada alasan untuk mengharapkan Greyhound atau
setiap perseroan lainnya bersaing dalam pasaran bidang ekonomis sementara
menjauhkan diri dari pasaran bidang politik se-begitu jauh, ini mengganti dana
secara mental dari hakekat persaingan pribadi dalam bidang ekonomi yang
meningkatkan keperluan yang bersifat relatif dari hal yang bersifat politis yang
melawan persaingan ekonomis".
Dahrendorf memberikan penjelasan berkenan dengan hubungan yang
"permanen atau erat antara "power", atau "autoritas" dan "konflik". Dia juga
menghadirkan suatu teori yang konkrit tentang pern bentukan group konflik,
55
56
Kita dapat mengerti apa yang dibicarakan oleh Collins apabila kita
membandingkan kedudukan orang-orang India pedesaan "yang di luar kasta atau
paria dengan maharajah Hindu abad ke sembilan belas. Kasta paria ini karena
terhalang oleh sistem kasta hampir tidak memiliki ketrampilan yang dapat
dipasarkan di kota untuk semuapekerjaan te tentu, kecuali pekerjaan - pekerjaan
" kotor ", seperti membersihka. kakus. Baginya bekerja dengan kasta Hindu akan
mengotori mereka Hubungan sosial kaum paria ini sangat terbatas, yang mungkin
di lakukan sangat sedikit ; kaum ini sangat kotor dan jorok dan keku rangan gizi ;
dan agamanya didominasi oleh kasta Brahma, yang me ngajar kaum paria bahwa
nasib yang mereka miliki yang tak dapat dihindarkan merupakan hasil daripada
kehidupan sebelumnya dan mereka menuruni nasib tersebut. Sebaliknya, kaum
Maharajah ba- ! nyak melakukan kontak sosial dari sumber - sumber yang
menunjuk-kan mereka mendapatkan kehidupan lebih baik. Dengan gizi yang lebih
baik, kaum Maharajah hampir pasti lebih besardan mimiliki tubuh yang lebih
menarik. Lebih daripada itu, meski kaum Maharajah mempunyai sedikit kontak
atau bahkan tidak atas perilaku kaum hindu dan tidak punya pengaruh terhadap
kaum pendeta, mereka kontak dengan be-berapa kasta besar dari kaum maharajah
yang mungkin tidak melemah-kan pengaruh pendeta-pendeta ini pada dirinya. Jelas,
kaum maharajah ini memiliki posisi dengan kekuasaan luar biasa dibandingkan
dengan posisi kaum paria, dan kaum Maharajah ini mempunyai kesempatan untuk
mencapai tujuan yang beraneka warna. Jika kita bandingkan dengan kelompok
penduduk kelas dua di AS, seperti kelompok pen-duduk miskin yang tergantung
pada bantuan kesejahteraan pemerintah dan dari presiden perusahaan, kita akan
menemukan bahwa antara ke-duanya terdapat perbedaan tetapi juga tidak ekstrim.
Hal ini dikarena-kan di kedua masyarakat pembagian sumber-sumber mereka sangat
ber-beda.
Collins menunjukkan ada tiga aspek yang penting dalam kehidupan ini di mana
penduduk mendapatkan sumber lebih banyak ataupun lebih sedikit menguasai atau
dikuasai. Ini semua menciptakan pola stratifikasi sosial. Pola-pola ini, pertama
pekerjaan dapat dikelompok-kan ke dalam beberapa kelas yang berbeda-beda;
kedua, masyarakat dimana mereka tinggal, dengan kelompok-kelompok status
yang ber-lainan, termasuk perbedaan pengelompokkan status menurut umur, jenis
57
kelamin, suku dan pendidikan; dan ketiga, dunia politik dimana partai-partai
yang berbeda mencari kekuatan politik. Pada setiap kasus, apa yang penting bagi
perilaku sosial adalah taraf di mana seseorang J berada pada suatu kedudukan untuk
mengontrol yang lainnya, dan
58
59
Analisis Collins serupa dengan analisis dari Bowles dan Gintis dalam
tekanannya pada peranan pendidikan dalam menciptakan dan mempertahankan
kedudukan sosial. Tetapi, Collins tidak melihatnya sebagai suatu proses kapitalis
yang khusus atau istimewa. la lebih me-mandang pendidikan merupakan sumber
yang secara potensial penting walaupun dalam masyarakat akan bervariasi. Analisis
tersebut juga menggemakan kecaman Ivan Illich yang pedas dan terkenal terhadap
pendidikan formal. Dalam "Deschooling Society", illich menyatakan bahwa
sekolah hanya mengajarkan sedikit pengetahuan. Tujuan utama-nya adalah
membuat ranking sosial. "la menuduh, sekolah hanya menyediakan pengajaran
kepada mereka yang setiap langkah belajar-nya sesuai dengn ukuran-ukuran kontrol
sosial yang telah disepakati
60
Lebih dari itu, Collins menyatakan bahwa bentuk-bentuk persepsi yang kita
punyai tunduk kepada pengaruh-pengaruh yang ter-atur dan dapat dikenal. Kita
dapat mengenai jenis-jenis pengalaman individu yang mengembangkan pandangan
orang tentang susunan sosial sebagai "nyata" dan sah, sehingga menggeser bagian dari
konflik sosial.
Pengalaman-pengalaman yang diidentifikasi oleh Collins adalah. pertama, dan
yang paling penting, pemberian dan penerimaan perintah; kedua, bentuk-bentuk
komunikasi satu sama lain, la menyatakan bahwa secara psikologis, mereka yang
memberikan perintah akan cenderung memihak kepada ide-ide organisasi dimana
mereka memegang kekuasa-an dan mereka membenarkan perintah-perintah atas
nama organisasi; dan karena pengalaman-pengalaman, mereka akan percaya pada
dirinya sendiri dan biasanya bersikap formal. Sebaliknya, semakin banyak orangorang menerima perintah-perintah, mereka semakin dijauhkan
61
para petani, salesman asuransi dan banyak ibu rumah tangga pada kehidupan seharihari tidak banyak terlibat sama sekali dengan perintah-perintah tersebut.
Collins menyatakan bahwa bentuk komunikasi yang dilakukan seseorang
dengan orang lain sangat penting karena komunikasi mung-kin menguatkan, atau dan ini
penting bagi kontrol sosial mengimbangi pengaruh-pengaruh dari pengalamanpengalaman orang akan perintah. Di samping itu semua, bentuk komunikasi
menentukan taraf penerima: an ide-ide dan norma-norma yang mengelilingi masyarakat
mereka ter-organisir sebagai sesuatu yang nyata. Bentuk-bentuk komunikasi menentukan apakah orang melihat perintah sosial sebagai hal yang sah, la menunjukkan
bahwa keberadaan manusia, seperti juga semua bina-tang, mempunyai reaksi emosional
yang otomatis terhadap gerakan-gerakan isyarat, suara-suara dan tanda-tanda tertentu;
dan ia menyaran-kan bahwa ikatan-ikatan sosial fundamental didasarkan pada reaksireaksi milik mereka bersama, berbeda dari reaksi-reaksi binatang karena manusia
melibatkan simbol-simbol (seperti bendera atau pemberian hormat) daripada gerakangerakan dan suara-suara yang terprogram secara genetik. Kekuatan dari reaksi-reaksi ini
tergantung pada dua as-pek komunikasi manusia satu sama lain, lamanya waktu yang
dihabis-kan bersama, atau pengawasan bersama dan keanekaragaman hubungan
62
Collins menyatakan bahwa hal ini cocok dengan apa yang disebut Durkheim
"kepadatan sosial" di dalam analisisnya tentang bagaimana masyarakat
menciptakan kesetiaan dan identifikasi di antara anggota-anggotanya.
Collins memberikan gambaran yang baik sekali mengenai asumsi-asumsi
dasar teori konflik "analitis". Penelitiannya juga penting karena memberikan
banyak proporsi yang menghubungkan struktur lembaga dan sumber-sumber
yang tersedia untuk kelompok-kelompok yang berbeda. Lebih jauh lagi,
penenlitiannya ini memasukkan pengertian-pengertian dari perspektif
sosiologi mikro, terutama dalam laporannya mengenai bagaimana pengalamanpengalaman sosial mempengaruhi pandangan orang dan juga mempengaruhi
sifat perilaku sosial, konflik dan perubahan.
Dengan demikian tidak mengherankan, bahwa kelemahan pokok collins
adalah kelemahan-kelemahan teori konflik secara keseluruhan. Yang paling
penting adalah penekanan yang berlebihan pada aspek-aspek "zero-sum" dari
interaksi sosial yang ada dimana dalam suatu interaksi kalau ada pihak yang
untung pasti ada pihak yang rugi. pandangan yang terlalu mekanistis melihat
ide-ide sebagai cermin dari struktur sosial yang ada, dan laporan yang tidak
memadai dari sifat suatu negara. Kini setelah melihat secara singkat mengenai
kelemahan-kelemahan umum teori konflik dan juga kekuatan-kekuatan
pokoknya, kita akan sampai pada kesimpulan.
Kekuatan pokok dari teori konflik terletak pada cara menghubungkan struktur
sosial dan struktur organisasi pada kepentingan kelompok dan keseimbangan sumbersumber. Kerangka analitis ini seringkali sangat produktif. Lagi pula, mengingat
fungsionalisme tidak pernah sunguh-sungguh mengidentifier suatu mekanisme
perubahan, seperti yang dikerjakan teori konflik, kapan mekanisme ini menunjukkan
perubahan-perubahan dalam distribusi sumber dan kekuatan. Teori konflik dengan
sungguh-sungguh menekankan bahwa nilai-nilai dan ide-ide harus dihubungkan
dengan lingkungan sosial dan tidak diperlaku-kan secara otonom. Akhirnya teori ini
menghindarkan adanya penjelas-an yang sederhana, dimana sesuatu dapat dijelaskan
oleh akibat-akibat-nya. Dengan melacak perilaku pada kepentingan-kepentingan
pribadi dan cara memenuhi kepentingan tersebut, akan menunjukkan bagaimana
perubahan-perubahan terjadi.
63
64
untuk menganalisis taraf di mana ide-ide berakar dalam suatu susunan sosial dan
cara-cara hukum serta "ideologi" mencerminkan kepenting-an-kepentingan bangsa;
tetapi penting juga untuk disadari seperti fungsionalisme bahwa mereka
mempunyai taraf otonomi. ahli-ahli teori konflik cenderung memperlakukan ide
seolah-olah sekedar refleksi kepentingan-kepentingan penguasa; tetapi kepentingan
sendiri yang sempit seringkali bukanlah penjelasan lengkap tentang masalah itu.
Kepentingan diri akan menganjurkan pemusnahan total orang-orang Indian
Amerika. bahwa ha I ini tidak terjadi adalah sebagian besar akibat pikiran-pikiran
tentang keadilan dan moralitas, yang bagaimanapun dikompromikan, adalah
bersifat universal dalam penerapannya.
Demikian pula, teori konflik cenderung menekankan bagaimana jde
mempertahankan kestabilan, sedang dalam kenyataannya ide-ide di dalam
masyarakat teftentu seringkali mengkritik dan merendahkan pemerintahan yang
ada. Misalnya, kaum Kristen menghasilkan tokoh-tokoh seperti Santo Franciscus
dan Luther, yang ajaran-ajarannya men-ciptakan pemberontakan sosial yang hebat
dan; Kremlin menindas orang Rusia pembangkan secara kejam karena takut ide-ide
mereka yang begitu banyak.
Akhirnya, walaupun teori konflik menentukan suatu mekanisme perubahan,
tetapi tidak memberikan suatu pembahasan yang menyelu-ruh dan memuaskan
mengenai ha I itu. hal ini disebabkan teori konflik jauh lebih baik pada penjelasan
bagaimana suatu kelompok mempertahankan kekuasaan daripada memperlihatkan
bagaimana kelompok mendapatkan kekuasaan pada tempat yang pertama. Collins
menyatakan bahwa kualifikasi pendidikan merupakan sumber untuk memper-oleh
hak istimewa yang penting, tanpa mengatakan terlalu banyak mengenai mengapa
sekarang ini kualifikasi pendidikan merupakan sumber yang lebih penting daripada
di masa yang lalu. Tetapi kelompok-kelompok tidak mendapatkan kekuatan dan
65
sumber-sumber secara random, dan telah kita kemukakan lebih dahulu di dalam
bab ini bahwa asal usul kekuatan kelompok seringkali dapat dijelaskan oleh jasajasa Yang diberikan kelompok. Kualifikasi pendidikan dipergunakan untuk
melindungi dan memperkuat kedudukan kelompok elite; tetapi kualifikasi
pendidikan merupakan senjata yang efektif kini daripada di masa lampau karena
pendidikan juga perlu untuk memberikan ketrampilan teknik, pada ketrampilan
inilah kekayaan modern bergantung. Cara kehidupan sosial melibatkan pertukaran
benda-benda dan jasa-jasa tersebut, seperti juga nilai-nilai dan kekuatan kekerasan
yang ditekan-kan oleh teori pertukaran.
Pada umumnya paradigma fakta sosial mempunyai asumsi bahwa teori sosial harus
membahas fenomena sosial yang berpengaruh kuat terhadap perilaku individu.
Paradigma fakta sosial antara lain men-cakup norma-norma, aturan-aturan, adat
istiadat, kebiasaan-kebiasaan sebagai sesuatu yang ada di masyarakat dan akan
mempengaruhi perilaku masyarakat. Semuanya itu merupakan sesuatu yang berada di
luar individu, dan dapat dipelajari tersendiri sebagaimana layaknya kita mempelajari
individu. Dengan demikian kita bisa mempelajari hubung-an-hubungan di
antarafakta-fakta sosial tersebut, bahkan kita bisa men-jelaskan fakta sosial
berdasarkan fenomena non-sosial. Dengan kata lain, kehidupan bersama dan hasil sosial
budaya dari kehidupan bersama merupakan suatu kenyataan yang dapat diisolasi secara
terpisah dari individu. Oleh karenanya, fakta sosial tersebut dapat dipelajari secara
terpisah lepas dari individu dan merupakan unit analisis dalam teori-teori sosial.
Sebagai contoh paradigma sosial ini adalah masalah "bunuh 'diri". Durkheim dalam
kajian bunuh diri mengembangkan suatu teori yang menjelaskan mengapa
kelompok-kelompok dalam masyarakat, misalnya kelompok status kawin dan
kelompok status tidak kawin, kelompok Katolik kelompok Kristen dan kelompok
Yahudi, memiliki angka bunuh diri yang berbeda-beda. Unit analisis dalam teori ini
tidak individu, melainkan kelompok dalam masyarakat. Oleh karenanya,
Duerkhiem mempermasalahkan mengapa sekelompok individu sebagai bagian dari
masyarakat memiliki angka bunuh diri yang berbeda-beda, tidak mempertanyakan
mengapa ada individu yang bunuh diri dan ada yang tidak. Kalau pertanyaan yang
terakhir ini yang diajukan mungkin jawabnya adalah karena "cinta yang tidak
kesampaian "atau" pen-deritaan yang tidak mengenal ujung". Dalam teorinya,
66
Durkhiem mem-berikan jawaban atas pertanyaan tersebut yang mengandung tiga bentuk alasan : Altruistic suicide, Anomic suicide, dan Egoistic suicide. Dua alasan
pertama berdasarkan pada budaya, dan alasan ketiga berdasarkan pada struktur sosial.
Pemikiran yang pertama menjelaskan bahwa angka bunuh diri masyarakat tinggi
dikarenakan dalam masyarakat tersebut terdapat ajaran-ajaran yang mendorong anggota
masyarakat melakukan bunuh diri pada kondisi dan situasi tertentu. Misalnya,
masyarakat Iran di bawah Khomeni dengan Jihad mati syahid, Kamikaze pada masa
perang dunia ke-2. Anomic suicide memberikan penjelasan bahwa angka bunuh diri
suatu masyarakat atau kelompok masyarakat tinggi karena tidak ada norma-norma
yang bisa dijadikan pegangan dan norma-norma yang memberikan legitimasi atas
aspirasi mereka. Sedangkan egoistic suicide menjelaskan bahwa sekelompok individu
memiliki angka bunuh diri tinggi dikarenakan diantara anggota-
anggota kelompok tersebut tidak memiliki kesatuan dan integrasi yang kokoh
dan kuat. Dari teori Durkhiem ini jelas bahwa subyek penelitian adalah bukan
individu tetapi kelompok atau bagian dari suatu masyarakat. Jadi unit
analisisnya adalah kelompok.
2. Paradigma difinisi sosial
Penjelasan paradigma ini bersumber dari karya Weber yang kon-sepsinya tentang
fakta sosial sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara
struktur sosial dengan pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk
membentuk tindakan manusia yang penuh arti/makna.
Weber mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan
sosial. Inti tesisnya adalah tindakan yang penuh arti dari individu. Tindakan sosial
adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Secara definitif Weber
merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami
(interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai
kepada penjelasan kausal. Dengan demikian yang menjadi sasaran pokok penelitian
sosiologi adalah :
1. Tindakan manusia yang mengandung makna subyektif, meliputi beberapa
tindakan nyata.
67
68
Herbert Mead, (lihat Wallace & Wolf, 1986, 192 - 200), Teori interaksi simbolis,
dimana istilah ini berasal dari salah satu pakar yang lain yakni Herbert Blumer,
mencoba menjawab pertanyaan yang dikemukan di atas. Yaitu, mempelajari
bagaimana setiap individu berkembang secara sosial sebagai akibat dari
partisipasinya dalam kehidupan bermasyara-kat.
Interaksionisme simbolis, selanjutnya terutama menekankan pers-pektif
pandangan sosio - psikologis; sasaran utamanya ialah pada individu "dengan
kepribadian diri pribadi" dan pada interaksi antara pen-dapat intern dan emosi
seseorang dengan tingkah laku sosialnya. Sebagi-ah besar analisa itu merupakan
perhubungan antara seseorang dalam ukuran kecil. Individu dipandang sebagai
pembentuk aktif dari watak-nya sendiri yang menafsirkan, mengevaluasi,
menentukan dan meren-canakan perbuatannya sendiri, lebih dari pada sekedar
makhluk pasif yang dipaksa oleh kekuatan dari luar. Interaksi simbolis juga
menekankan proses dengan mana individu mengambil keputusan dan mengeluarkan pendapat.
Namun demikian, interaksionisme simbolis tidakdibuat dan disusun secara
sistematis oleh para pelopor ini, melainkan oleh dua ahli teori terkemuka yakni
George Herbert Mead dan Herbert Blumer. Meskipun Blumer merupakan seorang
pemimpin intelektual interaksi simbolis di antara para ahli teori ilmu sosial yang
,hidup, namun dia sangat ber-hutang budi pada gurunya, George Herbert Mead.
69
Sebagian besar unsur interaksionisme simbolis berasal dari Mead, dan Blumer
sendiri meng-akui Mead yang paling besar pengaruhnya atas ide-ide yang ia
kembang-kan.
Teori Interaksisimbolis Herbert Mead
Telah dibicarakan mengenai George Herbert Mead (1863 - 1931) bahwa "dia kini
dapat dianggap sebagai salah seorang di antara sekian banyak ahli fikir Amerika
yang telah membantu membentuk karakter ilmu pengetahuan sosial modern.
Ayah Mead adalah seorang pendela kaum Puritan yang mengajar sembahyang di
Oberlin, dimana Mead memperoleh gelar sarjana mudanya. Ibunya adalah Rektor
Mount Holyoke College. Selama menyelesaikan tingkat doktoralnya di Universitas Harvard, Mead bekerja sama dengan Josiah Royce dan William James dan
mengambil jurusan filsafat pragmatis. Di Eropa dia belajar di bawah bimbingan
Wilhelm Wundt di Leipzig, di mana dia juga ber-temu dengan G.Stanley Hall,
selanjutnya ia belajar di Berlin. Sekembali- nya ke Amerika, Mead mengajar dua
tahun di Universitas Michigan, Ann Arbor, dimana ia berjumpa dengan teman
intelektualnya, John Dewey dan Charles Harton Cooley. Ketika John Dewey
pindah ke Universitas Chicago, Mead memutuskan untuk menyertainya, dan dia
mengajar pada jurusan filsafat sampai dia meninggal pada tahun 1934.
Kesukaan Mead adalah mengajar. Walaupun dia menerbitkan se-jumlah
karangan, namun buku-bukunya baru diterbitkan setelah dia meninggal, dengan
sumber catatan kuliah para mahasiswanya, salah satu buku Yang terkenal berjudul :
Ingatan, Diri dan masyarakat (Mind, Self and Society), dan menjadi salah satu
sumber pokok untuk kom-ponen dasar teori Mead. Empat elemen yang kita pilih
sebagai bagian yang amat penting adalah diri (the self), interaksi diri,
perkembang-an diri dan art! simbolis.
Diri :
Pandangan Mead tentang "diri" adalah yang terpenting pada interak-sion simbolis.
Dia melihat "diri" sebagai suatu organisasi aktif bukan sekedar tempat buangan
yang hanya menerima dan memberikan reaksi terhadap stimuli (rangsangan),
Blumer menerangkan:
Bagi Mead, "diri" jauh lebih besar daripada "internalisasi (pen-dalaman)
komponen struktur sosial dan kebudayaan." Hal ini lebih merupakan proses sosial,
70
sebuah proses interaksi diri dimana pemeran manusia menunjukkan pada dirinya
sendiri hal-hal yang menentangnya di dalam situasi yang dia mainkan dan
menyusun perbuatannya lewat interprestasi akan hal-hal semacam itu. Pemain
melibatkan dirinya sendiri dalam interaksi sosial ini, menurut Mead, dengan
memainkan peran-an pemain ini, berbicara pada dirinya sendiri lewat peranan
peran ini, dan memberikan tanggapan terhadap pendekatan-pendekatan ini. Konsepsi interaksi diri ini dimana pemain sedang menunjukkan hal-hal pada dirinya
sendiri terlepas pada dasar skema psikologi sosial Mead.
Diri, ternyata aktif dan kreatif, tak ada hal-hal seperti halnya varia-bel sosial,
budaya ataupun psikologis yang "menentukan" perbuatan "diri". Blumer sering
menjelaskan dengan kata-kata berbagai pendapat ahli ilmu sosial tentang "diri" di
dalam kelasnya sendiri dengan meng-gunakan sebuah gambar seperti Gambar : 4
ketika dia dengan ber-semangat menyampaikan ide - ide Mead kepada para
mahasiswanya. Di sini orang dapat melihat apa yang ditentang oleh para ahli
interaksi simbolis dalam pandangan para fungsionalis tentang diri. Para fungsionalis seperti Parsons cenderung melihat individu sebagai obyek pasif
yang terbentur oleh kekuatan sosial dan psikologi. Blumer mengatakan: "Proses
indikasi diri dengan mana perbuatan manusia terbentuk tidak dapat dijelaskan
dengan faktor yang mendahului kejadian itu. Menurut estimasi Blumer, para ahli
teori pertukaran sosial seperti George Homans memiliki pandangan pasif tentang
manusia.
Menurut Blumer,
"Diri", atau sebenarnya manusia, tidak dibawa ke dalam gambar hanya dengan
memperkenalkan elemen psikologis, seperti halnya motif dan minat, di
sepanjang elemen sosial. Tambahan semacam itu hanya menambah kesalahan.
Inilah pidato sambutan Kepresi-denan George Homans dalam "Bringing Men
Back In" (memanusi kan kembali manusia).
71
mereka menciptakan obyek yang mengisi-nya. Dia bedakan antara "benda" atau
stimuli/rangsangan yang mendahului dan tak terikat individu, dengan "obyek"
yang hanya "ada" dalam kaitannya dengan perbuatan, "benda" diubah menjadi
"obyek" melalui perbuatan individu. Sebuah tomat, misalnya, berfungsi sebagai
obyek pernyataan marah bila dilemparkan.
Dengan melakukan suatu perbuatan, seseorang berminat mengguna-kan tomat sebagai
makanan di satu pihak dan sebagai senjata di pihak lain. Secara intrinsik tomat
termasuk kedua-duanya; tomat tersebut hanyalah sebuah "benda" sebelum seseorang
berbuat sesuatu atasnya. I Dus, "orang" menurut Mead lebih aktif dan lebih kreatif
daripada per-tukaran sosial dan "orang" atau "ego" menurut para ahliteori
fungsional.
Interaksi simbolis menghindari proses yang menentukan dengan menolak
memperlakukan diri sebagai suatu yang tak dibedakan. Khusus-nya, Mead membuat
ringkasan dua "fase" diri. Satu fase adalah: "Aku" sebagai subyek "I" yang menurut
penglihatan Mead merupakan tanggap-an yang tak teratur dari organisme terhadap
sikap orang lain, sifat spontajTjjtau_dorongan untuk mejakukan pepbuatan. Fase yang
lainnya adinaTT7;;lAT::ki7T sebagai obyelT("me")7serangkaiaTT'sfk'ap teratur orang
lain yang diterima seseorang itu sendiri sebagai gantinya, yakni perspektif terhadap diri
yang telah dipelajari seseorang/individu dari orang lain. Mead mengatakan, "sikap
orang lain merupakan/pembentuk "me" (aku sebagai obyek) yang teratur, dan kemudian
orang bereaksl terhadap hal itu sebagai suatu "I" (aku sebagai subyek), "me" (aku sebagai obyek) mentuntun tirfgkah laku orang yang berwatak sosial, dan aspek diri ini
membawa pengaruh orang lain ke dalam kesadaran seseorang. Sebaliknya, spontanitas
yang tak terhitung jumlahnya dari "I" (aku sebagai subyek) memerlukan suatu tingkat
kebebasan dari kontrak oleh orang lain. Seperti yang dikatakan Mead :
Ternyata kemudian "I" dalam hubungan antara "I" memberikan rasa kebebasan dan
inisiatif.
Diri sendiri, ternyata terdiri atas "I" yang berperan aktif bila diri sendiri sebagai
subyek, dan terdiri atas sebagai subyek, dan terdiri atas "me" yang berperan pasif apabila
diri sendiri sebagai obyek. Mead menyimpulkan :
Diri-sendiri pada pokoknya adalah sebuah proses sosial yang se-dang berlangsung
dengan kedua fase yang menonjol ini. Jika tidak memiliki kedua fase ini maka tidak
72
akan terdapat rasa tanggung jawab secara sadar, dan tak akan terdapat sesuatu yang
aneh dalam pengalaman.
Interaksi Diri
Karena membicarakan apa yang "aneh dalam pengalaman", mak|
Mead menawarkan kepada para ahli ilmu sosial suatu perspektif yang memungkinkan
mereka menganalisis tingkah laku yang "tak teratur" dan tak terpengaruh oleh konvensi
yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh, para interaksionist simbilis akan tertarik
untuk meng-analisa penemuan sinar X yang dilakukan Roentgent secara kebetul-an.
Menurut Thomas Kuhn :
Ahli fisika Roentgen menghentikan penyelidikan normal sinar ka-tode. Dia telah
melihat bahwa sebuah layar barium platinosianida pada suatu jarak tertentu dari
peralatannya yang terlindung menge-luarkan sinar ketika pengisian sedang
berlangsung. Penyelidikan-penyelidikan selanjutnya yang membutuhkan waktu
tujuh minggu secara nonstop yang selama itu Roentgen jarang sekali meninggal-kan
laboratorium menyatakan bahwa asal dari sinar yang masuk dalam bentuk garis
lurus dari kutub sinar katode, bahwa bayangan sinar radiasi, arahnya tidak
dapatdibelokkanoleh magnet, dan ba-nyak yang lain lag! di samping itu sebelum
memberitahukan pe-nemuannya, Roentgen sendiri telah yakin bahwa efek ini bukan
di-sebabkan sinar katode tetapi oleh zat lain yang setidak-tidaknya mirip dengan
sinar atau cahaya.
Kuhn menambahkan bahwa penemuan ini disambut dengan rasa heran dan terkejut,
terutama karena sinar X telah sangat menghancur-kan harapan-harapan yang begitu
pasti.
Seperti yang dijelaskan Kuhn, penemuan seperti sinar Roentgen memerlukan
"perubahan pola/paradigm" dan perubahan dalam harap-an dan prosedur laboratorium.
Dia mendefinisikan "paradigm" sebagai "hasil ilmiah yang dikenal seluruh dunia yang
pada suatu saat memberikan model problem dan jawabannya/pemecahannya kepada
para ahli, dan dia tekankan bahwa perubahan-perubahan selalu mengalami banyak
hambatan dan rintangan.
Mengapa begitu jarang bagi seorang penyelidik seperti Roentgen menemukan
secara kebetulan seperti itu, memaklumi bahwa sesuatu telah terjadi sehingga paradigm
belum mempersiapkannya untuk mengerti dan tak dapat menerangkan?. Menurut
73
Kuhn, penemuan semacam itu bertentangan dengan ide-ide pengetahuan normal yang
tujuannya bukan untuk mendapatkan keganjilan fakta atau teori. Bukan meninggalkan
ide dan teori yang mereka gunakan untuk menghayati dan memahami dunia, orang akan
berusaha menerangkan kebenaran penemuan yang
berlainan, untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak me-nyalahkan
"paradigm" yang berlaku kini. Maka Kuhn menyarankan bahwa suatu penemuan
yang diawali dengan kesadaran khusus harus berlangsung dengan penelitian batas
kekhususannya yang kemudian menimbulkan penyesuaian dalam paradigma.
Dalam menganalisis mengapa Roentgen meneruskan penyelidikan-nya dan
menemukan sinar X dan bukan menerangkan kebenaran-nya. Mead akan
menekankan interaksi diri Roentgen. Apa yang Roentgen "katakan pada dirinya
sendiri" dalam beberapa hari yang menentu-kan sebelum dia akhirnya yakin bahwa
dia telah melakukan suatu penemuan?. Pertama-tama ia harus membujuk dirinya
sendiri bahwa kendatipun paradigm yang telah ada, dia memang benar telah
melihat sinar, bahwa bukan hanya gambaran angan-angan, ilusi yang disebab-kan
kelelahannya sendiri, atau keanehan/keganjilan yang tak bertang-gung jawab.
Selama tujuh minggu terus menerusdi dalam laboratorium. Roentgen past! telah
bertanya-tanya kepada dirinya sendiri berulang kali, bagaimana itu terjadi, dari
mana datangnya, apa yang menimbulkan sinar itu, dalam keadaan bagaimana, dan
mengapa hal itu terjadi?. Melalui semacam interaksi diri inilah disertai percobaanpercobaan yang berulang kali, Roentgen akhirnya meyakinkan dirinya sendiri
akan penemuannya, dan sifat dialog ini menentukan apakah dia melakukan-nya
atau tidak.
"Percakapan intern" yang dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri
merupakan bagian pokok dari pandangan Mead, karena merupakan sarana dengan
mana manusia mempertimbangkan dan mengatur diri sendiri untuk bertindak.
Interaksidiri juga merupakan dasar dalam memainkan peranan, yang merupakan
jantung dari konsepsi perbuatan manusia menurut Mead.
Mead menerangkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana setiap orang
"memainkan peranan orang lain", yakni setiap orang "menerima sikap individu
lainnya dan demikian sebaliknya," yang tak akan mungkin tanpa interaksidiri.
Kejelasan Mead tentang pengambilan peranan menegaskan pentingnya "mengenakan
74
sepatu orang lain pada dirinya sendiri" yang harus dilakukan seseorang. Menurut
Mead, "Dia" sendiri dalam peranan orang lain dimana dia beigtu menarik dan
berpengaruh. Adalah melalui pengambilan peranan orang lain inilah dia dapat
kembali pada dirinya sendiri dan dengan demikian me- nentukan ke arah proses
komunikasinya sendiri. Pengambilan peranan orang lain inilah, sebuah ucapan yang
telah terlalu sering ia gunakan, bukan hanya sekedar memiliki arti penting. Akibat
langsung dari pengambilan peranan semacam itu terletak pada kontrol dimana
individu dapat mempergunakannya di atas responsinya sendiri.
Salah satu hal yang menarik pada konsepsi interaksidiri oleh Mead adalah
bahwa konsepsi tersebut masuk akal" menurut pengalaman se-hari-hari seseorang.
Jika anda memikirkan kembali sewaktu anda ber-jalan ke suatu terripat seorangdiri,
menuju kelasnya misalnya, mungkin terdapat hal-hal yang dapat anda ingat
"berbicara pada diri anda sendiri" tentang mengingatkan diri anda sendiri untuk
berbuat sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu, menilpun seseorang,
berhenti/singgah di toko buah-buahan, pergi ke perpustakaan,. . . dan sebagainya.
Sekali lagi, orang tak perlu memikirkan kembali terlalu jauh untuk menyempatkan waktu ketika mereka "berbicara pada dirinya sendiri" tentang bagaimana
melakukan pendekatan terhadap suatu situasi tertentu atau perlu tidaknya
menghadapi seseorang dan bagaimana caranya. Dalam situasi seperti itu anda "
berlatih diri " untuk tindakan yang akan datang dan mengatur' anda sendiri dengan
percakapan intern, yang mempersiapkan anda untuk " menggantikan peranan "
orang lain. Sebagai contoh, orang yang telah i^iengalami kegelisahan mempersiapkan diri untuk menjumpai seorang teman yang aru saja kehi-langan orang yang
dicintai dalam mengetahui bahwa semakin mereka " berbicara pada dirinya sendiri "
tentang apa yang harus dia katakan dan bagaimana cara mendekati temannya itu,
semakin mampu pula mereka itu "menggantikan peranan orang lain", dan semakin
efektif pula interaksi itu. Jika kita menguji tindakan yang akan timbul dan
bertanya pada diri kita sendiri apakah percakapan dengan diri sendiri berpengaruh
terhadap interaksi atau tidak, maka kita dapat melihat bahwa konsepsi Mead tentang
perbuatan manusia mungkin memang masuk akal.
Blumer menyingkat ide Mead tentang perbuatan manusia itu sebagai
berikut :
75
76
antara permainan di satu pihak, dan perkembangan "aku" sebagai obyek dan
kemampuan menggantikan peranan orang lain, di lain pihak, sangat jelas ketika
anak-anak kecil memaki-maki alat-alat permainannya yang dianggap jelek atau
memperingatkan mereka bahwasannya mereka mehjadi kotor/atau sedang
melakukan sesuatu berbahaya. Demikian pula halnya, anak-anak pada masa
ini'menganti-kan bagian orang lain dalam menggantikan peranannya, seperti
misalnya,bermain menjadi guru, dan permarnan,seperti jatungan, yang hanya melibatkan satu atau dua peranan dan peserta. Pada masa bermain, pemain hanya
mempunyai satu peranan alternatif dalam ingatannya pada suatu saat tertentu.
Namun demikian, inilah saatnya, menurut Mead, ketika si anak mulai membentuk
diri 'sendiri dengan menggantikan peranan orang lain.
Pada masa permainan, beberapa pemain bertindak bersama-sama. Ini terjadi di
dalam permainan, beberapa pemain bertindak bersama-sama. Ini terjadi di dalam
permainan yang komplek dan teratur di mana anggota team harus memperhitungkan
responsi lawan dalam permainan, dan oleh karenanya harus mengingat semua sikap
dan peranan semua pemain lainnya. Orang yang bermain sebagai back dalam
permainan sepak bola, misalnya, harus memiliki pengetahuan secara umum tentang
apa yang akan dilakukan anggota team lawan dalam situasi tertentu. Dalam masa
permainan, lawan yang bersangkutan merupakan satu ke-satuan sikap dari semua
yang terlibat dalam permainan, sehingga apa yang dilakukan oleh back diawasi oleh
setiap pemain lain dalam team. Dalam kontek/hubungan yang lebih luas, maka
pemain lain secara manusiawi meliputi sikap yang terorganisir seluruh masyarakat.
Seperti yang dikemukakan Mead, "Diri yangsudah matang muncifl bila pemain
lain secara umum diinternalisir sehingga masyarakat dapat mengawasi tingkah laku
dan watak orang-orangnya. Struktur itu, ternyata idimana "diri" terbentuk adalah
responsi yang berlaku untuk semua orang, karena harus menjadi anggota
masyarakat untuk menjadi diri sendiri.
Arti Simbolis
Arti kata simbol dari "definisi Mead tentang "gesture" gerakan tangan atau kepala
yang mengandung isyarat, yang bukan hanya sekedar elemen pertama dari seluruh
gerakan tetapi merupakan pertanda/lam-bang dari seluruh gerakan. Misalnya, bila
seorang perokok mengambil sefaungkus rokok, maka gerakan isyarat itu cukuplah
77
bagi orang yang ami merbkbk dengan meninggalkan kamar, membuka jendela,
minta bahwa merokok dilarang atau melakukan perbuatan lain yang di keta-hui.
Dalam hubungan ini gerak isyarat, komponen pertama perbuatan, cukuplah bagi
orang yang anti merokok, yang tak usah menunggu untuk mengetahui sisa gerak
perbuatan itu. Jadi, mengambil sebungkus rokok bukan hanya sekedar gerak
isyarat, tetapi menjadi simbol yang nyata, oleh karena gerak berisyarat itu
mengatakan bagi orang yang tak suka merokok makna bujukan yang mendalam
awal penyesuaian- nya terhadap hal itu.
Seperti yang dikatakan Mead, "Gerakan yang dilakukan dengan demikian
merupakansimbol yang nyata, karena mempunyai pengertian sama bagi semua
anggota individu yang membuatnya sehingga mereka membangkitkan pula pada
individu yang memberikan responsi terhadap mereka.
Mead memberikan definisi istilah simbol sebagai "perangsang atau stimulus
yang responsinya dilakukan sebelumnya. "Perhatikanlah suatu situasi dimana
seseorang mengancammu dan kamu memukulnya jatuh. Mead berkata bahwa
mengantikan sikap masyarakat dan melaku-kan reaksi atau responsi terhadapnya
dalam bahasa gerak. Mead mene-rangkan berapa sebuahkata menghina merupakan
simboi. Ada kata dan pukulan. Pukulan tersebut merupakan pendahuluan
bersejarah se-buah kata, tetapi jika kata - kata itu berarti hinaan, maka responsinya
kini ialah sesuatu yang terlibat dalam- kata itu, sesuatu yang diberikan dalam
stimulus itu sendiri. Sekarang jika rekasi itu dapat di-berikan dalam bentuk sikap
yang digunakan untuk mengontrol per-buatan selanjutnya, maka hubungan antara
stimulus itu sikap adalah apa yang kita maksudkan dengan simbolnyata^
Pemikiran yang sedang berlangsung, seperti yang kita katakan, dalam diri
kami, merupakan permainansimboldalam pengertian di atas. Melalui gerak isyarat
maka responsi dicerminkan dalam sikap kami sendiri, dan segera setelah kita
lakukan mereka sebagai gantinya menim-bulkan sikap-sikap yang lain.
Elemen kunci adalah arti kata itu (dalam hal \n\,penghinaan). Kata tersebut
menjadi "stimulus" atau perangsang yang mengandung jawab-an atau tanggapan.
Keterangan tambahan daripada kata itu dan maksud yang terkandung dalam
penggunaannya menimbulkan pemukulan sebagai responsi yang pantas dari orang
yang diancam. Elemen penentu lainnya adalah interaksi diri yang sedang
78
berlangsung dalam proses ini "bahasa isyarat/gerak" yang terjadi pada ingatan
seseorang. Mead mene-rangkan :
Kita sering berbuat yang erat hubungannya dengan obyek di dalam apa yang
kita sebut mode cendekiawan, meskipun kita bisa berbuat tanpa makna obyek
yang terdapat dalam pengalaman kami. Orang dapat mulai berpakaian untuk
makan malam, seperti yang mereka kisahkan mengenai seorang profesor yang
pelupa, dan dia baru tahu bahwa dirinya berpakaian piyama sedang berada di
tempat tidur.
Dia segera membuka pakaiannya seperti mesin; dia tidak mengambil arti apa yang
sedang ia kerjakan. Dia ingin makan malam dan dia men-dapatkan dirinya di tempat
tidur. Arti yang terkandung dalam perbuat-annya tidak ada. Langkah-langkahnya
dalam hal ini semuanya merupakan langkah-langkah yang pintar yang mengontrol
perbuatannya yang berkaitan dengan perbuatan yang akan datang, tetapi dia tidak
memikir-kan apa yang sedang dia lakukan. Perbuatan akan datang bukan merupakan
stimulus terhadap responsinya, tetapi terjadi begitu saja ketika sekali sudah
dimulai.
Mengapa ini bukan kasus interaksi simbolis? Jelas, beberapa elemen penentu tidak
ada. Individu tidak mengenai arti dari apa yang sedang ia lakukan. Perbuatan itu
tidak termasuk, menurut kata-kata Mead, responsi penyesuaian dari satu organisme
terhadap gerak isyarat yang lain. Karena profesor tadi tidak pergi tidur karena
keterlambatan karena sakit, maka tidak ada arti dalam gerak-gerak perbuatannya.
Lagi pula profesor itu tidak memikirkan apa yang sedang dia lakukan, dia
"tidak" sedang bicara pada dirinya sendiri tentang apa yang sedang dia
lakukan.S'rmbol-simbol yang nyata, menurut Mead, adalah gerak-gerak yang
mengandung isyarat yang mempunyai makna. Sebuah simbol nyata adalah bagian
dari perbuatan yang mengundang responsi orang lain. Ini merupakan interprestasi
simbol, seperti halnya dalam kasus penghinaan.
Hubungan .antara_ simbiI nyata diri menjadi lebih jelas ketika Mead
mempelajari kasus Helen Keller, baru dia ketahui bahwa wanita itu baru
memperoleh kepuasan mental atau "diri" setelah dia dapat berkomunikasi dengan
orang lain melalui simbol-simbol yang dapat timbul dalam dirinya sendiri responsi
yng timbul dalam diri orang lain. Marilah kita tinjau kembali adegan dalam
79
kehidupan Helen Keller dimana gurunya dan temannya, Annie Sullivan sedang
memompa air, dan Helen, meraba merasakan air yang mengalir itu, menyadari
bahwa air punya nama, nama yang sama yang oleh Annie dikerjakan dengan jari
ditelapak tangannya. Akhirnyadia tahu apakah arti gerak bagi air, Episode air itu
merupakan sebuah contoh dramatis dari awal proses arti : simbolis lewat
komunikasi. Bagi Keller saat tersebut termasuk me-nandai awal keberhasilannya
mendapatkan serangkaian simbol umum.
Kasus Keller merupakan gambaran semua komponen teori George
Herbert Mead, karena sekali Hellen Keller mampu melakukan interaksi simbolis,
dia bukan saja hanya memiliki "I" dan "me", tetapi dia juga bisa
"menggantikan/memainkan peranan orang "lain". Ini berarti bahwa dapat
memiliki a social self (diri/pribadi sosial).
3. Paradigma perilaku sosial
Pendekatan behaviorisme sudah dikenal sejak lama dalam ilmu sosial,
khususnya di bidang psikologi. Dalam sosiologi pendekatan ini dipelopori oleh
BF. Skinner. Dalam mengembangkan paradigma ini Skinner menganggap
paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang mistis,
mengandung persoalan yang bersifat teka teki dan tidak dapat diterangkan secara
rasional.
Ide pengembangan paradigma ini semula dimaksudkan untuk me-nyerang
kedua paradigma lainnya sehingga tidak mengherankan bila terdapat perbedaan
pandangannya. Skinner menganggap paradigma fakta sosial sebagai sesuatu yang
mengandung ide yang bersifat tradisio-nal khususnya mengenai nilai-nilai sosial.
Skinner juga berusaha meng-hilangkan konsep "vulontarisme" Parsons, paradigma
definisi sosial yang menurutnya mengandung ide kebebasan manusia, man, seakanakan manusia serba memiliki kebebasan bertindak tanpa kendali.
/Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan antar
individu dengan lingkungannya. Lingkungannya terdiri atas ber-macam-macam
obyek sosial dan obyek non sosial. Perbedaan pandang-an antara paradigma
perilaku sosial dengan paradigma fakta sosial ter-letak pada sumber pengendalian
tingkah laku individu/
80
Teori-teori yang termasuk pada paradigma perilaku sosial adalah teori perilaku
sosiologi (behavioral sosiology) dan teori perubahan (exchange Theory)./Teori
perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah taku aktor dengan
tingkah laku lingkungannya. Konsep dasarnya adalah adanya reinforcement yang
dapat diartikan sebagai ganjaran. Sesuatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh
terhadap aktor tidak akan diulangi.
Teori perubahan dikembangkan oleh George Homan danditujukan untuk
merespon teori fakta sosial. la mengkritik ide Durkheim dari tiga jurusan yaitu
pandangannya tentang emergence, psikologi dan pen-jelasan dari Durkheim itu
sendiri. Bagi Homan dengan menyatakan bahwa^atanan sosial tertentu
berhubungan dengan pranata yang lain,
belum tentu berarti menerangkannya. Hal ini bag! Homan merupakan bentuk
penjelasan pendekatan fungsionalisme struktural yang paling kasar karena
mengabaikan teori-teori modern tentang tatanan seperti karya Robert Merton.
Teori ini tidak bisa dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh para
pendahulu misalnya Adam Smith, David Ricardo, John Suart Mill. Berdasarkan
ide-ide mereka tersebut .dikembangkanlah asumsi-asumsi yangmendasari teori
tingkah laku sosial. Antara lain,
(1) Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi
mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi
yang mereka lakukan dengan manusia lain.
(2) Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya", tetapi dalam setiap
hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berfikir untungrugi.
(3) Manusia tidak memiliki inforrnasi yang mencakup semua hal sebagai dasar
untuk mengembangkan alternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki
inforrnasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna
memperhitungkan untung rugi tersebut.
(4) Manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap
berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan
manusia lain.
81
Dalam segala hal yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering sesuatu
tindakan mendapatkan ganjaran (mendatangkan respon
yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula tindakan
dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
2. Proposisi stimulus
Jika suatu stimulus tertentu telah merupakan kondisi dimana tindakan
seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin serupa stimulus yang ada dengan
stimulus tersebut akan semakin besar kemungkinannya bagi orang itu untuk
mengulang tindakannya seperti yang ia lakukan pada waktu yang lalu.
3. Proposisi nilai
Semakin bermanfaat hasil tindakan seseorang bagi dirinya maka akan semakin
besar kemungkinan tindakan tersebut diulangi. Proposisi rasionalitas yang
merupakan kombinasi tiga proporsi yang ada menyatakan bahwa di dalam
memilih suatu tindakan di antara alternatif tindakan yang mungkin
dilaksanakan, maka seseorang akan memilih tindakan yang paling
menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil (V), dan perkembangan
berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil (p).
4. Proposisi kejenuhan-kerugian
Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka bagian yang
lebih mendalam dari ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna bagi
orang lain.
5. Proposisi persetujuanperlawanan
82
83
84
dan menerima saran dari yang lain. Individu-individu tersebut saling berkaitan satu
dengan yang lain, "Seseorang" dan "Orang lain", bekerjasama pada kantor yang sama.
Seseorang yang baru pada suatu pekerjaan dan tampak kurang trampil berusaha
mencari teman lainnya yang sudah berpengalaman yang dapat menyediakan waktu
guna memberikan saran mengenai pekerjaan yang dihadapinya. Orang yang sudah
berpengalaman itu menolong temannya yang belum berpengalaman , dan sebagai
balasan temannya yang sudah ditolong itu memberi persetujuan kepadanya dalam
bentuk rasa terima kasih.
PERSETUJUAN DAN PERSESUAIAN SOSIAL
Homans menggunakan asumsi seseorang menghargai persetujuan untuk
menjelaskan bagaimana persesuaian dihasilkan dan dicapai dalam kelompokkelompok informal. Menurut Homans anggota-anggota kelompok dapat
memberikan satu sama lain persetujuan sosial; mereka akan memiliki alasan yang
tepat untuk bertingkah laku yang sesuai dengan persetujuan-persetujuan dan dengan
harapan-harapan teman-temannya, dalam upaya mendapatkan persetujuan dan
pengakuan.
Untuk mendukung permasalahannya, Homans menyebutkan sebuah studi pada
mahasiswa yang menikah dan hidup di Westgate, sebuah proyek perumahan di M.I.T.
Bangunan-bangunan di Westgate berada dalam kelompok-kelompok yang
menghadap ke lapangan rumput, meskipun dalam tiap kelompok ada beberapa
bangunan sudut yang menghadap ke arah lain dengan pintu-pintu menghadap ke
jalan. Pada saat peneliti mengamati sikap terhadap organisasi penyewa, mereka
menemukan bahwa mayoritas pasangan-pasangan pada tiap kelompok menunjukkan
sikap yang sama, tetapi ternyata terdapat perbedaan antara kelompok yang satu
dengan yang lainnya. Penugasan-penugasan mengenai cara bertempat tinggal yang
dibuat tidak dapat menjelaskan masalah ini. Hal ini merupakan norma kelompok.
Para peneliti kemudian mengamati bentuk-bentuk persahabatan di Westgate.
Mereka menjumpai bahwa semakin kuat ikatan'di dalam suatu kelompok, yakni
makin ketat pasangan-pasangan tersebut me-milih teman-teman mereka di antara
para tetangga, maka akan semakin kecil jumlah penyimpangan dari norma
kelompok, seseorang yang menyimpang terus-menerus akan mendapat lebih sedikit
uluran persahabatan dari mereka yang memiliki persesuaian-persesuaian.
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
1) Mengecek representativeness
2) Mengecek dampak penelitian.Baik dampak kehadiran peneliti
terhadap subyek penelitian ataupun dampak subyek penelitian
terhadap peneliti
3) Mempertimbangkan bukti bukti atau fakta fakta
4) Membandingkan kesimpulan dengan kesimpulan yang lain
5) Melakukan penelitian di tempat lain yang memiliki ciri ciri yang
sama dengan tempat penelitian pertama
6) Mendapatkan feedback dari subyek penelitian
Strategi dari lapangan ke teori akan dapat dilaksankan dengan baik apabila
terdapat dua kondisi.Pertama,jumlah variable yang akan diukur sedikit.Kalau
jumlah variable banyak,maka peneliti akan dihadapkan dengan tugas untuk
mengembangkan ciri ciri dari banyak variable dan juga dihadapkan dengan data
yang sangat banyak,sehingga tidak mungkin orang yang yang bersangkutan
menganalisis dan mengatur dengan cermat.Dengan demikian,usaha untuk
menemukan pola pola hubungan yang bermakna sulit sekali di
ketemukan.Kondisi kedua adalah di samping menemukan pola yang terjadi secara
ajeg,harus pula bisa diketemukan kondisi tertentu dimana keajegan itu terjadi.
Di balik kelebihan kelebihan strategi ini,terdapat pula beberapa
kelemahan kelemahan,antara lain yaitu data yang dikumpulkan dengan cara ini
101
102
karena ada harapan bahwa strategi ini dapat mencakup kebaikan kebaikan dan
membuang kelemahan kelemahan dari dua strategi terdahulu.
The Buttom up strategy memiliki kelebihan kelebihan,karena dengan
mengumpulkan data dengan tanpa memiliki kerangka teori disaku lebih
dahulu,memungkinkan seseorang dapat mengumpulkan data dan informasi yang
penting sebanyak mungkin untuk membangun pola pola perilaku atau interaksi
yang berlangsung dengan ajeg.Tetapi kelemahannya,karena data bisa tidak
terbatas bisa bisa data tersebut akan menjadi seseorang yang berusaha
mengembangkan teori tidak bisa bertindak apa apa.dipihak lain,dengan strategi
klasik ilmuwan yang mengembangkan teori bisa memusatkan perhatiannya
kepada sesuatu fenomena dan juga data yang dikumpulkam sesuai dengan
kerangka teori yang telah ada atau telah dikembangkan.Apa lagi,akan lebih efisien
apabila hanya data data yang relavan dan dibutuhkan yang dikumpulkan.Tetapi
strategi ini bisa jadi sesuatu yang sia sia kalau ukuran ukuran konkrit yang
dikembangkan ternyata tidak sesuai dengan konsep abstrak yang ada pada
kerangka teoritis.
Strategi komprehensive diharapkan akan lebih efisien dan akurat dalam
mengembangkan teori sosial.Strategi ini terdiri dari beberapa langkah kegiatan :
1) Tahap Eksploratori
2) Tahap Diskripsi
3) Tahap Eksplanatori
Dalam tahap eksploratori,seseorang yang mengembangkan teori bagaikan
memasuki daerah yang masih asing.Dia baru dalam tahap untuk memperoleh
gambaran yang jelas dan menyeluruh dari medan yang dihadapi.Seringkali,dalam
tahap ini orang tersebut belum memiliki problema yang jelas dan
pasti.Justru,dalam tahap inilah problema akan Diketengahkan.Oleh
karenanya,dalam tahap ini proses akan nampak sangat fleksibel.untuk mencapai
tujuan mendapatkan gambaran yang global dan menyeluruh dari keadaan yang
dihadapi maka jalan yang paling tepat adalah pengembang teori mencoba
mengumpulkan data sebanyak mungkin.
Pada tahap kedua,tahap diskripsi,data dan informasi yang telah
dikumpulkan disusun sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk
103
104
ada,sama sekali tidak dimaksutkan untuk member I kan penjelasan dan menarik
kesimpulan pada fenomena yang ada.Di samping itu pula,pada strategi
khomperensive ini,pengembang teopri hanya akan mengumpulkan data yang memang
sudah direncanakan,data ini diperkirakan bisa dipergunakan untuk membangun
penjelasan terhadap fenomena yang ada.Sedangkan pada strategi The Buttom up
data yang dikumpulkan tidak terbatas.
Strategi khomperensive di samping memiliki perbedaan dengan strategi klasik
maupun strategi the buttom up,juga memiliki kelebihan kelebihan.Apabila
pentahapan dilaksanakan sebagaimana mestinya,maka pada tahap eksplanatori untuk
menjelaskan fenomena yang ada,pengumpulan data yang berlebih lebihan harus
dihindarkan.
105
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Paradigma dan teori sosial merupakan teori dan pandangan yang tumbuh
dalam ilmu sosial. Paradigma dan teori sosial berjalan beriringan.
Walaupun terkadang paradigma yang tumbuh didalam masyarakat tidak
sejalan dengan teori sosial itu sendiri. Hal ini dikarenakan paradigma
tercipta berdasarkan latar belakang dan disiplin ilmu yang dipilih. Dalam
ilmu sosial seringkali dimasuki ilmu-ilmu lain. Maka dari itu pentingnya
paradigma sosial agar seorang sosialis memiliki kacamata sosial dan
dikuatkan lagi dengan teori-teori sosial yang ada.
B. Saran
Bagi pembaca : pembaca dapat melihat sebuah fenomena disekitar dengan
kacamata sosial. Hal ini dikarenakan semakin banyak sudut pandang yang
digunakan semakin tepat pula analisa dan strategi pemecahan masalah.
Bagi dosen : Dosen dapat membimbing mahasiswa dengan lebih baik
dalam menulis dan memahami materi teori dan paradigma sosial agar
pemahaman lebih maksimal.
106
DAFTAR PUSTAKA
Muchith, Abdul. 2014. Paradigma, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
Kajian Antropologi, (online),(http://edukasi.kompasiana.com
/2014/04/05/paradigma-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif-dalam-kajianantropologi-646667.html), diakses 11 Oktober 2014.
Harry, Rusandy. 2011. Sistem Sosial Budaya Indonesia, (online),
(http://rusandyharry.blogspot.com/2011/10/sistem-sosial-budayaindonesia.html), diakses 11 Oktober 2014.
Ade, Fitria. 2011. Teori Sibernatika, (online),
(http://fitriaade17.blogspot.com/2011/10/teori-sibernetika.html), diakses
11 Oktober 2014.
Hardian, Agung. 2012. Paradigma Sosial, (online),
(http://agunghardian.blogspot.com/2012/03/paradigma-sosial.html),
diakses 11 Oktober 2014.
Irnarahmawati. 2013. Paradigma Sosial, (online),
(http://irnarahmawati.wordpress.com/2012/12/25/paradigma-sosial/),
diakses 11 Oktober 2014.
Maya, Erika. 2013. Pengertian, Unsur dan Fungsi Sistem Sosial dan Budaya
Indonesia, (online),
(http://catatankecilerika.blogspot.com/2013/02/pengertian-unsur-danfungsi-sistem.html), diakses 11 Oktober 2014.
Jihadi, Hilman. 2012. Makalah Paradigma Sosial Dalam Masyarakat, (online),
(http://hart94isd.blogspot.com/2012/03/makalah-paradigma-sosialdalam.html), diakses 11 Oktober 2014.
(Online) (www.slideshare.net/yazerd/tsm-pokok2-pikiran-tsm), diakses 11
oktober 2014
(Online),(http://masnoer80.blogspot.com/2013/01/pengertian-ilmusosial.html), diakses tanggal 11 Oktober 2014
(Online)(http://nuraminsaleh.blogspot.com/2012/10/pengantar-ilmu-teoriperubahan-sosial.html), diakses 11 Oktober 2014.
(Online)(http://rushdiezhepa.blogspot.com/2012/08/paradigma-di-dalamteori-teori-ilmu.html), diakses 11 Oktober 2014.
107
108