Anda di halaman 1dari 5

GURU MERUPAKAN UJUNG TOMBAK DALAM PENCAPAIAN

KOMPETENSI SISWA
Pembangunan di bidang pendidikan sampai saat ini masih menjadi prioritas
utama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan menjadi
barometer kemajuan suatu bangsa, oleh karenanya kebijakan pemerintah dalam
pendidikan mengacu kepada suatu upaya strategi pencapaian tujuan Pendidikan
Nasional. Menurut Presiden Suliso Bambang Yudhoyono Bangsa yang maju adalah
bangsa yang baik pendidikannya; bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah
menjadi bangsa yang maju. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa mutu pendidikan di
Indonesia belum menggembirakan. Kondisi sekolah, seperti kurikulum sekolah yang
tidak disahkan dan direview, banyaknya peserta didik yang belum dapat mencapai
kompetensi yang diharapkan, proses pembelajaran yang belum sesuai standar,
partisipasi masyarakat yang semakin menurun, kerusakan gedung sekolah, kurangnya
kualitas guru di daerah, serta masalah pemerataan guru masih banyak dijumpai.
Pendidikan kita saat ini mengahadapi tantangan baik dari substansi maupun
penyelenggaraannya disatu pihak dan tantangan didalam maupun ke luar di lain pihak.
Tantangan substansi lebih terarah kepada mutu pendidikan kita, sedangkan tantangan
penyelenggaraan lebih terarah pada mutu praktis pendidikan kita dan
penyelenggaraan sistem pendidikan guru kita. Tantangan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pendidikan kita ditingkat praktis adalah terkait dengan kegiatan
pembelajaraan sehari-hari yang terlalu sentris kepada kepentingan kebijakan dan
kepentingan guru dari pada kepentingan anak. Kita tahu bahwa salah satu komponen
yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan adalah
guru. Guru sebagai ujung tombak pendidikan yang langsung berada di garis depan
berhadapan dengan siswa dituntut memiliki kompetensi yang memadai. Melalui guru
penanaman nilai-nilai dan pembelajaran berbagai ilmu pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang relevan deangan kekinian dan masa depan dapat berlangsung.
Bagaimanapun bagusnya kurikulum dan lengkapnya sarana prasarana sekolah, semua
itu tidak berarti jika guru yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pembelajaran dan
pengembang kurikulum tidak mampu atau tidak mau menerapkannya dengan baik.
Sebaik apapun metode yang dianjurkan Pemerintah, sebaik apapun maksud dan tujuan
yang tertulis dalam kurikulum, tidak akan bermakna bila guru tidak memiliki keinginan
untuk melaksanakannya. Bila yang terdapat di lapangan ternyata lebih banyak guru
yang tidak antisipatif terhadap kemajuan jaman yang melahirkan kemajuan IPTEK,
maka bagaimana mungkin guru tersebut mampu menghasilkan lulusannya sebagai
SDM di masa depan yang berkualitas.
Adanya hal tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengajar
dalam bidang tugas masing-masing, juga harus memiliki profesi untuk menjalankan
tugas sebagai guru yang baik, dan trampil dalam melaksanakan tugas kesehariannya.
Agar guru dapat menampilkan kompetensinya itu, menurut Ellis (1984) diperlukan
supervasi klinik, evaluasi kerja guru, dan pendidikan in service, selain itu juga adanya
program insentif dan program pembelajaran yang inovatif. Lebih lanjut Ellis (1984)
menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kompetensi guru ini diperlukan cara
rekruitmen guru, supervisi dan evaluasi kinerja guru. (Djohar : hal 17)
Menurut Craig, Kraft dan du Plessis, (1998:9) untuk mencapai kompetensi itu
terdapat Klinik Pendidikan Guru (KPG) yaitu profesi guru hanya dapat diperoleh dari
keterlatihannya trhadap sejumlah ketrampilan pembelajaran dengan segala
konsekuensinya dalam Klinik Pendidikan Guru. Klinik pendidikan guru ini terdiri atas
sejumlah laboratorium, seperti laboratorium kajian anak usia sekolah, kajian media
pembelajaran yang terdiri dari laboratorium audio visual, laboratorium gambar,
laboratorium model, workshop, laboratorium instruksional termasuk micro teaching
dan real teaching, laboratorium kurikulum dan laboratorium evaluasi.

Karena Guru merupakan suatu profesi, sehingga bila seseorang sudah memilih
menjadi guru, konsekuensinya ia harus mau mempersiapkan segala sesuatu yang
dapat menunjang keprofesionalannya (Nana Sudjana, 1988 : 14). Kompetensi
profesional berkaitan dengan penguasaan guru tentang landasan kependidikan, bahan
pengajaran (materi bidang ilmu yang diampu), penyusunan program pengajaran
(Satuan Pelajaran dan Rencana Pelajaran), dan pelaksanaan proses pembelajaran.
Untuk mengetahui berbagai macam peranan guru sebagai agen pembelajaran kepada
peserta didik guna meningkatkan dalam proses belajar mengajar. Disamping itu pula,
guru mempunyai pengaruh besar dalam menentukan kualitas dan kuantitas peserta
didik. Untuk meningkatkan kompetensi siswa ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya, ciri-ciri siswa antara lain, perbedaan perseorangan,
kesiapan belajar dan motivasi yang dibarengi oleh pemanipulasian suasana
pembelajaran menjadi lebih disukai oleh siswa sehingga dengan mempertimbangkan
kondisi ini apa yang diharapkan sesuai dengan tujuan. (Djohar : hal 7)
Guru menjadi ujung tombak dalam pencapaian kompetensi siswa itu memang benar.
Beberapa hal yang membuktikan bahwa guru merupakan ujung tombak dalam
pencapaian kompetensi siswa yaitu
1. Guru mempunyai Kode Etik (Kewajiban Guru).
Kode etik ini pada dasarnya adalah pengendalian kinerja guru. Kode etik guru
apabila tidak diatur maka kinerja guru dapat menyimpang dari objektivitasnya dan
yang menjadi koraban adalah generasi penerus bangsa. Kewajiban guru adalah
melayani pendidikan khususnya di sekolah, melalui kegiatan mengajar, mendidik
dan melatih untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyiapkan generasi
bangsa kita agar mampu hidup di dunia yang sedang menunggui mereka. Jadi guru
sudah memahami akan tugsnya masing-masing oleh karena itu, guru tidak akan
melanggar peraturan yang telah ditentukan agar menjadikan generasi penerus
bangsa ini dapat menjadi generasi yang membanggakan. Dan dengan adanya kode
etik ini, guru akan lebih mengerahkan segala kompetensinya untuk pencapaian
kompetensi peserta didiknya.
2. Guru merupakan fasilitator bagi siswa dalam proses belajar mengajar.
Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan
memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai
fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang
dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar
dengan baik apabila:
a. Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas
pembelajaran
b. Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
c. Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh
pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.
d. Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalamanpengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa.
e. Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan
siswa.
Guru sebagai fasilitator merupakan salah satu cara agar tercapai kompetensi
peserta didik. Sebagai fasilitator ini, peserta didik dapat mengembangkan ilmu dan
ketrampilan yang ada dalam diri mereka sehingga dapat bermanfaat dengan baik
dan dapat memunculkan berbagai bakat yang peserta didik punya.
3. Guru Sebagai Agen Pembelajaran.
Banyak tugas harus dilaksanakan oleh guru sebagai orang yang sangat berperan
dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah sebagai agen pembelajaran. Guru
sebagai agen pembelajaran berperan memfasilitasi siswa agar dapat belajar secara
nyaman dan berhasil menguasai kompetensi yang sudah ditentukan. Untuk itu guru
yang agen pembelajaran ini perlu merancang, agar proses pembelajaran berjalan

lancar, dan mencapai hasil optimal. Ada empat hal harus dipertimbangkan dalam
menyusun rancangan pembelajaran, yakni: persiapan, pelaksanaan, dan penilaian.
Apabila ketiga hal ini sudah terlaksana, maka satu tambahan yang harus
dipertimbangkan agen pembelajaran adalah melakukan refleksi. Berikut ini
disajikan penjelasan singkat mengenai hal-hal dimaksud.
a. Persiapan, apa pun pekerjaan kita, apabila kita menginginkan hasil maksimal,
maka kita harus membuat persiapan yang matang. Begitu juga dalam proses
pembelajaran. Seorang guru yang menjadi agen (agen pembelajaran) tidak akan
dapat melaksanakan tugasnya sebagai agen yang baik tanpa adanya persiapan
yang baik pula. Yang perlu dipertimbangkan agen pembelajaran dalam
persiapan ini, terkait dengan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa,
ialah bagaimana menyiapkan materi pembelajaran, fasilitas atau media
pembelajaran yang tepat, skenario pembelajaran apa yang akan diterapkan
untuk membantu siswa mencapai kompetensi, kemudian bagaimana
melaksanakan evaluasinya.
b. Pelaksanaan, pelaksanaan pembelajaran seyogianya merujuk pada persiapan
yang sudah ditentukan, meskipun tidak harus kaku. Dengan merujuk pada
persiapan yang sudah ada, tugas guru sebagai agen pembelajaran ini akan lebih
mudah, dalam kaitannya dengan pencapaian kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik atau siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa biasanya
akan bekerja dengan baik jika suasana hatinya memang sedang baik. Artinya,
siswa akan bekerja secara maksimal apabila mereka tidak sedang dalam
keadaan tertekan. Sebab itu perlu diciptakan suasana yang menyenangkan. Di
samping menyenangkan, suasana belajar dan pembelajaran harus pula
menantang rasa ingin tahu siswa, memotivasi untuk bekerja terbaik,
menginspirasi, dan mampu mengembangkan kreativitas siswa.
c. Penilaian, setiap kegiatan pembelajaran harus diukur hasilnya. Karena itu agen
pembelajaran juga harus melakukan penilaian atas apa yang dilakukan bersama
siswa dalam proses pembelajaran. Tolak ukur dalam menyusun alat penilaian
adalah kompetensi atau tujuan pembelajaran. Misalnya tujuan atau
kompetensinya: siswa mampu menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya, maka penilaian yang dilakukan pun harus tepat. Misalnya masingmasing siswa disuruh bercerita satu per satu, atau melalui tes tertulis, baik
bentuk objektif maupun bentuk uraian. Jelasnya, teknik dan jenis penilaian
tergantung pada kebutuhan, terserah agen mau pilih yang mana, yang penting
memenuhi unsur validitas dan reliabilitas.
d. Refleksi, refleksi penting dilakukan untuk tindak lanjut. Apabila dari hasil
penilaian diketahui bahwa prestasi siswa sudah sesuai dengan yang diharapkan,
atau siswa sudah mencapai kompetensi belajar, maka pelajaran di waktu yang
akan datang dapat dilanjutkan ke materi berikutnya. Sebaliknya, apabila dari
hasil penilaian itu diketahui bahwa hasil belum sesuai yang diharapkan, maka
agen pembelajaran dan siswa dapat mendiskusikan mengenai hal-hal yang
membuat siswa belum berhasil. Mungkin pembelajaran harus diulang untuk
seluruh kelas, atau siswa yang sudah menguasai kompetensi dapat membantu
teman-temannya yang belum menguasai kompetensi tadi agar dapat
menguasainya. Selain itu, refleksi juga berguna untuk membiasakan peserta
didik melakukan introspeksi, mawas diri, menilai diri sendiri, atau apa pun
namanya, sehingga membangun kesadaran untuk menjadi lebih baik dari waktu
ke waktu.
4. Guru merupakan orangtua dalam lingkungan sekolah
Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah yang bisa berperan
sebagai orangtua kedua bagi mereka ketika berada di sekolah. Anak didik adalah
pribadi yang sesungguhnya masih membutuhkan kasih sayang dan teladan yang
baik dalam masa perkembangan jiwanya. Di sinilah mereka sangat
membutuhkannya dari kedua orangtuanya dalam kehidupan sehari-harinya ketika

berada di rumah. Selain di rumah, lingkungan kedua bagi anak didik adalah berada
di sekolah, di sinilah anak didik juga membutuhkan orang yang bisa memberikan
kasih sayang dan teladan yang baik, yakni dari gurunya. Oleh karena itu guru
sangat berperan penting dalam proses pencapaian kompetensi siswa.
Dapat disimpulkan bahwa guru merupakan ujung tombak, guru merupakan
pengawal yang berada dibaris depan dalam mensukseskan peserta didik,
mensukseskan pendidikan bangsa kita. Oleh karena itu seorang guru harus
memikirkan dirinya adalah seseorang yang sangat berharga. Menanamkan pada
dirinya bahwa tanpa jasaku mereka tidak berarti apa-apa, berarti saya harus
sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran dan menyampingkan rasa sombong
dan keangkuhan. Meyakini dengan setinggi-tingginya bahwa ilmu yang kuberikan
pada siswa itu, sungguh benar, tepat, bernilai tinggi untuk bekal masa depan siswa.
Keyakinan seperi ini akan memuluskan alur pengembangan inspirasi guru. Wendel
Holmes menyatakan, Apa yang ada di depan dan di belakang kita hanyalah ikhwal
kecil, bila dibandingkan dengan apa yang ada dalam diri kita. Artinya jangan raguragu dalam memberikan kontribusi positif bagi siswa. Sikap ini harus ditumbuhkan
pada diri setiap pendidik, guru yang telah berhasil dalam melakukan bimbingan
pada siswanya, tidak cepat berpuas diri karena sikap yang demikian akan
memberikan
keinginan untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi.Jadikan
keberhasilan pertama cambuk untuk meraih prestasi maupun keberhasilan sejati
Sumber :
Djohar MS, 2006. Guru, Pendidikan dan Pembinaannya ( Penerapannya Dalam Pendidikan dan
UU Guru ). Yogyakarta : CV.Grafika Indah.
Hamzah B.Uno, 2008. Perencanaa Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Saefudin, Udin, 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Guru dan Kurikulum 2013


Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan
keterlaksanaan kurikulum 2013. Pertama, kompetensi guru dalam pemahaman
substansi bahan ajar (kompetensi pedagogi/akademik) termasuk di dalamnya terkait
dengan metodologi pembelajaran. Kedua, kompetensi akademik (keilmuan), ini
penting, karena guru sesungguhnya memiliki tugas untuk bisa mencerdaskan peserta
didik dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya, jika guru hanya menguasai
metode penyampaiannya tanpa kemampuan akademik yang menjadi tugas utamanya,
maka peserta didik tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan apa-apa.
Ketiga, kompetensi sosial. Guru harus juga bisa dipastikan memiliki kompetensi sosial,
karena ia tidak hanya dituntut cerdas dan bisa menyampaikan materi keilmuannya
dengan baik, tapi juga dituntut untuk secara sosial memiliki komptensi yang memadai.
Apa jadinya seorang guru yang asosial, baik terhadap teman sejawat, peserta didik
maupun lingkungannya. Keempat, kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Pada
diri gurulah sesungguhnya terdapat teladan, yang diharapkan dapat dicontoh oleh
peserta didiknya.
Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan
membuka diri terhadap beberapa kemungkinan terjadinya perubahan. Kesiapan guru
lebih penting dari pada pengembangan kurikulum 2013. Kenapa guru menjadi penting?
Karena dalam kurikulum 2013, bertujuan mendorong peserta didik, mampu lebih baik
dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima
materi pembelajaran.
Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif.
Disinilah guru berperan besar didalam mengimplementasikan tiap proses
pembelajaran pada kurikulum 2013. Guru ke depan dituntut tidak hanya cerdas tapi
juga adaptif terhadap perubahan.

Anda mungkin juga menyukai