Anda di halaman 1dari 9

Etika Profesi Kedokteran dan Rahasia Medis

Martin Prayiggo Utomo


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: martindeng92@yahoo.com

Pendahuluan
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi di antara penyakit
infeksi seksual. Pada umumnya penularannya melalui hubungan kelamin yaitu secara genitogenital, orogenital dan anogenital. Masa tunas penyakit ini singkat bervariasi antara 2-5 hari,
kadang dapat lebih lama. Pada pria dan wanita menunjukan gejala yang berbeda. Pada wanita lebih
asimtomatik.1
Sebagai dokter, profesi mengharuskan untuk mematuhi kode etik, dan prinsip-prinsip etik
kedokteran dalam berhubungan dengan diri sendiri, sejawat dan terutama pasien. Sesuai dengan
prinsip-prinsip beneficience, non-maleficience, justice dan otonomi adalah prinsip dasar pelayanan
yang diberikan seorang dokter pada pasien. Dalam makalah ini diuraikan dengan sebuah contoh
kasus bagaimana kode etik, prinsip etik kedokteran dan sikap dokter dapat saling berinteraksi
sehingga dapat memberikan tidak hanya pelayanan kesehatan namun juga penghormatan
keputusan pasien dan rahasia jabatan berpengaruh dalam hubungan dokter pasien. 2

Pembahasan
A. Prinsip-prinsip etika kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan
atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and
childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etis diperlukan empat
kaedah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya, yaitu: 2
a. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditunjukan
kepada kebaikan pasien. Dokter harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga

keadaan kesehatannya. Pengertian berbuat baik di sini adalah bersikap ramah atau
menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajibannya.
Tindakan konkrit dari beneficience meliputi:2
Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan

orang lain)
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter
Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan

keburukannya
Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang
Menjamin kehidupan baik
Pembatasan goal based
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien
Minimalisasi akibat buruk
Kewajiban menolong pasien gawat darurat
Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
Tidak menarik honorarium di luar kepantasan
Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
Mengembangkan profesi secara terus-menerus
Memberikan obat berkhasiat namun murah
Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus memperlakukan orang lain

seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain.2


b. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau do no harm.
Tindakan konkrit dari non-maleficence meliputi:2
Menolong pasien emergensi
Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
Mengobati secara tidak proporsional
Mencegah pasien dari bahaya
Menghindari misinterpretasi dari pasien
Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
Memberiksan semangat hidup
Melindungi pasien dari serangan
Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan yang
merugikan pihak pasien/ keluarganya. 2
c. Prinsip autonomy, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien (the rights to
self determinations). Maksudnya tiap individu harus diperlakukan sebagai makhluk hidup
yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasibnya sendiri).
Tindakan konkrit dari autonomi meliputi: 2
Menghargai hak menentukan nasibnya sendiri
Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)
Berterus terang

Menghargai privasi
Menjaga rahasi pasien
Menghargai rasionalitas pasien
Melaksanakan informed consent
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

keluarga pasien sendiri


Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien
Menjaga hubungan. 2
d. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Maksudnya adalah memperlakukan
semua pasien sama dalam kondisi yang sama. 2
Tindakan konkrit yang termasuk justice meliputi: 2
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality)
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok yang rentan (yang paling merugikan)
Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dll
Tidak melakukan penyalahgunaan
Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
Bijak dalam makroalokasi. 2

Pembahasan Kasus
Etika profesionalisme dokter meliputi 4 prinsip moral, yaitu beneficence (prinsip
moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien); non-maleficence
(prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien); autonomi
(prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien); justice
(prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber
daya).
Pada kasus pasien penderita GO dan tidak ingin diketahui oleh istrinya, maka dokter
harus menerapkan prinsip autonomi dimana dokter harus menghormati hak-hak pasien, dan
menghargai privasi dari pasien tersebut apabila pasien tidak ingin penyakitnya tersebut
diketahui oleh istrinya. Walaupun dalam penanganan penyakit ini istri seharusnya tahu supaya

dapat juga mendapatkan penanganan terhadap penyakit itu, dokter tetap wajib menjaga
rahasia pasien tersebut dan membiarkan pasien untuk menyampaikannya sendiri kepada
istrinya.
Selain itu dokter juga wajib menerapkan prinsip beneficent dimana dokter
mengutamakan tindakan yang ditunjukan kepada kebaikan pasien dan istrinya, dokter harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya, mengusahakan
agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukan yang didapat pasien.
Sedangkan prinsip non-maleficience dan justice tidak sepenuhnya diperlukan untuk kasus.

B. Peraturan yang bersangkutan


Inform concent
Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokter-pasien pada masa
kini. Informed consent yang benar harus disertai dengan komunikasi baik antara dokter dan
pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada pasien sebelum mendapatkan informed
consent termasuk menerangkan diagnosis penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan
penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.
Informed consent harus berisi pilihan untuk pasien menerima atau menolak tindakan medis
yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan terapi lain. Pasien yang kompeten
boleh memilih untuk menolak tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat mengancam
nyawa pasien. Terdapat dua kondisi di mana informed consent dikecualikan yaitu: 3,4
a. Pasien menyerahkan sepenuhnya keputusan tindakan medik terhadap dirinya kepada
dokter. Apabila pasien menyerahkan semua keputusan kepada dokter yang merawatnya,
dokter tetap harus menerangkan secara lengkap tindakan yang bakal dilakukan.
b. Keadaan apabila pemberitahuan tentang kondisi penyakit pasien dapat berdampak besar
terhadap pasien secara fisik, psikologis dan emosional. Contohnya adalah apabila pasien
cenderung untuk membunuh diri apabila mengetahui tentang penyakitnya. Namun, dokter
pada awalnya harus menganggap bahwa semua pasien dapat menerima berita tentang
penyakitnya dan memberikan informasi selengkapnya sesuai dengan hak pasien. 3,4
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang persetujuan tindakan medik, yaitu: 5
Pasal 1 Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/19895
a. Persetujuan tindakan medic atau informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan tentang tindakan medic yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut;

b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostic
atau terapeutik;
c. Tindakan invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh;
d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter spesialis yang bekerja
di rumah sakit,puskesmas,klinik atau prakter perorangan/bersama. 5
Pasal 4 Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/19895
(1) Informasi tentang tindakan medic harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberikan informasi.
(3) Dalam hal-hal sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi. 5
Pasal 13 Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/19895
(4) Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat ijin
prakteknya.

Pembahasan Kasus
Khusus seperti Gonorrhea dibutuhkan penanganan khusus dalam menyampaikan
diagnosis serta hal-hal yang harus dilakukan pasien. Penanganan kasus GO memanglah
mudah, namun harus secara menyeluruh, dalam hal ini apabila pasien sudah berkeluarga,
dibutuhkan pula penanganan bagi pasangan atau istri dari pasien tersebut. Disinilah tugas
dokter bagaimana cara menyampaikan dan menjelaskan secara besar kepada pasien.
Pasien perlu diberi penerangan bahwa untuk menangani kasus GO ini, istri juga harus
turut dalam pengobatan yang harus dijalankan karena apabila istri tidak turut diobati akan
terjadi Pingpong Fenomena yaitu istri kemungkinan dapat menularkan kerja kepada
pasien, jadi kedua belah pihak harus diobati secara tuntas. Untuk itu diperlukan kesediaan
dari pasien untuk menjelaskan kepada istri dan turut mengajak istri mengikuti pengobatan
yang harus dijalankan.
Dalam hal ini dokter tidak diperbolehkan membuka rahasia kedokteran tentang
penyakit pasien kepada istrinya, namun dokter harus meminta kepada suami atau pasien
untuk menyampaikannya kepada istrinya dengan baik-baik tapi tidak menunda waktu atau
dokter bisa menyarankan pasien beserta istri datang ke praktek dokter dan dokter yang
menjelaskan tentang apa itu GO serta penanganannya tanpa membuka rahasia kedokteran

dari pasien. Tidak ada sedikitpun hak atau kewenangan dokter untuk membuka rahasia
kedokteran tanpa izin dari pasien. Dokter hanya bisa membuka rahasia kedokteran tanpa
izin pasien untuk kepentingan peradilan dan yang menyangkut kepentingan umum.

Rahasia jabatan kedokteran


Kewajiban seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur dalam
PP.No.10 tahun 1966.5

Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya

dalam lapangan kedokteran. 5


Pasal 2 PP No 10/1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam
pasal 3, kecuali apabila sautu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP

ini menentukan lain. 5


Pasal 3 PP No 10/1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksan, pengobatan
dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. 5
Pasal 4 PP No/1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia yang tidak atau dapat
dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan

tindakan administratif berdasakan pasal UU tentang tenaga kesehatan. 5


Pasal 5 PP No 10/1966
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. 5

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)6


1. Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. 6
2. Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. 6

Pada dasarnya rahasia kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien tersebut
telah meninggal. Rahasia kedokteran ini begitu dijunjung tinggi dalam masyarakat, sehingga
walaupun dalam pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran,
seorang dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht). Hak ini telah diatur dalam pasal 170
KUHAP, yang menentukan bahwa mereka yang diwajibkan menyimpan rahasia
pekerjaan/jabatan dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai
saksi. Namun ayat kedua dari pasal 170 KUHAP tersebut membatasi hak tolak sesuai dengan
pertimbangan hakim. Hal ini tentunya diterapkan bila kepentingan yang dilindungi pengadilan
lebih tinggi dari rahasia kedokteran.2

Pembahasan Kasus
Pada kasus ini, dokter tidak diijinkan membuka rahasia pasien perihal penyakit GO
yang sedang diderita oleh pasien. Dokter tidak diperkenankan memberitahu penyakit pasien
pada keluarga (istri) atau pihak lain. Rahasia pasien dapat dibuka apabila dokter mendapat
ijin atau pesetujuan dari pasien sendiri. Apabila penyakit pasien berhubungan atau memberi
dampak pada pihak keluarga (istri) maka kita dapat memberikan saran agar pasien sendiri
yang memberitahukan pada istrinya. Apabila dokter membuka rahasia pasien maka dokter
dapat dipidana berdasarkan pasal 322 KUHP dan dianggap dokter telah melakukan
malpraktik medis yaitu Professional misconduct yang merupakan tindakan yang
disengaja.4
C. Dampak hukum
Apabila dokter tanpa persetujuan dari pasien membuka rahasia kedokterannya kepada
isteri ataupun orang lain, maka dokter bisa terjerat pasal 322 KUHP.
Pasal 322 KUHP5
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu,diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.5
Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran ditetapkan sebagai berikut: 7
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 7

D. Sikap dokter
Dalam kasus ini dokter sebagai bertindak sebagai seorang tenaga profesional yang baik,
hendaknya memberikan pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan yang sesuai dengan infeksi
yang diderita oleh pasein tersebut. Selanjutnya sesuai permintaan dan hak otonomi pasien
maka apabila pasien tidak ingin penyakit diketahui oleh orang lain termasuk istri pasien, sesuai
peraturan yang berlaku dan sesuai dengan sikap profesional rahasia jabatan dokter tidak
berhak untuk membuka informasi penyakit pasien kepada siapa pun, sehingga yang dapat
dilakukan dokter dalam kasus untuk mencegah dampak orang lain (istri pasien) telah terkena
GO dari pasein maka dokter wajib menjelaskan risiko istri pasien tertular, dan bahwa pada
wanita GO tidak menimbulkan gejala seperti pada pria, sehingga kebanyakan wanita muncul
gejala GO pada saat telah terjadi komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
uretritis (sakit saat berkemih, dimana vagina akan kemerahan, dan keluar sekret mukopurulen)
dan salpingitis (infeksi meluas ke daerah uterus dan ovarium sehingga menimbukan radang
panggul yang mengakibatkan kehamilan ektopik dan sterilitas). 1
Penting pasien menerima dan memahami bahaya yang akan dialami istri pasien apabila
tidak diberikan pengobatan dini, dan kemungkinan besar istri pasien telah tertular sehingga
apabila pasien diobati masih dapat tertular lagi dari istrinya. Selanjutnya dokter berusaha
memberikan pengertian bahwa ada baiknya pasien mengatakan secara baik-baik tentang
keadaan sebenarnya pada istrinya sehingga kedua pihak dapat diobati bersama-sama, dan
sembuh dari GO.
Apabila pasien tetap berkeras tidak ingin memberitahu maka dokter dapat memberikan
pilihan seperti pasien berkonsultasi pada dokter obgin tentang masalah ini sehingga mencari
jalan keluar memberikan pengobatan tanpa memberitahu perihal patner seksual lain yang
dimiliki pasien. Namun, sikap terbuka pasien pada istrinya merupakan sikap paling baik untuk
menghindari risiko reinfeksi pasien dan risiko komplikasi GO pada istri pasien. Dengan tetap
dokter tidak berhak membuka penyakit pasien pada siapapun seijin pasien.

Penutup
Penyakit pasien merupakan rahasia kedokteran yang wajib dijaga oleh setiap dokter dan
mahasisiwa kedokteran. Rahasia pasien hanya dapat dibuka apabila mendapat persetujuan dari pasien
sendiri. Sebagai dokter kita wajib untuk menjaga menjaga rahaisa pasien, untuk itu kita perlu
mengetahui kode etik dan dampak hukum yang mungkin terjadi apabila dokter melanggarnya.

Daftar pustaka
1.

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Univesitas

2.

Indonesia;2010.h.369-72.
Sampurna B. Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas

3.

4.

5.

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.h.30-2.


Penerangan informed consent dalam pelayanan kesehatan. 25 januari 2011.. Diunduh dari
eprints.undip.ac.id,16 januari 2013
Rizaldy Pinzon. Strategi 4s untuk pelayanan medik berbasis bukti. Vol 36. Jakarta: Cermin
dunia kedokteran; 2009.p.163-208.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Persetujaun tindakan medic. Dalam : peraturan
perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik

6.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1994.hal.20-3.


Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia Ikatan Dokter Indonesia. Kode etik
kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia.2006.

7.

Diunduh dari dikti.go.id, 15 Januari 2013.


Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. 2005. Diunduh dari
dikti.go.id, 14 Januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai