Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu
mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari badan ke udara luar.
Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O 2 dan CO2 di dalam
darah akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur
keasaman (pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan
ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen
kedalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas
darah meliputi PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.
Analisa
gas
darah
merupakan
salah
satu
alat
diagnosis
dan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisa Gas Darah
Pemeriksaan AGD (Astrup) adalah pemeriksaan beberapa gas yang
terlarut dalam darah arteri, bertujuan untuk mengetahui keseimbangan asam
basa, kadar oksigen, kadar karbondioksida dan sebagainya dalam tubuh.
Analisa Gas Darah ( AGD ) atau sering disebut Blood Gas Analisa
( BGA ) merupakan pemeriksaan penting untuk penderita sakit kritis yang
bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran Oksigen
( O2),Karbondiosida ( CO2) dan status asam-basa dalam darah arteri.
semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2
dalam darah dan CSF merupakan stimulus utama bagi pusat pernapasan di
otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akan terstimulasi. Jika PCO2 naik
terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka akan
terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah 35-45 mmHg,
sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.
Kebanyakan CO2 dalam darah berbentuk HCO3- (asam bikarbonat).
HCO3- adalah ukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asambasa dan diatur oleh ginjal. Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3- menurun
karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai
normal dari HCO3- dalam darah adalah 21-28 mEq/L.
Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai
O2 dalam darah. PO2 menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam
plasma. PO2 juga merupakana salah satu indicator untuk mengetahui
keefektifan terapi oksigen yang digunakan. Nilai normal dari PO2 adalah 80100 mmHg pada arteri dan 40-50 mmHg pada vena.
Saturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb)
dengan oksigen. Pada lansia nilai SaO2 ialah 95%. Sedangkan pada orang
dewasa 95% sampai 100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas
darah arteri dan nilai abnormal dalam gangguan keseimbangan asam-basa
yang tidak terkompensasi.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada
konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitumekanisme penyangga kimia, pernapasan dan ginjal. Mekanisme
pernapasan bekerja dengan menahan dalam darah atau melepas ke udara CO2
melalui ekspirasi.
Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu proses perubahan yang
bersifat metabolik (adanya perubahan konsentrasi bikarbonat[HCO3-] yang
disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (adanya
perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi).
Perubahan PaCO2 dan/atau HCO3- akan menyebabkan perubahan pH darah.
Asidosis (pH turun di bawah normal) akan terjadi jika PaCO2 meningkat
dan/atau bikarbonat menurun, sedangkan alkalosis terjadi bila sebaliknya.
Asidosis ada dua macam yaitu asidosis akut dan asidosis kronik,
demikian juga halnya dengan alkalosis. Penggolongan asidosis atau alkalosis
akut berdasarkan kejadiannya belum lama dan belum ada upaya tubuh untuk
mengkompensasi perubahan pH darah, sedangkan kronik jika kejadiannya
telah melampaui 48 jam dan telah ada upaya tubuh untuk mengkompensasi
perubahan pH.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa
saja, harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan
data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman
darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam
batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
2. Mekansime pernafasan.
3. Mekanisme ginjal
Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan vena campuran.
parameter
Sampel arteri
Sampel vena
Ph
7,35-7,45
7,32-7,38
PaCO2
PaO2
Saturasi oksigen
35-45 mmHg
80-100mmHg
95%-100%
42-50 mmHg
40 mmHg
75%
Kelebihan
+ atau -2
+ atau -2
/kekurangan basa
HCO3
22-26 mEq/L
23-27 mEq/L
(www.google.co.id)
Prosedur tindakan
10
1.
2.
3.
4.
5.
kemudian
dengan
menggunakan tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas
daerah yang akan ditusuk dan titik maksimum denyutan ditemukan.
9. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan daerah tersebut
dengan kapas alcohol
10. Setelah dilakukan asepsis, jarum 5-10 mm ditusukkan pada daerah
distal dari jari pemeriksa yang menekan arteri ke arah proksimal.
Jarum ditusukkan membentuk sudut 30o (45o pada arteri radialis
dan 90o pada arteri femoralis) dengan permukaan lengan dengan
posisi lubang jarum/ bevel menghadap ke atas.
11. Jarum yang masuk ke dalam arteri akan menyebabkan torak
semprit terdorong oleh tekanan darah.
12. Pada pasien hipotensi, torak semprit dapat ditarik perlahan,
indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah
adanya pemompaan darah ke dalam spuit dengan kekuatan sendiri.
13. Setelah jumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml),
cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan
penekanan dengan jari selama 5 menit untuk mencegah keluarnya
darah dari pembuluh arteri (10 sampai 15 menit untuk pasien yang
11
mendapat antikoagulan)
14. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit, lepaskan jarum dan
tempatkan penutup udara pada spuit, putar spuit diantara telapak
tangan untuk mencampurkan heparin.
15. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es/air es atau termos
berisi air es (semprit dibungkus plastik agar air tidak masuk ke
dalam semprit, keadaan dingin bertujuan memperkecil terjadinya
perubahan biokimia (metabolisme sel darah), untuk selanjutnya
spuit dibawa ke laboratorium.
16. Bereskan alat
17. Lepas sarung tangan
Pengambilan darah arteri brachiali
1. Arteri
brachialis
letaknya
lebih
dalam
dar
arteri
radialis,
dalam
keadaan
ekstensi
maksimal,
siku
2.
12
terjamin.
Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk
mengetahui kepatenan arteri. Rasional: apabila tes Allen yang
dilakukan negatif akan tetapi tetap dipaksakan mengambil darah arteri
lewat a. radialis, trombosis dapat terjadi dan berisiko mengganggu
4.
viabilitas tangan.
Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri,
lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti
darah arteri. Rasional: untuk mengetahui tindakan yang dilakukan
5.
6.
7.
hematoma.
Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan
tutup ujung jarum dengan karet atau gabus. Rasional: udara bebas
8.
9.
13
Nama pasien
Usia
Keterangan klien menggunakan alat bantu oksigenasi atau tidak
Waktu dilakukannya prosedur.
Jenis pemeriksaan yang dilakukan
Keadaan kulit (kemerahan, perdarahan berlebihan)
Ruangan
Suhu tubuh pasien
14
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
3.
Masih terdapat cara lain yang lebih mudah untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan
4.
hambatan aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non
reversible ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu
15
16
17
Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin
& Hippe, 2010).
2.
Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri
radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu
viabilitas tangan.
3.
4.
18
denganantikoagulan
dosis
sedang
dan
tinggi
merupakan
kontraindikasi relatif.
19
20
H+.
2. Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam
non-volatil. Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika
dibandingkan dengan kontrol respirasi.
3. Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang
meminimalkan perubahan asam-basa akut.
Metode Henderson Hasselbach (H H)
Persamaan H H menitik beratkan pada sistem buffer asam karbonat
yang memegang peranan penting dalam pengaturan asam basa melalui
ginjal dan paru paru. Karbondioksida bereaksi dengan air untuk
membentuk HCO3- dan H+.
CO2
H2O
H2CO3
H+
HCO3-
21
22
23
24
Na+ akan menurunkan SID dan begitu pula pH. Peran Cl- menjadi lebih
penting dalam mengatur pH, karena Na+ dikontrol secara lebih ketat
untuk mengatur tonus plasma. Contoh kasus adalah pada muntah yang
terus menerus sering menyebabkan alkalosis. Pendekatan lama
menganggap hal ini disebabkan karena kehilangan ion H+ melalui HCl.
Namun, hipotesis Stewart menganggap hal ini terjadi akibat Cl- (anion
kuat) berkurang tanpa diimbangi oleh berkurangnya kation kuat,
sehingga terjadi peningkatan SID. Pada akhirnya hal ini akan
menghambat disosiasi air dan ion H+ berkurang. Penatalaksanaan kasus
ini adalah dengan pemberian normal saline sehingga ion klorida
tergantikan. Kasus lain adalah asidosis hiperkloremik yang juga sering
terjadi akibat pemberian infus normal saline berlebihan. Normal saline
mengandung ion sodium dan klorida sebanyak 150 mEq/l dibandingkan
dengan konsentrasi plasma 135 dan 100 mEq/l. Hal ini menyebabkan
penurunan SID dan pH.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kedua metode sebenarnya
dapat digunakan. Metode pendekatan Handerson-Hasselbach lebih
mudah diterapkan, terutama untuk mengklasifikasikan jenis kelainan
asam basa yang terjadi. Sedangkan, pendekatan Stewart lebih berguna
dalam menghitung kelainan asam basa secara kualitatif dan juga untuk
menyusun hipotesis mekanisme yang menyebabkan timbulnya kelainan
asam basa pada pasien.
H. Gangguan asam basa
1.
Gangguann
asam-basa
sederhana
Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat
diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan
persamaan Henderson-Hasselbach.
25
Gangguan
Asam
Basa
Keseimbangan
Pada
Pasien
Kritis
Beberapa kelainan pada AGD dapat digunakan sebagai marker
resiko kematian pada pasien-pasien kritis. Diantaranya adalah
terjadinya asidosis laktat, BE yang tinggi, asidosis hiperkloremik,
efek asidosis terhadap sistem imun, dan SIG yang tinggi.
Sebagian besar pasien-pasien trauma menderita asidosis laktat
akibat hipovolemia atau hipoperfusi. Perbaikan asidosis laktat
berkorelasi dengan survival pasien berdasarkan hubungan waktu.
Keadaan asidosis laktat yang persisten, meskipun telah terjadi
perbaikan tanda vital, berhubungan dengan resiko infeksi dan
26
kematian.
Kadar BE yang tinggi dapat menjadi prognosis yang buruk bagi
pasien-pasien, namun hal tersebut tergantung pada jenis penyakit
atau trauma pasien. BE lebih memiliki nilai prognostik pada pasienpasien dengan cedera kepala. Selain itu, jumlah SIG juga memiliki
nilai prognostik pada pasien-pasien kritis. Dikatakan nilai SIG >5
pada pasien yang membutuhkan resusitasi atau >2 pada pasien
asidosis metabolik adalah prediktif untuk mortalitas.
Kondisi hiperkloremik diketahui dapat menyebabkan disfungsi
renal dan gangguan pembekuan darah. Asidosis diduga dapat
menstimulasi sel T-protein kinase sehingga memperparah reaksi
peradangan pada pasien kritis.
3.
melakukan
kompensasi.
Kesakitan
dan
kelelahan
27
ini
adalah
langkah-langkah
yang
dianjurkan
untuk
28
PaCO2=40 mmHg
HCO3=24 mEq/L
1. Pertama-tama,perhatikan pH, pH dapat tinggi, rendah atau normal
sebagai berikut :
pH > 7.4 (alkolisis)
pH < 7.4 (asidosis )
pH = 7.4 (normal)
pH normal dapat menunjukan gas darah yang benar-benar normal
atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi ketidakseimbangan
yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang terkompensasi adalah
suatu ketidakseimbangan di mana tubuh sudah mampu memperbaiki
pH, contohnya, seorang pasien dengan asidosis metabolik primer
dimulai dengan kadar bikarbonat yang rendah tetapi dengan kadar
karbondioksida yang normal. Segera sesudah itu paru-paru mencoba
mengkompensasi ketidakseimbangan dengan mengeluarkan sejumlah
besar karbondioksida (hiperventilasi).
2. Langkah berikut adalah untuk menentukan penyebab primer gangguan.
Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi PaCO2 dan HCO3 dalam
hubunganya dengan pH.
a.
2)
29
bikarbonat).
b.
banyak
PaCO2
HCO3
7.20
60mmHg
24 mmHg
7.40
60mmHg
37mmHg
30
BAB III
31
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu
mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 di dalam dari badan ke
udara luar. Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O 2 dan
CO2 di dalam darah akan dipertahankanseimbang, sesuai dengan kebutuhan
tubuh..
Pemeriksaan analisis gas darah merupakan pemeriksaan laboratorium
yang penting sekali di dalam penatalaksanaan penderita akut maupun kronis,
terutama penderita penyakit paru. Pemeriksaan analisis gas darah penting
baik untuk menegakkan diagnosis, menentukan terapi, maupun untuk
mengikuti perjalanan penyakit setelah mendapat terapi.
Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang
disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
Komponen dasar AGD mencakup pH, PCO2, PO2, SO2, HCO3 dan BE (base
excesses/kelebihan basa).
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
1.
2.
3.
4.
Infark miokard
5.
Pneumonia
6.
Pasien syok
7.
32
Bila terjadi kelainan pada satu atau lebih dari ketiga mekanisme
tersebut maka pH darah akan bergeser dan keluar dari nilai normal
menjadi asidosis atau alkalosis. Asidosis dan alkalosis dikelompokkan
menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung pada penyebab utamanya.
Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan pembentukan
dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH
respiratorik disebabkan oleh gangguan di paru atau saluran napas.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dianjurkan untuk
mengevalusi nilai gas darah arteri.
1.
Pertama-tama,perhatikan pH,
2.
3.
4.
5.