Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan sanitasi dapat dimulai dari tingkat paling dasar yaitu kebiasaan buang air besar,
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dan pengelolaan sampah rumah tangga. Menteri
Kesehatan RI, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2008 menyatakan bahwa
sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar (BAB),
sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.
Berdasarkan program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pilar pertama
adalah bebas BAB sembarangan, dimana setiap individu dan komunitas mempunyai akses
terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air
besar di sembarang tempat. Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan
sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free (ODF) dan peningkatan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009.
ODF merupakan sebuah kondisi dimana seluruh individu di suatu daerah tidak lagi melakukan
BAB sembarangan. Menurut Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 disebutkan bahwa target
pencapain ODF nasional adalah tahun 2014, namun target tersebut tidak dapat terwujud. Hal
tersebut memerlukan intervensi-intervensi program untuk mempercepat pencapaian ODF baik
di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Berdasarkan kajian Unicef Indonesia Oktober 2012, buang air besar (BAB) merupakan
persoalan kesehatan dan sosial yang perlu mendapat perhatian segera. Berdasarkan data Unicef
Indonesia, sekitar 17% rumah tangga atau sekitar 41 juta jiwa orang masih BAB di tempat
terbuka. Sedangkan kondisi di Jawa Timur, keadaannya sedikit lebih buruk dari kondisi nasional
Indonesia dimana sekitar 19,9% rumah tangga di Jawa Timur masih BAB di tempat terbuka.
Kondisi rumah tangga penduduk Indonesia menggunakan cara lain membuang kotoran dapat
dilihat pada Gambar 1.1.

1 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

Gambar 1.1.

Prosentasi rumah tangga yang menggunakan cara-cara lain pembuangan


kotoran.
Sumber: Ringkasan Kajian Unicef Indonesia, Oktober 2012
Berdasarkan data Unicef Indonesia jumlah masyarakat Jawa Timur yang belum memiliki
satitasi yang layak masih cukup tinggi, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Individu atau rumah tangga yang masih BAB di sembarang tempat dikarenakan kurangnya
pemahaman tentang penting dan manfaatnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Dinas kesehatan melalui sanitarian di setiap puskesmas sudah melaksanakan penyuluhan,
promosi kesehatan dan pemicuan mengenai pentingnya PHBS. Namun kegiatan-kegiatan seperti
ini kurang optimal dalam meningkatkan jumlah rumah tangga yang memiliki dan menggunakan
sarana sanitasi dasar yang lebih baik. Penambahannya hanya dalam hitungan jari dan itu pun
berlangsung lama. Biasanya setelah penyuluhan, pemicuan atau promosi kesehatan hanya
menambah 2-5 jamban sehat keluarga dalam 6 bulan. Penambahan 1 jamban sehat keluarga
dalam 1 bulan ini tentunya sangat lama. Sehingga sangat sulit untuk mencapai target desa atau
wilayah ODF.

2 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

Warga yang mengikuti penyuluhan, pemicuan maupun promosi kesehatan mengetahui


bahwa kebiasaan BAB di sembarang tempat tidak baik dan merugikan kesehatan. Tapi sebagian
besar warga tersebut menganggap bahwa memiliki sarana sanitasi jamban sehatkeluarga itu
mahal. Sehingga bagi warga dengan kategori MBR merasa sangat sulit memiliki jamban
sehatkeluarga. Hal ini perlu pendekatan lain, agar warga yang sudah termotivasi dan ingin punya
jamban keluarga bisa segera memiliki jamban sehat dan tidak terkendala dengan biaya.
Untuk mendukung percepatan akses warga yang ingin membangun sarana jamban sehat
keluarga dengan cepat dan murah diperlukan wirausaha sanitasi. Wirausaha sanitasi ini akan
menyediakan jamban sehat keluarga dengan segera, ketika warga sadar dan ingin berubah dari
BAB di sembarang tempat menuju BAB di jamban sehat keluarga. Sehingga ketika penyuluhan,
pemicuan maupun promosi kesehatan oleh puskesmas kepada warga, kemudian warga sadar
dan ingin berubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS), ada solusi tepat yang diberikan
yaitu sistem kredit jamban ataupun dengan sistem lain seperti arisan. Intinya, ketika ada warga
ingin berubah perilaku BABS, ada dukungan wirausaha sanitasi yang memberikan solusi.Hal ini
sesuai dengan strategi STBM yang dapat dilihat pada Gambar 2.

DEMAND

SUPPLY

CREATION

IMPROVEMENT

ENABLING
ENVIRONMENT

Gambar 1.2. Komponen strategi STBM.


Demand creation adalah menciptakan kebutuhan terhadap masyarakat tentang pentingnya
jamban sehat dengan metode pemicuan, penyuluhan dan promosi kesehatan. Kegiatan ini sudah
dan sering dilakukan oleh puskesmas, tetapi efektifitasnya dalam peningkatan jumlah
kepemilikan jamban sehat keluarga sangat kurang. Demand creation harus didukung oleh
komponen lainnya, yaitu supply improvement dan enabling environment. Supply improvement adalah
masyarakat yang sudah terpicu harus difasilitasi dengan mendekatkan unsur-unsur supply
sanitasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Misalnya dengan membentuk
wirausaha sanitasi yang tidak hanya profit oriented tapi juga memiliki social oriented. Masyarakat
juga diberi pilihan fasilitas, seperti mikro kredit dan pilihan jamban sehat. Enabling environment
adalah kegiatan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk proses tersebut oleh semua
3 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

stakeholder. Dapat berupa pembuatan kebijakan, anggaran, regulasi dan fasilitasi yang
mendukung percepatan akses jamban sehat keluarga.
Tujuan utama dalam program ini adalah meningkatkan sarana sanitasi yang layak melalui
SME/wirausaha sanitasi lokal. Sehingga masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan
rendah mendapatkan akses layanan sarana sanitasi yang baik berupa jamban sehat skala rumah
tangga. Wilayah studi dalam kegiatan ini adalah 7 kota/ kabupaten di Jawa Timur, yaitu
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Jombang, Kota dan Kabupaten
Mojokerto, dan Kota dan Kabupaten Probolinggo. Langkah pertama yang dilakukan adalah
melakukan identifikasi kondisi eksisting mengenai sanitasi masyarakat di 7 kota/ kabupaten di
Jawa Timur dan pelaku wirausaha sanitasi yang ada. Identifikasi kondisi sanitasi diutamakan
untuk mengetahui berapa jumlah rumah tangga yang belum memiliki sarana jamban sehat.
Kemudian dilakukan pendekatan kepada SME dan dinas terkait di 7 kota/ kabupaten untuk
menjelaskan tujuan dari program ini. Pendekatan kepada SME dan dinas terkait sangat penting
untuk menyamakan visi dan misi mengenai program peningkatan sarana sanitasi yang layak
sehingga dalam menjalankan program ini akan terjalin kerja sama yang baik.
Kegiatan berikutnya adalah penguatan kapasitas SME, dimana SME merupakan pihak yang
akan memfasilitasi masyarakat yang ingin mempunyai sarana sanitasi yang layak. Penguatan SME
berupa pelatihan, identifikasi pasar, rencana bisnis, promosi dan perluasan pasar sanitasi dan
keberlanjutan program. Selanjutnya dilakukan pembangunan jamban sehat skala rumah tangga.
Pembangunan jamban sehat dilakukan oleh SME dengan pengawasan dan supervisi teknis dari
ITS. Pembangunan jamban sehat harus sesuai dengan SNI dan persetujuan dari IUWASH.
Setiap tahapan kegiatan program akan dimonitoring dan dievaluasi. Monev ini dilakukan
untuk mengukur target keberhasilan program. Monev dilakukan sesuai dengan kondisi di
masing-masing kota/ kabupaten dan selalu dikoordinasikan dengan IUWASH. Laporan kemajuan
tahap 1 ini berisi mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh PDPM LPPM ITS Surabaya
selama 4 bulan, yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Januari 2015. Dimana
dalam 4 bulan tersebut kegiatan yang telah dilakukan meliputi pendekatan dengan stakeholder
dan rekrutmen fasilitator lapangan, identifikasi potensi SME dan pasar, pengadaan peralatan
untuk produksi jamban, dan mendampingi SME dalam akses pembiayaan. Selain itu laporan ini
juga menyajikan kemajuan proses pembangunan jamban sehat untuk skala rumah tangga beserta
proses pendampingannya yang masih berjalan.
1.2 Tujuan, Target dan Hasil Program
1.2.1

Tujuan
Tujuan dari kegiatan yang didanai oleh hibah IUWASH ini adalah:
4 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

a. Menguatkan 20 SME di 7 kota/kabupaten target IUWASH untuk meningkatkan akses


sanitasi yang lebih baik;
b. Menyediakan minimal 1.500 jamban individu baru (penerima manfaat sekitar 7.500
orang) yang dibangun olah 20 SME dengan kontribusi dari IUWASH, SME dan
masyarakat;
c. Mengembangkan alternatif pembiayaan (mikro kredit) untuk semua SME untuk
meringankan beban pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk
membangun jamban individu yang layak;
d. Meningkatkan perubahan perilaku pada masyarakat lokal untuk pembiayaan,
penggunaan dan perawatan jamban sehat melalui kontrak dengan SME
1.2.2

Target
Target dari kegiatan ini adalah:
a. 7.500 orang mendapatkan akses ke layanan sanitasi yang baik;
b. 200 orang berpartisipasi dalam pelatihan sanitasi oleh IUWASH dan mitra;
c. 1.500 KK rumah tangga bersedia membayar untuk peningkatan sanitasi;
d. 7 kota/kabupaten melaksanakan integrasi antara intervensi sanitasi dan kesehatan
sebagai refleksi dari rencana SSK;
e. 20 SME menyediakan layanan bagi masyarakat yang membutuhkan sarana sanitasi;
f.

1.2.3

1.500 KK mendapatkan akses sanitasi melalui skema kredit mikro.


Hasil

Hasil yang ingin dicapai dari program ini adalah:


1. Membentuk dan melatih sebanyak 20 SME sebagai wirausaha sanitasi di 7 wilayah
kerja IUWASH;
2. Mampu menyediakan pelayanan sanitasi yang baik dengan harga terjangkau bagi
masyarakat;
3. SME terlatih untuk membangun jamban yang sesuai standar SNI;
4. Memiliki reputasi dan sistem manajemen (pembiayaan) yang baik sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan pinjaman dari bank atau institusi keuangan lainnya
5. Mampu mengakses pembiayaan dari pihak lain (bank, koperasi, lembaga mikro/micro
finance institution-MFI);
6. Memiliki strategi untuk promosi dan materi promosi;
7. Memiliki hubunganyang baik dengan PEMDA, termasuk di dalamnya dinas kesehatan
dan dinas pekerjaan umum;
5 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

8. Minimal 1.500 jamban sehat dapat terbangun dengan pembiayaan sepenuhnya dari
masyarakat dengan menggunakan mekanisme mikro kredit;
9. Meningkatkan kepedulian bagi sedkikitnya 1.500 KK untuk membangun, menggunakan
dan menjaga jamban sehat individu;
10. Dukungan yang kuat dari para mitra (PEMDA) di wilayah kerja IUWASH untuk
pengembangan layanan sanitasi selanjutnya oleh 20 SME.
1.3 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan pada tahap 1 ini adalah:
1. Rekruitmen fasilitator dan pemilihan Fasilitator Lapangan.
2. Pelatihan Teknis dan Manajemen Fasilitator Lapangan.
3. Pendekatan stakeholder.
4. Identifikasi potensi SME dan target pasar.
5. Pengadaan peralatan untuk produksi jamban.
6. Dukungan material pembangunan sarana jamban sehat skala rumah tangga.
7. Pembangunan sarana jamban sehat keluarga oleh SME.
8. Fasilitasi/pendampingan untuk akses pembiayaan.
9. Monitoring dan evaluasi.

6 Laporan Progres I
Peningkatan Akses Sanitasi dan Penguatan SME dengan Skema Mikro Kredit di 7 Kota/Kabupaten di Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai