Pendahuluan
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi di antara penyakit
infeksi seksual. Pada umumnya penularannya melalui hubungan kelamin yaitu secara genitogenital, orogenital dan anogenital. Masa tunas penyakit ini singkat bervariasi antara 2-5 hari,
kadang dapat lebih lama. Pada pria dan wanita menunjukan gejala yang berbeda. Pada wanita lebih
asimtomatik.1
Sebagai dokter, profesi mengharuskan untuk mematuhi kode etik, dan prinsip-prinsip etik
kedokteran dalam berhubungan dengan diri sendiri, sejawat dan terutama pasien. Sesuai dengan
prinsip-prinsip beneficience, non-maleficience, justice dan otonomi adalah prinsip dasar pelayanan
yang diberikan seorang dokter pada pasien. Dalam makalah ini diuraikan dengan sebuah contoh
kasus bagaimana kode etik, prinsip etik kedokteran dan sikap dokter dapat saling berinteraksi
sehingga dapat memberikan tidak hanya pelayanan kesehatan namun juga penghormatan
keputusan pasien dan rahasia jabatan berpengaruh dalam hubungan dokter pasien. 2
Pembahasan
A. Prinsip-prinsip etika kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan
atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and
childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etis diperlukan empat
kaedah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya, yaitu: 2
a. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditunjukan
kepada kebaikan pasien. Dokter harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga
keadaan kesehatannya. Pengertian berbuat baik di sini adalah bersikap ramah atau
menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajibannya.
Tindakan konkrit dari beneficience meliputi:2
Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter
Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan
keburukannya
Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang
Menjamin kehidupan baik
Pembatasan goal based
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien
Minimalisasi akibat buruk
Kewajiban menolong pasien gawat darurat
Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
Tidak menarik honorarium di luar kepantasan
Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
Mengembangkan profesi secara terus-menerus
Memberikan obat berkhasiat namun murah
Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus memperlakukan orang lain
Menghargai privasi
Menjaga rahasi pasien
Menghargai rasionalitas pasien
Melaksanakan informed consent
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk
Pembahasan Kasus
Etika profesionalisme dokter meliputi 4 prinsip moral, yaitu beneficence (prinsip
moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien); non-maleficence
(prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien); autonomi
(prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien); justice
(prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber
daya).
Pada kasus pasien penderita GO dan tidak ingin diketahui oleh istrinya, maka dokter
harus menerapkan prinsip autonomi dimana dokter harus menghormati hak-hak pasien, dan
menghargai privasi dari pasien tersebut apabila pasien tidak ingin penyakitnya tersebut
diketahui oleh istrinya. Walaupun dalam penanganan penyakit ini istri seharusnya tahu supaya
dapat juga mendapatkan penanganan terhadap penyakit itu, dokter tetap wajib menjaga
rahasia pasien tersebut dan membiarkan pasien untuk menyampaikannya sendiri kepada
istrinya.
Selain itu dokter juga wajib menerapkan prinsip beneficent dimana dokter
mengutamakan tindakan yang ditunjukan kepada kebaikan pasien dan istrinya, dokter harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya, mengusahakan
agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukan yang didapat pasien.
Sedangkan prinsip non-maleficience dan justice tidak sepenuhnya diperlukan untuk kasus.
b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostic
atau terapeutik;
c. Tindakan invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh;
d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter spesialis yang bekerja
di rumah sakit,puskesmas,klinik atau prakter perorangan/bersama. 5
Pasal 4 Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/19895
(1) Informasi tentang tindakan medic harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberikan informasi.
(3) Dalam hal-hal sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi. 5
Pasal 13 Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/19895
(4) Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat ijin
prakteknya.
Pembahasan Kasus
Khusus seperti Gonorrhea dibutuhkan penanganan khusus dalam menyampaikan
diagnosis serta hal-hal yang harus dilakukan pasien. Penanganan kasus GO memanglah
mudah, namun harus secara menyeluruh, dalam hal ini apabila pasien sudah berkeluarga,
dibutuhkan pula penanganan bagi pasangan atau istri dari pasien tersebut. Disinilah tugas
dokter bagaimana cara menyampaikan dan menjelaskan secara besar kepada pasien.
Pasien perlu diberi penerangan bahwa untuk menangani kasus GO ini, istri juga harus
turut dalam pengobatan yang harus dijalankan karena apabila istri tidak turut diobati akan
terjadi Pingpong Fenomena yaitu istri kemungkinan dapat menularkan kerja kepada
pasien, jadi kedua belah pihak harus diobati secara tuntas. Untuk itu diperlukan kesediaan
dari pasien untuk menjelaskan kepada istri dan turut mengajak istri mengikuti pengobatan
yang harus dijalankan.
Dalam hal ini dokter tidak diperbolehkan membuka rahasia kedokteran tentang
penyakit pasien kepada istrinya, namun dokter harus meminta kepada suami atau pasien
untuk menyampaikannya kepada istrinya dengan baik-baik tapi tidak menunda waktu atau
dokter bisa menyarankan pasien beserta istri datang ke praktek dokter dan dokter yang
menjelaskan tentang apa itu GO serta penanganannya tanpa membuka rahasia kedokteran
dari pasien. Tidak ada sedikitpun hak atau kewenangan dokter untuk membuka rahasia
kedokteran tanpa izin dari pasien. Dokter hanya bisa membuka rahasia kedokteran tanpa
izin pasien untuk kepentingan peradilan dan yang menyangkut kepentingan umum.
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
Pada dasarnya rahasia kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien tersebut
telah meninggal. Rahasia kedokteran ini begitu dijunjung tinggi dalam masyarakat, sehingga
walaupun dalam pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran,
seorang dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht). Hak ini telah diatur dalam pasal 170
KUHAP, yang menentukan bahwa mereka yang diwajibkan menyimpan rahasia
pekerjaan/jabatan dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai
saksi. Namun ayat kedua dari pasal 170 KUHAP tersebut membatasi hak tolak sesuai dengan
pertimbangan hakim. Hal ini tentunya diterapkan bila kepentingan yang dilindungi pengadilan
lebih tinggi dari rahasia kedokteran.2
Pembahasan Kasus
Pada kasus ini, dokter tidak diijinkan membuka rahasia pasien perihal penyakit GO
yang sedang diderita oleh pasien. Dokter tidak diperkenankan memberitahu penyakit pasien
pada keluarga (istri) atau pihak lain. Rahasia pasien dapat dibuka apabila dokter mendapat
ijin atau pesetujuan dari pasien sendiri. Apabila penyakit pasien berhubungan atau memberi
dampak pada pihak keluarga (istri) maka kita dapat memberikan saran agar pasien sendiri
yang memberitahukan pada istrinya. Apabila dokter membuka rahasia pasien maka dokter
dapat dipidana berdasarkan pasal 322 KUHP dan dianggap dokter telah melakukan
malpraktik medis yaitu Professional misconduct yang merupakan tindakan yang
disengaja.4
C. Dampak hukum
Apabila dokter tanpa persetujuan dari pasien membuka rahasia kedokterannya kepada
isteri ataupun orang lain, maka dokter bisa terjerat pasal 322 KUHP.
Pasal 322 KUHP5
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu,diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.5
Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran ditetapkan sebagai berikut: 7
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 7
D. Sikap dokter
Dalam kasus ini dokter sebagai bertindak sebagai seorang tenaga profesional yang baik,
hendaknya memberikan pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan yang sesuai dengan infeksi
yang diderita oleh pasein tersebut. Selanjutnya sesuai permintaan dan hak otonomi pasien
maka apabila pasien tidak ingin penyakit diketahui oleh orang lain termasuk istri pasien, sesuai
peraturan yang berlaku dan sesuai dengan sikap profesional rahasia jabatan dokter tidak
berhak untuk membuka informasi penyakit pasien kepada siapa pun, sehingga yang dapat
dilakukan dokter dalam kasus untuk mencegah dampak orang lain (istri pasien) telah terkena
GO dari pasein maka dokter wajib menjelaskan risiko istri pasien tertular, dan bahwa pada
wanita GO tidak menimbulkan gejala seperti pada pria, sehingga kebanyakan wanita muncul
gejala GO pada saat telah terjadi komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
uretritis (sakit saat berkemih, dimana vagina akan kemerahan, dan keluar sekret mukopurulen)
dan salpingitis (infeksi meluas ke daerah uterus dan ovarium sehingga menimbukan radang
panggul yang mengakibatkan kehamilan ektopik dan sterilitas). 1
Penting pasien menerima dan memahami bahaya yang akan dialami istri pasien apabila
tidak diberikan pengobatan dini, dan kemungkinan besar istri pasien telah tertular sehingga
apabila pasien diobati masih dapat tertular lagi dari istrinya. Selanjutnya dokter berusaha
memberikan pengertian bahwa ada baiknya pasien mengatakan secara baik-baik tentang
keadaan sebenarnya pada istrinya sehingga kedua pihak dapat diobati bersama-sama, dan
sembuh dari GO.
Apabila pasien tetap berkeras tidak ingin memberitahu maka dokter dapat memberikan
pilihan seperti pasien berkonsultasi pada dokter obgin tentang masalah ini sehingga mencari
jalan keluar memberikan pengobatan tanpa memberitahu perihal patner seksual lain yang
dimiliki pasien. Namun, sikap terbuka pasien pada istrinya merupakan sikap paling baik untuk
menghindari risiko reinfeksi pasien dan risiko komplikasi GO pada istri pasien. Dengan tetap
dokter tidak berhak membuka penyakit pasien pada siapapun seijin pasien.
Penutup
Penyakit pasien merupakan rahasia kedokteran yang wajib dijaga oleh setiap dokter dan
mahasisiwa kedokteran. Rahasia pasien hanya dapat dibuka apabila mendapat persetujuan dari pasien
sendiri. Sebagai dokter kita wajib untuk menjaga menjaga rahaisa pasien, untuk itu kita perlu
mengetahui kode etik dan dampak hukum yang mungkin terjadi apabila dokter melanggarnya.
Daftar pustaka
1.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Univesitas
2.
Indonesia;2010.h.369-72.
Sampurna B. Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas
3.
4.
5.
6.
7.