Anda di halaman 1dari 108

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
(kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).[1] Paradigma juga
dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan
dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam
disiplin intelektual [2]
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang
merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang
berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang
berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik) [3]
Sedangkan Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran
pemikiran teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana
dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling
berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang
berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori
merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada
sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori
umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan
akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan
kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan
kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial dan
paradigma. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari
keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang dunia sosial dan
paradigmasosialmerupakankerangkaberpikirdalammasyarakat yang
menjelaskanbagaimanacarapandangterhadapfaktakehidupansosialdanperlakuanter
hadapilmuatauteori yang ada.

B. Rumusan Masalah
1). Apa itu definisi fungsi?
2). Apa saja fungsi teori?
3). Apa yang dimaksud dengan asumsi?
4). Apa pengertian paradigma?
5). Apa yang dimaksud dengan paradigma dan teori sosial?
6). Apa saja strategi pengembangan teori sosial?

C. Tujuan
1). Menjelaskan apa yang dimaksud dengan definisi fungsi.
2). Menjelaskan fungsi teori.
3). Menjelaskan apa yang dimaksud dengan asumsi.
4). Menjelaskan apa pengertian dari paradigma.
5). Menjelaskan apa yang dimaksud paradigma dan teori sosial.
6). Menjelaskan apa saja strategi dalam pengembangan teori sosial.

PEMBAHASAN

A. Difinisi Teori
Ada banyak ahli yang memberikan difinisi teori.Kerlinger (1973)
menyatakan teori adalah sekumpulan konsep, difinisi, dan proposisi yang
saling kait mengkait yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistimatis atas
fenomena yang ada dengan menunjukan secara spisifik hubungan-hubungan
diantara variable-variable yang terkait dalam fenomena, dengan tujuan
memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenomena tersebut. Gibbs (1972)
mendifinisikan teori sebagai suatu kumpulan statemen yang mempunyai
kaitan logis, merupakan cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat-sifat
atau ciri-ciri suatu klas, peristiwa atau sesuatu benda. Ahli lain, Hage (1972)
menyatakan bahwa teori harus mengandung tidak hanya konsep dan statemen
tetapi juga difinisi, baik difinisi teoritis maupun difinisi operasional dan
hubungan logis yang bersifat teoritis dan operasional antara konsep atau
statemen tersebut. Konsep dan difinisi harus disusun ke dalam "primitive" dan
"derived", statemen dan hubungan harus disusun kedalam premis dan
persamaan. Dari beberapa difinisi yang dikemukakan diatas dapatlah ditarik
suatu kesimpulan bahwa suatu teori harus : (a) mengandung konsep, difinisi,
dan proposisi, (b) ada hubungan logis diantara konsep-konsep, difinisidifinisi, dan proposisi-proposisi, (c) hubungan-hubungan tersebut
menunjukkan atau merupakan cermin fenomena sosial, (d) dengan demikian
teori dapat digunakan untuk eksplanasi dan prediksi.
Proposisi merupakan suatu pernyataan yang mengandung dua konsep
atau lebih. Sedangkan sesuatu bias digunakan untuk eksplanasi dan prediksi
atas sesuatu yang lain, jikalau antara keduanya ada hubungan yang bersifat
kausal. Dengan demikian berdasarkan difinisi-difinisi diatas dapatlah
dikembangkan suatu difinisi teori, yakni sekumpulan proposisi yang
menunjukan hubungan kausal diantara konsep atau variable-variable yang
terkandung dalam proposisi tersebut*).
*Dr.Zamroni. PENGANTAR PENGEMBANGAN TEORI SOSIAL.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta.

Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria : (a) kriteria ideal dan
(b) kriteria pragmatis (Black and Champion 1976). Kriteria ideal
mengemukakan bahwa suatu tfiori akan dapat diakui apabila memenuhi
pensyaratan berikut :
1) Sekumpulan ide yang dikemukakan mempunyai hubungan login dan
konsisten.
2) Sekumpulan ide-ide yang dikemukakan harus mencakup seluruh
variable yang diperlukan untuk menerangkan fenomena yang di
hadapi.
3) Kumpulan ide-ide tersebut mengandung proposisi-proposisi dimana
ide yang satu dengan yang lain tidak tumpang tindih.
4) Kumpulan ide-ide tersebut dapat dites secara empiris.
Sedangkan kriteria pragmatis mengemukakan bahwa ide-ide dikatakan
sebagai teori kalau ide-ide tersebut memiliki :
1) asumsi dan paradigma.
2) Frame reference, yakni kerangka fikir yang mengidentifikasi aspekaspek kehidupan sosial yang akan diuji secara empiris.
3) Konsep-konsep, yakni abstraksi atau simbol sebagai ujud sesuatuide.
4) Variable, yakni penjabaran konsep yang mengandung dimensi.
5) Proposisi, yakni hubungan antara konsep.
6) Hubungan yang sistimatis dan bersifat kausal diantara konsep-konsep
dan proposisi-proposisi tersebut.
Teori sosial merupakan pencerminan dari kenyataan sosial.Tetapi tidak
pernah atau jarang teori sosial tersebut cocok seratus persen dengan
kenyataan.Kalau model dari realitas sosial itu cocok seratus persen dengan
kenyataan maka kita membicarakan pengetahuan sosial, yakni suatu
rangkuman hukum-hukum sosial yang mendiskripsikan realitas sosial. Teori
sosial berusaha untuk bisa mendekati pengetahuan sosial, tetapi tidak akan
bisa persis. Hage (1976) menjelaskan pernyataan jarak antara teori sosial
dengan ilmu pengetahuan sosial dengan gambar di bawah ini.

ILMU
STOPE
&
KETEPATAN

Grafik 1 : Hubungan antara teori sosial dan ilmu pengetahuan social.

Kembali pada pertanyaan, "Mengapa masih ada sementara penduduk


yang tidak mau ber KB?"Kita bisa mengembangkan teori untuk menjawab
pertanyaan tersebut.Misalnya, tingkat pendidikan dan pendapatan penduduk
mempengaruhi perilaku keluarga.Dengan pendidikan orang semakin sadar
kebutuhan pendidikan dan mahalnya beaya pendidikan. Maka ia bisa
mengantisipasi betapa besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyekolahkan anaknya. Sebaliknya orang yang berpendidikan relatif rendah
tidak akan berfikir sampai kesana. Oleh karenanya ia tidak
mempertimbangkan jumlah anak yang seharusnya dimiliki. Maka ia merasa
tidak perlu ikut KB. Betulkah jawaban ini bisa diterapkan di berbagai tempat
dan waktu?Jawabannya, kemungkinan besar tidak.Jawaban itu berlaku untuk
tempat dan mungkin waktu tertentu.Hal ini yang membedakan teori dari
hukum.
Hukum merupakan generalisasi yang bersifat universal, dimana
keberlakuannya tidak terbatas oleh tempat dan waktu, mengandung informasi
mendasar, serta memberikan diskripsi keberaturan suatu obyek yang bersifat
pasti.Sedang teori merupakan generalisasi yang merupakan kesimpulan
informasi dalam bentuk abstrak dan umum, yang dapat digunakan untuk
menerangkan atau memprediksi kenyataan tertentu yang tercakup dalam
skope teori (Freese, 1986). Tidak berbeda dengan Freese, Faia (1987)
mengemukakan bahwa setiap teori sosial terdiri dari serangkaian proposisi

yang satu sama lain saling kait-mengkait, yang dapat dibuktikan dengan fakta
yang ada dan dinyatakan dalam bentuk abstrak. Fungsi dari teori adaiah
untuk:
1) Sistimatisasi pengetahuan,
2) Eksplanasi, prediksi, dan kontrol sosial.
3) Mengembangkan hypothesis penelitian.
Teori perlu dinyatakan dalam bentuk abstrak agar bisa digeneralisir
dalam kasus yang lebih luas, yang meliputi waktu dan tempat yang berbeda.
Namun, karena teori dinyatakan dalam bentuk abstrak maka perlu ada
penafsiran yang sama tentang makna konsep yang abstrak tersebut dari para
ilmiawan atau pembaca. Misalnya, proposisi yang menyatakan bahwa
perkembangan industrialisasi erat hubungannya dengan kehidupan demokrasi
suatu masyarakat. Para pembaca harus mempunyai kesamaan pendapat
tentang apa yang dimaksud dengan industrialisasi dan demokrasi. Sebab dua
istilah tersebut bisa ditafsirkan berbeda.Disamping itu, karena teori rnemiliki
fungsi guna ekplanasi, prediksi dan mungkin sosial kontrol, maka setiap teori
harus didukungoleh fakta. Ketiga hal tersebut, abstrak, penafsiran yang sama,
dan ditopang oleh fakta yang ada merupakan ciri-ciri dari teori.

B. Fungsi Teori
Sebagaimana telah disinggung di muka, teori memiliki, paling tidak
tiga fungsi :
1) Untuk sistimatisasi pengetahuan,
2) Untuk eksplanasi, prediksi, dan kontrol sosial, dan
3) Untuk mengembangkan hipotesa.
Masing-masing fungsi tersebut akandibahas lebih detail satu persatu.

Sistimatisasi pengetahuan.
Kegunaan pertama dari teori adalah untuk sistimastiasi pengetahuan
atau disebut typologies.Setiap konsep dapat digunakan untuk kategorisasi dan
klasifikasi.Misalnya, individu dapat diklasifikasikan menurut tinggi badan,
berat badan, kekuatan badan (ciri-ciri fisik), sikap, lopyalitas, dan sebagainya.

Kategorisasi dan klasifikasi dapat dilaksanakan dengan lewat beberapa


cara, antara lain : artikulasi, logika yang runtut dan tepat,pertimbangan situasi
yang kondisi dan pertimbangan pola berfikirresponden (lihat, misalnya, Black
& Champion, 1976). Dengan artikulasi berarti informasi yang ada
diklasifikasi dan dikategorisasikan menurut skopenya, dari yang bersifat
umum sampai kategori yangbersifat khusus.Dengan demikian, informasi yang
ada bisa dengan cepatdikaji dan difahami.Logika yang tepat digunakan untuk
menyusunklasifikasi informasi atau pengetahuan agar klasifikasi tersebut
tidak tumpang tindih. Apabilaobyek sudah diklasifikasikan menurut
beberapaaspek dalam waktu yang sama, maka setiap aspek harus memiliki
kategori-kategori sendiri-sendiri. Dalam melaksanakan klasifikasi ini
masalahsituasi dan kondisi harus dipertimbangkan. Disamping
mempertimbangkan klasifikasi atas obyek atau informasi tertentu, harus
puladipertimbangkan kerangka fikir responden sehingga klasifikasi akanjelas
dan tepat.
Eksplanasi, prediksi dan kontrol sosial.
Kegunaan teori yang kedua adalah untuk eksplanasi, prediksi dan
kontrol sosial.Eksplanasi berhubungan dengan peristiwa yang telah terjadi,
prediksi berhubungan dengan peristiwa yang akan terjadi, dankontrol sosial
berhubungan dengan usaha untuk menguasai atau mempengaruhi peristiwa
yang akan terjadi tersebut. Kegunaan teori ketiga adalah sebagai dasar untuk
mengembangkan hipothesis penelitian.Kegunaan terakhir ini pada dasarnya
menguji keabsyahan suatu teori untuk digeneralisir pada skope yang lebih
luas.
Eksplanasi mempunyai arti umum yakni menjadikan sesuatu menjadi
jelas atau lebih jelas.Untuk mengawali pembahasan tentang eksplanasi,
kiranya perlu dibahas hubungan antara eksplanasi dan korelasi.
Eksplanasi erat hubungannya dengan konsep korelasi dan konsep
statistik yang lain. Suatu koefisien korelasi adalah angka yang menunjukkan
seberapa besar dan bagaimaan arah hubungan satu variable dengan variable
yang lain. Hubungan positif berarti kenaikan atau penurunan pada satu
variable secara sistimatis ada hubungannya dengan perubahan pada variable

yang lain dengan arah yang sama. Misalnya perubahan posisi atau pangkat
dengan pendapatan. Hubungan negatif berarti perubahan pada satu variable
secara sistimatis ada hubungannya dengan perubahan pada variable yang lain
dengan arah yang berlawanan. Kuat lemahnya hubungan antara dua variable
ditunjukkan oleh besar kecil nilai koefisien.Nilai koefisien bergeser dari 0 dan
1 baik plus maupun minus.Adanya korelasi tidaklah berarti memberikan
eksplanasi.Namun, setiap eksplanasi pasti mengandung korelasi. Kita bisa
mengatakan suatu variable mempengaruhi variable yang lain kalau diantara
kedua variable tersebut mempunyai korelasi, baik positif maupun negatif,
linier maupun non linier. Tanpa adanya korelasi tidak mungkin ada
eksplanasi. Misalnya, suatu kelompok murid, sebut group A, memiliki nilai
rata-rata lebih tinggi dari kelompok murid grup B, "karena murid pada
kelompok A lebih banyak menggunakan waktu untuk belajar". Kalau dalam
penelitian tidak diketemukan korelasi antara waktu yang digunakan untuk
belajar dan prestasi belajar, maka eksplanasi yang kita berikan adalah
salah.Namun bukan korelasi yang penting.Sebab korelasi hanya merupakan
statemen bahwa Jam belajar ada hubungannya dengan prestasi.Tetapi korelasi
tidak mengatakan apa-apa tentang MENGAPA.Singkatnya, tidak adanya
korelasi bisa menggugurkan eksplanasi, namun korelasi bukan eksplanasi atau
membuktikan adanya eksplanasi.
Ada dua hal yang menyebabkan korelasi tidak mesti menunjukan
adanya eksplanasi.Pertama, hubungan seringkali bersifat spurious
(palsu).Yakni adanya korelasi antara dua variable dikarenakan ada variable
lain yang mempengaruhinya. Misalnya, langganan surat kabar berkorelasi
dengan prestasi anak. Karena dengan berlangganan surat kabar anak akan
terangsang untuk membaca, sehingga berarti anak praktek membaca.
Disamping itu pengetahuan anak didik bertambah luas. Namun demikian, ada
variable lain yang menyebabkan hubungan antara berlangganan surat kabar
dan prestasi anak menjadi hubungan yang bersifat spurious (palsu). Yakni
latar belakang keluarga.Ada keluarga yang orang tuanya selalu mendorong
dan membantu anak-anak mereka dalam menyelesaikan pekerjaan
rumah.Sedangkan ada pula keluarga yang tidak mau tahu tentang pekerjaan

sekolah anak-anaknya. Jadi variable keterlibatan orang tua tersebut


mempengaruhi hubungan antara langganan surat kabar dan prestasi sekolah
diatas. Kedua, suatu korelasi hanya menyatakan bahwa antara kedua variable
terdapat hubungan yang sistimatis. Korelasi tidak menyatakan satu variable
berpengaruh atau menjadi sebab atas perubahan pada variable yang lain.
Menurin Chiafetz (1978) dan Bailey (1978), ada beberapa macam
bentuk eksplanasi: (a) eksplanasi bersifat keharusan, (b) eksplanasi
terpenuhinya faktor cukup, (c) eksplanasi fungsional, (d) eksplanasi genetic,
(e) eksplanasi niat, (f) eksplanasi disposisi, (g) eksplanasi analisis, (h)
eksplanasi lewat penelitian empiris, (i) eksplanasi berdasarkan teori formal.
Eksplanasi yang bersifat keharusan artinya adanya suatu variable
merupakan keharusan untuk terjadinya variable yang lain. Tetapi adanya
variable itu tidak mesti menjadikan adanya variable yang kedua.Misalnya,
adanya hujan pasti ditunjukan terdapatnya mendung sebelum hujan turun.
Tetapi kalau ada mendung tidak berarti pasti akan turun hujan.
Eksplanasi yang bersifat terpenuhi faktor cukup.Eksplanasi yang
mencakup unsur cukup adalah suatu eksplanasi dimana variable yang ada
pasti merupakan penyebab dari variable tergantung, meski ada variable lain
yang bisa menyebabkan terjadinya variable tergantung tersebut. Misalnya,
gigitan ular cobra menyebabkan seseorang sakit, dan kalau tidak tertolong
bisa mati, tetapi kematian seseorang bisa juga di sebabkan oleh hal yang lain.
Eksplanasi yang bersifat genetic memberikan penjelasan atas suatu
fenomena dengan mentelusuri riwayat perkembangan dan asalmula
fenomena. Misalnya, di Amerika Serikat, mengapa orang-orang Negro
berbakat dalam menyanyi?Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya tokohtokoh penyanyi atau musisi yang berkulit hitam. Ahli akan menjelaskan
fenomena ini dengan mengkaji asal mula dan perkembangan kelompok negro
ini. Teori akan menjelaskan bahwa pada masa lampau di benua Amerika,
orang negro merupakan budak-budak yang didatangkan dari Afrika. Karena
unsur rasialisme masih tinggi, maka budak ini merupakan masyarakat kelas
rendah.Konskwensinya, masyarakat ini tidak boleh dan tidak di beri
kesempatan untuk belajar. Oleh karena itu tidak saja sekolah untuk orang

negro tidak ada, bahwa memberikan pelajaran kepada orang negro pun tidak
di perbolehkan dan bagi yang melanggar akan mendapat hukuman. Termasuk
juga orang negro tidak diperbolehkan belajar agama. Namun demikian, bagi
para rohaniawan, larangan ini tidak sepenuhnya ditaati. Mereka ingin
mengajari orang negro belajar agama. Tetapi karena dilarang, maka para
rohaniawan memberikan pelajaran kepada orang negro dengan perantaraan
kegiatan bernyanyi, dimana nyanyian ini merupakan pujian-pujian kepada
Tuhan. Oleh karena satu-satunya alat komunikasi belajar hanya nyanyi, orangorang negro betul-betul menghayati nyanyian tersebut. Penghayatan dan rasa
menyatu dengan nyanyian ini sampai sekarang masih menjadi ciri orangorang negro.
Eksplanasi intention (niat) merupakan penjelasan sesuatu masalah atau
perilaku berdasarkan niat yang ada.Biasanya eksplanasi ini diterapkan pada
obyek secara individual.Jadi eksplanasi bentuk ini menjelaskan perilaku
seseorang berdasarkan niat yang dimiliki orang bersangkutan. Oleh karena itu
kalau ada perilaku seseorang yang aneh misalnya, ada seseorang yang
membuat mengeluarkan issue bahwa Bendaharawan suatu Universitas
,katakanlah Universitas X, menaikan harga pembelian tanah yang dibeli oleh
Universitas tersebut dari harga semula Rp. 2000,- menjadi harga Rp. 10.000,per m2. Kalau berita itu tidak benar ataupun benar, kita bisa mempertanyakan
apakah motif ia mengeluarkan issue tersebut, dimana jelas-jelas adanya issue
tersebut menyebabkan keresahan dikalangan mahasiswa dan pimpinan
universitas beserta segenap pegawainya, Eksplanasi atas perilaku orang
tersebut akan dapat diterangkan didasarkan niat yang bersangkutan
mengeluarkan issue.
Pada level aplikasi, eksplanasi sikap atau disposisi sama dengan
eksplanasi intenton, yakni level individual. Eksplanas ini menjelaskan
perilaku seseorang berdasarkan sikap atau kecenderungan yang bersangkutan
akan sesuatu hal. Misalnya, mengapa A merokok Gudang Garam, mengapa
tidak merokok Bentul. Perilaku tersebut bisa dijelaskan dari sikap A terhadap
berbagai merek rokok yang ada.

10

Eksplanasi analisis ingin menjelaskan sesuatu masalah atau perilaku


dengan mendasarkarn pada alasan-alasan tertentu.Alasan ini mirip dengan
eksplanasi sikap dan eksplanasi intention.Malahan dua bentuk eksplanasi
yang terakhir bisa dicakup pada eksplanasi alasan.Alasan yang dikemukakan
bersumberkan pada pengalaman hidup dan kehidupan sehari-hari yang
dijalani oleh diri seseorang sendiri.
Eksplanasi yang berskope individual, yakni eksplanasi intention,
eksplanasi disposition, dan eksplanasi analisis atau alasan, tidak banyak
manfaatnya untuk memberikan jawaban atas problema sosial yang
mempunyai level makro.Sedang eksplanasi genetik, meski juga bersifat
individual, masih mempunyai arti yang penting dalam memecahkan masalahmasalah sosial.Misalnya, mengapa ada seseorang menjadi begitu ekstreem,
sehingga begitu berani membajak pesawat udara dan menembak penumpang
dengan sadis. Seseorang yang melakukan penelitian dibidang gerakan ekstrim
ini mungkin akan muncul dengan eksplanasi genetic. Peneliti akan
memberikan penjelasan bahwa orang-orang ekstrim pada masa kecil sudah
dididik dengan kekerasan. Orang tuanya sering bertengkar, dan malahan
berkelahi di hadapan anak.Anak sejak kecil sudah biasa menerima pukulan
tangan baik dari ayah ataupun ibu.Sehingga anak di rumah tidak memiliki rasa
aman dan perlindungan.Menginjak remaja anak tersebut sudah kenal dengan
kelompok-kelompok sebaya yang beraliran keras.Sehingga anak tidak kenal
rasa takut dan rasa betas kasihan. Sebab dia sendiri tidak pernah mendapatkan
rasa kasihan, apalagi sayang dari orang lain. Anak semacam ini pada dasarnya
ingin mendapatkan pengakuan. Maka ketika ada fihak-fihak yang membakar
dan mempengaruhinya, ia dengan mudah mengambil keputusan untuk
melakukan sesuatu tindak ekstrim. Alasan ini masih bisa untuk di generalisir
dan untuk menganalisi masalah sosial secara makro. Eksplanasi intention,
akanmemberikan penjelasan bahwa tindak ekstrim seorang pemuda pada
dasarnya erat kaitannya dengan niat seseorang untuk di kenal secara luas dan
mendapatkan predikat "pemberani". Eksplanasi disposisi (kecenderungan)
akan menjelaskan bahwa seseorang yang ekstrim memang memiliki
kecenderungan untuk bertindak keras dan sadis kepada setiap orang yang

11

dianggap mendukung tindak korupsi. Oleh karenanya ia tidak segan-segan


berbuat yang menurut dirinya merupakan usaha untuk memberantas korupsi.
Sedang, eksplanasi alasan akan menjelaskan bahwa seseorang melakukan
tindak ekstrim, karena pada dasarnya tindak ekstrim ini pasti hadir pada setiap
masa.
Pada dasarnya, dalam penelitian sosial peneliti bermaksud untuk
mengetahui kasus secara umum atau dengar kata lain alasan
yangdikemukakan bisa diberlakukan secara umum. Namun, eksplanasi yang
bersifat genetik, intention, disposition, dan eksplanasi alasan sangat bersifat
individual.Oleh karenanya eksplanasi tersebut sulit untuk bisa
digeneralisir.Sehubungan dengan kelemahan eksplanasi tersebut di atas, para
peneliti cenderung menggunakan eksplanasi yang dapat digunakan pada
masyarakat atau paling tidak sekelompok orang sebagai unit analisis.Untuk
keperluan ini eksplanasi fungsional, "formal deductive theory" dan induksi
empirik dapat digunakan.Kadangkala penggunaan berbagai eksplanasi
tersebut bisa di kombinasikan.
Eksplanasi teori formal bermaksud memberikan penjelasan dengan
berdasarkan axioma yang ada.Jadi eksplanasi ini diberikan dengan
mendasarkan pada axioma yang kebenarannya tidak perlu diragukan
lagi.Dengan kata lain eksplanasi teori formal ini mempunyai asumsi bahwa
axioma yang di gunakan sebagai dasar pengembangan eksplanasi adateh
sudah merupakan suatu kebenaran yang tidak perlu diuji lagi. Misalnya,
Jika ada A akan ada B,
Jikaada B akan ada C,
Jadi jika ada A kemudian ada C,

Kebenaran statemen pertama dan kedua sudah tidak perlu


diperdebatkan lagi, karena merupakan asumsi yang harus diikuti. Contoh lain,
misalnya
A = fungsi (B)
B = fungsi (C)

12

Jadi A = fungsi (C)


Eksplanasi fungsional merupakan salah satu fungsi eksplanasi yang
sering digunakan.Untuk memahami eksplanasi ini perlu kita fahami dahulu
konsep sistem, umpan balik (feedback) dan keseimbangan (equilibrium).
Suatu sistem adalah suatu interaksi dari serangkaian faktor atau variable,
dimana adanya perubahan pada suatu variable atau faktor akan mengakibatkan
adanya perubahan pada faktor atau variable yang lain. Dalam khazanah ilmu
sosial, sistem ini bisa bersifat terbuka dan tertutup.Sistem disebut tertutup
apabila seluruh faktor yang mempengaruhi variable tergantung dapat
diujudkan dalam sistem tersebut.Sedang sistem disebut terbuka apabila tidak
seluruh variableyang mempengaruhi variable tergantung dapat dirangkum
dalam sistim.Para ilmuawan sosial sadar bahwa masih ada variable yang
berpengaruh terhadap fenomena yang dihadapi, tetapi mereka tidak sanggup
mengidentifikasikan.Dan memang ini merupakan suatu kenyataan yang tidak
bisa dipecahkan pada penelitian-penelitian sosial.Suatu contoh penelitian
tentang mengapa ada murid yang berhasil dalam studi dengan nilai yang baik
dan cemerlang sementara ada murid yang sedang-sedang saja dan bahkan ada
murid yang gagal dalam studinya.Penelitian telah banyak mengungkap
variable-variable yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan anak dalam
belajar.Tetapi, variable yang ada tersebut belum dapat menjelaskan secara
tuntas.Karena masih saja ada variable yang berpengaruh yang belum dapat
diidentifikasikan. Dengan kata lain varian dari keberhasilan belajar tersebut
belum seratus persen dapat dijelaskan oleh variable yang ada. Dengan istilah
statistik masih saja ada residual atau Koefisien determinasi belum bisa 1.Lain
kalau di bidang penelitian natural sciences di laboraturium,dimana faktor
penyebab dapat di identifikasi dan di kendalikan sepenuhnya.Dan inilah salah
satu kelemahan penelitian sosial.
Umpan balik (feedback) adalah perubahan yang terjadi pada suatu
variable dikarenakan variable penyebab, akan memberikan dampak balik
yangberpengaruh pada variable penyebab tersebut. Sehingga proses yang
terjadi bisa berupa sebab akibat yang berganda. Misal, suatu proses
penerimaan masyarakat terhadap program keluarga berencana. Proses ini

13

dimulai dengan adanya informasi atau pesan yang diterima individu-individu


sebagai anggota masyarakat.

PEMBERI INFORMASI
ATAU PESAN

INDIVIDU

Informasi ini oleh individu akan diolah dengan berdasarkan informasi dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam pikirannya akan muncul
suatu kesimpulan apa akibat yang timbul apabila ia ikut keluarga berencana
sebagaimana pesan yang ia peroleh. Disamping itu ia akan mempunyai
evaluasi atau pernilaian tentang akibat dari keikutsertaan keluarga berencana
tersebut. Dengan kata lain, informasi atau pesan yang diterima akan
menimbulkan "keyakinan" atau belief.

INFORMASI

KEYAKINAN (BELIEF)

Keyakinan yang dimiliki oleh individu akan menimbulkan sikap


tertentu terhadap keikutsertaannya dalam program keluarga berencana.la akan
memberikan kesetujuannya atau ketidak setujuannya mengikuti program
keluarga berencana.

KEYAKINAN (BELIEF)

SIKAP

Tahap berikutnya, disposisi setuju atau tidak setuju ataupun netral


terhadap partisipasi dalam program berencana akan menimbulkan niat tertentu
(intention). Kalau ia setuju untuk ikut keluarga berencana akan muncul dalam
dirinya niat untuk ikut keluarga berencana. Sebaliknya, seseorang yang
bersikap ragu-ragu atau tidak setuju terhadap keikutsertaan dalam program
keluarga berencana dalam dirinya tidak akan timbul niat untuk ikut keluarga
berencana.

SIKAP

NIAT

14

Adanya niat pada diri seseorang akan menimbulkan pada diri yang
bersangkutan untuk bertindak atau berperilaku tertentu sesuai dengan niatnya.
Niat untuk ikut keluarga berencana yang ada pada seseorang akan
menimbulkan partisipasi aktif dari yang bersangkutan dalam keluarga
berencana. Hubungan tersebut akan timbul dengan asumsi bahwa individu
yang bersangkutan bertindak secara rasional, artinya segala perilaku
dilaksanakan tidak dengan keterpaksaan tetapi betul-betul berdasarkan
keyakinan dari dalam diri sendiri. Serentetan hubungan tersebut dapat
diujudkan sebagai berikut.

INFORMASI

KEYAK!NAN

SIKAP

NIAT

TINDAKAN
(PESAN)

(BELIEF)

Perlu dicatat, bahwa pengalaman dalam ikut program keluarga


berencana, senang atau susah, manis atau pahit, akan memberikan pengaruh
balik terhadap keyakinan dan sikap terhadap keikutsertaannya dalam program
keluarga berencana tersebut. Pengaruh balik itu di sebut "feedback", yang
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

INFORMASI

KEYAKINAN

SIKAP

NIAT

TINDAKAN

Feedback yang timbul mendatangkan dua kemungkinan.Pertama memperkuat


keyakinan dan sikap untuk terus ikut keluarga berencanaatau, kedua
sebaliknya, memperlemah keyakinan dan sikap untuk ikut keluarga
berencana. Dengan kata lain, feedback bisa bersifat positif atau negatif. Satu
contoh lagi konsep feedback dapat dikaji pada gambar berikut tentang proses
ekonomi.

15

OUTPUT

INVESTASI

(-)

(+)

RE-INVEINVESTASI

DEPRESIASI

Investasi yang ditanamkan akan menentukan output industri. Secara


matematis semakin besar modal yang ditanam dalam suatu industri semakin
besar output yang akan dihasilkan. Output tersebut tidak semua akan
digunakan untuk keperluan konsumsi, tetapi sebagian akan di-kembalikan
untuk ditanamkan kembali sebagai investasi baru, dengan kata lain sebagian
output merupakan feedback positif terhadap investasi. Sebaliknya, modal
yang ditanamkan mengalami penyusutan, baik karena pabriknya semakin tua
ataupun adanya inflasi, sehingga penyusutan ini berarti menimbulkan adanya
feedback negatif.
Keseimbangan (equilibrium) adalah suatu keadaan dimana dalam
suatu sistem ada kecenderungan timbul kontra aksi dari timbulnya aksi yang
akan menstabilisir keadaan yang ada. Contoh yang banyak dikemukakan
adalah air condition yang bersifat otomatis. Apabila mesin pendingin
dihidupkan dan udara sudah mencapai suhu tertentu, maka secara otomatis
mesin pendingin akan berhenti. Nanti kalau suhu sudah kembali panas sampai
pada titik tertentu mesin pendingin akan hidup kembali. Banyak ahli ilmu
sosial menyetujui dan banyak juga yang menolak konsep keseimbangan pada
sistem sosial.
Eksplanasi fungsional menjelaskan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Misalnya, mengapa harga saham di pasar saham di New York merosot jatuh?
Ahli ekonomi moneter bisa menjelaskan bahwa kejatuhan harga saham di

16

pasar modal karena bank di Amerika menaikan suku bunga. Sehingga bagi
masyarakat dengan tingkat suku bunga yangtinggi itu orang akan lebih untung
untuk menanamkan uang di bank daripada menanamkan uang di pasar modal.
Disamping itu, nilai dollar terus menerus turun. Hal ini berarti nilai uang yang
ia miliki merosot terus. Oleh karenanya masyarakat menjual saham yang ia
miliki untuk kemudian uangnya di tanamkan di Bank dalam ujud mata uang
asing yang kuat. Kalau yang menjual saham itu tidak banyak tidak menjadi
masalah.Baru menjadi masalah karena semua orang bermaksud menjual
saham tersebut.Olah karenanya orang berlomba-lomba menjual
sahamnya.Akibatnya antara penawaran dan permintaan tidak
imbang.Penawaran saham jauh lebih tinggi dari pada permintaan
saham.Akibatnya, jelas harga saham merosot drastis. Ambilah contoh lain,
mengapa solidaritas masyarakat Iran tinggi? Orang bisa menjawab karena
masyarakat Iran terus menerus menghadapi konflik.Adanya konflik
menyebabkan masyarakat membutuhkan rasa aman.Rasa aman ini diperoleh
dengan mengembangkan solidaritas.
Eksplanasi induksi empiris adalah penjelasan sesuatu problema yang
dihadapi lewat suatu penelitian empiris.Jadi jawaban dikembangkan
berdasarkan fakta yang ada dilapangan.
Menurut Chafetz (1973) dalam eksplanasi ditemui dua kejanggalan:
tautology dan teleology. Tautology adalah suatu eksplanasi yang
menerangkan keadaan, tetapi pada hakekatnya eksplanasi tersebut hanya
mengulang apa yang sudah ada. Memang pernyataan tersebut secara difinisi
betul; hal tersebut tidak bisa dibantah lagi. Sehingga eksplanasi yang
diberikan nampak berputar-putar tidak menjawab permasalahan. Misalnya,
mengapa si Guntur naik kelas?Jawabnya : sebab nilai rapornya baik. Jawaban
tersebut tidak salah. Eksplanasi yang bersifat teleology adalah eksplanasi yang
sebenarnya menggunakan keadaan yang diinginkan terjadi dimasa
mendatang. Misalnya, mengapa si Mega rajin belajar.Jawabnya : "biar naik
kelas". Sesungguhnya naik kelas ini merupakan keadaan yang akan terjadi
dimasa mendatang yang merupakan antisipasi dari rajin belajar.

17

Kegunaan lain dari teori adalah untuk/prediksi. Prediksi adalah suatu


statement tentang apa yang terjadi diwaktu mendatang berdasarkan suatu
teori. Konsep yang mirip dengan prediksi adalah ekstrapolasi. Yakni
pernyataan keadaan yang akan terjadi di waktu yang akan datang sebagai
kelanjutan trend yang sudah berlangsung. Misalnya, dengan adanya data
pertumbuhan penduduk selama waktu yang telah lalu, katakanlah
pertumbuhan penduduk dari tahun 1950 sampai th. 1970, kita bisa
memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 1990 dengan ekstrapolasi.
240
180
240

90
45
1950 1970
1990
2010
45
GRAFIK2 :EKSTRAPOLASI PERKEMBANGAN PENDUDUK
Berbeda dengan ekstrapolasi, prediksi didasarkan atas pengetahuan
yang kita miliki dibalik trend yang ada. Jadi kita memperkirakan pertumbuhan
penduduk dimasa depan berdasarkan trend dan alasan-alasan terdapatnya
trend tersebut. Misalnya, pada tahun-tahun 1950 sampai dengan 1970
pertumbuhan penduduk tinggi karena pendidikan penduduk masih rendah,
fasilitas kesehatan masih terbatas, pekerjaan untuk wanita diluar rumah tangga
masih sempit, Oleh karenanya, adanya pengetahuan tentang perubahan pada
kesempatan kerja bagi wanita, pendidikan, fasilitas kesehatan, bisa digunakan
untuk memprediksi pertumbuhan penduduk di masa depan. Adanya
perubahan-perubahan pada variable tersebut akan menyebabkan perubahan
pula pada fertilitas dan mortalitas. Yang seterusnya akan mempengaruhi
pertumbuhan penduduk. Oleh karenanya, ketepatan predisksi tersebut.

18

Biasanya, prediksi tidak hanya terdiri dari satu model, tetapi terdiri
dari:
Guru
dalam
ribuan

700

II
III

500
400
300
200
1966 1971

1976

1981

1986

1991

1996

GRAFIK 3 : Prediksi kebutuhan guru SD sampai tahun 2001.

Grafik di atas terdiri dari tiga model.Pertama prediksi dengan asumsi


perkembangan yang tinggi (prediksi tinggi).Kedua dengan asumsi
perkembangan kebutuhan guru dan kemampuan sedang (prediksi
sedang).Ketiga, prediksi dengan perkembangan kebutuhan guru dan
kemampuan menyediakan fasilitas rendah (prediksi rendah).
Apakah prediksi mesti selamanya tepat.Jelas tidak.Namanya saja
prediksi.llmuwan sosial selamanya tidak bisa mengontrol semua variable yang
ada dan yang mempengaruhi variable yang diteliti. Oleh karenanya, prediksi
dalam ilmu sosial sering disebut "Stochastic", yang artinya mirip dengan
probabilitas.Prediksi dalam ilmu sosial memang banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang terjadi diluar dugaan.Kadangkala faktor tersebut berupa
interaksi antara fenomena yang ada pada suatu waktu dan tempat tertentu.Hal
itu memang sulit untuk diduga.
Teori bias digunakan untuk mengadakan control social. Suatu teori
dalam banyak hal mempunyai hubungan yang erat dengan fenomena sosial.
Berdasarkan hubungan itu manusia bisa bertindak sebagai "men of action",
mempengaruhi atau memanipulasi variable untuk mempengaruhi variable
yang lain kearah yang diinginkan. Dalam kaitan ini, para ilmuwan di bidang
sosial lebih untung bila dibandingkan dengan ilmuawan di bidang geologi
atau astronomi yang menghadapi fenomena alam, misalnya, Gempa bumi.
Para ahli geologi saat ini bisa meramalkan gempa yang akan terjadi, berapa

19

kekuatannya, luasdaerah dan pusat gempa. Tetapi ahli geologi tidak bisa
mempengaruhi, mencegah atau menunda terjadinya gempa.Paling-paling para
ahli geologi hanya bisa memberikan peringatan agar masyarakat bersiap-siap
untuk meninggalkan daerah gempa.

Pengembangan hipothesis
Suatu penelitian yang merupakan serangkaian kegiatan, mulai dari
menemukanproblema sampai menarik kesimpulan, pada dasarnya bertujuan
untuk mentest suatu hipothesis. Dalam suatu penelitian hipothesis dibangun
berdasarkan teori-teori yang telah ada.Sehingga tanpa adanya teori sulit untuk
bisa mengembangkan hipothesis penelitian yang baik.Dengan hipothesis, si
peneliti mempertanyakan keabsyahan suatu teori dengan kenyataan yang ada.
Kalau hipothesis cocok dengan kenyataan, maka hipothesis tersebut akan
menjadi teori baru yang lebih mantap atau lebih luas dari pada teori yang
digunakan untuk mengembangka hipothesis. Dan memang inilah hakekat
suatu penelitian.
Sebagai contoh fungsi teori, misalnya, teori transisi demografi, yang
menerangkan sebab-sebab perbedaan dan penurunan fertilitas. Perkembangan
suatu masyarakat dapat dibagi kedalam tiga tahap : tahap masyarakat
tradisional, masyarakat transisi dan masyarakat modern. Pada masyarakat
tradisional angka pertumbuhan penduduk rendah.Sebab angka kelahiran tinggi
tetapi angka kematian juga tinggi.Sedang pada masyarakat modern, angka
pertumbuhan penduduk juga rendah, tetapi dengan penyebab yang berbeda,
yakni angka kelahiran rendah dan juga angka kamatian rendah.Sebaliknya
pada bentuk masyarakat tahap transisi, angka pertumbuhan penduduk tinggi,
sebab angka kelahiran tinggi, sedangkan angka kematian rendah.Perubahanperubahan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik menyebabkan mortalitas
turun.Dalam keadaan fertilitas tetap, mortalitasturun, maka angka
pertambahan penduduk meningkat. Perubahan kondisi sosial ekonomi akan
meningkatkan urbanisasi. Perubahan kondisi sosial ekonomi akan
meningkatkan aspirasi harapan pendidikan untuk generasi baru. Perubahan

20

kondisi sosial ekonomi akan meningkatkan pendidikan penduduk. Perubahan


kondisi sosial ekonomi akan memberikan kesempatan pada wanita untuk
berpartisipasi dalam pekerjaan di luar rumah tangga. Pola kehidupan yang
semakin maju menyebabkan biaya untuk memelihara anak dan pendidikan
anak semakin tinggi. Pendidikan penduduk yang semakin tinggi akan
menurunkan angka fertilitas. Keterlibatan wanita pada pekerjaan di luar
rumah tangga akan menurunkan fertilitas. Semakin tinggi biaya untuk
memelihara dan menyekolahkan anak, orang tua cenderung mempunyai anak
sedikit.Perubahan kondisi sosial ekonomi menurunkan laju pertumbuhan
penduduk.Kegunaan pertama teori ini adalah untuk klasifikasi sesuatu
konsep.Misalnya, angka fertilitas rendah, tinggi dan sedang.Laju pertumbuhan
penduduk cepat sedang dan rendah.Negara maju dan sedang
berkembang.Kegunaan kedua adalah untuk eksplanasi, yakni menerangkan
suatu keadaan yang sudah terjadi.Mengapa di negara Bangladesh, laju
pertumbuhan penduduk cepat? Teori ini akan dapat memberikan uraian. Teori
ini juga bisa untuk memprediksi kalau kondisi sosial ekonomi suatu negara
semakin baik, maka angka laju pertumbuhan penduduk akan menurun.
Demikian pula, berdasarkan teori transisi demografi ini bisa dikontrol
perkembangan penduduk di masa mendatang.Artinya, kalau suatu negara
bermaksud untuk menurunkan laju pertambahan penduduk, maka negara yang
bersangkutan harus melaksanakan langkah-langkah berdasarkan teori,
misalnya pendidikan penduduk harus ditingkatkan, partisipasi wanita dalam
pekerjaan di luar rumah tangga harus diperluas, fasilitas kesehatan
diperbaiki.Berdasarkan teori transisi ini, para peneliti bisa mengembangkan
banyak hipothesis yang menyangkut perkembangan sosial ekonomi dan
kependudukan.
Suatu penelitian akan berhadapan dengan banyak problema dan data.
Memecahkan problema dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
tidak akan pernah selesai dan hasilnya tidak akan banyak berguna. Teori
akanmemberikan petunjuk pemecahan problema dan data apa yang diperlukan
dan bagaimana data tersebut diorganisasikan. Lebih penting lagi, teori akan
memberikan pertunjuk bagaimana data yang telah dikumpulkan tersebut

21

diintepretasikan. Chafetz (1978) menyatakan "... facts never "speak for


themselves"; they are always recognized as worthy of notice and understood
within some interpretive framework (p.11).
Apakah teori transisi demografi tersebut dapat digeneralisir pada
seluruh negara ?Jawabannya adalah belum tentu.Generalisasi teori sosial
bersifat hipothetical.Teori sosial seringkali disebut "hypothetical deductive
system, because it states deductive connections among hypotheses.The
premises of a theory are empirical hypotheses that explain the generalizations
they employ" (Brodbeck, 1968, p. 457).Dalam kaitan inilah, maka teori sosial
harus selalu diuji dan diperbaharui dan dikembangkan.Dari contoh teori
transisi demografi ini dapat dilihat perbedaan antara teori dan hukum. Hukum
permintaan dan penawaran, misalnya, selama ada kebebasan jual-beli dan
masyarakat memperoleh informasi yang benar, maka hukum permintaan
tersebut akan tetap berlaku. Demikian pula hukum alam, misalnya yang
menyatakan :
Jika volume gas tetap, meningkatnya temperatur akan menaikan
tekanan.
Hukum ini dapat dinegeralisir di manapun juga. Dengan hukum ini dapat
diterangkan mengapa ban sepeda pecah apabila sepeda tersebut diletakkan
dibawah terik matahari. Atau mengapa di Amerika, tekanan ban mobil untuk
summer sekitar 28, tetapi untuk winter bisa sekitar 31.
Namun demikian, karena kemajuan ilmu pengetahuan
memungkinkan suatu hukum berubah menjadi teori.Misalnya, hukum
gravitasi bumi. Dimana setiap benda mendapatkan daya tarik dari bumi,
sehingga setiap benda apabila dilempar akan jatuh kebumi. Tetapi dengan
kemajuan ilmu ruang angkasa, hukum gravitasi bumi ini tidak berlaku diruang
angkasa. Artinya apabila di ruang angkasa sesuatu benda di lempar benda
tersebut tidak akan jatuh di bumi, melainkan tepat melayang-layang. Dengan
dasar kemajuan ilmu ruang angkasa tersebut, kini sebagian ahli menyebut
"teori gravitasi", tidak "hukum gravitasi".

C. Asumsi

22

Suatu teori memerlukan asumsi-asumsi.Yang dimaksudkan dengan


asumsi adalah sesuatu statemen yang harus diterima keberadaannya dan bukan
merupakan obyek untuk dites kebenarannya secara langsung (Chafetz,
1978).Biasanya asumsi suatu teori tidak bisa dites secara empiris tentang
kebenarannya atau ketidakbenarannya, ataupun mungkin karena keterbatasan
pengetahuan yang ada tidak memungkinkan menguji asumsi tersebut.Memang
ada asumsi, dalam hal ini banyak dilakukan dalam uji teori dengan tehnik
analisis statistik tertentu, misal assumsi regressi yang perlu untuk di
tes.Apakah betul asumsi tersebut ada.Sudah barangtentu uji asumsi ini erat
sekali kaitannya dengan adanya peralatan, fasilitas ataupun tehnik yang ada.
Suatu contoh untuk menggunakan tehnik regressi atau analisis jalur, data yang
akan diuji harus memenuhi beberapa asumsi. Antara lain, (a) normalitas, (b)
liniaritas, (c) multicollenearity, dan (d) variansi residual untuk setiap pasang
data adalah sama. Uji asumsi keempat baru bisa dites belum lama ini, sebab
tehnik komputer belum lama diketemukan. Dengan kata lain, uji asumsi
keempat bisa dilaksanakan karena kemajuan tehno logi di bidang komputer.
Bagaimana kalau tidak ada kemajuan di bidang komputer yang bisa mengetes
asumsi tersebut. Barangkali asumsi akan tetap tinggal asumsi yang sudah
"given", harus diterima tanpa ragu-ragu.
Pengembangan teori sosial adalah merupakan usaha-usaha yang
rasional yang dlmulai dengan menghadirkan asumsi-asumsi yang tidak perlu
dipertanyakan lebih lanjut.Penerimaan terhadap asumsi ini mempunyai
konsekwensi logis bahwa seseorang yang menerima asumsi harus menerima
implikasi logis dari pada asumsi tersebut.
Proses ilmiah memerlukan asumsi-asumsi umum tentang realitasdan
bagaimana bisa memahami realitas tersebut. Asumsi-asumsi umum tersebut
antara lain :
1. Ada sesuatu di luar kita, dan kita mempunyai kemampuan untuk
mengetahui sesuatu itu.
2. Setiap kehidupan memiliki keteraturan yang dapat difahami. Setiap
proses dalam kehidupan mempunyai kaitan yang teratur dengan
proses yang lain.

23

3. Ada hubungan yang bersifat sebab-akibat antara berbagai proses


dalam kehidupan.

D. Pengertian Paradigma
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir
seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra
subjektif seseorang mengenai realita

dan akhirnya akan menentukan

bagaimana seseorang menanggapi realita itu.Istilah paradigama ilmu pertama kali


diperkenalkan oleh Thomas Kuhn melalui bukunya yang berjudul The Structur
of Science Revolution. Kuhn menjelaskan paradigma dalam dua pengertian. Di
satu pihak paradigma berarti keselurahan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain
paradigma menunjukkan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang konkrit yang
jika digunakan sebagai model, pola atau contoh dapat menggantikan kaidahkaidah yang secara eksplisit sebagai atau menjadi dasar bagi pemecahan
permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum tuntas.Paradigma merupakan
elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan
paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma
dasar*). Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan
kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu
banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya
sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut. Menurut
Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended(sifatnya selalu terbuka untuk
direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih
cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih
mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu
harus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana
anggapan kaum rasionalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn faktor
sosiologis historis serta psikologis ikut berperan.

*)Yanuar.Definisi Paradigma (Online),(http://mughits-sumberilmu.blogspot.com


/2012/10/pengertiandefinisi-paradigma.html), diakses tanggal 11 November 2014

24

Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang


harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus
diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu model,
teladan, arketif dan ideal. Berasal dari kata para yang berarti disamping
memperlihatkan dirinya.
Arti paradigma ditinjau dari asal usul beberapa bahasa diantaranya :
a. Menurut bahasa Inggris paradigma berarti keadaan lingkungan
b. Menurut bahasa Yunani paradigma yakni para yang berarti disamping, di
sebelah dan dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketif
dan ideal.
c. Menurut kamus psycologi paradigma diartikan sebagai :
a) Satu model atau pola untuk mendemonstrasikan semua fungsi yang
memungkinkan adar dari apa yang tersajikan
b) Rencana riset berdasarkan konsep-konsep khusus, dan
c) Satu bentuk eksperimental
Kesimpulannya secara etimologi arti paradigma adalah satu model dalam
teori ilmu pengetahuan atau kerangka pikir.
Secara terminologis arti paradigma sebagai berikut :
a. Paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang
menyeluruh dan konseptual terhadap suatu permasalahan dengan
menggunakan teori formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang
terpecaya.
b. Dasar-dasar untuk menyeleksi problem dan pola untuk mencari
permasalahan riset.
c. Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya, yang
merupakan perspektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalahmasalah dunia nyata yang kompleks.
Kesimpulannya secara terminologi paradigma adalah pandangan
mendasar para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.

25

Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu pengetahuan ini terikat oleh
ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya cocok dan
sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentu saja. Sehingga apabila
dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka
perpindahan dari satu paradigma ke paradigma yang baru lebih sesuai adalah
suatu keharusan. Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda,
usaha-usaha dalam menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab
permasalahan yang ada sesuai perkembangan jaman terus dilakukan.
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
a. Cara memandang sesuatu
b. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini
fenomena dipandang dan dijelaskan.
c. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan
atau mendefinisikan suatu studi ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam
praktek ilmiah pada tahap tertentu.
d. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan
problem-problem riset.
Pengertian paradigma menurut Patton(1975) : A world view, a general
perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world(suatu
pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan
kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970) : Suatu
pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Pengertian paradigma menurut George Ritzer(1980) ialah Pandangan
yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Lebih
lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu merumuskan tentang
apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana
harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang
dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian ini

26

dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat


beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas
ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang
menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh
cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Pengertian paradigma menurut Masterman diklasifikasikan dalam 3
pengertian paradigma :
a. Paradigma metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat

kajian ilmuwan
b. Paradigma Sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial

masyarakat atau penemuan teori yang diterima secara umum.


c. Paradigma Konstrak sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep

dalam lingkup tertentu, misalnya paradigma pembangunan, paradigma


pergerakan. Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai
pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang
dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter)
sedangkan George Ritzer mengartikan paradigma sebagai apa yang harus
dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dipelajari, bagaimana
seharusnya menjawabnya, serta seperangkat aturan tafsir sosial dalam
menjawab persoalan-persoalan tersebut. Maka, jika dirumuskan secara
sederhana sesungguhnya paradigma adalah How to see the Word
semacam kaca mata untuk melihat, memaknai, menafsirkan masyarakat
atau realitas sosial. Tafsir sosial ini kemudian menurunkan respon sosial
yang memandu arahan pergerakan.

E. Paradigma dan Teori Sosial


Sebagai suatu konsep, istilah paradigma sudah lama dikenal, tetapi pada zaman
modern ini untuk pertama kali istilah paradigma diperkenal-kan oleh Thomas Kuhn
dalam"The Structure of Scientific Revolution" (1962) dan kemudian menduduki
posisi sentral di tengah-tengah perkembangan teori-teori sosial. Konsep paradigma
yang dikenalkan ini kemudian dipopulerkan dalam teori sosial oleh Robert
Friedrichs (1970). Tujuan utama Kuhn adalah untuk menentang asumsi yang

27

berlaku umum di kalangan ilmuwan yang berpendirian bahwa perkembangan atas


ke-majuan ilmu pengetahuan itu terjadi secara kumulatif. Kuhn menilai pandangan
demikian sebagai suatu mitos yang harus dihilangkan. Inti tesis Kuhn adalah bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan bukan terjadi secara kumulatif tetapi secara
revolusi. Ilmu pengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh paradigma
tertentu, yakni pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok
persoalan, namun para ilmuwan tidak dapat menggelakkan terjadinya penyimpangan
(anomalies). Selama memuncaknya penyimpangan, suatu krisis akan timbul dan
paradigma itu mulai disangsikan validitas-nya. Kemudian akan muncul revolusi
dan akan muncul paradigma baru yang dapat menyelesaikan persoalan yang
dihadapi.
Dengan demikian paradigma merupakan terminologi kunci yang
diperkenalkan Kuhn sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan. Sayangnya
Kuhn tidak merumuskan dengan jelas apa yang dimaksud-kannya dengan
paradigma tersebut, malah istilah tersebut digunakan tidak kurang atas 21 satu cara
yang berbeda. Masterman kemudian mencoba mengintrodusirnya menjadi 3 tipe
paradigma, yaitu : paradigma metafisik (metaphisical paradigma), paradigma
sosiologis (so- Q siological paradigm), dan paradigma konstrak (construct
paradigm).
Sampai sedemikian jauh masih belum diperoleh satu pengertian yang jelas
tentang paradigma. Robert Friedrichs (1970) kemudian mencoba merumuskan
paradigma sebagai suatu pandangan yang mendasar.

28

dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari. Berdasarkan ketiga pengertian yang telah dikemukakan ini kemudian
George Ritzer (1975) membuat pengertian paradigma yang lebih jelas,yaitu :
"Merupakan pandangan yang men-dasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin
ilmu penge-tahuan". Dengan demikian paradigma' merupakan alat bantu bagi
ilmuwan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoal-anpersoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawab-nya, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasi-kan informasi yang
diperoleh.
Bertitik tolak dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam satu
cabang ilmu pengetahuan tertentu nampaknya dimungkin-kan terdapatnya
beberapa paradigma, artinya dimungkinkan terdapat-nya beberapa komunitas
ilmuwan yang masing-masing berbeda titik tolak pandangannya tentang apa yang
(menurutnya) menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diselidiki
oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Paradigma adalah suatu jendela dimana peneliti akan menyaksikan dunia.
Dengan jendela itu para peneliti akan memahami dan menafsir-kan secara obyektif
berdasarkan kerangka acuan yang terkandung dalam paradigma tersebut, baik itu
konsep-konsep, asumsi-asumsi, dan kategori-kategori tertentu. Oleh karenanya
peneliti yang berbeda yang masing-masing menggunakan paradigma yang berbeda
pula, meski mengkaji satu fenomena yang sama, mereka akan keluar dengan kesimpulan yang berbeda. Contoh konkrit yang terdapat pada teori-teori sosial
adalah teori Malthus dan Marx didalam mengkaji masalah penduduk. Perbedaan
tersebut menyangkut problema penduduk, penyebab perkembangan penduduk,
konsep-konsep yang digunakan dalam teori. Malthus melihat bahwa permasalahan
yang penting adalah adanya ledakan penduduk. Masalah ini timbul tidak ada
kaitannya dengan politik, konflik sosial, ataupun masalah yang lain. Menurut
Malthus ledakan penduduk timbul sebagai proses alamiah. Dimana dalam
keadaan makmur penduduk akan berkembang dengan cepat, se-baliknya dalam
keadaan kekurangan pangan kematian akan melanda di masyarakat. Problema
kelebihan penduduk akan dapat dihindari kalau masing-masing individu dapat

29

mencegah dirinya sendiri untuk tidak punya anak banyak, dengan cara menjauhi
dari melakukan hubungan sex baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar ikatan
per-kawinan, menunda pernikahan. Dalam teorinya Malthus menggunakan

30

konsep-konsep antara lain arithmathic rate adalah pertambahan angka yang terjadi
secara kontan. Misalnya, 4,6,8,10,12,14, dan seterusnya pertambahan dengan selisih
dua angka. Geometric rate adalah pertambahan angka yang terjadi secara
berkelipatan, Misalnya 4,8,16,32,64,128, dan seterusnya. Positive check adalah
terjadinya pengurangan jumlah penduduk karena kematian sebagai akibat dari
adanya gangguan atau bencana alam. Misalnya berjangkitnya wabah penyakit di
suatu daerah atau adanya kelaparan massal. Preventive check adalah untuk mengurangi pertambahan jumlah penduduk yang dilakukan secara sadar dan terencana.
Dipihak lain, Marx melihat ledakan penduduk bukanlah masalah pokok
melainkan hanya merupakaj) produk dari adanya masalah yang lain dan yang lebih
pent'mg yakni adanya struktur masyarakat yang timpang. Ledakan penduduk
merupakan keadaan yang dipacu oleh kelas Kapitalis. Mengapa? Sebab dengan
besarnya jumlah penduduk upah buruh akan turun dan rendah. Akibatnya,
keuntungan kaum kapitalis akan semakin besar. Kelebihan penduduk tersebut akan
hilang dengan sendirinya bersamaan dengan munculnya proses transisi dari
masyarakat kapitatis menuju masyarakat sosialis. Marx dalam teori-nya ini
menggunakan konsep klas, konflik klas, alat-alat produksi, kesadaran klas, surplus
tenaga kerja, eksploitasi, dan dialektika. Klas adalah suatu kelompok individu yang
berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri-ciri tertentu. Menurut Marx, kesarnaan ini
dalam hubungan individu dengan penguasaan alat produksi. Klas konflik adalah
kondisi dimana kelompok-kelompok yang ada saling berusaha agar kelompok lain
tidak bisa mencapai apa yang direncanakan. Alat-alat produksi adalah segala sesuatu
yang bisa digunakan manusia untuk mendapatkan surplus atau kelebihan hasil dari
pengorbanan yang dikeluarkan. Kesadaran klas adalah kesadaran individu yang
mempunyai ciri-ciri yang sama dalam kaitannya dengan pemilikan faktor-faktor
produksi akan posisi klasnya. Surplus tenaga kerja adaiah kelebihan tenaga kerja
yang ditawarkan dari kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses
produksi. Eksploitasi adalah penghisapan atau pemerasan manusia atas manusia yang
lain. Jadi dalam menghadapi masalah penduduk, karena masing-masing
menggunakan paradigma yang berbeda, mereka keluar dengan hasil yang berbeda
pula. Jadi setiap subyek ilmu pengetahuan dapat didekati secara umum berdasarkan
asumsi-asumsi yang berkaitan dengan hakekat realitas yang dikaji, pertanyaan-

31

pertanyaan yang diperlukan untuk mempertanyakan realitas dan cara terbaik untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Dengan kata lain paradigma adalah suatu gambar-an
umum dari suatu subyek ilmu pengetahuan yang memberikan arah

32

apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang harus digunakan, aturan-aturan
yang bagaimana yang harus diikuti untuk mengintepretasikan jawabanjawaban yang teiah diperoleh. Selagi paradigma tetap diterima, maka dalam
masyarakat akan berlangsung proses penelitian untuk membuktikan suatu
hipotesis guna rnengembangkan teori-teori baru. Namun apabila suatu
paradigma ditolak dan diganti dengan paradigma yang baru, terjadilah apa
yang disebut "Scientific Revolution" (Kuhn, 1969).
Beberapa disiplin ilmu pengetahuan, termasuk sosiologi, bisa di-dekati
dengan beberapa paradigma (multi paradigma). Setidak-tidaknya ada tiga
paradigma sosisologi : Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Difinisi social,dan
paradigma perilaku sosial. Mengapa? Ritzer (1980)mengemukakan, pandangan
filsafat yang menjadi dasar ilmuwan tentang apa yang hakekatnya harus
dipelajari oleh disiplin ilmu pengetahuan masing-masing sudah berbeda. Kedua,
sebagai konskwensi logis, pandangan filsafat yang berbeda akan menghasilkan
obyek bahasan yang berbeda. Ketiga, konsekuensi logis pula metoda penyajian
akan berbeda. Penjelasan Ritzer tentang paradigma tersebut dapat dikaji dalam
uraian singkat pada pembahasan berikut ini.
1.Paradigma fakta sosial
Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial
dianggapnya sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide yang menjadi
obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui
kegiatan mental murni (spekula-tif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan
penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua
jenis, yaitu ;
1. Dalam bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap
dan diobservasi, contohnya arsitektur atau norma hukum.
2.

Dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkan-dung dalam


din" manusia sendiri hanya muncul dalam kesadaran manusia.

Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahai, tetapi tidak demikian halnya
dengan fakta sosial yang berbentuk non material. Secara garis besarnya fakta sosial
yang menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi terdiri atas dua tipe. Yaitu struktur

33

sosial (sosial structure) dan pranata sosial (sosial institution). Setiap masyarakat
terdiri atas kelompok kelompok yang memiliki norma-norma. Norma

34

dan pola nilai ini disebut pranata sedangan jaringan hubungan sosial dimana interaksi
sosial berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari
individu dan sub kelompok dapat dibeda-kan dinamakan struktur sosial. Dengan
demikian struktur dan pranata sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan
sosiologi menurut paradigma fakta sosial.
Ada 4 varian teori yang tergabung dalam paradigma fakta sosial ini. Masing masing
adalah :
1. Teori Fungsionalisme Struktural.
2. Teori Konflik.
3. Teori Sistem.
4. Teori Sosiologi Makro.
Diantara kedua teori ini teori yang paling dominan adalah teori fungsi-onalisme
struktural dan teori konflik. Oleh karena secara singkat kedua teori tersebut akan
dikemukakan berikut ini.
Teori Fungsional.
Beberapa tokoh utama pengembang dan pendukung teori struktural fungsional pada
zaman modern ini bisa disebut antara lain Talcott Parsons, Robnert K. Merton dan Neil
Smelser. Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan jaerubahan-perubahan yang
terjadi di masyara-,kat mendasarkan padaTtufuh asurhsTfLauer, 1977).
1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari
berbagai bagian yang saling berinteraksi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak perlu
banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya di
masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegang-an dan penyimpanganpenyimpangan. Tetapi ketegangan-ketegang-an dan penyimpanganpenyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan.
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan sebagai suatu
proses adaptasi dan penyesuaian.

35

6. Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh


adanya diferensiasi dan innovasi.
7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.
Menurut teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem
memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing
lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri*). Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas
yang berbeda-beda, ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun
masyarakat primitive.Misalnya, lembaga sekolah mempunyai fungsi mewariskan nilainilai yang ada kepada generasi baru. Lembaga keagamaan berfungsi membimbing
pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh peng-abdian untuk
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Lembaga ekono-mi memiliki fungsi untuk
mengatur proses produksi dan distribusi barang - barang dan jasa - jasa di
masyarakat.,Lembaga politik berfungsi menjaga tatanan sosial agar berjalan dan ditaati
sebagaimana mestinya. Lernbaga keluarga berfungsi menjaga keberlangsungan perkembangan jumlah penduduk.Kesemua lembaga yang ada di masyarakat akan senantiasa
saling berinteraksi dan satu sama lain akan melak.-sanakan penyesuaian sehingga di
masyarakat akan senantiasa berada pada keseimbangan. Memang, ketidakseimbangan
akan muncul, tetapi ini hanya bersifat sementara. Karena adanya ketidakseimbangan
di satu lembaga sehingga fungsi lembaga tersebut terganggu, akan meng-undang lembaga
lain untuk menyeimbangkan kembali. Sebagai contoh, system transportasi di suatu
kota. Pada tahun-tahun 1960an di kota Yogyakarta, belum ada angkutan kota.
Oleh karenanya, untuk keperlu-an-keperluan bepergian baik ke kantor, ke sekolah
ataupun ke tempat lain, masyarakat kafau ingin menggunakan kendaraan umum
bisa menggunakan becak atau andong. Lembaga ekonomi mengetahui bahwa
masyarakat akan lebih tercukupi kebutuhannya kalau ada angkutan kota berupa
kolt. Usaha menyediakan kolt sebagai angkutan kota tersebut akan sangat
menguntungkan baik bagi masyarakat mau- ' pun bagi pengusaha. Apalagi kalau
bentuk angkutan kota adalah kolt pick up. Oleh karenanya, lembaga ekonomi
menyediakan angkutan kota dalam ujud kolt pick up.

*)Yaser .Teori Sosiologi, (Online), (http://www.slideshare.net/yazerd/tsm-pokok2pikiran-tsm), diakses pada 11 Oktober 2014

36

Apa hasilnya, masyarakat senang, karena tujuan yang dapat ditempuh


dalam waktu yang relatif singkat dan ongkos relatif murah. Pengusaha (sebagai
ujud lembaga ekonomi) senang karena mendapatkan keuntungan. Tapi, beberapa
waktu kemudi-an dampak negatif muncul, yakni ketegangan-ketegangan di
masyarakat, karena pengendara becak dan andong unjuk rasa. Rezeki mereka di ambil
oleh angkutan kota. Melihat ketegangan di masyarakat, lembaga

37

politik, mengambil langkah penyesuaian. Pemerintah ataupun DPRD membuat aturan


jalan mana saja yang boleh di lalui kendaraan angkutan kota. Kendaraan angkutan kota
tidak boleh seenaknya sendiri dalam mengambil penumpang. Dengan aturan ini
pengusaha angkutan kota untung, masyarakat untung, demikian pula sopir becak dan
andong tetap mendapatkan rezeki. Oan masyarakat berada dalam kesimbangan kembali,
dengan kondisi uang lebih maju dan baik dari pada kondisi sebelumnya. Dimana
masyarakat bisa pergi dengan lebih bebas dan murah.
Salah satu pakar teori structural fungsional, Talcott Parsons, me-ngembangkan
teori yang disebut "The Structure of Social Action". Dalam teori ini (lihat, Turner,
1986, 57124), Parson mengemukakan ten tang konsep perilaku sukarela yang
mencakup beberapa Piemen pokok.
(1) Aktorsebagai individu.
(2) Aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai.
(3) Aktor memiliki berbagai cara-cara yang mungkin dapat di laksana-kan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan tersebut.
(4) Aktor dihadapkan pada berbagai kondisi dan situasi yang dapat mempengaruhi
pemilihan cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
(5) Aktor dikomando oleh nilai-nilai, norma-norma dan ide-ide dalam menentukan
tujuan yang diinginkan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
(6) Perilaku, termasuk bagaimana aktor mengambil keputusan tentang cara-cara yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan, dipengaruhi oleh ide-ide dan situasi-situasi
yang ada.
Apa yang telah dikemukakan diatas merupakan perilaku individu yang dapat
dikembangkan kedalam sistem sosial. Dalam hal ini Parson melihat aktor dikaitkan
dengan situs dalam hal motive dan nilai. Menurut Parson ada tiga motive.
(a) cognitive : motive mendapatkan in-formasi
(b) cathective : motive mendapatkan sentuhan emosi
(c) assesment : motive untuk melakukan evaluasi.
Disamping itu ada juga tiga bentuk nilai
(a) cognitive : nilai standard tujuan yang akan dicapai
(b) appreciative : nilai tentang standard keindahan
(c) moral : nilai tentang benar atau salah.

38

Motive dan nilai ini menimbulkan bentuk-bentuk tindakan, yang dikenal dengan
istilah
(a) instrumental: tindak-an untuk merealisir tujuan secara efisien
(b) expressive : tindakan untuk mendapatkan kepuasan emosional
(c) moral : tindakan yang menyangkut benar atau salah.
Tindakan mana yang akan diambil akan ditentukan oleh jenis motive dan nilai
yang mendominir dalam diri seseorang.

NORMA NILAI, IDE


I J i
-CARA

1 - - - - ^

--CARA

2 -----

- - - C A RA

3 - - - - TUJUAN

- - - C A RA

4 -----

---CARA

5 -----

I I \
SITUASI DAN KONDISI
Gambar 1 : Struktur Perilaku Parsons

Antara aktor dengan berbagai motive dan nilai yang berbeda-beda _


menimbulkan tindakan yang berbeda-beda. Giliran berikutnya adanya perbedaanperbedaan ini akan menimbulkan adanya interaksi dan konflik. Tetapi ini
hanya sementara, karena diantara mereka akan terdapat "agreement". Disamping itu
mereka juga akan melangsungkan terus bentuk-bentuk interaksi yang telah
dikembangkan, sehingga bentuk-bentuk tersebut melembaga. Pola-pola
pelembagaan tersebut akan jadi sistem sosial. Apa yang diuraikan ini dapat
digambarkan sebagai ' berikut.

39

Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu masyarakat, maka tatanan


sosial yang ada harus tetap berlaku dari generasi demi generasi. Oleh karenanya,
sistem tatanan sosial yang ada perlu ditanamkan pada se-tiap individu anggota
masyarakat. Dengan kata lain, setiap masyarakat perlu melaksanakan sosialisasi
sistem sosial yang dimiliki. Proses sosiali-sasi ini pada dasarnya bertujuan untuk
mengintegrasikan sistim personal dan sistem kultural kedalam sistem sosial. Dengan
demikian akan ter-dapat komitment dari para individu kepada tatanan, nilai-nilai dan
norma-norma yang di masyarakat. Persoalannya bagaimana caranya agar sistem personal
dapat diintegrasikan kedalam sistem sosial?. Me-nurut Parsons ada dua mekanisme yang
akan mengintegrasikan sistem personal kedalam sistem sosial : mekanisme sosialisasi dan
mekanisme kontrol sosial.Menurut Parsons, mekanisme sosialisasi merupakan alat dengan
alat mana pola kultural, seperti nilai-nilai, "beliefs", bahasa dan lain-lain simbol di
tanamkan pada sistem personal. Dengan proses ini maka anggota masyarakat akan
menerima dan memiliki komitmen terhadap norma-norma yang ada.
Mekanisme kontrol mencakup suatu proses dimana status dan peran yang ada di
masyarakat diorganisir kedalam sistem sosial, sehingga perbedaan-perbedaan dan
ketegangan-ketegangan yang ada di masyarakat di tekan. Mekanisme kontrol ini meliputi,
antara lain :
a) pelembagaan
(b) sanksi-sanksi
(c) aktivitas ritual
(d) Penyelamat-an pada keadaan yang kritis dan tidak normal
(e) pengintegrasian
kembali agar keseimbangan dapat dicapai kembaii, dan, (f) pelembaga-an
kekuasaan untuk melaksanakan tatanan sosial. Pola integrasi menu-rut Parson
ini dapat di lihat pada gambar di bawah.
Adanya mekanisme integrasi ketiga sistem tersebut akan menjaga keseimbangan sistem sosial yang ada.

40

Teori Konflik
Teori Konflik memandang bahwa adanya kemiskinan di dunia ketiga sebagai
akibat proses perkembangan kapitalis di dunia barat. Kemiskinan di.sebagian besar
umat manusia adalah merupakan "turn bal" kejayaan masyarakat kapitalis. Negaranegara sedang berkembang sekarang ini dijadikan sapi perah bag! negara-negara
barat. Oleh karena-nya teori-teori ini, seperti yang disuarakan oleh Randall
Collins, Dah-rendorf, John Galtung, bahwa kalau negara-negara sedang
berkembang ingin maju maka harus mampu melepaskan dan memutuskan
hubungan dengan negara-negara kapitalis.
Teori Konflik ini meskipun sangat ringkih, namun mendapat du-1 kungan yang
luas, terutama dari kalangan intelektual muda di kalangan negara sedang
berkembang, juga negara barat sendiri karena dirasakan, analisis dari teori ini sangat
tepat untuk membedah kemiskinan di negara-negara dunia ketiga.MisaInya,
perkembangan pendidikan hanya merupakan suatu proses stratafikasi sosial yang
cenderung memperkuat posisi kaum yang selama ini memiliki keistimewaan.

Teori Konflik memiliki beberapa asumsi. Antara lain,


(1) Manusia sebagai mahluk hidup memiliki sejumjah kepenlipgan yang paling djsar
yang mereka inginkan dan mereka berusaha untuk mendapatkan kepentingan
tersebut.
(2) Kekuasaan mendapatkan penekanan sebagai pusat hubungan sosial. Kekuasaan bukan
hanya merupakan sesuatu yang langka, dan tidak terbagi secara merata, sehingga
merupakan sumber konflik, tetapi juga pada hakekatnya kekuasaan itu bersifat
pemaksaan.
(3) Ideologi dan nilai-nilai dipandang sebagai suatu senjata yang diguna-kan oleh
kelompok-kelompok yang berbeda, dan mungkin berten-tangan untuk mengejar
kepentingan mereka sendiri. Ideologi dan nilai sama sekali bukan merupakan sarana
untuk mencapai integrasi dan mengembangkan identitas suatu bangsa.
Teori konflik sangat bertenjangan dengan teori Struktural - Fungsio-nal.
Disamping itu, dalam diri penganut faham teori konflik terdapat perbedaan yang
tajam, yang tidak kalah serunya dengan perbedaan antara penganut teori konflik dengan

41

penganut teori yang Struktural fungsional tersebut. Perbedaan itu kalau dilacak bisa
dikatakan ber-sumber para tokoh pengembang teori Konflik itu sendiri.
Menurut Turner (1986, 129151) teori Konflik berakar pada pe-mikiran Marx
dan pemikiran Weber. Marx mengajukan beberapa pro-posisi.
(1) Semakin distribusi pendapatan tidak merata, semakin besar konflik kepentingan
antara kelompok atasdan kelompok bawah.
(2) Semakin sadar kelompok bawah akan kepentingan mereka bersama semakin keras
mereka mempertanyakan keabsyahan sistem pembagi-an pembagian pendapatan
yang ada.
(3) Semakin besar kesadaran akan interes kelompok mereka dan semakin keras
pertanyaan mereka terhadap keabsyahan sistem pembagian pendapatan, semakin
besar kecenderungan mereka untuk kerjasama memunculkan konflik menghadapi
kelompok yang menguasai si stem yang ada.
(4) Semakin kuat kesatuan ideologi anggota kelompok bawah dan semakin kuat struktur
kepemimpinan politik mereka, semakin besar kecenderungan terjadinya polarisasi
sistem yang ada.
(5) Semakin meluas polarisasi semakin keras konflik yang terjadi.
(6) Semakin keras konflik yang ada, semakin besar perubahan struktu-ral yang terjadi
pada sistem dan semakin luas proses perataan sum-ber-sumber ekonomis.
Tokoh lain, Max Weber, mengajukan beberapa proposisi.
(1) Semakin besar derajat merosotnya legitimasi politik penguasa, semakin besar
kecenderungan timbul konflik antara klas atas dan bawah.
(2) Semakin karismatik pimpinan kelompok bawah, semakin besar kemampuan
kelompok ini memobilisasi kekuatan dalam suatu sistem, semakin besar tekanan
penguasa lewat penciptaan suatu sistem undang-undang dan sistem administasi
pemerintahan.
(3) Semakin besar sistem perundang-undangan dan administrasi pemerintahan
mendorongdan menciptakan kondisi terjadinya hubung-an antara kelompokkelompok sosial, kesenjangan hirarki sosial, rendahnya mobilitas vertikal, semakin
cepat proses kemerosotan legitimasi politik penguasa dan semakin besar
kecenderungan terjadinya konflik antara kelas atas dan kelas bawah.

42

Adanya perbedaan diantara proposisi Marx dan Weber akan muncul dalam
perkembangan teori konflik pada masa-masa berikutnya. Wallace dan Wolf (1986,
61 147), menjelaskan dengan menarik teori konflik sebagaimana dikemukakan
dalam pembahasan berikut.
Teori konfljk merupakan suatu alternatif pendekatan dari teori fungsional
dalam menganalisis struktur suatu masyarakat; teori konflik ini semakin populer
dan penting dalam kehidupan teori-teori sosial modern. Dilihat dari perspective
kebulatan, teori tersebut kurang utuh. Perbedaan pendapat diantara penganut teori
konflik dalam banyak hal lebih tajam dibandingkan dengan perbedaan antara
penganut teori konflik dengan penganut teori lain. Namun diantara teori-teori yang
dapat diklasifikasikan kedalam teori konflik, memiliki kesamaan dalam beberapa
asumsi dan konsep dasar. Kesemuanya itu menciptakan cara-cara yang berbeda dalam
melihat dan menganalisis masyarakat.
Sebagaimana telah kita lihat, teori-teori fungsional melihat masyarakat dan
lembaga lembaga sosial yang ada sebagai suatu sistem dimana bagian satu dan yang lain
saling tergantung dan bekerjasama menciptakan keseirrjbangan. Mereka tidak menolak
adanya konflik yang terjadi dalam masyarakat; tetapi mereka percaya bahwa
masyarakat itu sendiri akan menciptakan cara-cara yang bisa mengontrol konflik
tersebut,dan hal itulah yang menjadi pusat perhatian analisis teori fungsionat.
Persepsi golongan konflik terhadap masyarakat berbeda dengan persepsi yang
dimiliki golongan fungsional. Kalau golongan yang disebut terakhir melihat saling
ketergantungan di antara bagian-bagian yang ada di ma-syarakat dari kesatuan
masyarakat, maka golongan konflik melihat masyarakat sebagai suatu arena dimana
kelompok satu dengan yang lain saling bertarung memperebutkan "power", dan
"kontrol" bagi teori konflik berarti satu grup mampu mejinakkan kelompok yang
lain. Golongan fungsional melihat undang-undang, misalnya, sebagai suatu jalan
untuk meningkatkan integrasi sosial; tetapi teori konflik melihat undang-undang
sebagai suatu cara untuk mendiskripsikan dan meman-tapkan suatu bentuk aturan
yang menguntungkan beberapa grup di-atas pengorbanan grup yang lain.
Kita dapat melihat betapa besar perbedaan yang muncul antara teori fungsional
dan teori konflik dapat dicontohkan pada,sistem kerja di pelabuhan udara.
Golongan fungsional mengatakan bahwa bagian-bagian yang bepfesda dalam airport

43

bekficjasama menyebabkan sistem airport bisa_beroperasi. Sebaliknya, golongan


konflik melihat adanya saling bertejrtangan interes antara pekerja-pekerja dan
manager yang berbeda-beda, dan masing-masing grup bekerja sebaik mungkin untuk
dirinya sendiri. Teori konflik mungkin akan menyatakan bahwa pengatur lalu
lintas udara menginginkan tambahan staf dan peralatan yang lebih canggih. Para
penerbang terus menerus berusaha mem-batasi masuknya anggota-anggota baru
dalam pekerjaan itu, untuk menjaga agar upah tidak melorot. Kuli, staf pembersih
dan penjaga gudang semua aktif dalam organisasi buruh. Semua kelompok tersebut
cenderung pasang kuda-kuda dengan managemen penerbangan, sebab mereka yang
disebut terakhir inilah yang menentukan biaya operas! semakin rendah dan
keuntungan perusahaan semakin tinggi. Teori konflik memusatkan pada pergeseran
keseimbangan kekuatan di antara grup-grup yang ada, tidak memusatkan pada
keseimbangan dan saling ketergantungan dari bentuk kerjasama.
Perbedaan internal yang terdapat diantara penganut faham Konflik dapat di
dilihat pada peranan ilmuwan sosial. Penganut kelompok pertama percaya
bahwa ilmuwan sosial haruslah memiliki kewajiban moral untuk terlibat dalam
kritik masyarakat. la menolak memisahkan - - atau untuk mengakui bahwa
seseorang dapat memisahkan analisis dari keputusan atau fakta dari nilai.
Para penganut kelompok ini juga pada umumnya percaya pada prinsipnya
suatu masyarakat dapat bertahan jika tidak ada lag! sebab-sebab terjadinya
konflik social. Oleh karena itu, para penganut teori konflik ini seringkali
dianggap penulis-penulis Utopia.Sebaliknyakelompok kedua menganggap
konflik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan merupakan aspek perma-nen
dalam kehidupan sosial; serta menolak ide bahwa kesimpulan-ke-seimpulan ilmu
sosial haruslah penuh nilai. Sebaliknya, sebagai gantinya para pendukungnya
tertarik dalam pembentukan suatu ilmu sosial
dengan obyektifitas yang sama dengan yang dimiliki ilmu alam.

Jika kita melihat para pengaruh utama terhadap teori Konflik Modern, maka
akan kita dapatkan bahwa mereka yang berada pada kelompok pertama, akan
membicarakan Teori Konflik seperti, para Teoritikus Mahzab Frankfurt dan C.
Wright Mills, paling banyak di-pengaruhi oleh Karl Marx. Dalam kelompok dua
dimana kita akan membahas Ralf Dahrendorf dan Randall Collins, pengaruh Marx

44

ma sih tampak; tap! kontinuitas yang paling penting adalah dengan tu-lisan-tulisan
Marx Weber. Nampaknya, dari beberapa pakar teori Konflik, Randall Collins
merupakan salah seorang pakar yang karya-nya sangat merangsang pem'ikiran dewasa
ini. Randal Collins mengguna-kan teori Konflik untuk menganalisis
perkembangah masyarakat dewasa ini. la banyak melakukan kajian teori Konflik
dalam kaitannya dengan kepentingan rakyat banyak. Dengan asumsi bahwa rakyat
ba-nyak sebagai individu senantiasa ingin memiliki hal-hal tertentu, yaitu kekayaan,
kekuasaan, dan prestise. Dalam usaha memiliki hal-hal di-atas, tidak ada individu
yang mau kalah secara sukarela. Berdasarkan hal ini dalam masyarakat akan senantiasa
ada konflik sosial. Ditambah lagi, karena kekuasaan dan prestasi merupakan barang
langka, sedang-kan kekuasaan dan prestasi erat kaitannya dengan kekayaan, maka setiap individu senantiasa ingin mendapatkan bagian kekayaan yang lebih banyak
daripada yang dimiliki orang lain. Konflik-konflik yang timbul sebagai akibat
perebutan kekayaan, kekuasaan, dan prestise dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
Yang paling mengerikan adalah konflik dalam bentuk kekerasan fisik.
Teori Konflik RALF DAHRENDORF
Ralf Dahrendorf adalah salah satu dari beberapa sosiolog Eropa yang masih hidup
yang dikenal secara meluas dan dihormati baik di Eropa maupun di Amerika Serikat.
Sebagai seorang remaj'a dalam masa Nazi Jerman, ia dikirim ke kamp konsentrasi, dan
ia memper-dalam lagi bidang politik. la adalah anggota Demokrasi Bebas dari
"Baden Wiitemburg Landtag" (Parlemen Regional); dan sebagai seorang anggota
Komisi Masyarakat Eropa, ia bertanggung jawab akan hubungan luar negeri dan
pendidikan, llmu Pengetahuan dan Research. Bagian terbesar dari karier akademiknya
telah dilalui di Universitas Jerman, dan tahun 1984 ia menjadi Profesor Sosiologi pada
Universitas Contance. Walaupun begitu, ia juga bekerja di Inggris maupun di Amerika
dan menjadi Direktur Sekolah Ekonomi di London, suatu lembaga pendidikan tinggi
yang paling prestise di Inggris.
Karya Dahrendorf dalam hal konflik teori menampilkan dua hal yang pokok.
Pertama adalah apa yang dia sendiri lukiskan sebagai "teori-teori tentang masyarakat
("theories of society"), dengan meletak-an prinsip-prinsip umum pada penjelasan
sosial. Di sini, Dahrendorf menekankan pentingnya kekuasaan dan akibat konflik
yang tak dapat dihindari. Seperti halnya Marx, perhatiannya yang kedua terhadap

45

determinan "konflik aktif" cara-cara lembaga sosial secara sistematis melahirkan


kelompok-kelompok dengan konflik kepentingan-kepen-tingannya yang di dalam
kelompok-kelompok semacam itu akan ter-organisir dan aktif.
Power, Konflik, dan Penjelasan Sosial
Di sini Dahrendorf membahas suatu tendensi yang melekat pada konflik di dalam
masyarakat. Keiompok-kelompok yang memegang kekuasaan akan memperjuangkan
kepentingan-kepentingannya, dan kelompok-kelompok yang tak memiliki kekuasaan
akan berjuang; dan kepentingan-kepentingan mereka sering berbeda, bahkan saling
ber-tentangan. Cepat atau lambat, menurut Dahrendorf, di dalam beberapa sistemyang
kekuasaannya kuat mungkin secara cermat membuat kubu-keseimbangan antara
kekuasaan dan perubahan oposisi, dan masyarakat berubah. Jadi, konflik adalah
"kekuasaan besar yang kreatif dari se-jarah manusia".
Power. Menurut teori Dahrendorf tentang masyarakat, pern bag ian kekuasaan
merupakan determinan yang mengandung resiko dan mem-pengaruhj struktur
masyarakat. Definisi tentang kekuasaan sama dengan definisi Weber, "peluang dimana
seseorang berperan di dalam suatu hubungan sosial akan berada dalam suatu posisi yang
membawa dirinya pada perlawanan, tak terkecuali basis mana peluang itu berada".
Dalam pandangan ini, esensi dari kekuasaan adalah kon-trol terhadap persetujuan,
dimana mereka yang memiliki kekuasaan membuat aturan - aturan dan memperoleh
apa yang mereka ingin-kan dari mereka yang tak memiliki kekuasaan. Walaupun
begitu, orang tak mau takluk dan menyerah. Oleh karena itu Dahrendorf
mengemukakan, perbedaan kepentingan-kepentingan dan adanya do-rongan bagi yang
tak memiliki kekuasaan untuk mengadakan konflik dengan yang memiliki kekuasaan,
yang pertama dalam usaha memper-juangkan kekuasaan, yang kedua dalam usaha
mempertahankannya adalah sesuatu yang tak mungkin dapat dihindarkan. Kekuasaan
adalah suatu "sumber pertentangan yang abadi".
Padangan yang esensial tentang kekuasaan ini, yang biasa terdapat pada kebanyakan
penganut teori Konflik adalah amat berbeda dengan pandangan kaum fungsional.
Sebagaimana telah kita lihat, Parsons yakin bahwa kekuasaandiwujudkandalam
institusi-institusi politik yang memecahkan hal yang secara fungsional bersifat
mendesak bagi pen-capaian tujuan. Kemampuan kekuasaan memberikan apa yang orang
inginkan pada dia anggap sebagai suatu gejala sekunder. Pandangan Dahrendorf adalah

46

sebaliknya. Kekuasaan sering muncul apabila organi-sasi-organisasi biar berusaha


mencapai tujuan mereka; dan suatu saat, seperti halnya perang yang bersifat defensif,
yang kuat dengan amat jelas memaksakan kehendaknya pada suatu kelompok.
Walaupun begitu, apa yang Parsons anggap sebagai aspek sekunder dari kekuasaan,
Dahrendorf menganggap sebagai hal yang primer: yang kuat tak mendapatkan
kekuasaan oleh masyarakat untuk membawakan kehendak umum, tetapi memegang
dengan kokoh dan menggunakan kekuasaan itu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri.
Dahrendorf bagaimanapun juga tidak melihat perjuangan untuk kekuasaan sebagai
bagian dari kehidupan sosial. Definisi Weber (dan Dahrendorf) mengenai kekuasaan
memasukan pelaku-pelakunya "ke dalam suatu relasi sosial": di dalam situasi dimana
kegiatan-kegiatan orang-orang lain terjadi. Tetapi ada juga saat-saat kapan orang bebas
melakukan apa yang mereka inginkan tanpa orang lain mempersoalkan sama sekali.
Dalam ajarannya baru-baru ini mengenai situasi politis masa kini di Barat, Dahrendorf
telah membahas faktor-faktor yang mendatangkan banyak atau sedikit
"kemerdekaan" bagi masyarakat dalam arti apa yang disebut "kebebasan yang bersifat
negatif" (negative fredom). Sebagai contoh di Amerika, berada pada situasi
"kemerdekaan" ("liberty") untuk berpindah dari satu kota ke kota lain tanpa ijin
siapapun. Di China hal itu tak terjadi: dan apakah kita mendapatkan ijin dan suratsurat, lebih banyak tergantung pada "kekuasaan" (power) kita sendiri dan pengaruh
kita sendiri.
Norma. Sebagaimana Teori Konflik yang lain, Dahrendorf berpendapat bahwa
norma-norma kemasyarakatan jangan dibatasi pada konsensus sosial atau timbul dari
konsensus sosial. Dia berpendapat, teori Konflik mempunyai pandangan berbeda dengan
pandangan teori Fungsional, dimana norma dibangun dan dipelihara oleh kekuasaan, dan
substansinya dapat diterangkan secara baik dalam hubungan dengan kepentingankepentingan (interes) dari pihak yang kuat. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa
norma-norma diikuti oleh sangsi-sangsi. Contoh-contoh yang hidup mengenai apa yang
dimaksud Dahren-dorf dapat diketemukan di Soviet Rusia, dimana orang-orang hitam
yang dianggap "congkak" dan orang-orang putih yang membangkang dapat kehilangan
mata pencaharian atau bahkan kehilangan hidup mereka. Pada gilirannya, sangsi-sangsi
melibatkan kontrol dan meli-batkan penggunaan kekuasaan, khususnya kekuasaan
hukum dan hukuman. Di dalam analisa-analisa terakhirnya dia berpendapat bahwa '

47

norma-norma yang mapan itu tak ada, tetapi yang ada adalah norma-norma yang selalu
berubah dan berkembang.
Stratifikasi Sosial. Dahrendorf secara jelas membedakan antara dua kenyataan:
pertama, bahwa posisi dan pekerjaan adalah dua hal yang berbeda dan menuntut
ketrampilan (skill) yang berbeda, dan kedua, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang berbeda
diperlakukan sebagai satu lebih tinggi dari pada yang lain. Ada dua hal: deferensiasi
sosial dari posisi yang ada dan stratifikasi sosial yang didasarkan pada reputasi dan
kesejahteraan dan dinyatakan dalam tingkatan-tingkatan status sosial. Stratifikasi
sosial adalah yang membuat Rektor perguruan tinggi umumnya lebih dihormati
daripada para pengemudi bus, dan bahwa para guru "seharusnya" digaji lebih besar
daripada para pesuruh.
Dahrendorf mengemukakan, stratifikasi disebabkan oleh norma-norma, yang
mengkategorisasikan beberapa hal sebagai yang dikehen-daki dan tak dikehendaki. Di
dalam se-tiap kelompok, norma-norma yang membatasi bagaimana orang seharusnya
bertingkah laku memerlu-kan perbedaan terhadap norma-norma yang orang semestinya
tidak mematuhinya. Selama perang Vietnam, misalnya, siapa yang mendu-kung perang
itu diasingkan di dalam beberapa kampus, siapa yang me-nentangnya diasingkan ke
tempat lain. Lebih lanjut, setiap masyarakat memiliki norma-norma yang umum, yang
merumuskan ciri-ciri tertentu apa yang disebut baik menjadi bangsawan atau dengan
memiliki pen-didikan yang di atas rata-rata dan hal-hal lain yang karenanya membuat
perbedaan terhadap orang yang tidak menikmati atau tidak dapat menikmati.
Dahrendorf mengemukakan bahwa norma-norma ini me-rupakan dasar bagi
stratifikasi sosial, dan hal itu sendiri diturunkan dan didukung oleh kekuasaan. Oleh
karena itu, sekali lagi, kekuasaan merupakan konsep yang sentral.
Adalah suatu penjelasan yang sangat berbeda berasal dari fungsio-nalis, yang
mengemukakan bahwa stratifikasi sosial lahir dari kebutuh-an sosial untuk
menampilkan orang berbakat ke dalam posisi-posisi penting. Pendapat kedua ini
kiranya lak jauh dari implikasi yang dike-mukakan Dahrendorf. Dahrendorf tidak
menerangkan bagaimana suatu kelompok menjadi kuat di tempat pertama, tetapi
tentulah hal ini akan sering tergantung, sekurang-kurangnya sebagian, pada
ketram-pilan-ketrampilan yang dipersembahkan dan corak tatanan sosial yang
orang menghargainya. Tidak semua keberhasilan kelompok-kelompok yang

48

menggesernya adalah pemerkosaan hak secara militer! Inilah se-benarnya eksistensi


tentang suatu relasi antara kekuasaan dan nilai-nilai sosial yang bersifat umum yang
dimaksudkan oleh fungsionalisme sama halnya, pernyataan ekonomik bahwa
perb'edaan-perbedaan penghasilan adalah akibatdari penghargaan pasar mengenai
ketrampilan (skill) telah mendorbng para teoris stratifikasi yang menghubungkan
keberhasilan dengan syarat-syarat pelayanan yang tak memadai. Bagai-manapun
juga, suatu kelompok yang memperoleh pegangan pada kekuasaan dengan cara ini
tentunya akan selalu berjuang untuk mem-pertahankan dan berusaha memajukan
posisinya, meyakinkan setiap orang tentang keabsahannya dan pentingnya, dan
mencegah persaing-an dari kelompok-kelompok dengan dasar-dasar kekuasaan
yang secara potensial berbeda dan pendekatan Dahrendorf jauh lebih baik untuk
disesuaikan daripada pendekatan fungsionalisme untuk menganalisa proses ini.
Teori Konflik dan Penjelasan Sosial Dahrendorf yakin bahwa pendekatan
"konflik" yang menggabungkan hipotesa umum tentang sifat kekuasaan dan
konflik yang mesti terjadi dengan informasi tentang posisi-posisi dan asal - usul
kelompok-kelempok yang bersifat historis dan khusus, merupakan hal yang paling
kaya bagi dunia sosiologi. Walaupun begitu dia juga berpendapat bahwa ini jelas
tidak sangat memuaskan apabila peranan individu harus dipandang berlaku, atau
bahkan secara jelas dikaitkan kepentingan-kepentingan golongan ber-tentangan
dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Walaupun ke-banyakan penganut
teori Konflik yakin bahwa ketidakberadaan konflik adalah akibat paksaan yang
efektif, atau jika tidak, akibat dari "kesadaran yang palsu", Dahrendorf yakin
bahwa hubungan sosial dapat saling menguntungkan. Sebagai contoh, dalam
pembahasan akhir-akhir ini mengenai kebutuhan domokrasi yang lebih besar
berkenaan dengan industri, dia menyarankan bahwa tukar pendapat dan pengalaman mengenai berbagai informasi dan pengambilan keputusan dapat mengubah
konflik-konflik dari prinsip yang satu untung atas kerugian yang lain kepada
pembagian yang lebih rasional.
Determinan Konflik
Dalam karyanya yang terkenal "class and class Conflict in Industrial Society",
Dahrendorf mengemukakan masalah tentang kapan ketidaksamaan dan
pertentangan kepentingankepentingan benar-be-nar akan menghasilkan konflik.

49

Alasan sentral Dahrendorf ialah bahwa konflik sosial secara sistematisakan


terjadiantar kelompok-kelompok yang berbeda dalam wewenang yang mereka
nikmati terhadap orang-orang lain. Menurut Dahrendorf ( juga Weber), wewenang
adalah jenis kekuasaan yang terlekat peran sosial atau tatus, yang disyahkan dan
ditentukan batas-batasnya oleh norma-nor)ma sosial, dan diikuti oleh sangsi-sangsi
sesuai dengan batas-batas tersebut. Sebagai contoh, Universitas memiliki wewenang
untuk mengharuskan mahasiswa mem-bayar kuliah, dan sebagainya tetapi tidak
berwenang mengambil seluruh uang ada. Penjahat memiliki kekuasaan untuk
mengambil uang tetapi tidak memiliki wewenang untuk hal itu semua.
Dahrendorf berpendapat bahwa pola-polg yang kokoh dan ber-ulang-ulang dari
wewenang institusional secara sistematis meningkatkan konflik sosial antara mereka
yang memiliki beberapa jenjang wewenang dan mereka yang tidak memilikinya.
Bertitik tolak dari istilah "ekono-mik" yang konvensional Dahrendorf
menamakan kelompok-kelompok ini "classes", la memberikan catatan bahwa
istilah "class" menekankan konflik kelompok-kelompok (groups) yang
diakibatkan oleh distribusi yang berbeda dalam hal wewenang dalam asosiasiasosiasi yang terkoor-dinir. Yakni organisasi-organisasi yang di dalamnya terdapat
penentuan tatanan-tatanan tersedia dan peran-peran yang dilakukan.
Jadi teori Dahrendorf mengimplikasikan bahwa wewenang itu di-khotomi :
Seseorang memilikinya atau tidak memilikinya, dan kepen-tingan-kepentingan
orang ditentukan olehnya. Tetapi konflik hanya melibatkan dua sisi. Sebaliknya,
"classes" tidak melibatkan dalam konflik yang aktif dalam seluruh waktu . Oleh
karena itu Dahrendorf kemudian berusaha menjelaskan kapan orang secara aktual
akan memo-bilisir kekuatan.
Mobilisasi Kelompok. Tuntutan-tuntutan struktural bag! orang untuk
membentuk "interest groups yang aktif" adalah bersifat "teknis", "politis", dan
"sosial". Dahrendorf berpendapat, secara tehnis suatu group memerlukan pendiri
dan suatu piagam atau idiologi untuk men-jadi aktif. Secara politis makin liberal
keadaannya, makin perlu mobili-sasi demi untuk konflik yang aktif; makin totaliter
keadaannya, makin kurangdiperlukan mobilisasi itu.
Akhirnya, perlu dikemukakan adanya tiga faktor sosial yang pen-ting. Pertama,
pembentukan group lebih diperlukan, apabila anggota anggota secara potensial

50

terkonsentrasikan secara geografis dengan cu-kup baik, kedua, apabila mereka


berkomunikasi secara mudah, sebagai-mana teknologi-teknologi komunikasi modern
memungkinkan komuni-kasi lebih mudah bag! mereka untuk melakukannya, dan
ketiga, jika orang yang berada dalam relasi yang sama terhadap wewenang dijadi-kan
anggota baru dengan cara yang sama, misalnya mereka yang berasal dari keluarga dan
jenis organisasi yang sama.
Sesungguhnya, tuntutan-tuntutan psikologis yang paling penting ialah, bahwa
individu-individu mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan yang
dikaitkan dengan status mereka dan bahwa kepentingan-kepentingan ini nampak
penting dan nyata bagi mereka. Dahrendorf tidak setuju dengan argumentasi Marx
bahwa status-status klas, baik dalam hal kekayaan maupun kekuasaan, menentukankeseluruhankehidupandan perilaku sosial mereka, tetapi dia benar-benar yakin
kepentingan klas akan menjadi lebih "riil" bagi orang yang bertukar pengalaman
kebudayaan. Oia juga berpendapat bahwa orang berkurang keinginannya untuk
mengindentifikasikan dengan kepentingan-kepentingan klas mereka dan
memobilisirnya, apabila jumlah aso-siasi dimana mereka tergabung makin besar.
Dengan kata lain, makin besar kesempatan-kesempatan pribadi meninggalkan klas
mereka, makin besar mobilitas vertikal,makin kecil keinginan mereka
mengidentifikasi secara aktif dengannya.
Argumen-argumen "struktural" Dahrendorf cukup meyakinkan, walaupun
nampak sedikit kaku. Dia cenderung menekankan bahwa konflik tak akan menjadi
eksplosif, tentunya ada beberapa tingkat mobilitas sebagaimana tirani-tirani dalam
sejarah telah menunjukkan, suatu tingkat paksaan tertentu dapat menekan konflik
secara amat efektif.
Pembahasan Dahrendorf tentang tuntutan "psikologis" untuk terjadinya aksi klas
kurang memuaskan. Khususnya dalam masyarakat industri, golongan miskin seringkali
telah mempergunakan suatu kebudayaan, hidup terbatas pada masyarakat yang
berdekatan, hanya memiliki sedikit kesempatan untuk memperoleh kemajuan, dan
mene-rima begitu saja peraturan yang ada mengenai semua hal harnpir tanpa bertanya.
Jadi, Dahrendorf gagal menjelaskan secara memuaskan bagai-mana sikap-sikap oposisi
bermular.
Kekerasan dan Intensitas Konflik

51

Dahrendorf juga membahas secara cukup panjang lebar apa yang mempengaruhi
intensitas dan kekerasan dari konflik klas apabila itu terjadi. Kekerasan dia
definisikan sebagai suatu alat-alat atau cara-cara .yang dipilih, intensitas dia
definisikan sebagai "pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari kelompokkelompok yang terlibat konflik". Ter-dapat beberapa masalah utama yang
mempengaruhi tingkat kekerasan. Yakni, sejauh mana konflik dilembagakan,
dengan saling menerima "atur-an permainan", sebab "mereka yang telah setuju
membawa perbedaan-perbedaan ke dalam diskusi biasanya tidak melibatkan diri ke
dalam kekejaman secara fisik. Sebagai contoh, dalam masa-masa kekejaman yang
ekstrim terhadap pencegahan pemogokan dan pengawasan di Amerika mendahului
penerimaan secara umum dalam hal perserikatan-perserikatan.
Dahrendorf juga menemukan tiga faktor penting yang mempengaruhi intensitas
konflik. Pertama, yang dia anggap paling penting, adalah tingkat di mana mereka
yang berada pada status bawahan di dalam suatu asosiasi juga berada pada status
bawahan di dalam asosiasi-asosiasi mereka lainnya. Kedua, suatu tingkat dimana
wewenang di dalam suatu organisasi dipegang oleh orang yang juga berada di atas di
dalam bi-dang-bidang yang lain: dalam istilah Dahrendorf, status-status adalah
"pluralist" atau "sangat dipaksakan". Jadi, bila manager suatu firma adalah juga
pemiliknya dan bila mereka juga menggunakan kekayaan dan status untuk
mengontrol politik, orang dapat menduga terjadinya konflik-konflik industri yang
bersifat intensif dan khusus.
Faktor ketiga adalah bahwa makin besar mobilitas antar status-status, makin
berkurang intensitas konflik yang mungkin terjadi. Hal ini benar bukan hanya
jika individu-individu sendiri dapat bergerak, tetapi juga jika anak-anak mereka
mudah bergerak. Ini sebagian karena mobilitas membuat berkurangnya keinginan
suatu kelas untuk memiliki kebudayaan yang sama, dan sebagian karena orang
kurang cenderung menyerang suatu kelas dimana anak-anak mereka suatu saat
mungkin bergabung dalam kelas tersebut. Sebaliknya, jika mobilitas kecil atau tak
ada, perjuangarv itu menjadi lebih intensif.
Teori Dahrendorf membuka kemungkinan orang untuk melengkapi bidangbidang yang memungkinkan konflik-konflik di dalam setiap organisasi yang ada.
Tetapi, sebagaimana telah kita lihat, hal itu tidak member! perhatian yang cukup

52

terhadap peranan kekerasan melulu. Tidak juga hal itu banyak menolong kita
dalam meramalkan organisasi-organisasi mana (dari sekian banyak organisasi yang
di dalamnya orang memberi atau menerima aturan-aturan) lebih cenderung
mengalami konflik terbuka. Satu alasan yang sederhana untuk dikemukakan ke
mudian adalah Dahrendorf tidak membahas bagaimana pentingnya suatu lembaga
yang ada bagi kehidupan seseorang. Dalam suatu masya-rakat dimana status-status
bersifat "terpaksa", adalah hampir pasti ada satu sumber utama kekuasaan dan
wewenang yang diikuti orang-orang lain. Apabila konflik-konflik di negeri
totaliter memang terpecahkan, maka pusatnya adalah pada kekuasaan party dan
kontrol dari negara. Dalam masyarakat Barat, sejak negara maupun tempat kerja
seseorang merupakan lembaga yang amat penting, negara dan tempat kerja itu lebih
jauh cenderung melahirkan konflik yang aktif dibanding kalau organisasi sosial
keagamaan atau persatuan atletik. Dalam kenyataannya pembahasan Dahrendorf
sendiri memberi perhatian terbesar kepada kegiatan-kegiatan atau industri negara.
Konflik di dalam industri. Selama seratus tahun terakhir, telah terjadi kenaikan
jumlah modal usaha bersama untuk mendirikan perusa-haan-perusahaan, dimana
pemilikan oleh pemegang saham terpisah dari kontrol managemen. Sebagaimana
telah kita lihat, pada Marx modern: sosiolog umumnya berpendapat bahwa
perubahan itu tidak amat pen-ting, sebab perusahaan-perusahaan itu masih mewakili
dan mengusaha-kan kepentingan-kepentingan pemilik-pemiliknya. Penulispenulis lain, seperti Burnham, yakin bahwa hal itu berarti suatu kesempatan yang
luas dalam struktur sosial dan berarti akar dari kekuasaan.
Dahrendorf berpendapat bahwa pendekatannya menampilkan apa yang sebenarnya
telah berubah maupun apa yang sebenarnya belum berubah. Dia berpendapat bahwa
karena abad kesembilan belas para manager dan para pemilik pada umumnya adalah
orang yang sama. Marx menganggap secara salah terhadap perbedaan-perbedaan
kekayaan dimana sebenarnya suatu konflik berpusat pada wewenang kesejahteraan, dan pengaruh politis. Kini, koflik industrial akan kurang intensif baik
karena pemilik dan kontrol terpisah tetapi juga karena "isolasi ins-1 titusional"
industri yang berarti status seseorang di dalam industri f telah diberlakukn tidak
sejelek sebagaimana kehidupannya di luar industri pada masa industri dipimpin
oleh pemilik modal langsung. Pada saat yang sama, pemisahan dalam hal

53

wewenang dan konflik kepenting- an tinggal tetap. Pendapat-pendapat yang


menyatakan bahwa pembagi-an antara pekerja dan managemen telah dikaburkan
adalah amat keliru.
Studi paling langsung dan relevan terhadap pendapat Dahrendorf mungkin
adalah tentang "The Affluent Worker" Survey yang intensif tentang "Affluent
British Industrial Workers" banyak diarahkan pada penentuan apakah telah terjadi
suatu keruntuhan atas pembagian sosial " klas pekerja " dengan " klas menengah". '.
Hasilnya adalah ke-raguan atas tingkat dimana industri " terisolir secara
institusional " sebagaimana dikemukakan Dahrendorf. Sebagai contoh kehidupan
sosial yang berpusat pada keluarga para pekerja, tetap tinggal amat terpisah dari para
keluarga golongan "white collar" ("golongan yang bukan pekerja kasar").
Meskipun begitu, meskipun organisasi perseri-katan lebih kuat dalam urusan
pabrik-pabrik ini daripada dalam bidang kesejahteraan, para pekerja hanya jarang
dilibatkan pada "gerakan perserikatan" sebagai kekuatan "klas pekerja" nasional:
sebagai ganti-nya mereka secara ekstrim dilibatkan ke dalam masalah-masalah perserikatan pada tingkat tempat kerja. Hanya delapan prosen menghadiri pertemuan
reguler cabang perserikatan dalam acara pemilihan, tetapi 83 prosen memilih secara
reguler untuk pengurus toko mereka. Dengan kata lain, mereka lebih dilibatkan
secara erat dalam organisasi persri-katan pada tingkat dimana mereka berkumpul
bersama, bertemu muka dengan para manager, tetapi tidak dalam masalah-masalah
tentang kebijakan ekonomidan perserikatan atau politik klas pada tingkat nasional.
Konflik dan negara. Dahrendorf berpendapat bahwa di dalam negara, seperti di
dalam industri, jalur-jalur yang penting dari konflik adalah antara mereka yang
member! dan mereka yang menerima aturan-aturan. Negara jadalah c^ganisasi yang
paling berkuasa di dalam ma syarakat,dan penguasa adalah "elite group" yang
memegang status-status pada puncak hierarki negara itu. Tetapi penguasa tak
diciptakan se-mata-mata hanya dari group ini. Juga birokrasi yang termasuk ke
dalam rangkaian perintah, dan dari penguasa membuatnya menjadi bagian dari
"ruling class", bahkan meski hal itu tidak membatasi sangkut paut dan tujuantujuan suatu negara birokratis. Pendapat Dahrendorf mem-bantu menjelaskan
stabilitas yang luar biasa dari negara-negara birokratis seperti Byzantium dan Mesir
dalam zaman pemerintah Firaun. 6/lakin besar otoritas yang melahirkan klas, makin

54

besar group yang akan memimpin perlawanan terhadap setiap ancaman terhadapnya
dari suatu group konflik yang terorganisir dari para bawahan. Pendapatnya juga
berimplikasi bahwa (.negara dan birokrasi bersama - sama merupa-kan lembaga yang
terpisah, bukan sekedar suatu refleksi dari penge-lompokan pengelompokan sosial,
dan bahwa group-group sosial yang kuat semestinya akan melawan otoritas negara
dan berusaha mem-batasi kontrol negara atas mereka. Dalam analisa Dahrendorf
sendiri
sekarang mengenai politik Inggris, ia berpendapat bahwa "Nyatalah kini ada
konflik antara pemerintah dan industri", yang di dalamnya perserikatanperserikatan dagang merupakan pemuka-pemuka yang nampak tetapi melibatkan
perseroan-perseroan yang besar.
Sejumlah pengulas modern sependapat dengan Dahrendorf bahwa pernejnntah
yang berkembang secara aktif akan memiliki konsekuensi- k'onsekuensi untuk
perluasan dan intensitas dari konflik politik. Se-bagaTcbntbH, Christopher De
Muth,staf pengajarfakultaspada Kannedy School of Administration Harvard
University yang dahulu bekerja un tuk Conrail, membahas perilaku perseroan bus
Greyhound (suatu peru-sahaan angkutan bus yang maha besar) dalam "Wall Street
Journal". Dia melukiskan bagaimana Greyhound mempengaruhi secara kuat
melawan subsidi negara federal yang diberikan kepada para penumpang kereta api,
yang karenanya bus-bus itu harus bersaing, sementara itu perseroan bus Greyhound
berusaha dengan kekuatan yang sama me-nyetop Komisi perdagangan antar Negara
Bagian mengijinkan perseroan-perseroan bus yang baru memulai bersaing dengan
Greyhound dan berusaha mencegah setiap deregulasi umum terhadap transportasi
bus. De Muth berpendapat, "Tak ada alasan untuk mengharapkan Greyhound atau
setiap perseroan lainnya bersaing dalam pasaran bidang ekonomis sementara
menjauhkan diri dari pasaran bidang politik se-begitu jauh, ini mengganti dana
secara mental dari hakekat persaingan pribadi dalam bidang ekonomi yang
meningkatkan keperluan yang bersifat relatif dari hal yang bersifat politis yang
melawan persaingan ekonomis".
Dahrendorf memberikan penjelasan berkenan dengan hubungan yang
"permanen atau erat antara "power", atau "autoritas" dan "konflik". Dia juga
menghadirkan suatu teori yang konkrit tentang pern bentukan group konflik,

55

untuk menerangkan tujuan-tujuan orang dan memberikan tanda-tanda


konfrontasi-konfrontasi yang potensial. Dia melukiskan sejumlah faktor penting
baik yang menciptakan group-group konflik yang termobilisir dan konflikkonflik yang insentif man-pun, sesuai dengan itu, cenderung memperkecil konflik
sosial. Meski-pun begitu teorinya tentang "conflict group mobilization"
("mobili-sasi group yang berkonflik") gagal untuk menerangkan apa yang membuat orang inenyadari tentang dirinya sebagai suatu kelompok dengan

56

Kita dapat mengerti apa yang dibicarakan oleh Collins apabila kita
membandingkan kedudukan orang-orang India pedesaan "yang di luar kasta atau
paria dengan maharajah Hindu abad ke sembilan belas. Kasta paria ini karena
terhalang oleh sistem kasta hampir tidak memiliki ketrampilan yang dapat
dipasarkan di kota untuk semuapekerjaan te tentu, kecuali pekerjaan - pekerjaan
" kotor ", seperti membersihka. kakus. Baginya bekerja dengan kasta Hindu akan
mengotori mereka Hubungan sosial kaum paria ini sangat terbatas, yang mungkin
di lakukan sangat sedikit ; kaum ini sangat kotor dan jorok dan keku rangan gizi ;
dan agamanya didominasi oleh kasta Brahma, yang me ngajar kaum paria bahwa
nasib yang mereka miliki yang tak dapat dihindarkan merupakan hasil daripada
kehidupan sebelumnya dan mereka menuruni nasib tersebut. Sebaliknya, kaum
Maharajah ba- ! nyak melakukan kontak sosial dari sumber - sumber yang
menunjuk-kan mereka mendapatkan kehidupan lebih baik. Dengan gizi yang lebih
baik, kaum Maharajah hampir pasti lebih besardan mimiliki tubuh yang lebih
menarik. Lebih daripada itu, meski kaum Maharajah mempunyai sedikit kontak
atau bahkan tidak atas perilaku kaum hindu dan tidak punya pengaruh terhadap
kaum pendeta, mereka kontak dengan be-berapa kasta besar dari kaum maharajah
yang mungkin tidak melemah-kan pengaruh pendeta-pendeta ini pada dirinya. Jelas,
kaum maharajah ini memiliki posisi dengan kekuasaan luar biasa dibandingkan
dengan posisi kaum paria, dan kaum Maharajah ini mempunyai kesempatan untuk
mencapai tujuan yang beraneka warna. Jika kita bandingkan dengan kelompok
penduduk kelas dua di AS, seperti kelompok pen-duduk miskin yang tergantung
pada bantuan kesejahteraan pemerintah dan dari presiden perusahaan, kita akan
menemukan bahwa antara ke-duanya terdapat perbedaan tetapi juga tidak ekstrim.
Hal ini dikarena-kan di kedua masyarakat pembagian sumber-sumber mereka sangat
ber-beda.
Collins menunjukkan ada tiga aspek yang penting dalam kehidupan ini di mana
penduduk mendapatkan sumber lebih banyak ataupun lebih sedikit menguasai atau
dikuasai. Ini semua menciptakan pola stratifikasi sosial. Pola-pola ini, pertama
pekerjaan dapat dikelompok-kan ke dalam beberapa kelas yang berbeda-beda;
kedua, masyarakat dimana mereka tinggal, dengan kelompok-kelompok status
yang ber-lainan, termasuk perbedaan pengelompokkan status menurut umur, jenis

57

kelamin, suku dan pendidikan; dan ketiga, dunia politik dimana partai-partai
yang berbeda mencari kekuatan politik. Pada setiap kasus, apa yang penting bagi
perilaku sosial adalah taraf di mana seseorang J berada pada suatu kedudukan untuk
mengontrol yang lainnya, dan

dengan demikian memperoleh kekayaan, status aspek stratifikasi sebagai masalah


utama; seluruh kedudukan seseorang adalah jumlah dari sumber-sumber dan
kedudukan-kedudukan pada sejumlah bidang-bidang yang berbeda. Dengan
perkataan lain, Collins lebih menyukai model pluralis dari Weber daripada model
unicausal dari Marx, yang menyatakan bahwa "perbedaan susunan dari stratifikasi
tidak diatur secara rapi".
Pendidikan dan Strafikasi sosial
Collins selalu tertarik pada bagaimana kualifikasi pendidikan di-pergunakan
sebagai suatu sumber dalam memperjuangkan kekuasaan, kekayaan dan prestise. dan
ia telah menggunakan perspektif konflik untuk melaksanakan penelitian empiris
mengenai peranan pendidikan dalam karir masing-masing individu. la
memperlakukan pendidikan sebagai salah satu dasar yang penting dalam perbedaanperbedaan status kelompok, semacam ''pseudo-etnicity" (kesukuan semu) yang
menso-sialisasikan anggota kelompok kedalam bentuk kultur yang khusus. la
menyatakan kaum yang berpendidikan elite, yang memberikan kultur tertentu,
akan mempergunakan budaya tsb. sebagai kriteria bagi pe-nentuan pekerjaan yang
menduduki jabatan pertama dan juga kelompok ini akan mencoba untuk
menanamkan penghargaan bagi kultur-nya di dalam masyarakat sebagai suatu
keseluruhan.
Masyarakat industri modern mempunyai masa pendidikan formal yang lebih
lama, dan memerlukan Ijazah yang jauh lebih tinggi untuk mendapat pekerjaan
daripada masyarakat praindustri. Penjelasan yang biasa diberikan ialah semakin
banyak pekerjaan memerlukan ketrampilan lebih tinggi daripada di waktu yang
lampau; tetapi Collins mem-buktikan bahwa argumentasi paling baik, hanya
merupakan sebagian dari kebenaran. Bukti memperlihatkan bahwa pendidikan
"tidak ber-' kaitan dengan produktivitas pekerja pada tingkat individual, dan ketrampilan pekerja dipelajari terutama melalui kesempatan-kesempatan untuk

58

mempraktekannya", dan sama sekali bukan hanya di sekolah. Perbedaan-perbedaan


pendidikan antara negara-negara industri sangat jelas, tetapi hubungannya dengan
kemajuan teknologi tidak jelas. Misalnya, pada masa sehabis perang, pendidikan
Amerika rata-rata berlangsung jauh lebih lama daripada pendidikan di Jepang atau
Jerman Barat. Lebih daripada itu, Collins menunjukkan bahwa insinyur-in-sinyur
adalah salah satu kelompok profesional dengan ketrampilan teknik yang nyata
dibutuhkan industri. Apabila penjelasan "teknologi" dari pendidikan modern
benar, maka orang akan berharap bahwa
sekolah-sekolah teknik mempunyai prestise tertinggi di kampus, dart pendidikan
teknik akan mendominir pendidikan. Hal seperti itu tida|< terjadi. Kenyataannya
di Amerika pada tingkat sarjana muda "mem, punyai sistem pendidikan umum non
kejuruan yang paling besar $ zaman modern ini.
Cara terbaik untuk memahami pertumbuhan yang besar dari "sj$. tem ijazah"
ini, adalah melihat pendidikan sebagai suatu cara untul^ memiliki persyaratan
untuk bekerja sehingga membatasi kompetisi dan menciptakan kultur pekerjaan
eksklusif yang ditentukan sebagai prasyarat untuk memegang suatu pekerjaan.
Jadi, apabila anda tidak berbicara dalam bahasa yang sama (jargon/bahasa golongan
tertentu) seperti yang ditetapkan oleh para pekerja, setelah belajar selama latihan
'profesional", hal ini memberikan bukti bahwa anda tidak memiliki kemampuan.
Singkatnya proses ini dapat menciptakan jenis 'inflasi ijazah'' yang telah kita
alami dalam tahun-tahun terakhir ini. Mereka yang berpendidikan tinggi
menentukan persyaratan pekerjaan yang menguntungkan mereka; orang-orang
mengakui pentingnya pendidikan sebagai jalan menuju keberhasilan dan
memperoleh pendidikan lebih banyak; para majikan menaikkan persyaratan masuk
untuk menyaring berlimpahnya para pelamar.
Weber menunjukkan bahwa Ahli Sastra China menggunakan pendidikan
dengan cara tersebut, dan memonopoli kedudukan-kedudukan penasehat senior
berdasarkan "kualifikasi" pendidikan kesusasteraan Konghucu. Collins
mengindentifikasi contoh-contoh yang serupa pada pekerjaan sekarang ini.
Misalnya kelompok eksekutif yang paling "ter-didik" dijumpai tidak pada
perusahaan dengan teknologi tinggi yang berkembang pesat, melainkan pada
perusahaan bahan pokok dan ke-uangan yang "tradisionalistik".

59

Analisis Collins serupa dengan analisis dari Bowles dan Gintis dalam
tekanannya pada peranan pendidikan dalam menciptakan dan mempertahankan
kedudukan sosial. Tetapi, Collins tidak melihatnya sebagai suatu proses kapitalis
yang khusus atau istimewa. la lebih me-mandang pendidikan merupakan sumber
yang secara potensial penting walaupun dalam masyarakat akan bervariasi. Analisis
tersebut juga menggemakan kecaman Ivan Illich yang pedas dan terkenal terhadap
pendidikan formal. Dalam "Deschooling Society", illich menyatakan bahwa
sekolah hanya mengajarkan sedikit pengetahuan. Tujuan utama-nya adalah
membuat ranking sosial. "la menuduh, sekolah hanya menyediakan pengajaran
kepada mereka yang setiap langkah belajar-nya sesuai dengn ukuran-ukuran kontrol
sosial yang telah disepakati

Kultur, Ideologi dan Legimentasi


Dalam membicarakan analisis Collins tentang struktur sosial, kita telah
melihat pentingnya keterikatan pada penciptaan legimentasi. Tentu saja penekanan
pada peranan ide-ide ini adalah hal yang biasa bagi teori konflik; tetapi perbedaan
sumbangan yang dikemukakan Collins adalah memberikan pembicaraanpembicaraan yang terinci baik pada proses aktual yang membangkitkan keyakinan
umum mau-oun hubungan yang umum antara pandangan orang-orang dan cara
mereka menangani situasi konflik.
Collins secara terus menerus berusaha mengingatkan pembaca-nya bahwa pada
akhirnya subyek pembahasannya adalah individu. la percaya bahwa para penulis di
dalam tradisi "fenomenologi sosial", seperti Mead dan Goffman mempunyai
banyak sekali hal yang akandi-beritahukan kepada kita mengenai interaksi sosial,
karena memusatkan pada pengalaman-pengalaman individu dan mengetahui hal-hal
ini bukanlah sesuatu yang diberikan, tetap dan abadi. Sebaliknya, pengalamanpengalaman kita sebagian besar merupakan akibat dari per-sepsi dan nilai-nilai kita
sendiri, oleh karenanya "manusia hidup di dalam dunia-dunia subyektif yang
dibangunnya sendiri". Misalnya, dunia-dunia ini menentukan apakah kita melihat
suatu foto, sebagai suatu cara yang tidak berbahaya bagi jiwa kita, atau sebagai
pelanggaran perintah Tuhan terhadap patung-patung berhala. Subyektivitas mempengaruhi penilaian apakah masyarakat kita baik dan memuaskan atau menindas.

60

Lebih dari itu, Collins menyatakan bahwa bentuk-bentuk persepsi yang kita
punyai tunduk kepada pengaruh-pengaruh yang ter-atur dan dapat dikenal. Kita
dapat mengenai jenis-jenis pengalaman individu yang mengembangkan pandangan
orang tentang susunan sosial sebagai "nyata" dan sah, sehingga menggeser bagian dari
konflik sosial.
Pengalaman-pengalaman yang diidentifikasi oleh Collins adalah. pertama, dan
yang paling penting, pemberian dan penerimaan perintah; kedua, bentuk-bentuk
komunikasi satu sama lain, la menyatakan bahwa secara psikologis, mereka yang
memberikan perintah akan cenderung memihak kepada ide-ide organisasi dimana
mereka memegang kekuasa-an dan mereka membenarkan perintah-perintah atas
nama organisasi; dan karena pengalaman-pengalaman, mereka akan percaya pada
dirinya sendiri dan biasanya bersikap formal. Sebaliknya, semakin banyak orangorang menerima perintah-perintah, mereka semakin dijauhkan

dari ide-ide organisasi dan kemungkinan besar semakin bersikap pasrah,


tunduk, selalu menitik beratkan hadiah-hadiah ekstrinsik, dan semakirv
mencurigai orang lain. Mereka yang ada di tengah hirarkhi otoritasj yang
member! dan menerima perintah, cenderung menggabungkar kepatuhan
dengan keterikatan organisasi, tetapi mereka banyak mena-J ruh perhatian
pada tujuan-tujuan jangka panjang organisasi.
Alasan dasar Collins adalah bahwa orang ingin memaksimalkanH kemampuan
untuk memberikan perintah daripada menerima perintah. Dengan demikian, ia
menyatakan bahwa pejabat atau birokrat tingkat menengah "berusaha untuk
mengubah situasi sebagai penerima perintah menjadi penerus perintah-perintah
kepada orang lain". Hal ini mert-jelaskan perilaku yang terkenal daripada birokrat
tingkat menengah dibandingkan dengan atasan-atasan mereka, yang melihat
peraturan-peraturan sebagai suatu cara menuju tujuan yang lebih jauh. Di lain pihak
pandangan umum Collins tentang hubungan antara pandangan seseorang dan apakah
seseorang memberikan atau menerima perintah dapat diartikan pada satu dunia dimana
setiap orang bekerja pada organisasi yang besar. Sebenarnya, apabila anda memikirkan
mengenai pekerjaan orang-orang, anda akan menjumpai bahwa banyak orang, seperti

61

para petani, salesman asuransi dan banyak ibu rumah tangga pada kehidupan seharihari tidak banyak terlibat sama sekali dengan perintah-perintah tersebut.
Collins menyatakan bahwa bentuk komunikasi yang dilakukan seseorang
dengan orang lain sangat penting karena komunikasi mung-kin menguatkan, atau dan ini
penting bagi kontrol sosial mengimbangi pengaruh-pengaruh dari pengalamanpengalaman orang akan perintah. Di samping itu semua, bentuk komunikasi
menentukan taraf penerima: an ide-ide dan norma-norma yang mengelilingi masyarakat
mereka ter-organisir sebagai sesuatu yang nyata. Bentuk-bentuk komunikasi menentukan apakah orang melihat perintah sosial sebagai hal yang sah, la menunjukkan
bahwa keberadaan manusia, seperti juga semua bina-tang, mempunyai reaksi emosional
yang otomatis terhadap gerakan-gerakan isyarat, suara-suara dan tanda-tanda tertentu;
dan ia menyaran-kan bahwa ikatan-ikatan sosial fundamental didasarkan pada reaksireaksi milik mereka bersama, berbeda dari reaksi-reaksi binatang karena manusia
melibatkan simbol-simbol (seperti bendera atau pemberian hormat) daripada gerakangerakan dan suara-suara yang terprogram secara genetik. Kekuatan dari reaksi-reaksi ini
tergantung pada dua as-pek komunikasi manusia satu sama lain, lamanya waktu yang
dihabis-kan bersama, atau pengawasan bersama dan keanekaragaman hubungan

62

Collins menyatakan bahwa hal ini cocok dengan apa yang disebut Durkheim
"kepadatan sosial" di dalam analisisnya tentang bagaimana masyarakat
menciptakan kesetiaan dan identifikasi di antara anggota-anggotanya.
Collins memberikan gambaran yang baik sekali mengenai asumsi-asumsi
dasar teori konflik "analitis". Penelitiannya juga penting karena memberikan
banyak proporsi yang menghubungkan struktur lembaga dan sumber-sumber
yang tersedia untuk kelompok-kelompok yang berbeda. Lebih jauh lagi,
penenlitiannya ini memasukkan pengertian-pengertian dari perspektif
sosiologi mikro, terutama dalam laporannya mengenai bagaimana pengalamanpengalaman sosial mempengaruhi pandangan orang dan juga mempengaruhi
sifat perilaku sosial, konflik dan perubahan.
Dengan demikian tidak mengherankan, bahwa kelemahan pokok collins
adalah kelemahan-kelemahan teori konflik secara keseluruhan. Yang paling
penting adalah penekanan yang berlebihan pada aspek-aspek "zero-sum" dari
interaksi sosial yang ada dimana dalam suatu interaksi kalau ada pihak yang
untung pasti ada pihak yang rugi. pandangan yang terlalu mekanistis melihat
ide-ide sebagai cermin dari struktur sosial yang ada, dan laporan yang tidak
memadai dari sifat suatu negara. Kini setelah melihat secara singkat mengenai
kelemahan-kelemahan umum teori konflik dan juga kekuatan-kekuatan
pokoknya, kita akan sampai pada kesimpulan.
Kekuatan pokok dari teori konflik terletak pada cara menghubungkan struktur
sosial dan struktur organisasi pada kepentingan kelompok dan keseimbangan sumbersumber. Kerangka analitis ini seringkali sangat produktif. Lagi pula, mengingat
fungsionalisme tidak pernah sunguh-sungguh mengidentifier suatu mekanisme
perubahan, seperti yang dikerjakan teori konflik, kapan mekanisme ini menunjukkan
perubahan-perubahan dalam distribusi sumber dan kekuatan. Teori konflik dengan
sungguh-sungguh menekankan bahwa nilai-nilai dan ide-ide harus dihubungkan
dengan lingkungan sosial dan tidak diperlaku-kan secara otonom. Akhirnya teori ini
menghindarkan adanya penjelas-an yang sederhana, dimana sesuatu dapat dijelaskan
oleh akibat-akibat-nya. Dengan melacak perilaku pada kepentingan-kepentingan
pribadi dan cara memenuhi kepentingan tersebut, akan menunjukkan bagaimana
perubahan-perubahan terjadi.

63

Namun demikian, teori konflik juga mempunyai kelemahan-kelemahan


yang menonjol. Tekanannya bahwa kekuatan merupakan tuju- an utama
orang-orang dan gambaran dasar hubungan sosialnya terlali terbatas. Orang
hampir tidak dapat menerangkan perilaku naik hj dipandang dari segi kepentingan
diri atau mencari kekuasaan, seper istilah-istilah yang biasa dipakai dalam teori
konflik. Lebih dari pac, cara mereka mendefinisikan dan membicarakan
kekuasaan menyebal kan banyak ahli-ahli teori konflik menyatakan bahwa
keseluruhi_ kehidupan sosial pada hakekatnya adalah "zero-sum"; yaitu
keuntungJ an seseorang diperoleh atas kerugian orang lain yang sama besarnya.
Misalkan kita mengambil suatu hipotesis kepentingan diri sendiri dari
penguasa yang berharap mendapat sebanyak mungkin uang dari warganegaranya. la
dapat juga menyita apapun yang ia jumpai dengan kekuatan yang kejam; ataupun ia
dapat menetapkan sistem pajak yang dirumuskan dengan baik di mana orang akan
tahu sebelumnya secara tepat berapa banyak mereka akan bayar dan tidak akan ada
lagi yang akan dituntut. Pada gilirannya, hasilnya terletak pada kesanggupan
penguasa untuk bersikap keras sehingga menjamin warganegaranya membayar
penuh. Tetapi, mereka juga merasakan jauh lebih bernilai untuk bekerja keras,
menabung, dan menanam modal serta mencipta-kan pertumbuhan ekonomi
daripada yang mereka inginkan apabila segala sesuatu yang mereka hasilkan dapat
dikenakan penyitaan sewe nang-wenang. Karena alasan tersebut, pada akhirnya,
penguasa dapat melakukan dengan lebih baik untuk dirinya dengan memilih jalan
yang kurang sewenang-wenang. Tentu saja warganegaranya akan membayar lebih
baik jika ia melakukannya.
Tentu saja, tidak ada penguasa pernah mempunyai tangan yan lengkap untuk
memilih satu alternatif dari alternatif lainnya. Namun demikian, masyarakat dapat
berubah-ubah secara sistematis dalam seberapa jauh penguasa memberikan jenis
lingkungan yang member!-kan rakyat rasa aman, semangat, pertumbuhan ekonomi
atau mencipta-kan beberapa taraf dari "positive-sum" dalam kepentingan rakyat,
Teori konflik masa kini cenderung mengabaikan perbedaan-perbedaart penting
tersebut mengenai bagaimana kekuasaan negara dilaksanakan/ dan seberapa jauh
kekuasaan negara ini memberikan kepada rakyat suatu keamanan dan kerangka yang
dapat diramalkan bagi tindakan-tindakan mereka. Konsekuensinya, teori ini juga

64

cenderung menghasil-kan hukum-produk dari negara terlalu sederhana, walaupun


hukum-hukum ini sekedar refleksi dari kepentingan kelompok daripada sistemsistem dengan dinamika dan pengaruh mereka sendiri.
Kesamaan penyederhanaan yang berlebih-lebihan nampak pada perlakuan
teori konflik terhadap nilai-nilai dan ide-ide. Adalah penting

untuk menganalisis taraf di mana ide-ide berakar dalam suatu susunan sosial dan
cara-cara hukum serta "ideologi" mencerminkan kepenting-an-kepentingan bangsa;
tetapi penting juga untuk disadari seperti fungsionalisme bahwa mereka
mempunyai taraf otonomi. ahli-ahli teori konflik cenderung memperlakukan ide
seolah-olah sekedar refleksi kepentingan-kepentingan penguasa; tetapi kepentingan
sendiri yang sempit seringkali bukanlah penjelasan lengkap tentang masalah itu.
Kepentingan diri akan menganjurkan pemusnahan total orang-orang Indian
Amerika. bahwa ha I ini tidak terjadi adalah sebagian besar akibat pikiran-pikiran
tentang keadilan dan moralitas, yang bagaimanapun dikompromikan, adalah
bersifat universal dalam penerapannya.
Demikian pula, teori konflik cenderung menekankan bagaimana jde
mempertahankan kestabilan, sedang dalam kenyataannya ide-ide di dalam
masyarakat teftentu seringkali mengkritik dan merendahkan pemerintahan yang
ada. Misalnya, kaum Kristen menghasilkan tokoh-tokoh seperti Santo Franciscus
dan Luther, yang ajaran-ajarannya men-ciptakan pemberontakan sosial yang hebat
dan; Kremlin menindas orang Rusia pembangkan secara kejam karena takut ide-ide
mereka yang begitu banyak.
Akhirnya, walaupun teori konflik menentukan suatu mekanisme perubahan,
tetapi tidak memberikan suatu pembahasan yang menyelu-ruh dan memuaskan
mengenai ha I itu. hal ini disebabkan teori konflik jauh lebih baik pada penjelasan
bagaimana suatu kelompok mempertahankan kekuasaan daripada memperlihatkan
bagaimana kelompok mendapatkan kekuasaan pada tempat yang pertama. Collins
menyatakan bahwa kualifikasi pendidikan merupakan sumber untuk memper-oleh
hak istimewa yang penting, tanpa mengatakan terlalu banyak mengenai mengapa
sekarang ini kualifikasi pendidikan merupakan sumber yang lebih penting daripada
di masa yang lalu. Tetapi kelompok-kelompok tidak mendapatkan kekuatan dan

65

sumber-sumber secara random, dan telah kita kemukakan lebih dahulu di dalam
bab ini bahwa asal usul kekuatan kelompok seringkali dapat dijelaskan oleh jasajasa Yang diberikan kelompok. Kualifikasi pendidikan dipergunakan untuk
melindungi dan memperkuat kedudukan kelompok elite; tetapi kualifikasi
pendidikan merupakan senjata yang efektif kini daripada di masa lampau karena
pendidikan juga perlu untuk memberikan ketrampilan teknik, pada ketrampilan
inilah kekayaan modern bergantung. Cara kehidupan sosial melibatkan pertukaran
benda-benda dan jasa-jasa tersebut, seperti juga nilai-nilai dan kekuatan kekerasan
yang ditekan-kan oleh teori pertukaran.
Pada umumnya paradigma fakta sosial mempunyai asumsi bahwa teori sosial harus
membahas fenomena sosial yang berpengaruh kuat terhadap perilaku individu.
Paradigma fakta sosial antara lain men-cakup norma-norma, aturan-aturan, adat
istiadat, kebiasaan-kebiasaan sebagai sesuatu yang ada di masyarakat dan akan
mempengaruhi perilaku masyarakat. Semuanya itu merupakan sesuatu yang berada di
luar individu, dan dapat dipelajari tersendiri sebagaimana layaknya kita mempelajari
individu. Dengan demikian kita bisa mempelajari hubung-an-hubungan di
antarafakta-fakta sosial tersebut, bahkan kita bisa men-jelaskan fakta sosial
berdasarkan fenomena non-sosial. Dengan kata lain, kehidupan bersama dan hasil sosial
budaya dari kehidupan bersama merupakan suatu kenyataan yang dapat diisolasi secara
terpisah dari individu. Oleh karenanya, fakta sosial tersebut dapat dipelajari secara
terpisah lepas dari individu dan merupakan unit analisis dalam teori-teori sosial.
Sebagai contoh paradigma sosial ini adalah masalah "bunuh 'diri". Durkheim dalam
kajian bunuh diri mengembangkan suatu teori yang menjelaskan mengapa
kelompok-kelompok dalam masyarakat, misalnya kelompok status kawin dan
kelompok status tidak kawin, kelompok Katolik kelompok Kristen dan kelompok
Yahudi, memiliki angka bunuh diri yang berbeda-beda. Unit analisis dalam teori ini
tidak individu, melainkan kelompok dalam masyarakat. Oleh karenanya,
Duerkhiem mempermasalahkan mengapa sekelompok individu sebagai bagian dari
masyarakat memiliki angka bunuh diri yang berbeda-beda, tidak mempertanyakan
mengapa ada individu yang bunuh diri dan ada yang tidak. Kalau pertanyaan yang
terakhir ini yang diajukan mungkin jawabnya adalah karena "cinta yang tidak
kesampaian "atau" pen-deritaan yang tidak mengenal ujung". Dalam teorinya,

66

Durkhiem mem-berikan jawaban atas pertanyaan tersebut yang mengandung tiga bentuk alasan : Altruistic suicide, Anomic suicide, dan Egoistic suicide. Dua alasan
pertama berdasarkan pada budaya, dan alasan ketiga berdasarkan pada struktur sosial.
Pemikiran yang pertama menjelaskan bahwa angka bunuh diri masyarakat tinggi
dikarenakan dalam masyarakat tersebut terdapat ajaran-ajaran yang mendorong anggota
masyarakat melakukan bunuh diri pada kondisi dan situasi tertentu. Misalnya,
masyarakat Iran di bawah Khomeni dengan Jihad mati syahid, Kamikaze pada masa
perang dunia ke-2. Anomic suicide memberikan penjelasan bahwa angka bunuh diri
suatu masyarakat atau kelompok masyarakat tinggi karena tidak ada norma-norma
yang bisa dijadikan pegangan dan norma-norma yang memberikan legitimasi atas
aspirasi mereka. Sedangkan egoistic suicide menjelaskan bahwa sekelompok individu
memiliki angka bunuh diri tinggi dikarenakan diantara anggota-

anggota kelompok tersebut tidak memiliki kesatuan dan integrasi yang kokoh
dan kuat. Dari teori Durkhiem ini jelas bahwa subyek penelitian adalah bukan
individu tetapi kelompok atau bagian dari suatu masyarakat. Jadi unit
analisisnya adalah kelompok.
2. Paradigma difinisi sosial
Penjelasan paradigma ini bersumber dari karya Weber yang kon-sepsinya tentang
fakta sosial sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara
struktur sosial dengan pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk
membentuk tindakan manusia yang penuh arti/makna.
Weber mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan
sosial. Inti tesisnya adalah tindakan yang penuh arti dari individu. Tindakan sosial
adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Secara definitif Weber
merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami
(interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai
kepada penjelasan kausal. Dengan demikian yang menjadi sasaran pokok penelitian
sosiologi adalah :
1. Tindakan manusia yang mengandung makna subyektif, meliputi beberapa
tindakan nyata.

67

2. Tindakan nyata yang bersifat batiniah dan bersifat subyektif.


3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, atau tindakan yang
sengaja diulang.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain.
Atas dasar rasionalisme tindakan sosial, tindakan manusia dapat di-golongkan pada
tindakan sosial murni, tindakan dengan tujuan tertentu, tindakan yang dibuat-buat
dan tindakan yang didasarkan atas kebiasaan kebiasaan.
Ada tiga teori yang termasuk kedalam paradigma definisi sosial ini, yaitu teori aksi
(action theory), teori interaksi simbolis (symbolic interactionism) dan teori
penomenologi (phenomenology). Ketiga teori ini disamping memiliki persamaan
juga memuat beberapa perbeda- an. Persamaan ide dasarnya terletak pada hal bahwa
manusia adalah merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya dan realitas
sosial bukanlah merupakan alat yang statis dari paksaan fakta sosial. Secara umum
dapat dikatakan bahwa penganut teori ini membolehkan seorang sosiolog untuk
memandang manusia sebagai pencipta yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Salah satu teori yang akan dibahas dalam kesempatan ini adalah teori interaksi
simbolis (lihat Wallace & Wolf, 1976).
Teori Interaksi simbolisme
Masalah yang senantiasa menggelitik para ilmuwan sosial adalah bagaimanakah
interaksi antara individu dan masyarakat bisa merubah perilaku individu dan kelak
akan membawa perubahan pada masyarakat secara keseluruhan. Bagaimanakah
individu yang satu bercermin pada individu yang lain?
Ada beberapa hal yang perlu untuk ditegaskan untuk mengawali jpembicaraan
tentang interaksi simbolis ini. Pertama, interaksi simbolisme membawa makna
bahwa teori ini menitikberatkan kemampuan manusia untuk menciptakan simbolsimbol dan mempergunakannya. Tanpa kemampuan menciptakan danmempergunakan simbol-simbol ini pola-pola organisasi sosial kemasyarakatan
tidak bisa dikembang-kan, dilangsungkan ataupun dirubah. Salah satu perbedaan
manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan manusia mempergunakan simbolsimbol ini. Oleh karenanya, manusia sendiri harus semaksimal mungkin
mempergunakan kelebihan ini dalam mengarungi proses kehidupan yang penuh

68

dengan perubahan ini. Kedua, manusia mempergunakan simbol-simbol tertentu


untuk berkomunfkasi dengan manusia lain. Dengan sating memahami dan
menyetujui makna simbol-simbol baik gerakan atau tanda lain, maka komunikasi
akan dapat berjalan dengan lancar. Tetapi patut dicatat, bahwa terdapat banyak
simbol-simbol dalam proses komunikasi ini, oleh karenanya pada hakekatnya
komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol tersebut sangat kom-pleks.
Ketiga, dengan menginterpretasikan simbol-simbol yang diberi-kan oleh pihak
lain seorang individu akan berprilaku tertentu sebagai tanggapan terhadap adanya
simbol yang ia terima. Oleh karena itu satu dengan yang lain saling memberikan
interpretasi atas simbol-simbol yang mereka masing-masing terima.
Salah satu pakar dalam teori interaksi simbolisme adalah George

Herbert Mead, (lihat Wallace & Wolf, 1986, 192 - 200), Teori interaksi simbolis,
dimana istilah ini berasal dari salah satu pakar yang lain yakni Herbert Blumer,
mencoba menjawab pertanyaan yang dikemukan di atas. Yaitu, mempelajari
bagaimana setiap individu berkembang secara sosial sebagai akibat dari
partisipasinya dalam kehidupan bermasyara-kat.
Interaksionisme simbolis, selanjutnya terutama menekankan pers-pektif
pandangan sosio - psikologis; sasaran utamanya ialah pada individu "dengan
kepribadian diri pribadi" dan pada interaksi antara pen-dapat intern dan emosi
seseorang dengan tingkah laku sosialnya. Sebagi-ah besar analisa itu merupakan
perhubungan antara seseorang dalam ukuran kecil. Individu dipandang sebagai
pembentuk aktif dari watak-nya sendiri yang menafsirkan, mengevaluasi,
menentukan dan meren-canakan perbuatannya sendiri, lebih dari pada sekedar
makhluk pasif yang dipaksa oleh kekuatan dari luar. Interaksi simbolis juga
menekankan proses dengan mana individu mengambil keputusan dan mengeluarkan pendapat.
Namun demikian, interaksionisme simbolis tidakdibuat dan disusun secara
sistematis oleh para pelopor ini, melainkan oleh dua ahli teori terkemuka yakni
George Herbert Mead dan Herbert Blumer. Meskipun Blumer merupakan seorang
pemimpin intelektual interaksi simbolis di antara para ahli teori ilmu sosial yang
,hidup, namun dia sangat ber-hutang budi pada gurunya, George Herbert Mead.

69

Sebagian besar unsur interaksionisme simbolis berasal dari Mead, dan Blumer
sendiri meng-akui Mead yang paling besar pengaruhnya atas ide-ide yang ia
kembang-kan.
Teori Interaksisimbolis Herbert Mead
Telah dibicarakan mengenai George Herbert Mead (1863 - 1931) bahwa "dia kini
dapat dianggap sebagai salah seorang di antara sekian banyak ahli fikir Amerika
yang telah membantu membentuk karakter ilmu pengetahuan sosial modern.
Ayah Mead adalah seorang pendela kaum Puritan yang mengajar sembahyang di
Oberlin, dimana Mead memperoleh gelar sarjana mudanya. Ibunya adalah Rektor
Mount Holyoke College. Selama menyelesaikan tingkat doktoralnya di Universitas Harvard, Mead bekerja sama dengan Josiah Royce dan William James dan
mengambil jurusan filsafat pragmatis. Di Eropa dia belajar di bawah bimbingan
Wilhelm Wundt di Leipzig, di mana dia juga ber-temu dengan G.Stanley Hall,
selanjutnya ia belajar di Berlin. Sekembali- nya ke Amerika, Mead mengajar dua
tahun di Universitas Michigan, Ann Arbor, dimana ia berjumpa dengan teman
intelektualnya, John Dewey dan Charles Harton Cooley. Ketika John Dewey
pindah ke Universitas Chicago, Mead memutuskan untuk menyertainya, dan dia
mengajar pada jurusan filsafat sampai dia meninggal pada tahun 1934.
Kesukaan Mead adalah mengajar. Walaupun dia menerbitkan se-jumlah
karangan, namun buku-bukunya baru diterbitkan setelah dia meninggal, dengan
sumber catatan kuliah para mahasiswanya, salah satu buku Yang terkenal berjudul :
Ingatan, Diri dan masyarakat (Mind, Self and Society), dan menjadi salah satu
sumber pokok untuk kom-ponen dasar teori Mead. Empat elemen yang kita pilih
sebagai bagian yang amat penting adalah diri (the self), interaksi diri,
perkembang-an diri dan art! simbolis.
Diri :
Pandangan Mead tentang "diri" adalah yang terpenting pada interak-sion simbolis.
Dia melihat "diri" sebagai suatu organisasi aktif bukan sekedar tempat buangan
yang hanya menerima dan memberikan reaksi terhadap stimuli (rangsangan),
Blumer menerangkan:
Bagi Mead, "diri" jauh lebih besar daripada "internalisasi (pen-dalaman)
komponen struktur sosial dan kebudayaan." Hal ini lebih merupakan proses sosial,

70

sebuah proses interaksi diri dimana pemeran manusia menunjukkan pada dirinya
sendiri hal-hal yang menentangnya di dalam situasi yang dia mainkan dan
menyusun perbuatannya lewat interprestasi akan hal-hal semacam itu. Pemain
melibatkan dirinya sendiri dalam interaksi sosial ini, menurut Mead, dengan
memainkan peran-an pemain ini, berbicara pada dirinya sendiri lewat peranan
peran ini, dan memberikan tanggapan terhadap pendekatan-pendekatan ini. Konsepsi interaksi diri ini dimana pemain sedang menunjukkan hal-hal pada dirinya
sendiri terlepas pada dasar skema psikologi sosial Mead.
Diri, ternyata aktif dan kreatif, tak ada hal-hal seperti halnya varia-bel sosial,
budaya ataupun psikologis yang "menentukan" perbuatan "diri". Blumer sering
menjelaskan dengan kata-kata berbagai pendapat ahli ilmu sosial tentang "diri" di
dalam kelasnya sendiri dengan meng-gunakan sebuah gambar seperti Gambar : 4
ketika dia dengan ber-semangat menyampaikan ide - ide Mead kepada para
mahasiswanya. Di sini orang dapat melihat apa yang ditentang oleh para ahli
interaksi simbolis dalam pandangan para fungsionalis tentang diri. Para fungsionalis seperti Parsons cenderung melihat individu sebagai obyek pasif
yang terbentur oleh kekuatan sosial dan psikologi. Blumer mengatakan: "Proses
indikasi diri dengan mana perbuatan manusia terbentuk tidak dapat dijelaskan
dengan faktor yang mendahului kejadian itu. Menurut estimasi Blumer, para ahli
teori pertukaran sosial seperti George Homans memiliki pandangan pasif tentang
manusia.
Menurut Blumer,
"Diri", atau sebenarnya manusia, tidak dibawa ke dalam gambar hanya dengan
memperkenalkan elemen psikologis, seperti halnya motif dan minat, di
sepanjang elemen sosial. Tambahan semacam itu hanya menambah kesalahan.
Inilah pidato sambutan Kepresi-denan George Homans dalam "Bringing Men
Back In" (memanusi kan kembali manusia).

Berlawanan dengan pandangan pasif terhadap indivicitrlVlead mene-kankan


kemampuan manusia lewat mekanisme interaksi, untuk mem-bentuk dan
membimbing perbuatan mereka sendiri. Posisi Mead adalah bahwa individuindividu bertindak pada lingkungannya sendiri, dan dalam melakukan hal itu,

71

mereka menciptakan obyek yang mengisi-nya. Dia bedakan antara "benda" atau
stimuli/rangsangan yang mendahului dan tak terikat individu, dengan "obyek"
yang hanya "ada" dalam kaitannya dengan perbuatan, "benda" diubah menjadi
"obyek" melalui perbuatan individu. Sebuah tomat, misalnya, berfungsi sebagai
obyek pernyataan marah bila dilemparkan.
Dengan melakukan suatu perbuatan, seseorang berminat mengguna-kan tomat sebagai
makanan di satu pihak dan sebagai senjata di pihak lain. Secara intrinsik tomat
termasuk kedua-duanya; tomat tersebut hanyalah sebuah "benda" sebelum seseorang
berbuat sesuatu atasnya. I Dus, "orang" menurut Mead lebih aktif dan lebih kreatif
daripada per-tukaran sosial dan "orang" atau "ego" menurut para ahliteori
fungsional.
Interaksi simbolis menghindari proses yang menentukan dengan menolak
memperlakukan diri sebagai suatu yang tak dibedakan. Khusus-nya, Mead membuat
ringkasan dua "fase" diri. Satu fase adalah: "Aku" sebagai subyek "I" yang menurut
penglihatan Mead merupakan tanggap-an yang tak teratur dari organisme terhadap
sikap orang lain, sifat spontajTjjtau_dorongan untuk mejakukan pepbuatan. Fase yang
lainnya adinaTT7;;lAT::ki7T sebagai obyelT("me")7serangkaiaTT'sfk'ap teratur orang
lain yang diterima seseorang itu sendiri sebagai gantinya, yakni perspektif terhadap diri
yang telah dipelajari seseorang/individu dari orang lain. Mead mengatakan, "sikap
orang lain merupakan/pembentuk "me" (aku sebagai obyek) yang teratur, dan kemudian
orang bereaksl terhadap hal itu sebagai suatu "I" (aku sebagai subyek), "me" (aku sebagai obyek) mentuntun tirfgkah laku orang yang berwatak sosial, dan aspek diri ini
membawa pengaruh orang lain ke dalam kesadaran seseorang. Sebaliknya, spontanitas
yang tak terhitung jumlahnya dari "I" (aku sebagai subyek) memerlukan suatu tingkat
kebebasan dari kontrak oleh orang lain. Seperti yang dikatakan Mead :
Ternyata kemudian "I" dalam hubungan antara "I" memberikan rasa kebebasan dan
inisiatif.
Diri sendiri, ternyata terdiri atas "I" yang berperan aktif bila diri sendiri sebagai
subyek, dan terdiri atas sebagai subyek, dan terdiri atas "me" yang berperan pasif apabila
diri sendiri sebagai obyek. Mead menyimpulkan :
Diri-sendiri pada pokoknya adalah sebuah proses sosial yang se-dang berlangsung
dengan kedua fase yang menonjol ini. Jika tidak memiliki kedua fase ini maka tidak

72

akan terdapat rasa tanggung jawab secara sadar, dan tak akan terdapat sesuatu yang
aneh dalam pengalaman.
Interaksi Diri
Karena membicarakan apa yang "aneh dalam pengalaman", mak|
Mead menawarkan kepada para ahli ilmu sosial suatu perspektif yang memungkinkan
mereka menganalisis tingkah laku yang "tak teratur" dan tak terpengaruh oleh konvensi
yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh, para interaksionist simbilis akan tertarik
untuk meng-analisa penemuan sinar X yang dilakukan Roentgent secara kebetul-an.
Menurut Thomas Kuhn :
Ahli fisika Roentgen menghentikan penyelidikan normal sinar ka-tode. Dia telah
melihat bahwa sebuah layar barium platinosianida pada suatu jarak tertentu dari
peralatannya yang terlindung menge-luarkan sinar ketika pengisian sedang
berlangsung. Penyelidikan-penyelidikan selanjutnya yang membutuhkan waktu
tujuh minggu secara nonstop yang selama itu Roentgen jarang sekali meninggal-kan
laboratorium menyatakan bahwa asal dari sinar yang masuk dalam bentuk garis
lurus dari kutub sinar katode, bahwa bayangan sinar radiasi, arahnya tidak
dapatdibelokkanoleh magnet, dan ba-nyak yang lain lag! di samping itu sebelum
memberitahukan pe-nemuannya, Roentgen sendiri telah yakin bahwa efek ini bukan
di-sebabkan sinar katode tetapi oleh zat lain yang setidak-tidaknya mirip dengan
sinar atau cahaya.
Kuhn menambahkan bahwa penemuan ini disambut dengan rasa heran dan terkejut,
terutama karena sinar X telah sangat menghancur-kan harapan-harapan yang begitu
pasti.
Seperti yang dijelaskan Kuhn, penemuan seperti sinar Roentgen memerlukan
"perubahan pola/paradigm" dan perubahan dalam harap-an dan prosedur laboratorium.
Dia mendefinisikan "paradigm" sebagai "hasil ilmiah yang dikenal seluruh dunia yang
pada suatu saat memberikan model problem dan jawabannya/pemecahannya kepada
para ahli, dan dia tekankan bahwa perubahan-perubahan selalu mengalami banyak
hambatan dan rintangan.
Mengapa begitu jarang bagi seorang penyelidik seperti Roentgen menemukan
secara kebetulan seperti itu, memaklumi bahwa sesuatu telah terjadi sehingga paradigm
belum mempersiapkannya untuk mengerti dan tak dapat menerangkan?. Menurut

73

Kuhn, penemuan semacam itu bertentangan dengan ide-ide pengetahuan normal yang
tujuannya bukan untuk mendapatkan keganjilan fakta atau teori. Bukan meninggalkan
ide dan teori yang mereka gunakan untuk menghayati dan memahami dunia, orang akan
berusaha menerangkan kebenaran penemuan yang
berlainan, untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak me-nyalahkan
"paradigm" yang berlaku kini. Maka Kuhn menyarankan bahwa suatu penemuan
yang diawali dengan kesadaran khusus harus berlangsung dengan penelitian batas
kekhususannya yang kemudian menimbulkan penyesuaian dalam paradigma.
Dalam menganalisis mengapa Roentgen meneruskan penyelidikan-nya dan
menemukan sinar X dan bukan menerangkan kebenaran-nya. Mead akan
menekankan interaksi diri Roentgen. Apa yang Roentgen "katakan pada dirinya
sendiri" dalam beberapa hari yang menentu-kan sebelum dia akhirnya yakin bahwa
dia telah melakukan suatu penemuan?. Pertama-tama ia harus membujuk dirinya
sendiri bahwa kendatipun paradigm yang telah ada, dia memang benar telah
melihat sinar, bahwa bukan hanya gambaran angan-angan, ilusi yang disebab-kan
kelelahannya sendiri, atau keanehan/keganjilan yang tak bertang-gung jawab.
Selama tujuh minggu terus menerusdi dalam laboratorium. Roentgen past! telah
bertanya-tanya kepada dirinya sendiri berulang kali, bagaimana itu terjadi, dari
mana datangnya, apa yang menimbulkan sinar itu, dalam keadaan bagaimana, dan
mengapa hal itu terjadi?. Melalui semacam interaksi diri inilah disertai percobaanpercobaan yang berulang kali, Roentgen akhirnya meyakinkan dirinya sendiri
akan penemuannya, dan sifat dialog ini menentukan apakah dia melakukan-nya
atau tidak.
"Percakapan intern" yang dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri
merupakan bagian pokok dari pandangan Mead, karena merupakan sarana dengan
mana manusia mempertimbangkan dan mengatur diri sendiri untuk bertindak.
Interaksidiri juga merupakan dasar dalam memainkan peranan, yang merupakan
jantung dari konsepsi perbuatan manusia menurut Mead.
Mead menerangkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana setiap orang
"memainkan peranan orang lain", yakni setiap orang "menerima sikap individu
lainnya dan demikian sebaliknya," yang tak akan mungkin tanpa interaksidiri.
Kejelasan Mead tentang pengambilan peranan menegaskan pentingnya "mengenakan

74

sepatu orang lain pada dirinya sendiri" yang harus dilakukan seseorang. Menurut
Mead, "Dia" sendiri dalam peranan orang lain dimana dia beigtu menarik dan
berpengaruh. Adalah melalui pengambilan peranan orang lain inilah dia dapat
kembali pada dirinya sendiri dan dengan demikian me- nentukan ke arah proses
komunikasinya sendiri. Pengambilan peranan orang lain inilah, sebuah ucapan yang
telah terlalu sering ia gunakan, bukan hanya sekedar memiliki arti penting. Akibat
langsung dari pengambilan peranan semacam itu terletak pada kontrol dimana
individu dapat mempergunakannya di atas responsinya sendiri.
Salah satu hal yang menarik pada konsepsi interaksidiri oleh Mead adalah
bahwa konsepsi tersebut masuk akal" menurut pengalaman se-hari-hari seseorang.
Jika anda memikirkan kembali sewaktu anda ber-jalan ke suatu terripat seorangdiri,
menuju kelasnya misalnya, mungkin terdapat hal-hal yang dapat anda ingat
"berbicara pada diri anda sendiri" tentang mengingatkan diri anda sendiri untuk
berbuat sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu, menilpun seseorang,
berhenti/singgah di toko buah-buahan, pergi ke perpustakaan,. . . dan sebagainya.
Sekali lagi, orang tak perlu memikirkan kembali terlalu jauh untuk menyempatkan waktu ketika mereka "berbicara pada dirinya sendiri" tentang bagaimana
melakukan pendekatan terhadap suatu situasi tertentu atau perlu tidaknya
menghadapi seseorang dan bagaimana caranya. Dalam situasi seperti itu anda "
berlatih diri " untuk tindakan yang akan datang dan mengatur' anda sendiri dengan
percakapan intern, yang mempersiapkan anda untuk " menggantikan peranan "
orang lain. Sebagai contoh, orang yang telah i^iengalami kegelisahan mempersiapkan diri untuk menjumpai seorang teman yang aru saja kehi-langan orang yang
dicintai dalam mengetahui bahwa semakin mereka " berbicara pada dirinya sendiri "
tentang apa yang harus dia katakan dan bagaimana cara mendekati temannya itu,
semakin mampu pula mereka itu "menggantikan peranan orang lain", dan semakin
efektif pula interaksi itu. Jika kita menguji tindakan yang akan timbul dan
bertanya pada diri kita sendiri apakah percakapan dengan diri sendiri berpengaruh
terhadap interaksi atau tidak, maka kita dapat melihat bahwa konsepsi Mead tentang
perbuatan manusia mungkin memang masuk akal.
Blumer menyingkat ide Mead tentang perbuatan manusia itu sebagai
berikut :

75

Perbuatan manusia terbentuk melalui interaksidiri, yang di dalam \ prosedurnya


pemegang peranan dapat mencatat dan menilai setiap ' sifat dari situasinya, atau
setiap sifat keterlibatannya dalam perbuatan itu. Perbuatan itu terbentuk melalui
proses interaksi dici tanpa mempertimbangkan apakah pembentukan tersebut
dilakukan secara pintar atau Pengalaman perbuatan terhadap proses interaksi diri
memberikan sebuah kaset pada perbuatan itu - per-buatan itu dapat dihentikan,
dicegah, ditinggalkan, dimanfaatkan ditangguhkan, diintensifkan,
disembunyikan, ditampung atau diarahkan kembali.
Perkembangan Diri
Mead menyingkat tingkatan-tingkatan dimana diri berkembang, dalam tulisannya
tentang bermain dan permainan dan yang lainnya yang ber-sifat umum. Tingkatan
pertama perkembangan diri, Masa prapermainan pada sekitar umur dua
tahun, ditandai dengan perbuatan/ gerakan-gerakan yang tak berarti dan tiruan.
Dalam perbendaharaan kata Mead, makna kata muncul secara teraturdan
mempunyai konotasi yang unik :
Makna, yakni, obyek fikiran, muncul dalam pengalaman lewat per-tentangan
yang merangsang diri sendiri untuk menggantikan sikap orang lain di dalam
reaksinya terhadap obyek. Makna adalah hal yang dapat ditunjukkan pada
orang lain sedangkan dengan proses yang sama ditunjukkan pada individu
yang menunjukkan.
Dengan kata lain, bila individu-individu memiliki interpretasi simbolis, maka
gerakan itu bermakna bagi mereka. Mereka "mengguna-kan bahasa yang sama atau
sedang melihat dengan kaca mata yang sama," Makna, ternyata, merupakan
perpaduan atau perkawinan antara berbagai sikap yang berlainan dan penggunaan
simbol-simbol yang jelas yang memiliki arti yang sama bagi semua yang berkaitan.
Alasan Mead menamakan gerakan-gerakan dalam periode pra bermain itu
"tak bermakna" ialah bahwa anak pada usia tersebut ku-rang memiliki kemampuan
untuk "menggantikan sikap orang lain." Seperti yang dikemukakan Mead secara
singkat, kemampuan ini berkembang secara bertahap sewaktu anak itu
mengembangkan dirinya. Tingkatan kedua, masa "bermain" yang muncul kemudian
pada masa kanak-kanak adalah masa ketika anak dapat menempatkan dirinya
dalam posisi orang lain tetapi tidak dapat mengaitkan peranan lain. Hubungan

76

antara permainan di satu pihak, dan perkembangan "aku" sebagai obyek dan
kemampuan menggantikan peranan orang lain, di lain pihak, sangat jelas ketika
anak-anak kecil memaki-maki alat-alat permainannya yang dianggap jelek atau
memperingatkan mereka bahwasannya mereka mehjadi kotor/atau sedang
melakukan sesuatu berbahaya. Demikian pula halnya, anak-anak pada masa
ini'menganti-kan bagian orang lain dalam menggantikan peranannya, seperti
misalnya,bermain menjadi guru, dan permarnan,seperti jatungan, yang hanya melibatkan satu atau dua peranan dan peserta. Pada masa bermain, pemain hanya
mempunyai satu peranan alternatif dalam ingatannya pada suatu saat tertentu.
Namun demikian, inilah saatnya, menurut Mead, ketika si anak mulai membentuk
diri 'sendiri dengan menggantikan peranan orang lain.
Pada masa permainan, beberapa pemain bertindak bersama-sama. Ini terjadi di
dalam permainan, beberapa pemain bertindak bersama-sama. Ini terjadi di dalam
permainan yang komplek dan teratur di mana anggota team harus memperhitungkan
responsi lawan dalam permainan, dan oleh karenanya harus mengingat semua sikap
dan peranan semua pemain lainnya. Orang yang bermain sebagai back dalam
permainan sepak bola, misalnya, harus memiliki pengetahuan secara umum tentang
apa yang akan dilakukan anggota team lawan dalam situasi tertentu. Dalam masa
permainan, lawan yang bersangkutan merupakan satu ke-satuan sikap dari semua
yang terlibat dalam permainan, sehingga apa yang dilakukan oleh back diawasi oleh
setiap pemain lain dalam team. Dalam kontek/hubungan yang lebih luas, maka
pemain lain secara manusiawi meliputi sikap yang terorganisir seluruh masyarakat.
Seperti yang dikemukakan Mead, "Diri yangsudah matang muncifl bila pemain
lain secara umum diinternalisir sehingga masyarakat dapat mengawasi tingkah laku
dan watak orang-orangnya. Struktur itu, ternyata idimana "diri" terbentuk adalah
responsi yang berlaku untuk semua orang, karena harus menjadi anggota
masyarakat untuk menjadi diri sendiri.
Arti Simbolis
Arti kata simbol dari "definisi Mead tentang "gesture" gerakan tangan atau kepala
yang mengandung isyarat, yang bukan hanya sekedar elemen pertama dari seluruh
gerakan tetapi merupakan pertanda/lam-bang dari seluruh gerakan. Misalnya, bila
seorang perokok mengambil sefaungkus rokok, maka gerakan isyarat itu cukuplah

77

bagi orang yang ami merbkbk dengan meninggalkan kamar, membuka jendela,
minta bahwa merokok dilarang atau melakukan perbuatan lain yang di keta-hui.
Dalam hubungan ini gerak isyarat, komponen pertama perbuatan, cukuplah bagi
orang yang anti merokok, yang tak usah menunggu untuk mengetahui sisa gerak
perbuatan itu. Jadi, mengambil sebungkus rokok bukan hanya sekedar gerak
isyarat, tetapi menjadi simbol yang nyata, oleh karena gerak berisyarat itu
mengatakan bagi orang yang tak suka merokok makna bujukan yang mendalam
awal penyesuaian- nya terhadap hal itu.
Seperti yang dikatakan Mead, "Gerakan yang dilakukan dengan demikian
merupakansimbol yang nyata, karena mempunyai pengertian sama bagi semua
anggota individu yang membuatnya sehingga mereka membangkitkan pula pada
individu yang memberikan responsi terhadap mereka.
Mead memberikan definisi istilah simbol sebagai "perangsang atau stimulus
yang responsinya dilakukan sebelumnya. "Perhatikanlah suatu situasi dimana
seseorang mengancammu dan kamu memukulnya jatuh. Mead berkata bahwa
mengantikan sikap masyarakat dan melaku-kan reaksi atau responsi terhadapnya
dalam bahasa gerak. Mead mene-rangkan berapa sebuahkata menghina merupakan
simboi. Ada kata dan pukulan. Pukulan tersebut merupakan pendahuluan
bersejarah se-buah kata, tetapi jika kata - kata itu berarti hinaan, maka responsinya
kini ialah sesuatu yang terlibat dalam- kata itu, sesuatu yang diberikan dalam
stimulus itu sendiri. Sekarang jika rekasi itu dapat di-berikan dalam bentuk sikap
yang digunakan untuk mengontrol per-buatan selanjutnya, maka hubungan antara
stimulus itu sikap adalah apa yang kita maksudkan dengan simbolnyata^
Pemikiran yang sedang berlangsung, seperti yang kita katakan, dalam diri
kami, merupakan permainansimboldalam pengertian di atas. Melalui gerak isyarat
maka responsi dicerminkan dalam sikap kami sendiri, dan segera setelah kita
lakukan mereka sebagai gantinya menim-bulkan sikap-sikap yang lain.
Elemen kunci adalah arti kata itu (dalam hal \n\,penghinaan). Kata tersebut
menjadi "stimulus" atau perangsang yang mengandung jawab-an atau tanggapan.
Keterangan tambahan daripada kata itu dan maksud yang terkandung dalam
penggunaannya menimbulkan pemukulan sebagai responsi yang pantas dari orang
yang diancam. Elemen penentu lainnya adalah interaksi diri yang sedang

78

berlangsung dalam proses ini "bahasa isyarat/gerak" yang terjadi pada ingatan
seseorang. Mead mene-rangkan :
Kita sering berbuat yang erat hubungannya dengan obyek di dalam apa yang
kita sebut mode cendekiawan, meskipun kita bisa berbuat tanpa makna obyek
yang terdapat dalam pengalaman kami. Orang dapat mulai berpakaian untuk
makan malam, seperti yang mereka kisahkan mengenai seorang profesor yang
pelupa, dan dia baru tahu bahwa dirinya berpakaian piyama sedang berada di
tempat tidur.
Dia segera membuka pakaiannya seperti mesin; dia tidak mengambil arti apa yang
sedang ia kerjakan. Dia ingin makan malam dan dia men-dapatkan dirinya di tempat
tidur. Arti yang terkandung dalam perbuat-annya tidak ada. Langkah-langkahnya
dalam hal ini semuanya merupakan langkah-langkah yang pintar yang mengontrol
perbuatannya yang berkaitan dengan perbuatan yang akan datang, tetapi dia tidak
memikir-kan apa yang sedang dia lakukan. Perbuatan akan datang bukan merupakan
stimulus terhadap responsinya, tetapi terjadi begitu saja ketika sekali sudah
dimulai.
Mengapa ini bukan kasus interaksi simbolis? Jelas, beberapa elemen penentu tidak
ada. Individu tidak mengenai arti dari apa yang sedang ia lakukan. Perbuatan itu
tidak termasuk, menurut kata-kata Mead, responsi penyesuaian dari satu organisme
terhadap gerak isyarat yang lain. Karena profesor tadi tidak pergi tidur karena
keterlambatan karena sakit, maka tidak ada arti dalam gerak-gerak perbuatannya.
Lagi pula profesor itu tidak memikirkan apa yang sedang dia lakukan, dia
"tidak" sedang bicara pada dirinya sendiri tentang apa yang sedang dia
lakukan.S'rmbol-simbol yang nyata, menurut Mead, adalah gerak-gerak yang
mengandung isyarat yang mempunyai makna. Sebuah simbol nyata adalah bagian
dari perbuatan yang mengundang responsi orang lain. Ini merupakan interprestasi
simbol, seperti halnya dalam kasus penghinaan.
Hubungan .antara_ simbiI nyata diri menjadi lebih jelas ketika Mead
mempelajari kasus Helen Keller, baru dia ketahui bahwa wanita itu baru
memperoleh kepuasan mental atau "diri" setelah dia dapat berkomunikasi dengan
orang lain melalui simbol-simbol yang dapat timbul dalam dirinya sendiri responsi
yng timbul dalam diri orang lain. Marilah kita tinjau kembali adegan dalam

79

kehidupan Helen Keller dimana gurunya dan temannya, Annie Sullivan sedang
memompa air, dan Helen, meraba merasakan air yang mengalir itu, menyadari
bahwa air punya nama, nama yang sama yang oleh Annie dikerjakan dengan jari
ditelapak tangannya. Akhirnyadia tahu apakah arti gerak bagi air, Episode air itu
merupakan sebuah contoh dramatis dari awal proses arti : simbolis lewat
komunikasi. Bagi Keller saat tersebut termasuk me-nandai awal keberhasilannya
mendapatkan serangkaian simbol umum.
Kasus Keller merupakan gambaran semua komponen teori George

Herbert Mead, karena sekali Hellen Keller mampu melakukan interaksi simbolis,
dia bukan saja hanya memiliki "I" dan "me", tetapi dia juga bisa
"menggantikan/memainkan peranan orang "lain". Ini berarti bahwa dapat
memiliki a social self (diri/pribadi sosial).
3. Paradigma perilaku sosial
Pendekatan behaviorisme sudah dikenal sejak lama dalam ilmu sosial,
khususnya di bidang psikologi. Dalam sosiologi pendekatan ini dipelopori oleh
BF. Skinner. Dalam mengembangkan paradigma ini Skinner menganggap
paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang mistis,
mengandung persoalan yang bersifat teka teki dan tidak dapat diterangkan secara
rasional.
Ide pengembangan paradigma ini semula dimaksudkan untuk me-nyerang
kedua paradigma lainnya sehingga tidak mengherankan bila terdapat perbedaan
pandangannya. Skinner menganggap paradigma fakta sosial sebagai sesuatu yang
mengandung ide yang bersifat tradisio-nal khususnya mengenai nilai-nilai sosial.
Skinner juga berusaha meng-hilangkan konsep "vulontarisme" Parsons, paradigma
definisi sosial yang menurutnya mengandung ide kebebasan manusia, man, seakanakan manusia serba memiliki kebebasan bertindak tanpa kendali.
/Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan antar
individu dengan lingkungannya. Lingkungannya terdiri atas ber-macam-macam
obyek sosial dan obyek non sosial. Perbedaan pandang-an antara paradigma
perilaku sosial dengan paradigma fakta sosial ter-letak pada sumber pengendalian
tingkah laku individu/

80

Teori-teori yang termasuk pada paradigma perilaku sosial adalah teori perilaku
sosiologi (behavioral sosiology) dan teori perubahan (exchange Theory)./Teori
perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah taku aktor dengan
tingkah laku lingkungannya. Konsep dasarnya adalah adanya reinforcement yang
dapat diartikan sebagai ganjaran. Sesuatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh
terhadap aktor tidak akan diulangi.
Teori perubahan dikembangkan oleh George Homan danditujukan untuk
merespon teori fakta sosial. la mengkritik ide Durkheim dari tiga jurusan yaitu
pandangannya tentang emergence, psikologi dan pen-jelasan dari Durkheim itu
sendiri. Bagi Homan dengan menyatakan bahwa^atanan sosial tertentu
berhubungan dengan pranata yang lain,
belum tentu berarti menerangkannya. Hal ini bag! Homan merupakan bentuk
penjelasan pendekatan fungsionalisme struktural yang paling kasar karena
mengabaikan teori-teori modern tentang tatanan seperti karya Robert Merton.
Teori ini tidak bisa dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh para
pendahulu misalnya Adam Smith, David Ricardo, John Suart Mill. Berdasarkan
ide-ide mereka tersebut .dikembangkanlah asumsi-asumsi yangmendasari teori
tingkah laku sosial. Antara lain,
(1) Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi
mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi
yang mereka lakukan dengan manusia lain.
(2) Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya", tetapi dalam setiap
hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berfikir untungrugi.
(3) Manusia tidak memiliki inforrnasi yang mencakup semua hal sebagai dasar
untuk mengembangkan alternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki
inforrnasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna
memperhitungkan untung rugi tersebut.
(4) Manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap
berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan
manusia lain.

81

(5) Meski manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan dari hasil


interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber
yang tersedia.
(6) Manusia berusaha memperoleh hasil dalam ujud material, tetapi mereka
juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non material,
misalnya emosi, suka, sentimen.
Beberapa pakar dalam teori paradigma perilaku sosial ini antara lain George
C.Homans dan Peter M. Blau. Teori ini memiliki bentuk-bentuk perilaku sosial
(lihat Wallace & Wolf, 1986, 145-186). Bentuk-bentuk itu adalah :
1. Proposisi keberhasilan

Dalam segala hal yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering sesuatu
tindakan mendapatkan ganjaran (mendatangkan respon
yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula tindakan
dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
2. Proposisi stimulus
Jika suatu stimulus tertentu telah merupakan kondisi dimana tindakan
seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin serupa stimulus yang ada dengan
stimulus tersebut akan semakin besar kemungkinannya bagi orang itu untuk
mengulang tindakannya seperti yang ia lakukan pada waktu yang lalu.
3. Proposisi nilai
Semakin bermanfaat hasil tindakan seseorang bagi dirinya maka akan semakin
besar kemungkinan tindakan tersebut diulangi. Proposisi rasionalitas yang
merupakan kombinasi tiga proporsi yang ada menyatakan bahwa di dalam
memilih suatu tindakan di antara alternatif tindakan yang mungkin
dilaksanakan, maka seseorang akan memilih tindakan yang paling
menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil (V), dan perkembangan
berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil (p).
4. Proposisi kejenuhan-kerugian
Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka bagian yang
lebih mendalam dari ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna bagi
orang lain.
5. Proposisi persetujuanperlawanan

82

a. Jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia ingin-kan, atau


mendapat hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan menjadi marah dan
akan semakin besar kemungkinan bagi orang tersebut untuk mengadakan
perlawanan atau menentang, dan hasil dari tingkah lakusemacam ini akan
menjadi lebih berharga bagi dirinya.
b. Bila tindakan seseorang mendatangkan ganjaran seperti yang ia harapkan
bahkan berlebihan, atau tindakan tersebut tidak mendatangkan hukuman
seperti keinginannya, maka ia akan merasa senang, dan akan semakin besar
kemungkinannya bagi orang tersebut untuk menunjukkan tingkah laku
persetujuan terhadap tingkah laku yang dilakukan, dan hasil tingkah laku
semacam akan menjadi semakin berharga dari dirinya.
Dalam menghadapi masalahmasalah tersebut, tampaknya hal ter- sebut berkaitan
dengan perubahan meskipun hal tersebut tidak pernah muncul dimana pun.
Sebagaimana dinyatakan di muka, bahwa "teori perubahan" tidaklah menyangkut
sejumlah tingkah laku perubahan yang khusus, akan tetapi teori perubahan
menegaskan bahwa interaksi sosial sebagai suatu keseluruhan bentuk perubahan.
Jadi, Blau mem-perhatikan semua "tindakan sukarela dari individu-individu yang
di-motivasi oleh hasil yang diharapkan dicapai oleh tingkah laku tersebut.
Hermans mempertimbangkan " tingkah laku sosial sebagai suatu perubahan
aktifitas di antara sekurang - kurangnya 2 orang ", dan ia melihat tugas utamanya
adalah sebagai penjelasan " perubahan penghargaan yang berulang - ulang di antara
manusia yang mana di-anggap sebagai hubungan interpersonal ". Sesungguhnya
Hormans tidak menyukai istilah "teori perubahan" sebab hal tersebut mengindikasikan suatu teori mengenai aktifitas-aktifitas khusus, sedangkan teori itu juga
memperhatikan permasalahan dengan prinsip-prinsip tingkah laku yang umum.
Teori perilaku sosial George Homans
Perhatian utama Homans ialah tingkah laku sosial dasar - tingkah-laku yang
muncul dan muncul kembali entah seseorang merencanakan untuk melakukan hal
tersebut atau tidak. Homans yakin bahwa tingkah-laku sosial dasar dapat
dijelaskan dengan masalah-masalah dasar perubahan sosial.
Sebagaimana yang kita lihat, masalah-masalah itu menyangkut psi-i kologi dan
motivasi individual; dan Homans telah berargumentasi se-cara konsisten bahwa

83

penjelasan fenomena sosial yang memuaskan haruslah penjelasan yang mendasarkan


pada psikologi, yang diturunkan dari kenyataan-kenyataan tentang keberadaan
manusia sebagai makhluk yang bersifat individual/ Presiden Asosiasi Sosiologi
Amerika berulang kali telah menggunakan kedudukannya sebagai presiden untuk
mem-buat pernyataan yang bersifat kontraversial tentang keadaan sosiologi, dan di
tahun 1964 Homans telah menggunakan haknya untuk meng-ajukan pendapat, dia
berargumentasi bahwa karena fungsionalisme menolak proposisi psikologis maka
tidaklah mungkin untuk mengadakan penjelasan-penjelasan, "Marilah kita
kembalikan manusia pada asal mereka masing-masing", ia berargumentasi; dan teori
perubahannya merupakan pernyataannya yang disusun dari posisi ini. Dalam bagian
ini kita akan membicarakan kesimpulan-kesimpulan Homans yang lebih penting,
khususnya kesimpulan-kesimpulan yang berhubungan dengan asal-usul persesuaian
sosial, kekuasaan dan status, dan peradil-an distributif.
Jika kita tidak tahu apa yang diinginkan seseorang, tingkat rasionali-tas yang
kita miliki tentang orang tersebut tidak menunjukkan terlalu tinggi; tetapi jika
mengetahui, kita memiliki dasar yang kuat untuk ramalan dan penjelasan yang
kita berikan. Hal-hal yang bersifat ekono-mis didapati pada asumsi-asumsi yang
masuk akal bahwa seseorang menghargai uang dan akan mengejar keuntungan.
Sebagian besar teori perubahan didasarkan pada asumsi bahwa seseorang juga
menghargai kelangsungan hidup, persetujuan, dan kekuasaan; yang sama-sama
masuk akal. Kenyataannya, asumsi-asumsi teori perubahan tentang 'ni-lai' sangat
dekat dengan asumsi-asumsi teori konflik mengenai 'self interest'.
Dalam analisis Homans, peranan persetujuan sosial dapat dibanding-kan dengan
peranan uang dalam perubahan ekonomi dan pasar. Persetujuan sosial tidaklah
seideal suatu unit perubahan, sebab ha I itu tidak mudah diukur, dihitung,
disimpan, dipinjamkan, dan diberikan dari satu tangan ke tangan yang lain.
Walaupun begitu, itu merupakan satu-satunya yang dapat ditawarkan hampir dalam
setiap situasi perubahan yang manapun, dengan asumsi bahwa setiap orang akan
menjumpainya sebagai suatu komoditi yang diinginkannya; dan juga hal tersebut
dapat dimanfaatkan berdasar satu sisi dengan sisi yang lainnya untuk
menyeimbangkan suatu perubahan/ Kita dapat melihat bagaimana hal ini
berlangsung dari contoh yang digemari oleh Homans, di mana seseorang meminta

84

dan menerima saran dari yang lain. Individu-individu tersebut saling berkaitan satu
dengan yang lain, "Seseorang" dan "Orang lain", bekerjasama pada kantor yang sama.
Seseorang yang baru pada suatu pekerjaan dan tampak kurang trampil berusaha
mencari teman lainnya yang sudah berpengalaman yang dapat menyediakan waktu
guna memberikan saran mengenai pekerjaan yang dihadapinya. Orang yang sudah
berpengalaman itu menolong temannya yang belum berpengalaman , dan sebagai
balasan temannya yang sudah ditolong itu memberi persetujuan kepadanya dalam
bentuk rasa terima kasih.
PERSETUJUAN DAN PERSESUAIAN SOSIAL
Homans menggunakan asumsi seseorang menghargai persetujuan untuk
menjelaskan bagaimana persesuaian dihasilkan dan dicapai dalam kelompokkelompok informal. Menurut Homans anggota-anggota kelompok dapat
memberikan satu sama lain persetujuan sosial; mereka akan memiliki alasan yang
tepat untuk bertingkah laku yang sesuai dengan persetujuan-persetujuan dan dengan
harapan-harapan teman-temannya, dalam upaya mendapatkan persetujuan dan
pengakuan.
Untuk mendukung permasalahannya, Homans menyebutkan sebuah studi pada
mahasiswa yang menikah dan hidup di Westgate, sebuah proyek perumahan di M.I.T.
Bangunan-bangunan di Westgate berada dalam kelompok-kelompok yang
menghadap ke lapangan rumput, meskipun dalam tiap kelompok ada beberapa
bangunan sudut yang menghadap ke arah lain dengan pintu-pintu menghadap ke
jalan. Pada saat peneliti mengamati sikap terhadap organisasi penyewa, mereka
menemukan bahwa mayoritas pasangan-pasangan pada tiap kelompok menunjukkan
sikap yang sama, tetapi ternyata terdapat perbedaan antara kelompok yang satu
dengan yang lainnya. Penugasan-penugasan mengenai cara bertempat tinggal yang
dibuat tidak dapat menjelaskan masalah ini. Hal ini merupakan norma kelompok.
Para peneliti kemudian mengamati bentuk-bentuk persahabatan di Westgate.
Mereka menjumpai bahwa semakin kuat ikatan'di dalam suatu kelompok, yakni
makin ketat pasangan-pasangan tersebut me-milih teman-teman mereka di antara
para tetangga, maka akan semakin kecil jumlah penyimpangan dari norma
kelompok, seseorang yang menyimpang terus-menerus akan mendapat lebih sedikit
uluran persahabatan dari mereka yang memiliki persesuaian-persesuaian.

85

Akhirnya, pasangan-pasangan yang memiliki norma yang menyimpang tersebut


lebih suka tinggal di rumah-rumah yang terletak di sudut-sudut yang tidak
menghadap ke pusat lapangan.
Homans menyarankan kepada pasangan-pasangan yang rumahnya menghadap ke
lapangan untuk saling mengunjungi dan memiliki rasa persahabatan. Hal ini
akhirnya menghasilkan umpan balik yang men-dorong dicapai dan
dilangsungkannya kesesuaian. Seseorang yang tetap menginginkan persahabatan
memiliki motivasi untuk penyesuaian norma. Oleh karena itu, persetujuan norma
akan memperkuat penyesuaian dan tali persahabatan. Pasangan-pasangan yang
bertempat tinggal di rumah-rumah yang berada di sudut-sudut akan sebaliknya,
kurang saling datang berkunjung. Mereka kurang berminat untuk menjalin
persahabatan, akibatnya mereka kurang terikat dalam kelompok.
Jika orang mau sedikit mengalah, maka mereka akan memiliki alasan untuk
merubah pendiriannya, namun apabila mereka tidak melakukan hal itu
kelompoknya akan lebih sulit untuk menerima daripada se-belumnya. Menurut
Homans, ada kekuatan-kekuatan lain yang juga mempengaruhi persahabatan dan
pendapat. Namun demikian, dikarena-kan akibat frekuensi interaksi mereka
dengan yang lainnya,/maka letak geografis pasangan itu akan berpengaruh terhadap
penerimaan sosial-nya. Penerimaan sosial berpengaruh terhadap persesuaian norma
kelom-pok. Lebih jauh dijelaskan jika penerimaan sosial berpengaruh terhadap
persesuaian, maka persesuaian juga akan berpengaruh terhadap penerimaan sosial.
Apa yang diajukan oleh Homans tersebut adalah suatu laporan yang meyakinkan
mengenai kedinamisan persahabatan dan persesuaian di dalam kelompokkelompok kecilj Meskipun demikian, ini bukanlah suatu penjelasan yang
memadai tentang integrasi sosial dalam konteks yang lebih luas. Kesesuaian
terhadap norma-norma pada masyarakat yang lebih besar menuntut lebih dari
sekedar keinginan orang-orang agar terjalinnya persahabatan dan persetujuan;
banyak orang tua dari kelompok yang berbeda membentuk suatu kelompok baru,
dan tiap kelompok memiliki norma internal yang kuat dan berbeda, sedangkan di
situ tidak ada keinginan untuk mendapatkan persetujuan dari orang-orang luar.
ipalam masalah ini, teori perubahan dinyatakan Homans adalah teori tentang
kelompok-kelompok kecil, bukannya tentang irs-titusi-institusi sosial satu point

86

yang lain juga akan kita bicarakan, yakni mengenai penjelasan-penjelasannya


tentang tingkah laku.
F. Strategi Pengembangan Teori Sosial
Sebagaimana telah dikemukakan dimuka,teori social mempunyai fungsi antara
lain untuk klasifikasi ilmu pengetahuan,eksplanasi,prediksi dan control
sosial.Setiap saat dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan
berbagai tantangan untuk berteori atau mengembangkan teori.Sadar atau tidak
pada dasarnya seseorang senantiasa mengembangkan teori.Kalau pengembangan
teori tersebut dilakukan dengan sadar maka ada tiga strategi yang dapat diikuti
:strategi klasik,strategi the button up,dan strategi komprehensif.
1. Strategi klasik
Strategi ini bisa disebut juga strategi dari teori kelapangan.Strategi ini
memiliki 3 tahap konseptualisasi.Tahap ini terdiri dari dua dua kegiatan
pokok yakni
a) Pengembangan konsep dan definisi
b) Pengembangan proposisi yang menunjukkan hubungan antara
konsep konsep yang ada.
Tahap kedua pengembangan hipotesis dan alat ukur.Tahap ini merupakan
kegiatan untuk menjembatani antara konsep abstrak dengan
empiris.Kegiatan yang ada pada tahap ini adalah
a) Mengembangkan hipotesis
b) Mengembangkan alat pengukuran konsep
Tahap ketiga ini merupakan tahap dimana kegiatan dipusatkan untuk
validasi teori dengan empiris.Untuk itu kegiatan yang ada adalah
a) Data dikumpulkan
b) Testing
Prinsipnya sama,Reynolds(1971) menjabarkan bahwa strategi
klasik terdiri dari beberapa kegiatan.Pertama pengembangan
teori.Berdasarkan literatur dan hasil hasil penelitian yang
dilakukan,kita dapat mengembangkan teori yang diduga cocok
untuk menerangkan fenomena yang
dihadapi.Kedua,pengembangan pertanyaan pertanyaan yang akan

87

dapat diuji dengan data empiris di lapangan.Apa yang


dikembangkan pada tahap pertama barangkali bersifat
abstrak,sedangkan pada tahap kedua ini konsep yang berada pada
level abstrak tersebut dijabarkan sehingga berada pada level
empiris.Ketiga,pengembangan design research untuk
tesing.Keempat,jika pernyataan pernyataan yang dikembangkan
tidak didukung oleh data yang ada,maka pernyataan tersebut perlu
untuk direvisi ataupun design testing diubah,atau keduaduanya.Kelima apabila pernyataan cocok dengan data
lapangan,kembangkan terus testing untuk menemukan keterbatasan
teori,dalam arti pada kondisi dan situasi yang bagaimana teori
tersebut tidak berlaku.Strategi ini dikembangkan oleh Popper pada
karyanya yang berjudul Conjectures and Refutations(1963)
dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat,kata
belilau,lewat pengembangan ide ide dan testing ide ide dengan
data empiris.
Apabila seseorang mempunyai asumsi bahwa dalam
kenyataan tidak adaKebenaran yang absoluteatau hokumyang
dapat diketemukan,dan teori adalah proses penemuan diskripsi dari
fenomena maka strategi ini banyak disenangi untuk
digunakan.Semakin banyak kali suatu teori dikaji,dites dan revisi
teori tersebut akan semakin canggih dan berguna.
Salah satu isu sehubungan dengan strategi ini adalah
apakah ilmuwan bias tegak disiplin dan jujur.Apabila suatu teori
telah dibuktikan bahwa teori tersebut tidak sesuai dengan data
empiris atau dengan kata lain data empiris tidak mendukung teori
yang dikembangkan,maka teori tersebut harus diubah,direvisi
ataupun kalau perlu harus ditinggal kan.Karena pengembangan
teori makan waktu,energy dan bahkan melibatkan emosi ,kadang
kadang peneliti tidak mau melihat kenyataan.Inilah yang
dimaksutkan dengan disiplin dan kejujuran.
Strategi ini memiliki asumsi

88

a) Ilmuwan harus mengembangkan diskripsi untuk setiap


fenomena yang dihadapi
b) Proses dimulai dari pengembangan teori dalam bentuk
axiomatic atau kausal proses
Dengan memilih strategi klasik ini berarti kita pergi
lapangan telah bersiap siap dengan kerangka dimana data
akan ditempelkan,kal;au data sesuai dengan kerangka
artinya data tersebut pas ditempelkan sehiungga kerangka
mewujudkan suatu bentuk yang diharapkan maka
terwujudlah teori yang dikembangkan untuk menerangkan
fenomena yang dihadapi.Jadi pengembangan teori yang
akan diuji merupakan tugas yang paling penting.Biasanya
ilmuwan mulai dengan sketsa teori ,kemudian
melaksanakan pra-survey untuk memantapkan apakah teori
tersebut cukup berbobot untuk terus dikembangkan.Dalam
pra survey ini ilmuwan yang bersangkutan bisa pula
mencari pola pola yang selama ini belum terfikirkan.
Pendekatan klasik ini memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan
.Kelebihan teori ini adalah :
a) Strategi ini bersifat komplit,baik dalam pengembangan teori
maupun testing
b) Strategi dapat mengembangkan konsep abstrak,sehingga
dapat dikembangkan dan ditrapkan pada skope yang lebih
luas.

Sedangkan kelemahannya adalah:


a) Kemungkinan kesalahan dalam pengukuran sangat
besar,dimana alat ukur tidak mencerminkan konsep
abstrak,dengan kata lain ada problem validitas
b) Sifat deduksi terlalu menonjol
Suatu penelitian yang merupakan serangkaian
kegiatan,mulai dari menemukan problema sampai menarik

89

kesimpulan,pada dasarnya bertujuan untuk men test suatu


hipotesis.dalam suatu penelitian hipotesis dibangun
berdasarkan teori teori yang telah ada.Sehingga tanpa
adanya teori sulit untuk mengembangkan hipotesis
penelitian yang baik.Dengan hipotesis,kita mempertanyakan
keabsyahan suatu teori dengan kenyataan yang ada.Kalau
hipotesis cocok dengan kenyataan,maka hipotesis tersebut
akan menjadi teori baru yang lebih mantap atau lebih luas
dari pada teori yang digunakan untuk mengembangkan
hipotesis.Dan memang inilah hakekat suatu penelitian.
Suatu penelitian akan berhadapan dengan banyak
problema dan data.Memecahkan problema dengan
mengumpulkan data sebanyak banyaknya tidak akan
pernah selesai dan hasilnya tidak akan banyak
berguna.Teori akan memberikan petunjuk pemecahan
problema dan data apa yang diperlukan dan bagaimana data
tersebut di organisasikan.Lebih penting lagi,teori akan
memberikan pertunjuk bagaimana data yang telah
dikumpulkan tersebut diinterprestasikan.Chafetz(1978)
menyatakan facts neverspeak for themselves;they are
always recognized as worthy of notice and understood
within some interpretive framework(p.11).
Penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan
untuk menemukan suatu jawaban atas permasalahan yang
dihadapi.Cara pemecahan yang dilakukan adalah
mendasarkan pada teori teori yang telah ada.Kegiatan
dalam penelitian social antara lain meliputi menemukan
permasalahan,mengkaji literature,mengembangkan
hipotesis,mengembangklan alat ukur,menentukan design
penelitian,mengumpulkan data,menganalisis data dan
menarik serta mengeneneralisir kesimpulan.
1) Menemukakan permasalah

90

Langkah pertama dalam penelitian adalah


menemukan permasalahan.Dalam kehidupan social
banyak sekali terdapat permasalahan.Misalnya :
a) Pengangguran
b) Putus sekolah
c) Menggulang kelas(repeaters)
d) Kumpul kebo
e) Kematian bayi
f) Kecilnya jumlah anak sekolah SD dimasa
mendatang
g) Menurunnya harga minyak
Salah satu dasar pengambilan masalah adalah rasa
keinginan tahu.Rasa keinginan tahu ini akan
menimbulkan interest pada diri seseorang.Dua hal
ini harus senantiasa dimiliki oleh si peneliti dalam
melaksanakan penelitian.Tanpa adanya dua hal
tersebut penelitian yang tengah dilaksanakan bisa
nerhenti di tengah jalan.Misalnya seorang peneliti
pindah tempat dari suatu kampong ke daerah
pedesaan yang berdekatan dengan suatu pabrik.Ia
mendapatkan sesuatu yang tidak biasa.Yakni jumlah
anak yang dimiliki oleh keluarga ditempat yang
baru unu secara rata rata lebih kecil dari pada
jumlah anak pada keluarga di kampong tempat
tinggalnya dulu.timbul interst pada diri kita untuk
mengamati lebih jauh mengapa ada jumlah
perbedaan anak pada keluarga di daerah baru dan
daerah lama tersebut.Dalam pengamatan lebih
jauh,Nampak bahwa keluarga yang mempunyai
jumlah anak sedikit,kebanyakan ibunya kerja di
pabrik.Sedang yang ibunya juga bekerja,tetapi tidak
kerja di pabrik jumlah anaknya besar.Maka kita

91

jumpai suatu permasalahan Apakah ada hubungan


antara pekerjaan isteri dengan jumlh anak yang
dimiliki
2) Mengembangkan Kerangka Teori
Setelah problema penelitian
dikemukakan,maka kita harus memberikan
jawabannya.Jawaban tersebut diperoleh dari teori
yang sudah ada ataupun dari hasil penelitian yang
sudah dikerjakan.Sumber utama untuk
mengembangkan kerangka teori adalah journal.
Kerangka teori dalam suatu penelitian mempunyai
fungsi untuk :
1.Mengembangkan model penelitian
2.Mengembangkan konsep penelitian
3.Mengembangkan hipotesis penelitian
4.Mengembangkan definisi operational
5.Mengembangkan instrument penelitian
Karena pentingnya fungsi kerangka penelitian,maka
peneliti dituntut banyak untuk memberikan waktu
guna untuk kegiatan tahap ini.
3) Mengembangkan Model dan hipotesis
Setelah kerangka teori selesai
dikembangkan,langkah berikutnya yang harus kita
lakukan adalah merumuskan model dan hipotesis
penelitian.Model penelitian adalah penyederhanaan
dari hubungan yang kompleks di antara variable
variable yang diteliti.Dengan kata lain,model
merupakan inti daripada teori yang diwujudkan
dalam bentuk yang sederhana dan simple,sehingga
mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan kerangka teori dan model penelitian yang ada,maka
kita harus mengembangkan dalam bentuk yang lebih operasional,yang

92

merupakan jawaban sementara dari problem yang dihadapi atau


hipotesis.Suatu hipotesis harus jelas dan dapat diukur.Jelas dalam arti
variable yang dikandung mempunyai arti yang dapat dipahami
bersama.Dapat diukur,artinya variable tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk operasional.Banyak pihak yang berpendapat bahwa suatu hipotesis
hendaknya mengandung lebih dari satu variable.
2. Strategi Buttom up
Strategi ini menuntut seseorang mengembangkan teori sosial untuk
terjun langsung ke tengah tengah masyarakat.Dengan demikian
dia akan mampu menemukan pola pola yang ada di tengah
masyarakat,dan dapat menjelaskan hubungan pola pola
tersebut.Meski sudah ditengah tengah masyarakat ia belum
memiliki gambaran teori yang akan dikembangkan.Justru disini lah
orang yang bersangkutan akan menyaksikan dan merekan apa yang
terjadi.Secara riil di masyarakat dan berdasarkan apa yang dilihat
ia akan mengembangkan penjelasan penjelasaan.Mengapa pola
pola itu terjadi dan akhirnya dia akan menemukan suatu jawaban.
Design case studies yang banyak dikenal adalah :
1) Historical Organizational Case Studies.Peenelitian ini memusatkan pada
satu organisasi bagaimana asal mula dan perkembangan organisasi
tersebut.Misalnya,proyek nasional pendidikan kependudukan dan
implementasi program pendidikan kependudukan.Bagaimana asal mulanya
program ini?Bagaimana pelaksanaan pada tahun tahun
pertama?bagaimana sikap guru dan masyarakat pada tahun tahun
pertama?Adakah perubahan perubahan yang dilakukan untuk
meningkatkan pencapaian tujuan program?Bagaimanakah keadaan
program sekarang ini?
2) Observational Case Studies.Dalam design penelitian ini cara pengumpulan
data yang utama adalah dengan participation observation.Titik perhatian
penelitian adalah satu suatu organisasi tertentu misalnya
sekolah,pabrik,atau beberapa aspek dari suatu organisasi.

93

3) Life History.Pada penelitian jenis ini peneliti melakukan interview pada


satu orang saja,dengan tujuan untuk mendapatkan cerita yang lengkap dari
orang yang bersangkutan.Biasanya orang yang dimaksut adalah orang
penting.Kalau yang diinterview orang kebanyakan,biasanya peneliti ingin
mendapatkan gambaran bagaimana perjalanan sejarah kalau dilihat dari
kacamata orang yang bersangkutan.
Berbeda dengan cara studies,Multi site studies memerlukan
beberapa banyak daerah atau subjek penelitian .Dua jenis penelitian yang
masuk dalam kelompok ini banyak dikenal adalah modified analitic induction
dan the constant comparative method.
Data penelitian
Sehabis melakukan observasi ataub interview,peneliti
biasanya membuat catatan lengkap tentang apa yang di
dengar,dilihat,dirasakan di lapangan.Dia membuat diskripsi tentang orang
,obyek,tempat,peristiwa,aktivitas,dan percakapan.Di samping itu,sebagian
dari catatan berisi catatan idea,strategi atau refleksi peneliti yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan.Catatan tersebut dikenal dengan
namaField notes.Dalam field notes terdukung dua macam catatan yaitu
deskripsi dan refleksi.
Catatan yang bersifat deskripsi antara lain berisi potret
situasi,perilaku orang,percakapan.Karena merupakan suatu bagian dari
kehidupan,keterangan yang dicatat harus jelas dan detail.Misalnya,tidak bisa
peneliti hanya mencatat si A tidak mengenal kebersihanmelainkan peneliti
harus menguraikan tindakan tindakan atau ciri ciri dari si A sehingga bisa
disimpulkan si A tidak mengenal kebersihan.
Isi dari catatan yang bersifat deskripsi ini menurut Bogdan dan
Biklen(1982),antara lain:
1) Potret subyek.Bagaimana penampilan fisik,pakaian,gaya
bicara dan perilaku.
2) Dialog yang terjadi
3) Diskripsi latar belakang fisik.

94

4) Catatan peristiwa peristiwa penting.Termasuk dalam catatan


itu,beberapa kali terjadi peristiwa ini,siapa yang terlibat
,bagaimana perilakunya.
5) Diskripsi dari aktivitas
6) Perilaku si peneliti sendiri.Sedangkan catatan yang berbentuk
reflektif,merupakan padangan atau kerangka berfikir,ide dan
perhatian peneliti sendiri.catatan bentuk ini disebut
Observers Commentdisingkat O.C mencangkup beberapa
hal,
1. Mencerminkan arah analisis
2. Mencerminkan arah metoda
3. Mencerminkan masalah ethic dan konflik nilai nilai
4. Mencerminkan pola berfikir peneliti
5. Memberikan penjelasan
Field notes biasanya mencantumkan hari,jam,tempat,dan judul
pada halaman pertama.disamping itu catatan disusun berdasarkan paragraf
dan setiap paragraf diberi garis pinggir bagian kiri yang cukup lebar.Margin
kiri ini dipergunakan waktu peneliti melakukan data analisis.
Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan para peneliti
dalam membuatfield notesini.Saran saran tersebut antara lain :
1) Tulislah catatan lapangan sesegera mungkin,jangan menunda
nunda membuat catatan lapangan.
2) Jangan membicarakan hal ihwal tentang observasi yang dilakukan
sebelum menulis catatan lapangan.
3) Carilah tempat yang tenang,sehingga memungkinkan bagi peneliti
untuk merekonstruksi apa yang dilihat didengar,dialami dan
dirasakan selama melakukan observasi.
4) Sediakan waktu yang cukup panjang
5) Mulailah menulis dan membuat sketsa umum dan kata kata
kunci.Usahakanlah mencatat secara kronologis.
6) Tulislah percakapan sebagaimana yang anda dengar

95

7) Setelah selesai membuat catatatan,sediakan waktu untuk


mengingat kalau ada yang terlupakan,dan tambahkan apa yang
teringat kembali.
Kadangkala dalam suatu tugas lapangan peneliti melakukan interviev yang
cukup panjang sehingga sulit untuk mengingat lagi hasil wawancara
tersebut.Untuk mengatasi hal ini banyak peneliti yang menggunakan tape
recorder.Hasil rekaman dengan mesin ini oleh peneliti harus dipindahkan
dalam bentuk tulisan dan dikenal dengan namatranskips interview
Selaincatatan lapangan dan transkip wawancara,data penelitian
kualitatif bisa berupa dokumen pribadi,surat menyurat,autobiografi,dokumen
negara,dan foto.
Hubungan Kerja Peneliti di Lapangan
Untuk emndapatkan data,peneliti harus menyediakan waktu untuk
berada di tengah penelitian.Mungkin di tengah tengah masyarakat,di
sekolah,di pertemuan,ataupun di rumah subyek penelitian.Semakin lama
peneliti berada di tengah penelitian,semakin erat hubungan nya dengan
subyek penelitian,semakin nyaman rasanya bagi peneliti dan akan terdapat
sesuatu yang alami.
Peneliti harus pandai panai menempatkan diri di tengah tengah
subyek penelitian.Peneliti harus bisa mempelajari bagaimana cara berfikir
subyek.Peneliti bukanlah orang yang sedang beristirahat disuatu tempat
melainkan orang yang sedang berkunjung ke suatu tempat.Peneliti bukanlah
orang yang tahu segala sesuatu,tetapi adalah orang yang sedang
belajar.Peneliti bukanlah orang yang ingin mengetahui bagaimana rasanya
menjadi seseorang sebagai subyek penelitian.Kehadiran peneliti harus dapat
diterima responden.Dan untuk bisa diterima oleh responden merupakan tugas
penting bagi si peneliti.
Agar kehadiran peneliti dapat diterima oleh subyek penelitian,si peneliti
harus bersifat terbuka dan berterus terang dengan apa yang dikerjakan.Tetapi
bicaralah yang bersifat garis garis besar saja.Jangan bicara sampai
mendetail.Dalam melaksanakan penelitian qualitatif,pertanyaan pertanyaan
yang sering di hadapi antara lain :

96

1) Apa yang sesungguhnya saudara kerjakan?


2) Apakah kehadiran saudara menimbulkan gangguan?
3) Apa yang anda kerjakan dengan hasil penelitian?
4) Mengapa kita atau daerah ini yang saudara teliti?
5) Apa yang akan kita dapatkan dari penelitian ini?
Hari hari pertama di tengah tengah subyek penelitian merupakan waktu
waktu yang penting,tetapi sekaligus juga merupakan waktu yang rasanya
sangat panjang dan mendebarkan.Persis rasanya dengan hari pertama di
kelas.Untuk menghadapi hari hari pertama ini ada beberapa saran yang
perlu diperhatikan:
1) Jangan di rasakan keberadaannya di lapangan sebagai tugas pribadi
2) Aturlah sehingga ada seseorang yang mengenalkan diri anda
kepada subyek penelitian
3) Jangan terlalu banyak kerja
4) Bersifat pasif
5) Bersikaplah ramah dan bersahabat
Observasi atau partisipasi?
Seseorang yang melakukan penelitian kualitatif dihadapkan pada dua
kutub yaitu observasi atau partisipasi.Yang pertama berarti si peneliti seratus
persen akan melakukan observasi atas subyek penelitian.Untuk ini biasanya
dilakukan dengan one way glass.Peneliti bisa melihat subyek penelitian,tetapi
sebaliknya.Sedang yang kedua adalah sebaliknya.peneliti secara aktif terlibat
dalam kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian.
Sebaiknya dalam melaksanakan penelitian kualitatif si peneliti berada di
antara dua kutub tersebut.Banyak kejadian dikemukakan peneliti yang terlalu aktif
dalam berpartisipasi menghasilkan efek yang tidak baik.Karena terlalu aktif
akhiornya si peneliti menjadi native person.Sesungguhnya si peneliti harus
dapat menjadikan partisipasi dalam upayainternalisasitujuan penelitian,sambil
mengumpulkan data.Jadi partisipasi dilakukam dalam rangka mencapai tujuan
penelitian.
Dalam penelitian kualitatif ini wawancara mempunyai dua
fungsi.Pertama wawancara berfungsi sebagai instrumen utama untuk

97

mengumpulkan data.Fungsi kedua,wawancara merupakan bagian integral dari


participant observation
Data analisis
Analisis data pada penelitian kualitatif merupakan sserangkaian
kegiatan untuk,mengatur transkip interview,field notes dan materi yang lain yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang subyek
penelitian dan memungkinkan peneliti menyampaikan penemuan peneliti kepada
orang lain.Jadi dalam analisis data akan dilakukan pengorganisasian
data,menguraikan data menjadi unit lebih kecil,melakukan sintesa di antara
data,mencari pola pola hubungan atau ineraksi di antara data,menemukan mana
yang penting yang harus dialami,dan akhirnya menentukan apa saja yang perlu di
laporkan serta diinformasikan kepada masyarakat.
Dalam penelitian kualitatif dikenal dua cara analisis data,pertama
analisis data dilakukan sambil mengumpulkan data(analysis in the field).Kedua
analisis data dilakukan stelah pengumpulan data selesai.Ada beberapa petunjuk
apabila peneliti ingin melakukan analisis data di lapangan,sebagai berikut :
1) Putuskan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian
2) Tentukan tipe atau bentuk penelitian yang akan dilakukan
3) Kembangkan pertanyaan analisa
4) Rencanakan pengumpulan data sesuai data sesuai dengan penemuan pada
observasi sebelumnya
5) Tuliskan sebanyak mungkin komentar peneliti tentang idea yang ada
sehubungan dengan observasi yang dilakukan
6) Tulislahmemountuk peneliti sendiri tentang apa yang sedang dipelajari
7) Hubungkan idea dan tema yang ada pada subyek penelitian
8) Mulailah memperdalam literatur sementara ada di lapangan
9) Bermain mainlah dengan metafora
Cara analisis kedua,peneliti melakukan analisis data setelah pengumpulan
data selesai.Biasanya peneliti dianjurkan untuk mengambil istirahat beberapa hari
setelah melakukan pengumpulan data sebelum mulai dengan analisis data.Istirahat
ini diperlukan agar peneliti kembali segar kembali.Istirahat itu dimaksutkan pula

98

agar peneliti bisa mengambil jarak dengan subyek penelitian,Namun,perlu dicatat


pula bahwa istirahat yang berkepanjangan tidaklah baik.
Langkah langkah analisis data setelah data terkumpul dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Kembangkan Koding
Berdasarkan data yang terkumpul peneliti mencari adanya
keberaturan,pola dan topik yang akan dijadikan sebagai kategori dalam
koding.Kategori tersebut merupakan alat untuk mensortir data diskriptif,sehingga
data dapat dipisah pisah sesuai dengan kategori yang telah disiapkan oleh
peneliti.Tidaklah mustahil beberapa kategori akan muncul lagi ketika peneliti
memisahkan data.Tahap pengembangan kategori koding ini sangat penting dalam
penelitian kualitatif.Kadang kala pertanyaan dan penekanan pada hal tertentu
mengarah pada pengembangan kategori tertentu pula.Demikian pula,koding dapat
datang dari teori.
Beberapa kelompok koding yang banyak digunakan antara lain :
a) Latar belakang atau koding kontekstual.Kategori dalam koding ini
relatif sangat umum.Misalnya diskripsi tentang sekolah
b) Definisi atau koding situasi.Dengan koding ini peneliti bermaksut
untuk menempatkan data yang menunjukkan bagaimana subyek
penelitian mendefinisikan latar belakang topik atau tema.Misalnya
feminist awareness,teachers view in their work.
c) Perspektif koding.Dengan kategori ini peneliti bermaksut membuat
kategori data sehubungan dengan cara berfikirsubyek tentang
sesuatu yang dihadapi bersama,menggunakan norma atau aturan
yang sama.
d) Pandangan subyek terhadap orang lain.Koding ini dimaksutkan
untuk mengetahui saling pengertian antara subyek dengan
subyek,antara subyek dengan orang luar
e) Proses Koding.Koding ini dimaksutkan untuk menunjukkan
adanya perubahan ataupun urutan peristiwa.Peneliti biasanya
memandang obyek berubah dalam jangka waktu tertentu.Koding
ini banyak digunakan dalam penelitian historis.

99

f) Aktivitas koding.Kategori untuk menempatkan data yang


menunjukkan aktivitas subyek.Biasanya aktivitas yang bersifat
informal.
g) Hubungan antara struktur sosial.Koding ini dimaksutkan untuk
mengembangkan diskripsi struktur sosial.Misal,kesetiakawanan
siswa.
h) Koding metode.Dimaksutkan untuk menempatkan metoda yang
dilakukan oleh peneliti dalam hubungan nya dengan subyek.

2) Mekanisme kerja sehubungan dengan data


Data kualitatif sangat banyak.Satu penelitian bisa memiliki data
sekitar 5000 halaman atau lebih.Untuk itu peneliti perlu cara menangani dan
mengorganisir sehingga bisa dibaca.Ada tiga cara untuk menangani data :
a) Data dipotong potong dan disimpan di map yang berbeda
b) Data dipotong potong kemudian disimpan di kartu
c) Data dicatat dalam kartu tersendiri
Setelah proses penyusutan data selesai,maka peneliti harus memikirkan
bagaimana menyajikan data yang sedemikian banyak.pada umumnya,penyajian
penelitian kualitatif dalam wujud narrative,namun demikian dalam banyak hal
penyajian yang bersifat narrative tersebut dilengkapi dengan
grafik,chart,tabel,map,dan gambar.
Setelah penyajian data selesai,maka langkah berikutnya adalah bagaimana
data yang telah disajikan dapat disimpulkan.Kegiatan dalam penyimpulan data
dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu memberikan makna dan menguji
kesimpulan.
Peneliti dapat memberikan makna atas data yang telah disajikan dengan
beberapa cara berikut :
1) Melakukan penghitungan berapa kali peristiwa terjadi dan berapa
kali terjadi secara konsisten.

100

2) Mencari pola dan tema dari data


3) Menemukan alasan alasan yang logis dari suatu peristiwa
4) Menyusun data dalam kelompok kelompok
5) Menyusun data yang spesifik menjadi bagian dari data yang lebih
umum
6) Memecah variable menjadi dua bagian yang lebih kecil
7) Mengembangkan hubungan antara variable
8) Menemukan variable antara
9) Mengembangkan konsep dan teori
Sedangkan cara untuk menguji kesimpulan menurut miles dan
huberman(1984) dapat dilakukan dengan cara :

1) Mengecek representativeness
2) Mengecek dampak penelitian.Baik dampak kehadiran peneliti
terhadap subyek penelitian ataupun dampak subyek penelitian
terhadap peneliti
3) Mempertimbangkan bukti bukti atau fakta fakta
4) Membandingkan kesimpulan dengan kesimpulan yang lain
5) Melakukan penelitian di tempat lain yang memiliki ciri ciri yang
sama dengan tempat penelitian pertama
6) Mendapatkan feedback dari subyek penelitian
Strategi dari lapangan ke teori akan dapat dilaksankan dengan baik apabila
terdapat dua kondisi.Pertama,jumlah variable yang akan diukur sedikit.Kalau
jumlah variable banyak,maka peneliti akan dihadapkan dengan tugas untuk
mengembangkan ciri ciri dari banyak variable dan juga dihadapkan dengan data
yang sangat banyak,sehingga tidak mungkin orang yang yang bersangkutan
menganalisis dan mengatur dengan cermat.Dengan demikian,usaha untuk
menemukan pola pola hubungan yang bermakna sulit sekali di
ketemukan.Kondisi kedua adalah di samping menemukan pola yang terjadi secara
ajeg,harus pula bisa diketemukan kondisi tertentu dimana keajegan itu terjadi.
Di balik kelebihan kelebihan strategi ini,terdapat pula beberapa
kelemahan kelemahan,antara lain yaitu data yang dikumpulkan dengan cara ini

101

sangat banyak,sebab peneliti lapangan tidak mempunyai kerangka dimana data


akan di tempelkan.Segala sesuatu yang dilihat akan dicatat oleh peneliti,dan ini
merupakan dataa.Karena banyaknya data yang ada,maka usaha mendeteksi pola
pola hubungan yang ada juga tidak mudah.Selanjutnya juga hampir tidak mungkin
bagi peneliti untuk mendefinisikan semua variable yang harus diukur dan diamati
dari suatu fenomena yang dihadapi.
3. Strategi komprehensive
Barangkali akan timbuk pertanyaan diantara dua strategi tersebut mana
yang lebih canggih?sulit atau bahkan tidak mungkin membandingkan diantara
keduanya dengan maksut untuk menentukan strategi yang mana yang lebih
baik.hal ini dikarenakan masing masing strategi memiliki asumsi asumsi yang
berbeda beda.Sebagaimana telah disebutkan di depan strategi The Buttom up
memiliki asumsi,bahwa:
a) Dalam kehidupan bermasyarakat ini ada pola pola interaksi atau perilaku
tertentu yang terjadi secara ajeg
b) Tugas ilmuwan adalah mendeteseksi dan menemukan pola pola perilaku
dan interaksi tersebut
c) Menemukan pola pola tersebut hanya ada satu cara,yaitu menggabung
gabungkan dari kejadian kejadian yang kecil kedalam bentuk yang utuh
Asumsi ini diibaratkan dengan permainan anak menyusun gambar dari petilan
petilan (puzlle).Di pihak lain,strategi kalsik berasumsi bahwa :
a) Setiap fenomena dalam kehidupan bermasyarakat ini perlu untuk di
diskripsikan
b) Tugas ilmuwan adalah menjelaskan fenomena yang telah didiskripsikan
tersebut lewat pola pola hubungan yang ajeg
c) Pola pola hubungan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena
yang ada perlu di tes ke ajegannya.Dengan demikian pemilihan strategi
yang akan digunakan banyak di tentukan oleh kecocokan asumsi yang
ada.
Sebagaimana lazimnya,setiap ada dua pilihan,akan muncul pilihan
ketiga.Strategi ketiga ini disebut strategi komprehensive.Bersifat komprehensive

102

karena ada harapan bahwa strategi ini dapat mencakup kebaikan kebaikan dan
membuang kelemahan kelemahan dari dua strategi terdahulu.
The Buttom up strategy memiliki kelebihan kelebihan,karena dengan
mengumpulkan data dengan tanpa memiliki kerangka teori disaku lebih
dahulu,memungkinkan seseorang dapat mengumpulkan data dan informasi yang
penting sebanyak mungkin untuk membangun pola pola perilaku atau interaksi
yang berlangsung dengan ajeg.Tetapi kelemahannya,karena data bisa tidak
terbatas bisa bisa data tersebut akan menjadi seseorang yang berusaha
mengembangkan teori tidak bisa bertindak apa apa.dipihak lain,dengan strategi
klasik ilmuwan yang mengembangkan teori bisa memusatkan perhatiannya
kepada sesuatu fenomena dan juga data yang dikumpulkam sesuai dengan
kerangka teori yang telah ada atau telah dikembangkan.Apa lagi,akan lebih efisien
apabila hanya data data yang relavan dan dibutuhkan yang dikumpulkan.Tetapi
strategi ini bisa jadi sesuatu yang sia sia kalau ukuran ukuran konkrit yang
dikembangkan ternyata tidak sesuai dengan konsep abstrak yang ada pada
kerangka teoritis.
Strategi komprehensive diharapkan akan lebih efisien dan akurat dalam
mengembangkan teori sosial.Strategi ini terdiri dari beberapa langkah kegiatan :
1) Tahap Eksploratori
2) Tahap Diskripsi
3) Tahap Eksplanatori
Dalam tahap eksploratori,seseorang yang mengembangkan teori bagaikan
memasuki daerah yang masih asing.Dia baru dalam tahap untuk memperoleh
gambaran yang jelas dan menyeluruh dari medan yang dihadapi.Seringkali,dalam
tahap ini orang tersebut belum memiliki problema yang jelas dan
pasti.Justru,dalam tahap inilah problema akan Diketengahkan.Oleh
karenanya,dalam tahap ini proses akan nampak sangat fleksibel.untuk mencapai
tujuan mendapatkan gambaran yang global dan menyeluruh dari keadaan yang
dihadapi maka jalan yang paling tepat adalah pengembang teori mencoba
mengumpulkan data sebanyak mungkin.
Pada tahap kedua,tahap diskripsi,data dan informasi yang telah
dikumpulkan disusun sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk

103

mendiskripsikan fenomena fenomena yang ada.dari sekian fenomena yang


dihadapi,pengembang teori bisa memusatkan perhatian pada fenomena yang
menarik dan menantang.Diskripsi dikembangkan lebih lanjut diarahkan pada
fenomena yang menarik tersebut dengan mengembangkan lebih jauh guna
mendapatkan kecenderungan kecenderungan akan adanya pola hubungan
tertentu,yang nantinya dapat di generalisir.Jadi tahap diskripsi ini akan
menghasilkan gambaran konkrit tentang fenomena yang dihadapi dan harus
dijelaskan.
Pada tahap eksplanatori,pengembang teori bermaksut untuk menjelaskan
fenomena yang dihadapi. Untuk menjelaskan fenomena ini diperlukan teori yang
khusus dikembangkan untuk keperluan ini.Teori dikembangkan berdasarkan pula data
dan diinformasi yang dikumpulkan pada tahap pertama dan apa yang telah dilakukan
pada tahap kedua.Disamping itu kajian literature dan kajian hasil hasil penelitian
dilakukan yang erat kaitannya dengan fenomena yang dihadapi sekarang ini sangat
diperlukan.
Setelah pengembangan teori selesai menyusunteoriyang umum disebut
hipotesis,maka hipotesis tersebut harus di uji dan di tes.Apakah teoritersebut
memang biasa menjelaskan fenomena dengan baik dan pas.Dari proses uji dan testing
tersebut sering kali pengembangan teori akan merevisi teorinya,karena ternyata apa
yang telah dikembanmgkang tidak bisa menjelaskan derngan baik.Teori yang telah
direvisi ini sudah tentu perlu untuk diuji dan dites lagi.
Strategi ini memiliki beberapa perbedaan dengan strategi yang telah dibahas
di depan.Di bandingkan dengan strategi klasik,strategi khonfrehensive beranggapan
bahwa tidaklah mungkin bagi pengembang teori bisa membangun teori tanpa
memahami kenyataan kenyataan di sekitar fenomena yang dihadapi.Tahap
eksploratori dan tahap diskripsi pada strategi konfrehensive adalah dimaksutkan
untuk memahami kenyataan kenyataan ini.Sedangkan pada strategi klasik,apa yang
dilakukan adalah mengkaji fenomena yang dihadapi berdasarkan literature dan hasil
hasil penelitian yang telah dilakukan.Sudah tentu kajian teoritis tersebut belum tentu
bisa memberikan gambaran kenyataan yang ada.Dibandingkan dengan strategi dari
lapangan ke teori,strategi khonferensive memiliki perbedaan khususnya,dalam hal
uji teori.Uji teori dimaksutkan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena yang

104

ada,sama sekali tidak dimaksutkan untuk member I kan penjelasan dan menarik
kesimpulan pada fenomena yang ada.Di samping itu pula,pada strategi
khomperensive ini,pengembang teopri hanya akan mengumpulkan data yang memang
sudah direncanakan,data ini diperkirakan bisa dipergunakan untuk membangun
penjelasan terhadap fenomena yang ada.Sedangkan pada strategi The Buttom up
data yang dikumpulkan tidak terbatas.
Strategi khomperensive di samping memiliki perbedaan dengan strategi klasik
maupun strategi the buttom up,juga memiliki kelebihan kelebihan.Apabila
pentahapan dilaksanakan sebagaimana mestinya,maka pada tahap eksplanatori untuk
menjelaskan fenomena yang ada,pengumpulan data yang berlebih lebihan harus
dihindarkan.

105

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Paradigma dan teori sosial merupakan teori dan pandangan yang tumbuh
dalam ilmu sosial. Paradigma dan teori sosial berjalan beriringan.
Walaupun terkadang paradigma yang tumbuh didalam masyarakat tidak
sejalan dengan teori sosial itu sendiri. Hal ini dikarenakan paradigma
tercipta berdasarkan latar belakang dan disiplin ilmu yang dipilih. Dalam
ilmu sosial seringkali dimasuki ilmu-ilmu lain. Maka dari itu pentingnya
paradigma sosial agar seorang sosialis memiliki kacamata sosial dan
dikuatkan lagi dengan teori-teori sosial yang ada.
B. Saran
Bagi pembaca : pembaca dapat melihat sebuah fenomena disekitar dengan
kacamata sosial. Hal ini dikarenakan semakin banyak sudut pandang yang
digunakan semakin tepat pula analisa dan strategi pemecahan masalah.
Bagi dosen : Dosen dapat membimbing mahasiswa dengan lebih baik
dalam menulis dan memahami materi teori dan paradigma sosial agar
pemahaman lebih maksimal.

106

DAFTAR PUSTAKA
Muchith, Abdul. 2014. Paradigma, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
Kajian Antropologi, (online),(http://edukasi.kompasiana.com
/2014/04/05/paradigma-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif-dalam-kajianantropologi-646667.html), diakses 11 Oktober 2014.
Harry, Rusandy. 2011. Sistem Sosial Budaya Indonesia, (online),
(http://rusandyharry.blogspot.com/2011/10/sistem-sosial-budayaindonesia.html), diakses 11 Oktober 2014.
Ade, Fitria. 2011. Teori Sibernatika, (online),
(http://fitriaade17.blogspot.com/2011/10/teori-sibernetika.html), diakses
11 Oktober 2014.
Hardian, Agung. 2012. Paradigma Sosial, (online),
(http://agunghardian.blogspot.com/2012/03/paradigma-sosial.html),
diakses 11 Oktober 2014.
Irnarahmawati. 2013. Paradigma Sosial, (online),
(http://irnarahmawati.wordpress.com/2012/12/25/paradigma-sosial/),
diakses 11 Oktober 2014.
Maya, Erika. 2013. Pengertian, Unsur dan Fungsi Sistem Sosial dan Budaya
Indonesia, (online),
(http://catatankecilerika.blogspot.com/2013/02/pengertian-unsur-danfungsi-sistem.html), diakses 11 Oktober 2014.
Jihadi, Hilman. 2012. Makalah Paradigma Sosial Dalam Masyarakat, (online),
(http://hart94isd.blogspot.com/2012/03/makalah-paradigma-sosialdalam.html), diakses 11 Oktober 2014.
(Online) (www.slideshare.net/yazerd/tsm-pokok2-pikiran-tsm), diakses 11
oktober 2014
(Online),(http://masnoer80.blogspot.com/2013/01/pengertian-ilmusosial.html), diakses tanggal 11 Oktober 2014
(Online)(http://nuraminsaleh.blogspot.com/2012/10/pengantar-ilmu-teoriperubahan-sosial.html), diakses 11 Oktober 2014.
(Online)(http://rushdiezhepa.blogspot.com/2012/08/paradigma-di-dalamteori-teori-ilmu.html), diakses 11 Oktober 2014.

107

(Online)(http://sosialsosiologi.blogspot.com/2013/01/paradigma-sosiologifakta-sosial.html), diakses 11 Oktober 2014.


(Online)(http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma), diakses 11 Oktober 2014.
(Online)(http://www.academia.edu/2304599/Paradigma_Sosiologi), diakses
11 Oktober 2014.
(Online)(http://www.goodreads.com/book/show/6694333-pengantar-teori-teori-sosial),

diakses 11 Oktober 2014.


(Online)(http://www.slideshare.net/kukuhnapakimuttaqin/teori-ilmuilmu-sosial),

diakses 11 Oktober 2014.


Dr.Zamroni. 1989.PENGANTAR PENGEMBANGAN TEORI SOSIAL.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta.
Yaser .2013.Teori Sosiologi, (Online), (http://www.slideshare.net/yazerd/tsm-pokok2pikiran-tsm), diakses pada 11 Oktober 2014
Yanuar.Definisi Paradigma (Online),(http://mughits-sumberilmu.blogspot.com
/2012/10/pengertiandefinisi-paradigma.html), diakses tanggal 11 November 2014

108

Anda mungkin juga menyukai