Anda di halaman 1dari 21

11

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Gaya Bahasa


2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang
dalam bertutur atau menulis. Pemakaian ragam bahasa tertentu digunakan untuk
memperoleh efek tertentu dari keseluruhan bahasa sekelompok penulis sastra
(Kridalaksana, 2001:63). Tarigan (2009:4) menyatakan bahwa, Gaya bahasa
merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan
menulis untuk meyakinkan atau pengaruh penyimak dan pembaca. Kata retorik
berasal dari bahasa yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato.
Gaya bahasa merupakan bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan dan memperbandingkan suatu
benda atau hal lain yang lebih umum. Badudu (1975:70) mengemukakan bahwa,
Gaya bahasa adalah penggunaan kata-kata kiasan, sindiran, perbandingan, dan
sebagainya yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk mencapai plastik bahasa.
Adapun plastik bahasa adalah daya melukis yang tersembunyi pada kesanggupan
pengarang memadu kata dengan kata, memilih kata-kata, perbandinganperbandingan yang tepat untuk memberi bentuk pada lukisan itu. Tarigan (2009:5)
berpendapat bahwa, Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda

12

atau hal lain yang lebih umum. Dengan demikian, gaya bahasa tertentu dapat
mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya bahasa
itu merupakan suatu kekhasan pengungkapan untuk meningkatkan efek yang
dapat mempengaruhi penyimak dan pembaca. Gaya bahasa merupakan bentuk
retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk
meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca.

2.1.2 Klasifikasi Gaya Bahasa


Di samping terdapat perbedaan dalam hal penggunaan definisi atau istilah,
terdapat pula perbedaan dalam pengklasifikasian. Penulis akan memaparkan
pengklasifikasian gaya bahasa oleh para ahli. Dalam hal ini, Tarigan (2009:6)
membuat klasifikasi gaya bahasa menjadi empat kelompok, yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa
perulangan. Badudu (1975:70) mengelompokkan gaya bahasa menjadi empat
kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa
penegasan, dan gaya bahasa pertentangan. Badudu mengelompokkan jenis gaya
bahasa lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan dengan Tarigan. Tarigan
menjadikan pengelompokkan jenis gaya bahasa berdasarkan makna yang
terkandung dalam gaya bahasa itu dan dimasukan dalam empat jenis gaya bahasa.
Adapun jenis-jenis gaya bahasa menurut Keraf (2000:23) terbagi menjadi dua
jenis:

13

1. Segi non bahasa


Gaya bahasa berdasarkan segi nonbahasa terbagi menjadi tujuh bagian,
yaitu:
1) Gaya bahasa berdasarkan pengarang
2) Gaya bahasa berdasarkan medium
3) Gaya bahasa berdasarkan subjek
4) Gaya bahasa berdasarkan tempat
5) Gaya bahasa berdasarkan masa
6) Gaya bahasa berdasarkan hadirin
7) Gaya bahasa berdasarkan tujuan
2. Segi bahasa
Gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
dipergunakan. Pembagian gaya bahasa berdasarkan segi bahasa dibagi
menjadi beberapa bagian:
1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
a) Gaya bahasa resmi
Gaya bahasa dalam bentuk lengkap, gaya bahasa yang dipergunakan
dalam setiap kesempatan-kesempatan resmi, gaya bahasa digunakan
oleh mereka, diharapkan mempergunakan dengan baik dan
terpelihara.
b) Gaya bahasa tak resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang
dipergunakan dalam bahasa yang standar, khususnya dalam
kesempatan-kesempatan yang tidak formal. Gaya bahasa ini
biasanya digunakan dalam karya-karya tulis, buku pegangan, artikel
mingguan dan bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial,
kolumnis, dan sebagainya.
c) Gaya bahasa percakapan
Dalam gaya bahasa ini, pilihan kata-katanya adalah kata-kata
popular dan kata-kata percakapan lebih longgardibandingka dengan
gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi karena tidak
diperhatikan morfologisnya.
2) Gaya bahasa berdasarkan nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti dipancarkan dari
rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Gaya bahasa
ini dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana.
Dengan latar belakang ini, gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang
terkandung dalam sebuah wacana dibagi atas tiga jenis:
a) gaya sederhana adalah gaya yang digunakan untuk menyampaikan
fakta atau pembuktian;
b) gaya mulia dan bertenaga adalah gaya yang dipergunakan untuk
menggerakkan sesuatu;
c) gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk
menimbulkan suasana senang dan damai. 3) Gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat. Struktur sebuah kalimat dapat dapat dijadikan untuk
menciptakan gaya bahasa.yang dimaksud struktur disini ini adalah

14

kalimat bagaimana tempat sebuah kalimat yang dipentingkan dalam


kalimat tersebut.
Pengklasifikasian di atas pada dasarnya memiliki persamaanpersamaan. Selain klasifikasi tersebut, ada juga pengklasifikasian gaya bahasa
dan pengertian masing-masing jenis gaya bahasa lainnya yang diungkapkan
oleh Tarigan (2009: 6). Adapun klasifikasi tersebut penulis uraikan sebagai
berikut.
1.

Gaya Bahasa Perbandingan


Berikut ini akan dijelaskan kelompok gaya bahasa perbandingan berdasarkan

jenisnya masing-masing.
a. Perumpamaan
Perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan dua hal yang pada
hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan ini
secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata seperti, ibarat, bak, laksana dan
sejenisnya.
Contoh: Wajah anak itu sangat cantik laksana bintang film
b.

Metefora
Metefora adalah gaya bahasa perbandingan antara dua hal atau benda untuk
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara
eksplisit dengan kata-kata seperti, bak, ibarat, seperti perumpamaan.
Contohnya: Dengan pemberian hadiah ini, kami merasa mendapat durian
runtuh.

15

c.

Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada
barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. personifikasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
Contoh: Daun pohon pisang itu melambai-lambai tertiup angin malam.

d.

Depersonifikasi
Merupakan gaya bahasa pengandaian yang dilakukan secara eksplisi dengan
memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelasan gagasan atau
harapan atau merupakan kebalikan dari personifikasi.
Contoh: Andai kamu jadi bunga, maka saya jadi kumbangnya.

e.

Alegori
Alegori merupakan gaya bahasa dalam cerita yang dikisahkan dalam lambanglambang. Merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat
atau gagasan yang diperlambangkan.
Contoh: Cerita kancil dengan buaya.

f.

Antitesis
Gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua
antonim. Sementara itu, menurut Badudu (1997:29) yang dimaksud dengan
antitesis adalah gaya bahasa pertentangan yang menggunakan paduan kata
yang berlawanan arti. Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung
gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau
kelompok kata yang berlawanan.
Contoh: Ibu pergi bekerja di siang hari dan pulang pada malam hari.

16

g.

Pleonasme/Tautologi
Merupakan gaya bahasa pemakaian kata yang mubazir (berlebihan) yang
sebenarnya tidak perlu. Disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu pada
dasarnnya mengandung perulangan (sebuah) kata yang lain.
Contoh: - Saya melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.

h.

Perifrasis
Merupakan sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme (keduaduanya menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan).
Perifrasis adalah gaya bahasa perbandingan dengan jalan menggantisebuah
kata dengan gabungan (frase) yang sama artinya dengan kata yang diganti
tersebut.
Contoh: Ketikan matahari masuk ke peraduan, barulah ia tiba. (Ketikan
matahari masuk ke peraduan sama dengan ketika senja)

i.

Antisipasi/Prolepsis
Merupakan semacam gaya bahasa dimana orang menggunakan terlebih dahulu
kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagsan yang sebenarnya
terjadi.
Contoh: Kami sangat sedih, minggu depan tetangga kami akan pindah rumah.

j. Koreksi atau Epanortosis


Merupakan gaya bahasa yang mula-mula berwujud ingin menegaskan sesuatu,
tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh: Sudah tiga kali saya pergi ke Bali, eh bukan, sudah empat kali.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kelompok gaya
bahasa

perbandingan

meliputi

perumpamaan,

metafora,

personifikasi,

defersonifikasi, alegori dan antithesis. Semua gaya bahasa tersebut dikategorikan

17

sebagai gaya bahasa perbandingan karena isi dan makna gaya bahasa yang
dikandungnya mengandung makna membandingkan.
2. Kelompok Gaya Bahasa Pertentangan
Berikut ini akan dijelaskan kelompok gaya bahasa pertentangan
berdasarkan jenisnya masing-masing.
a. Hiperbola
Merupakan sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihlebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau simulasi untuk memperhebat,
meningkatkan kesan dan pengaruh. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata,
frase, atau kalimat.
Contoh: sorak sorey penonton sangat menggelegar membelah angkasa.
b. Litotes
Gaya bahasa yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang
positif dengan bentuk yang negatif atau bertentangan. Litotes mengurangi atau
melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya. Litotes adalah semacam
gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan untuk
merendahkan diri. Suatu hal yang dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya,
atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya..
Contoh: kapan-kapan anda mampir saja ke gubuk kami.
c.

Ironi
Gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud
berolok-olok. Gaya bahasa ironi adalah salah satu gaya bahasa sindiran. Ironi

18

atau sindiran suatu acuan yang ingin menyatakan sesuatu dengan makna atau
maksud berlainan dengan apa yang tekandung dalam rangkaian kata-katanya.
Contoh: Tulisanmu bagus sekali sampai-sampai tidak ada satu orang pun yang
dapat membacanya.
d.

Satire
Sejenis bentuk argumen yang beraksi secara tidak langsung, terkadang secara
aneh, bahkan ada kalanya dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan
tertawan
Contoh: Puisi Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya karya Taufik Ismail.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa gaya bahasa

pertentangan meliputi gaya bahasa hiperbola, litotes, ironi, dan satire. Setiap gaya
bahasa tersebut memiliki makna dan ciri yang berbeda-beda.
3. Kelompok Gaya Bahasa Pertautan
Berikut ini akan dijelaskan kelompok gaya bahasa pertautan berdasarkan
jenisnya masing-masing.
a. Metonimia
gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan
nama orang, barang atau hal sebagai penggantinya.
Contoh: Adik disuruh ayah untuk membeli Gudang Garam dan Djarum
(Rokok).
b.

Sinekdoke
Gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhannya, atau sebalikanya. Sinekdoke terbagi atas dua bagian, yaitu

19

pars pro toto untuk menyatakan sebagian untuk keseluruhan dan totum pro
parte untuk menyatakan keseluruhan untuk sebagaian.
Contoh: - pars pro toto: Sampai jam segini dia belum nampak batang
hidungnya - totum pro parte: Pertandingan itu dimenangkan oleh Indonesia.
c. Eufemisme
Ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar
yang diangap merugikan atau yang tidak menyenangkan.
Contoh: Ibunya sudak tidak ada lagi di tengah-tengah mereka. (meninggal)
d. Eponim
Semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai utntuk
menyatakan sifat.
Contoh: Dewi malam untuk menyatakan bulan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kategori gaya
bahasa pertautan terdiri atas gaya bahasa metonomia, sinekdoke, eufemisme, dan
eponi. Setiap jenis gaya bahasa tersebut memiliki perbedaan baik dari segi makna
maupun strukturnya.

4. Kelompok Gaya Bahasa Perulangan


Berikut ini akan dijelaskan kelompok gaya bahasa perulangan berdasarkan
jenisnya masing-masing.

20

a.

Aliterasi

Sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian katakata yang permulaannya sama bunyinya (Tarigan 1995:181)
Contoh: Dara damba daku datang dari danau
Duga dua daku diam di diriku.
b. Asonansi
Sejenis gaya bahasa refetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama.
Biasanya dipakai dalam dalam karya puisi atau pun dalam prosa untuk
memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan.
Contoh: Ini muka penuh luka siapa punya
Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
c. Antanaklasis
Gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang
berbeda (Ducrot dan Tarigan 2009:182)
Contoh: Karena buah penanya itu dia pun menjadi buah bibir masyarakat.
d. Kiasmus
Gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi
hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Kiasmus (chiasmus) adalah
semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik frasa atau
klausa, yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lainnya,
tetapi
frase atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frase atau klausa
lainnya.

21

Contoh: Dia membenarkan yang salah menjadi benar, dan yang benar
menjadi salah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa gaya bahasa
perulangan terdiri dari aliterasi, asonansi, antanaklasis, dan kiasmus. Setiap gaya
baahasa tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan masing-masing.

2.2 Model Pembelajaran


2.2.1 Pengertian Model
Model merupakan suatu pola dan acuan dari suatu kegiatan yang akan
dilakukan. Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan
dibuat atau dihasilkan (Pedika, 1984:75). Definisi lain dari model adalah,
Abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta
mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah
abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat
dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1993: 19). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa model merupakan suatu gambaran atau garis besar dari sesuatu
yang akan dihasilkan.
Menurut Sagala (2000: 16), Model mencakup keseluruhan pola dan
konsep yang sengaja disusun untuk keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan.
Artinya, penyusunan model yang baik akan meningkatkan keberhasilan suatu
kegiatan yang dilakukan. Dikatakan demikian, karena penyusunan model yang
tepat akan turut serta mengoptimalkan komponen kegiatan yang dilakukan.

22

Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model


merupakan pola dan acuan sesuatu yang akan dihasilkan. Model tidak hanya berisi
rancangan dan pola, tetapi juga penyusunan komponen kegiatan yang harus
dilakukan agar tujuan kegiatan dapat sesuai dengan yang diharapkan.

2.2.2 Pengertian Pembelajaran


Pembelajaran adalah upaya penciptaan atau pengkreasian kondisi untuk
membuat seseorang dapat belajar, dalam praktiknya proses pembelajaran harus
disertai oleh sebuah strategi yang baik agar pembelajaran dapat berlangsung
dengan lancar sesuai harapan. Syaiful (1986: 15) menyatakan bahwa,
Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam
pembelajaran terdapat rancangan dan pelaksanaan yang disusun secara sistematis
agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
Sudjana (2007: 12) menyatakan bahwa, Kegiatan pembelajaran secara
metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara
pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Artinya, kegiatan pembelajaran
merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa dapat belajar
dengan aktif dan kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu kegiatan sistematis yang disusun agar siswa dapat belajar secara aktif

23

dan kreatif. Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran hanya sebagai fasilitator
agar siswa dapat memperoleh pengetahuan dengan baik dan aktif.

2.2.3 Pengertian Model Pembelajaran


Istilah model pembelajaran yang diintrodusir oleh Bruce Joyce dan
Marsha Weil adalah istilah lain yang memiliki kaitan makna/pengertian dengan
strategi pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran
di kelas lain.(Joyce & Weil dalam Rusman, 2008: 223) .
Secara umum, istilah model diartikan barang atau benda tiruan dari benda
yang sesungguhnya, seperti globe adalah model dari bumi, replika pesawat
terbang yang biasa dipajang di travel/biro-biro perjalanan adalah model dari
pesawat terbang, dsb, secara khusus model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan (Indrajaya, 2009:
11). Dengan mengacu kepada pengertian khusus tersebut, model pembelajaran
menurut Joyce dan Weil (1986: 10) adalah, Kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang

pembelajaran

dan

para

pengajar

dalam

merencanakan

dan

melaksanakan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa

model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

24

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model

pembelajaran

yang

sesuai

dan

efisien

untuk

mencapai

tujuan

pendidikannya.

2.3 Model ARCS


2.3.1 Pengertian Model ARCS
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, keller telah menyusun
seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS yaitu Attention (perhatian),
Relevance (relevansi), Convidance (kepercayaan diri), Satisfaction (kepuasan).
Dalam proses belajar dan pembelajaran keempat kondisi motivasional tersebut
sangat penting dipraktekan untuk terus dijaga sehingga motivasi peserta didik
terpelihara selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung (Slameto, 2012:
60). Menurut Slameto (2012: 70), komponen ARCS dijelaskan sebagai berikut.
a. Attention (perhatian)
Attention (perhatian) adalah bentuk pengarahan untuk memusatkan
tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu obyek, dalam hal ini
proses mengajar belajar di kelas. Munculnya perhatian di dorong oleh
rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu seseorang ini muncul karena
dirangsang melalui elemen-elemen baru, aneh, lain dengan yang sudah
ada, dan kontradiktif/kompleks. Menurut WS. Winkel sikap perhatian
peserta didik diharap dapat menimbulkan minat yaitu kecenderungan
untuk subyek yang menetap untuk merasa tertarik pada pelajaran atau
pokok pelajaran tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu
melahirkan semangat yang baru dan dapat berperan positif dalam

25

proses belajar mengajar selanjutnya. Terdapat beberapa strategi untuk


merangsang minat dan perhatian, yaitu sebagai berikut:
1)Gunakan metode penyampaian yang bervariasi.
2)Gunakan media untuk melengkapi pembelajaran.
3)Gunakan humor untuk melengkapi pembelajaran.
4)Gunakan peristiwa nyata, dan contoh-contoh untuk memperjelas
konsep yang telah diutarakan.
5)Gunakan teknik bertanya untuk melibatkan peserta didik.
b. Relevance (relevansi)
Relevance (relevansi) yaitu adanya hubungan yang ditunjukkan antara
materi pembelajaran, kebutuhan dan kondisi peserta didik. Ada tiga
strategi yang dapat digunakan untuk menunjukkan relevansi dalam
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1) Sampaikan kepada peserta didik apa yang akan dapat mereka
lakukan setelah mempelajari materi pembelajaran.
2) Jelaskan manfaat pengetahuan/ketermpilan yang akan dipelajari.
3) Berikan contoh, latihan/tes yang langsung berhubungan dengan
kondisi peserta didik atau profesi tertentu. Seperti hanya proses belajar
umumnya jika seseorang tidak memiliki motivasi yang kuat dalam
belajar, maka mustahil mereka akan mampu menangkap pelajaran
dengan baik. Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi
yang dipelajari dengan kebutuhan kondisi peserta didik. Peserta didik
akan termotivasi bila mereka merasa bahwa apa yang dipelajari
memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai
yang dipegang.
c. Confidence (kepercayaan diri)
Confidence (kepercayaan diri) yaitu merasa diri kompeten atau mampu
merupakan potensi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan.
Motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk
berhasil. Ada sejumlah strategi untuk meningkatkan kepercayaan diri,
yaitu sebagai berikut:
1) Meningkatkan harapan peserta didik untuk berhasil dengan
memperbanyak pengalaman berhasil.
2) Menyusun pembelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil,
sehingga peserta didik tidak di tuntut mempelajari banyak konsep
sekaligus.
3) Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan
persyaratan untuk berhasil.
4) Menggunakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di
tangan peserta didik.
5) Tumbuh kembangkan kepercayaan diri peserta didik dengan
pernyataan-pernyataan yang membangun.
6) Berikan umpan balik konstruktif selama pembelajaran, agar peserta
didik mengetahui sejauh mana pemahaman dan prestasi belajar
mereka.
d. Satisfaction (kepuasan)

26

Satisfaction (kepuasan) adalah perasaan gembira, perasan ini dapat


positif yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan dalam
dirinya. Perasaan ini meningkat kepada perasaan harga diri kelak,
membangkitkan semangat belajar di antaranya dengan:
1) Mengucapkan baik, bagus dan memberikan senyum bila peserta
didik menjawab atau mengajukan pertanyaan.
2) Menunjukkan sikap non verbal positif pada saat menanggapi
pertanyaan atau jawaban peserta didik.
3) Memuji dan memberi dorongan dengan senyuman, anggukan dan
pandangan yang simpatik atas prestasi peserta didik.
4) Memberi tuntunan pada peserta didik agar dapat memberi jawaban
yang benar.
5) Memberi pengarahan sederhana agar peserta didik memberi
jawaban yang benar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat simpulkan bahwa model ARCS
merupakan model pembelajaran yang menekankan pada empat komponen untuk
dirumuskan oleh pengajar agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan
optimal. Keempat komponen itu adalah attention, relevance, confident, dan
satisfaction. Dengan demikian, guru harus berupaya agar mengarahkan perhatian
siswa, menghubungkan kemampuan yang telah dimiliki siswa dengan materi yang
akan dipelajari, menguatkan kepercayaan diri siswa, dan memberikan kepuasan
terhadap hasil pembelajaran siswa.

2.3.2 Langkah-langkah Model ARCS


Adapun langkah-langkah model pembelajaran ARCS yang diungkapkan
oleh Slamet (2012: 80) adalah sebagai berikut.
1) Mengingatkan kembali peserta didik pada konsep yang telah dipelajari
Pada langkah ini, guru menarik perhatian peserta didik dengan cara
mengulang kembali pelajaran atau materi yang telah dipelajari peserta
didik dan mengaitkan materi tersebut dengan materi pelajaran yang akan
disajikan. Dengan cara ini, peserta didik akan merasa tertarik serta

27

2)

3)

4)

5)

termotivasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru yaitu materi


pelajaran yang akan disajikan.
Menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran (R)
Pada langkah ini, guru mendeskripsikan tujuan dan manfaat pembelajaran
yang akan disajikan. Penyampaian tujuan dan manfaat pembelajaran ini
dapat dilakukan dengan cara yang bervariasi tapi masih tetap mengacu
pada prinsip perbedaan individual peserta didik sehingga keseluruhan
peserta didik dapat menangkap tujuan dan manfaat pembelajaran yang
akan disajikan serta dapat mengetahui hubungan atau keterkaitan antara
materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman
belajar peserta didik tersebut.
Menyampaikan materi pelajaran (R)
Pada langkah ini, guru menyampaikan materi pembelajaran secara jelas
dan terperinci. Penyampaian materi ini dilakukan dengan cara atau strategi
yang dapat memotivasi peserta didik yaitu dengan cara menyajikan
pembelajaran tersebut dengan menarik sehingga dapat menumbuhkan atau
menjaga perhatian peserta didik, memberikan keterkaitan antara materi
pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar peserta didik
ataupun berhubungan dengan kehidupan seharihari peserta didik,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, memberikan tanggapan,
ataupun mengerjakan soal/latihan, dan menciptakan rasa puas di dalam diri
peserta didik dengan cara memberikan penghargaan atas kinerja atau hasil
kerja peserta didik.
Menggunakan contoh-contoh yang konkrit (A dan R)
Pada langkah ini, guru memberikan contoh-contoh yang nyata serta ada
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga peserta
didik merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Adapun manfaat yang
didapatkan dari penggunaan contoh yang konkrit ini adalah peserta didik
mudah memahami materi yang disajikan dan mudah mengingat materi
tersebut. Tujuan penggunaan contoh yang konkrit ini adalah untuk
menumbuhkan atau menjaga perhatian peserta didik (attention) dan
memberikan kesesuaian antara pembelajaran yang disajikan dengan
pengalaman belajar peserta didik ataupun kehidupan sehari-hari peserta
didik (relevance).
Memberi bimbingan belajar (R)
Pada langkah ini, guru memotivasi dan mengarahkan peserta didik agar
lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang disajikan. Secara
langsung, langkah ini dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik
sehingga peserta didik tidak merasa ragu dalam memberikan respon
ataupun mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru.
Pemberian bimbingan belajar ini juga bermanfaat bagi peserta didik yang
lambat dalam memahami suatu materi pembelajaran sehingga peserta
didik tersebut merasa termotivasi untuk memahami materi pembelajaran
yang disajikan.

28

6) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam


pembelajaran (C dan S)
Pada langkah ini, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya, menanggapi, ataupun mengerjakan soal-soal mengenai
materi pembelajaran yang disajikan. Dengan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk berpartisipasi ini, peserta didik akan
berkompetensi secara sehat dan aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran ini juga dapat menumbuhkan ataupun meningkatkan rasa
percaya diri peserta didik dan akhirnya juga dapat menimbulkan rasa puas
di dalam diri peserta didik karena merasa ikut terlibat dalam proses
pembelajaran tersebut.
7) Memberi umpan balik (S)
Pada langkah ini, guru memberikan suatu umpan balik yang tentunya
dapat merangsang pola berfikir peserta didik. Setelah pemberian umpan
balik ini, peserta didik secara aktif menanggapi feedback dari guru
tersebut. Pemberian feedback ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri
peserta didik dan menimbulkan rasa puas dalam diri peserta didik.
8) Menyimpulkan setiap materi yang telah disampaikan di akhir
pembelajaran (S)
Pada langkah ini, guru menyimpulkan materi pembelajaran yang baru saja
disajikan dengan jelas dan terperinci. Langkah ini dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara diantaranya memberikan kesempatan kepada seluruh
peserta didik untuk membuat kesimpulan tentang materi yang baru mereka
pelajari dengan menggunakan bahasa mereka sendiri. Secara tidak
langsung, langkah ini dapat menciptakan rasa puas di dalam diri peserta
didik.
Berdasarkan uraian di penggunaan model ARCS dalam pembelajaran.
Kedelapan komponen itu sangat erat berkaitan dengan keempat komponen ARCS.
Tujuan

penggunaan

model

pembelajaran

ARCS

(Attention,

Relevance,

Confidence, Satisfaction) dengan hasil belajar dalam pembelajaran adalah akan


memberikan kemudahan pada peserta didik dalam memahami materi, dengan
memperhatikan penjelasan melalui alat peraga peserta didik akan mampu mencari
relevansi antara materi dan realita dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan itu
peserta didik bisa percaya diri dalam mengerjakan soal di papan tulis dengan
tenang dan tidak grogi.

29

2.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Gaya Bahasa dalam Kurikulum 2013


Tingkat SMA
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara, memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan,
menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan social, menikmati dan memanfaatkan karya
sastra

untuk

memperluas

wawasan,

memperhalus

budi

pekerti,

serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai dan


membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Tujuan tersebut terangkum dalam kompetensi dasar dan kompetensi inti
Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia yang mencakup empat
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Salah
satu kemampuan yang harus dikuasai siswa berkaitan dengan pembelajaran
bahasa Indonesia adalah kemampuan memahami gaya bahasa. Untuk lebih
jelasnya, penulis cantumkan ruang lingkup pembelajaran gaya bahasa untuk
tingkat SMA dalam bentuk tabel sebagai berikut.

30

Kompetensi Inti
Menghargai dan menghayati ajaran
agama yang dianutnya
II. Menghargai dan menghayati perilaku
jujur,
disiplin,
tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong),
santun,
percaya
diri,
dalam
berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam
jangkauan
pergaulan
dan
keberadaannya
III. Memahami
pengetahuan
(faktual,
konseptual,
dan
prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata
IV. Mencoba, mengolah, dan menyaji
dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi,
dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.

Kompetensi Dasar
a. Menghargai
dan
mensyukuri
keberadaan
bahasa
Indonesia
sebagai anugerah Tuhan yang Maha
Esa sebagai sarana menyajikan
informasi lisan dan tulis.
b. Memiliki perilaku jujur dan percaya
diri dalam mengungkapkan kembali
tujuan dan metode serta hasil
kegiatan.
c. Menelaah teks cerita moral/fabel,
ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan
cerita biografi
sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat
baik secara lisan maupun tulisan
d. Menyusun teks cerita moral/fabel,
ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan
cerita biografi
sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat
baik secara lisan maupun tulisan

Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kompetensi


dasar bahasa Indonesia untuk tingkat SMP bertujuan agar para siswa mampu
menggunakan bahasa Indonesia dalam bentuk komunikasi lisan maupun tulisan.
Dalam bentuk tulisan, siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia
dalam bentuk bahasa tulis, fiksi maupun non fiksi. Materi pokok pembelajaran
menulis di kelas VIII SMP adalah siswa diharapkan dapat menelaah teks cerita
moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan

31

karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan. Gaya bahasa
sebagai salah satu unsur yang terdapat dalam teks cerita merupakan salah satu
indikator yang harus dipelajari ketika menalaah teks cerita. Dengan demikian,
secara tidak langsung penguasaan gaya bahasa merupakan keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai siswa karena tercantum dalam kompetensi dasar Kurikulum
2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai