Anda di halaman 1dari 5

Indonesia Rawan 5 Penyakit Tropis

Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan ada lima penyakit tropis
endemik yang sering diabaikan masyarakat Indonesia. Lima penyakit itu adalah kaki
gajah, schistosomiasis (demam karena cacing), cacingan, kusta, dan penyakit kulit patek
(frambusia). "Penyakit-penyakit ini memiliki dampak serius," kata Nafsiah seusai membuka acara
Asean Seminar on Neglected Tropical Diseases Committe Report di Jakarta, Jumat, 28
September 2012.
Berdasarkan data dari Kemenkes, penderita kaki gajah ada 12.066 penderita yang tersebar di
334 kabupaten atau kota endemis. Pemerintah sudah memberikan obat pencegahan di 119
kabupaten atau kota dan sebanyak 23,9 juta orang minum obat.
Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2010. Namun, setelah lebih dari 10 tahun,
angka penderita tidak menurun. Saat ini ada 17 ribu penderita kusta baru per tahun di Indonesia.
Adapun untuk frambusia, jumlahnya sekitar 5.000 penderita.
Sejauh ini, upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah berupa promosi kesehatan yang
menerapkan konsep Desa Siaga dan membangun Pos Malaria Desa. Menurut Nafsiah, dengan
konsep ini, masyarakat dilatih untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan guna mencegah
penyakit. Misalnya, kampanye tentang sanitasi dan pola hidup bersih juga menghentikan
pemberian stigma terhadap penderita kusta. Semuanya gratis bagi masyarakat miskin,"
katanya.
Perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, Kanchit Limpakarnjanarat,
mengatakan penanggulangan penyakit tropis itu merupakan bentuk penegakan hak asasi
manusia. Sebab, pengabaian penyakit tropis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan
dan kerugian ekonomi serta pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Kanchit, data WHO tahun 2010 menunjukkan ada 17 penyakit yang menyebabkan
cacat. Penyakit-penyakit itu adalah dengue, rabies, trakom, buruli ulcer, treponematoses, lepra,
penyakit changas, humanAfrican trypanosomiasis, leishmaniasis, cysticercosis, dracunculiasis,
echinococcosis, frambusia, infeksi trematode lewat makanan, lymphatic filiariasis (kaki
gajah), onchocerciasis, schistosomiasis, dan cacing perut.

Schistosomiasis

Definition :
Adalah infeksi oleh sejenis cacing trematoda baik oleh cacing jantan maupun
cacing betina yang hidup dalam pembuluh darah vena mesenterica atau
pembuluh darah vena kandung kemih dari inang selama siklus hidup bertahuntahun. Telur membentuk granulomata dan jaringan parut pada organ dimana
telur diletakkan.

Cause :

Schistisoma mansoni, S. haematobium dan S. japonicum merupakan spesies


utama yang menyebabkan penyakit pada manusia. S. mekongi, S. malayensis, S.
mattheei dan S. intercalatum, hanya sebagai penyebab penyakit di daerah
tertentu.

Infeksi didapat melalui air yang mengandung bentuk larva yang berenang bebas
(serkaria) yang sebelumnya berkembang di tubuh keong. Telur S. haematobium
dikeluarkan dari tubuh mamalia, umumnya melalui urin, sedangkan spesies lain
melalui feces. Telur menetas di air dan melepaskan larva (mirasidium) memasuki
tubuh keong air tawar yang cocok sebagai inang. Setelah beberapa minggu,
serkaria muncul dari keong dan menembus kulit manusia, biasanya ketika orang
sedang bekerja,berenang atau melintasi air, serkaria kemudian memasuki aliran
darah, dibawa ke pembuluh darah paru berpindah ke hati, berkembang menjadi
matang dan migrasi ke pembuluh darah vena di rongga perut.

Bentuk dewasa cacing S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi, S. mattheei dan S.


intercalatum biasanya tinggal di vena mesenterika; S. haematobium biasanya
berpindah melalui anastomosis dari vena dan sampai pada plexus dari kandung
kemih. Telur cacing diletakkan pada venulae dan kemudian lepas masuk ke
rongga usus besar, kandung kemih atau organ lain termasuk hati dan paru-paru.

Sign & Symptoms :

Gejala klinis yang timbul tergantung pada jumlah dan letak telur pada tubuh
manusia sebagai inang. Schistosoma mansoni dan S. japonicum gejala utamanya
adalah pada hati dan saluran pencernaan dengan gejala-gejala seperti diare,
sakit perut da pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly); pada S.
haemotobium gejala klinis pada saluran kencing, seperti dysuria, sering kencing
dan kencing darah pada akhir kencing. Akibat patologis terpenting adalah
komplikasi yang timbul dari infeksi kronis berupa 466 pembentukan jaringan
fibrosis di hati, hipertensi portal dengan segala akibatnya dan mungkin saja
diikuti dengan timbulnya keganasan pada colon dan rectum; obstruksi uropati,
yang mendorong terjadinya infeksi oleh bakteri, kemandulan dan juga
kemungkinan timbul kanker kandung kemih pada schistosomiasis saluran
kencing.

Gejala sistemik akut (Demam Katayama) dapat terjadi pada infeksi primer 2 ?6
minggu setelah terpajan, yaitu sebelum atau pada saat telur diletakkan. Gejala
umum akut jarang terjadi tetapi dapat saja timbul pada infeksi S. haematobium.

Diagnose :
Diagnosa pasti schistosomiasis tergantung dari ditemukannya telur dibawah
mikroskop pada preparat hapus langsung atau preparat hapus tebal Kato dari
spesimen urin dengan filtrasi nuclearpore atau dari spesimen biopsi. Filtrasi
nuclearpore pada urin biasanya digunakan pada infeksi S. haematobium. Test
immunology yang bermanfaat untuk menegakkan diagnosa antara lain analisis
immunoblot, test precipitin, IFA dan ELISA dengan antigen telur dan cacing
dewasa dan RIA dengan antigen telur yang sudah dimurnikan atau dengan
antigen cacing dewasa; hasil positif pada test serologis sebagai bukti adanya
infeksi sebelumnya dan tidak membuktikan infeksi yang sedang berlangsung.

Prevention :

Cara-cara pencegahan

Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara


penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing
tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang

antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu


dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.
Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan
membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan
mengalirkan air
Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang
tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)
Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan
sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan
air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu
kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan
handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk
membunuh serkaria.
Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil
dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk
membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air
diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan
air selama 48 ?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah
penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan
telur oleh cacing.
Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko
penularan dan cara pencegahan

Risk Factor :

Infeksi didapat melalui air yang mengandung bentuk larva yang berenang bebas
(serkaria) yang sebelumnya berkembang di tubuh keong. Telur S. haematobium
dikeluarkan dari tubuh mamalia, umumnya melalui urin, sedangkan spesies lain
melalui feces. Telur menetas di air dan melepaskan larva (mirasidium) memasuki
tubuh keong air tawar yang cocok sebagai inang.

Setelah beberapa minggu, serkaria muncul dari keong dan menembus kulit
manusia, biasanya ketika orang sedang bekerja,berenang atau melintasi air,
serkaria kemudian memasuki aliran darah, dibawa ke pembuluh darah paru
berpindah ke hati, berkembang menjadi matang dan migrasi ke pembuluh darah
vena di rongga perut.

Bentuk dewasa cacing S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi, S. mattheei dan S.


intercalatum biasanya tinggal di vena mesenterika; S. haematobium biasanya
berpindah melalui anastomosis dari vena dan sampai pada plexus dari kandung
kemih. Telur cacing diletakkan pada venulae dan kemudian lepas masuk ke
rongga usus besar, kandung kemih atau organ lain termasuk hati dan paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai