Anda di halaman 1dari 7

NYERI DADA

Dibuat Oleh Akang Noval di 19:21


Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebahagian
besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung
ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik
yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi,
penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada.
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang
merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan
kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan
penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan, maka perlu juga lebih dulu
mengenal macam macam jenis nyeri dada yang disebabkan oleh berbagai penyakit lain.
MACAM -MACAM NYERI DADA
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk.
Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada
yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan
oleh :
- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ;
pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat
lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke
aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa
nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa
nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan
tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena
rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak
dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung
akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan
menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada
udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada
yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
- Infark miokard :

Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard.
Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan
angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea,
palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat
berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan
gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan
nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri
perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke
epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu
menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah
rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti
pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk
pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau
nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan
lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri
esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah
ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama sama dengan
disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah
khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam,
esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada
setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi
waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam.
Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada,
palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif
dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri
dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark
miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada
hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada
waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke
pleura, organ medianal atau dinding dada.
III. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena merupakan petunjuk ke
arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna
pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan angina
selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner, angioplasti koroner ataupun cedah
koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa
dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan yang perlu dilakukan.
A. Jenis Angina
Ada 3 dasar jenis angina yaitu angina stabil, angina tak stabil dan angina variant sebagian besar
penderita angina, kelainan disebabkan karena adanya pembuluh darah koroner yang obstruktif
serta kemungkinan timbul spasme koroner dengan derajat yang bervariasi. Pada angina variant
(angina Prinzmetal) yaitu jenis angina yang jarang, nyeri timbul akibat spasme pembuluh darah
koroner yang normal ataupun ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 miokard dengan aliran
darah juga dapat terjadi bukan karena faktor koroner yang dapat menimbulkan angina nonkoroner seperti pada :
- Penyakit katup jantung terutama pada stenosis aorta
- Stenosis aorta akibat klasifikasi (non-rematik) yang terjadi pada orang tua atau karena
penggantian katup
- Tahikardi yang intermiten atau menetapkan seperti fibrilasi atrial terutama pada orang tua
- Hipertensi, anemi dan DM yang tidak terkontrol.
B. Prevalansi Angina
Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari laki laki
30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian gejala penyakit
jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan 7 % dengan angina tak
stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan insedens angina pertahun 0,44%
pada laki laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada perempuan separuhnya (Greig dkk, 1980).
Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian untuk mengetahui prevelansi penyakit
jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal, angina apitikal dan nonangina
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
C. Potogenesa
Pola penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara jala klinis dengan
patologi endotelial yang dilihat secara angioskopi. Pada perulaan penyakit akan tampak lapisan
lemak pada permukaan pembuluh darah. Bila licin. Bila plak bertambah besar aliran koroner
akan berkurang yang menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan platelet
tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari aliran darah
dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil
ke angina tidak stabil. Bila trombus menyebabkan obstruksi yang total akan terjadi infark
miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelial
menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang kadang tidak seluruhnya
sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan ke dalam pembuluh darah .

D. Pemeriksaan Khusus pada angina


Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan. Hasilnya
meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan
gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada
penyakit yang lanjut.
Test exercise selanjutnya perlu dipertimbangkan dengan indikasi sebagai berikut:
- Untuk menyokong diagnosa angina yang dirangsang akibat nyeri dengan perubahan iskemik
pada EKG
- Untuk menilai penderita dengan resiko tinggi serta prognosa penyakit
- Untuk menilai kapasitas fungsional dan menentukan kemampuan exercise
- Untuk evaluasi nyeri dada yang atipik
Jenis test exercise bermacam-macam antara lain test treadmill, protokol Bruce, test Master dan
Sepeda ergometri. Test exercise tidak perlu dilakukan untuk diagnostik pada wanita dengan nyeri
dada non anginal karena kemungkinan penyakit jantung koroner sangat rendah, sedangkan pada
laki-laki dengan angina tipikal perlu dilakukan untuk menentukan penderita dengan resiko tinggi
dimana sebaliknya perlu dibuat arteriografi koroner. Penderita dengan angina atau perubahan
iskemik dalam EKG pada tingkat exercise yang rendah biasanya penderita yang mencapai beban
kamsimum yang rendah biasanya menderita kelainan pembuluh darah yang multipel dan
bermanfaat bila dilakukan bedah koroner. Bila tekanan darah turun waktu exercise perlu
dicurigai adanya obstruksi pada pembuluh darah utama kiri yang juga merupakan indikasi untuk
pembedahan. Penderita dengan angina atipikal terutama wanita sering memberi hasil false positif
yang tinggi. Sedangkan hasil test yang negatif pada angina atipikal dan non-angina besar
kemungkinannya tidak ada kelainan koroner. Bila hasil exercise test meragukan perlu dilakukan
pemeriksaan radionuklir karena jarang sekali didapatkan hasil false positif. Thallium scintigrafi
menggambarkan perfusi miokard saat istirahat maupun exercise ataupun gangguan fungsi
ventrikel kiri yang timbul akibt exercise.
Pemeriksaan arteriografi koroner sangat akurat untuk menentukan luas dan beratnya penyakit
jantung koroner. Angiografi koroner dilakukan dengan keteterisasi arterial di bawah anastesi
lokal, biasanya pada a. femoralis atau pad a. rakialis. Kateter dimaksudkan di bawah kontrol
radiologis ke ventrikel kiri dan a. koronaria kiri dan kanan, kemudian dimasukkan kontras media.
Lesi yang sering tampak pada angiogram koroner adalah stenosis atau oklusi oleh ateroma yang
bervariasi derajat luas dan beratnya.
Tidak semua penderita angina harus dilakukan test exercise dan angiografi koroner. Indikasi
penderita angina yang harus dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut adalah
sebagai berikut:
- angina yang menyebabkan terbatasnya aktifitas walaupun dengan pemakaian obat-obatan.
- Angina progresif dan tak stabil
- Angina baru yang timbul terutama bila tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Angina dengan kapasitas exercise yang buruk dibandingan dengan penderita pada umur dan
jenis kelamin yang sama.
- Angina dengan gagal jantung
- Angina atipikal pada laki-laki dan wanita di atas 40 tahun.
- Angina post-infark
- Nyeri dada non-anginal yang menetapkan dan tidak dapat didiagnosa pada penderita usia tua
terutama bila ada risiko yang multipel
- Keadaan lainnya seperti keadaan non-kardial yang serius dan umur tua.

E. Penerangan Angina
Penerangan angina bertujuan untuk:
- memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit.
- Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
- Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Memperbaiki faktor risiko
Walaupun masih diperdebatkan ternyata menurunkan kolesterol darah dalam jangka lama dapat
mengurangi progresifitas penyakit. Pencegahan primer dengan diet ternyata bermanfaat, bila
tidak ada respons dapat diberikan obat-obatan anti lipid. Exercise dapat menurunkan kolesterol
LDL. Pngobatan hipertensi juga dapat mengurangi progresifits penyakit, demikian juga merokok
perlu dilarang.
b. Pemberian obat-obatan
1. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa
mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal
maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah
pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat
long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang
memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina.
Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan
lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal
mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.
2. Beta- Bloker
Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan
mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan
arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun
dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
3. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat
mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki
toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi
dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada
pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual
gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan
lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak
merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita
harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya
sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila caantagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah
hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap
perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko
tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya
kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah

pintas koroner atau angioplasti.


4. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk
1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun,
ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada
penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum
arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat
disimpulkan sebagai berikut:
- Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun
sesudahnya
- Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, betabloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi
beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
- Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan
nifedipin.
- Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
c. Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok
penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi
ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina
sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun
pertama dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya
disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang
lebih lama terjadi setelah 5 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul
akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan
dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko
yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko
meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada
kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun
pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak
sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%.
Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.
d. Ercutaneous transluminal Coronary Angioplasaty (PTCA)
Pada bebrapa negara 30% penderita dilakukan dilatasi stenosis koroner dengan balon. Mula-mula
indikasinya terbatas pada lesi koroner yang tunggal akan tetapi sekarang juga dilakukan pada
penyakit pembuluh darah multipel. Tekhnik ini dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya
perawatan di rumah sakit tidak lebih dari 3 hari. Risiko oklusi pembuluh darah dan infark
miokard didapatkan 5%. 25% stenosis kembali dalam waktu 6 bulan dan perlu diulang kembali,
sedangkan 75% berhasil untuk waktu yang lama. Pemilihan penderita yang tepat untuk dilakukan
PTCA memberi hasil yang aman dan sangat efektif untuk memperbaiki angina stabil dan angina
tak stabil walaupun belum ada percobaan kontrol yang membandingkan dengan bedah koroner.
e. Penderita penanganan angina berdasarkan tingkatan risiko

Penanganan secara sistematik dan rasional pada penderita angina pektoris dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Penderita yang telah ditentukan kelompok risiko tinggi dengan parameter non-invasif merupakan
indikasi untuk arteriografi koroner. Bila arteriografi menunjukkan kelainan a.koronaris pada 3
pembuluh darah atau pembuluh darah uatama kiri dan diperkirakan dengan pembedahan dapat
mempebaiki prognosa maka merupakan indikasi untuk CABG. PTCA dipertimbangkan pada lesi
proksimal yang kritis walaupun manfaatnya belum dapat dilakukan operasi karena risiko operasi
yang tinggi atau alasan lainnya.
Penderita yang secara non-invasif ditentukan sebagai kelompok risiko tinggi dan pada
arteriografi koroner dengan 1 atau 2 kelaianan pembuluh darah serta fungsi ventrikel kiri yang
normal, tetapi bila gejala tidak terkontrol, pilihan pertama adalah PTCA tidak berhasil atau tidak
dapat dilakukan karena alasan lain.

Anda mungkin juga menyukai