Nyeri Dada Ga
Nyeri Dada Ga
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard.
Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan
angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea,
palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat
berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan
gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan
nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri
perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke
epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu
menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah
rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti
pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk
pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau
nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan
lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri
esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah
ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama sama dengan
disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah
khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam,
esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada
setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi
waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam.
Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada,
palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif
dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri
dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark
miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada
hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada
waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke
pleura, organ medianal atau dinding dada.
III. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena merupakan petunjuk ke
arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna
pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan angina
selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner, angioplasti koroner ataupun cedah
koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa
dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan yang perlu dilakukan.
A. Jenis Angina
Ada 3 dasar jenis angina yaitu angina stabil, angina tak stabil dan angina variant sebagian besar
penderita angina, kelainan disebabkan karena adanya pembuluh darah koroner yang obstruktif
serta kemungkinan timbul spasme koroner dengan derajat yang bervariasi. Pada angina variant
(angina Prinzmetal) yaitu jenis angina yang jarang, nyeri timbul akibat spasme pembuluh darah
koroner yang normal ataupun ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 miokard dengan aliran
darah juga dapat terjadi bukan karena faktor koroner yang dapat menimbulkan angina nonkoroner seperti pada :
- Penyakit katup jantung terutama pada stenosis aorta
- Stenosis aorta akibat klasifikasi (non-rematik) yang terjadi pada orang tua atau karena
penggantian katup
- Tahikardi yang intermiten atau menetapkan seperti fibrilasi atrial terutama pada orang tua
- Hipertensi, anemi dan DM yang tidak terkontrol.
B. Prevalansi Angina
Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari laki laki
30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian gejala penyakit
jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan 7 % dengan angina tak
stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan insedens angina pertahun 0,44%
pada laki laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada perempuan separuhnya (Greig dkk, 1980).
Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian untuk mengetahui prevelansi penyakit
jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal, angina apitikal dan nonangina
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
C. Potogenesa
Pola penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara jala klinis dengan
patologi endotelial yang dilihat secara angioskopi. Pada perulaan penyakit akan tampak lapisan
lemak pada permukaan pembuluh darah. Bila licin. Bila plak bertambah besar aliran koroner
akan berkurang yang menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan platelet
tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari aliran darah
dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil
ke angina tidak stabil. Bila trombus menyebabkan obstruksi yang total akan terjadi infark
miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelial
menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang kadang tidak seluruhnya
sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan ke dalam pembuluh darah .
E. Penerangan Angina
Penerangan angina bertujuan untuk:
- memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit.
- Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
- Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Memperbaiki faktor risiko
Walaupun masih diperdebatkan ternyata menurunkan kolesterol darah dalam jangka lama dapat
mengurangi progresifitas penyakit. Pencegahan primer dengan diet ternyata bermanfaat, bila
tidak ada respons dapat diberikan obat-obatan anti lipid. Exercise dapat menurunkan kolesterol
LDL. Pngobatan hipertensi juga dapat mengurangi progresifits penyakit, demikian juga merokok
perlu dilarang.
b. Pemberian obat-obatan
1. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa
mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal
maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah
pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat
long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang
memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina.
Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan
lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal
mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.
2. Beta- Bloker
Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan
mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan
arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun
dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
3. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat
mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki
toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi
dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada
pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual
gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan
lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak
merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita
harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya
sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila caantagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah
hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap
perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko
tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya
kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah
Penanganan secara sistematik dan rasional pada penderita angina pektoris dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Penderita yang telah ditentukan kelompok risiko tinggi dengan parameter non-invasif merupakan
indikasi untuk arteriografi koroner. Bila arteriografi menunjukkan kelainan a.koronaris pada 3
pembuluh darah atau pembuluh darah uatama kiri dan diperkirakan dengan pembedahan dapat
mempebaiki prognosa maka merupakan indikasi untuk CABG. PTCA dipertimbangkan pada lesi
proksimal yang kritis walaupun manfaatnya belum dapat dilakukan operasi karena risiko operasi
yang tinggi atau alasan lainnya.
Penderita yang secara non-invasif ditentukan sebagai kelompok risiko tinggi dan pada
arteriografi koroner dengan 1 atau 2 kelaianan pembuluh darah serta fungsi ventrikel kiri yang
normal, tetapi bila gejala tidak terkontrol, pilihan pertama adalah PTCA tidak berhasil atau tidak
dapat dilakukan karena alasan lain.