Anda di halaman 1dari 36

PEMANTAUAN HEMODINAMIK

PADA PASIEN DENGAN HF

DWI MARTHA AGUSTINA

PENDAHULUAN
Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau
pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi
keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik
bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi
kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan
penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan
yang optimal. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah
perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara
pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan
nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektrokimiawi sehingga
manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa
gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara
cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel

Pasien dalam fase syok dini dengan pemantauan


hemodinamik yang konvensional seperti tekanan
darah, nadi, tekanan vena sentral dan saturasi oksigen
perifer yang nilai perubahannya sangatlah minimal
merupakan indikator buruk untuk menilai
keberhasilan resusitasi. Pemantauan hemodinamik
baik noninvasif maupun invasif diperlukan untuk
mengoptimalkan resusitasi pasien kritis di ICU,
namun demikian pemantauan hemodinamik invasif
modern dapat memberikan marker resusitasi yang
akurat di samping curah jantung dan respon terhadap
cairan yang diberikan.

CASE
Bila perlu observPada kasus pasien yang ada analisis tindakan
yang dilakukan pada ruang ICCU terutama pemantauan
hemodinamika apa saja yang dapat kita sebagai perawat lakukan,
baik yang bersifat invasive maupun non invasive. Berikan analisis
dengan pembuktian yang ada (EBNP) setiap tindakan yang
dilakukan
Jangan lupa pemantauan hemodinamika yang harus juga
dilakukan!
Analisis kemungkinan perbedaan yang terjadi pada penentuan
tindakan pada kondisi pasien tersebut, baik pada tim sejawat
dan/atau tim kesehatan lain, serta bagaimana kita sebagai leader
diruangan menyikapi dan mengkomunikasikannya. (Ingat dg
analisis seorang Magister keperawatan)

KASUS HF
Ny. P (56 Tahun), awal masuk RS pasien mengeluh dada terasa
berat saat bernafas, kedua kaki pasien terlihat bengkak, dada kiri
terasa sakit dan bertambah sakit apabila saat bernafas. Hasil
pemeriksaan fisik : B1=Bentuk dada normal, penggunaan otot
Bantu nafas + sedikit, nafas agak berat, respirasi 24 x / mnt, Spo2
98%, memakai O2 nasal 3ltr/mnt. Suara nafas vasikuler,
wheezing-/-, ronchi+/+ dibasal paru. B2= Akral hangat, kering,
kulit pucat +,konjungtiva pucat, sianosis -, suara jantung S1/S2
tunggal, mur-mur + diastole, nadi 95x/mnt teratur, teraba kuat,
tensi 115/73mmHg (monitor), B3= Kesadaran komposmentis GCS
4-5-6 hemiparese dextra, pupil isokor reaksi cahaya +/+, tampak
ada gejala katarak +/+, VAS 1-3 nyeri dada ringan,

B4= Vesika urinaria (VU) teraba lembek, terpasang kateter, urine


saat pengkajian 200 cc, B5= abdomen kembung, riwayat
gastritis 3 tahun yang lalu, nyeri ulu hati +, ada bekas luka operasi
sectio (SC), B6=Oedema ekstrimitas kaki kanan ++.tangan kanan
++, kaki kiri +, wajah agak sembab, kekuatan otot 2
5

2
5
Pemeriksaan penunjang : Laboratorium : HB 11.8, Leukosit : 8.5
Trombo : 4.8 ,Hct : 35.9, Natrium : 144, Kalium : 4.2, BS : 65 ,
Albumin : 3.5, Serumcretinin : 0.99, BUN : 19.5 , ECG : irama
sinus 93 x / mnt, T inversi di I, AVL axis LAD.

Masalah Keperawatan Yang Timbul pada pasien


1. Penurunan Curah Jantung

TINDAKAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengkaji Penurunan Curah Jantung


Mengkaji Bunyi jantung
Palpasi nadi perifer
Observasi adanya keluaran urine, kepekatan dan warna
urine
Istirahatkan pasien dengan tirah baring
Mengatur posisi pasien. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20-30 cm
Berikan pasien lingkungan yang tenang
Berikan oksigen Nasal kanul sesuai dengan indikasi
Kolaborasi pemberian obat

Pemantauan Hemodinamik Di ICCU

Pemantauan hemodinamik non invasive:


NonInvasif blood pressure
Heart rate, Pulse
Capilary refill
Intake and output
Saturasi oksigen
Suara jantung

Analisa

1. Mengkaji tanda Penurunan Curah Jantung


Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang
lebih dari 24 jam pertama
2. Mengkaji suara jantung
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama
gallop umum(s3 dan s4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam
serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan
inkompensasi/stenosis mitral
3. Istirahatkan pasien dengan tirah baring
Melalui dengan inaktivitas kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
Tirah baring merupakan bagian yang terpenting dari pengobatan
gagal jantung, khususnya pada tahap akut dan sulit disembuhkan.
Untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung, tirah
baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan
menurunkan volume intravaskuler melalui induksi diuresis berbaring

4. Mengatur posisi pasien. Kepala tempat tidur harus dinaikkan


20-30 cm
Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang, serta penekanan hepar
kediafragma menjadi minimal. Lengan bawah harus
disokong dengan bantal utuk mengurangi kelemahan otot
bahu akibat berat lengan yang menarik secara terusmenerus.
5. Lingkungan yang tenang
Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang terkait
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi
jantung/kerja jantung

6. Pemberian Oksigen
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
guna melawan efek hipoksia/iskemia
7. Pemberian Obat :
a. Diuretik:
Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti diuretik blok reabsorbsi
diuretik, sehingga mempengaruhi natrium dan air
b. Vasodilator
Meningkatkan curah jantung menurunkan volume
sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik
c. Digoxin
Meningkatkan kekuatan kontraktil miokardium dan
memperlambat kontraksi jantung dan menurunkan
volume sirkulasi

Pemantauan Hemodinamik
1. NIBP
Penutunan Blood Pressure dapat mengobservasi
fungsi jantung penurunan Cardiac output
2. Heart rate, Pulse
Takikardi atau bradikardia dapat menunjukkan suatu
penurunan perfusi ke jantung pada penderita HF
3. Intake,output/urine
Ginjal Berespon untuk menurunkan curah jantung
dengan menahan cairan da n natrium, keluaran urine
biasanya menurun selama tiga hari karena
perpindahan cairan kejaringan tetapi dapat
meningkat pada malam hari sehingga cairan
berpindah kembali ke sikulasi bila pasien tidur

4. Saturasi Oksigen
Oxygenation of the cell will be lower due to hypoperfusion,
hypotension, misdistribution of blood flow, increased capillary
wall thickness and inability of the cell tp use oxygen,
monitoring of svO2 and ScVO2 will monitor the oxygen
consumtion. The due of pulse oxymetri and SvO2 or ScvO2
monitor oxygen demand and delivery

PEMANTAUAN Hemodinamik yang harus ada


1. Hemodinamik Non Invasif
1) NIBP
Penutunan Blood Pressure dapat mengobservasi fungsi
jantung penurunan Cardiac output
2)Heart rate, Pulse
Takikardi atau bradikardia dapat menunjukkan suatu
penurunan perfusi ke jantung pada penderita HF
3) Intake,output/urine
Ginjal Berespon untuk menurunkan curah jantung dengan
menahan cairan da n natrium, keluaran urine biasanya
menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan
kejaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari
sehingga cairan berpindah kembali ke sikulasi bila pasien
tidur

4)Saturasi Oksigen
Oxygenation of the cell will be lower due to
hypoperfusion, hypotension, misdistribution of blood
flow, increased capillary wall thickness and inability
of the cell tp use oxygen, monitoring of svO2 and
ScVO2 will monitor the oxygen consumtion. The due
of pulse oxymetri and SvO2 or ScvO2 monitor oxygen
demand and delivery

5. Observasi warna kulit , suhu, sianosis, nadi


perifer, dan diaforesis
Mengetahui derajat hipoksemia dan
peningkatan tahanan perifer
6. Observasi kesadaran
Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah
ke jaringan serebral adalah adanya perubahan
respons sensori dan penurunan tingkat
kesadaran pada fase akut dari kegagalan yang
harus diawasi secara ketat

Hemodinamik Invasif

Hemodinamik invasif.pdf

PAC dan Swan Ganz.pdf


Invasi n non invasif.pdf

J Cardiothorac Surg.docx
finger arterial.pdf
jurnal Invasiv.pdf

Pada pasien Gagal jantung semua tindakan yang


sesuai dengan masalah keperawatan di lakukan.
Tetapi pemantauan hemodinamik non invasif
saja yang dilakukan seperti monitor ekg, NIBP,
pemeriksaan fisik. Hemodinamik invasif tidak
dilakukan karena mengingat keterbatasan alat
atau fasilitas yang tersedia di ICU RS tersebut.
Kepala ICU tersebut juga mengatakan bahwa
ICU belum memenuhi standart dan hingga
sekarang masih menyiapkan alat atau fasilitas
yang memadai serta SDM yang handal dalam
bidang Critical care.

Komunikasi perawat maupun tenaga medis


dalam menentukan tindakan atau terapi pada
pasien seharusnya 2 arah,
Contoh: seorang dokter tetap memberikan terapi
insulin 10 unit pada pasien Diabetes, lalu
perawat memberikan masukan pada dokter
bahwa pasien tersebut tidak mau makan sama
skali dan mungkin akan berdampak pada
glukosa darah yang semakin turun dan khawatir
akan jatuh pada kondisi hipoglikemi. Dan
perawat mengusulkan pada dokter kira2 terapi
apa yang tepat untuk pasien ini.

Dalam kasus ini dokter memang bertugas


memberikan terapi, tapi dokter tidak bisa
memberikan terapi apabila tidak mengetahui
kondisi pasien saat ini. Disinilah peran perawat
ataupun kepala ruangan yang harus mengetahui
kondisi pasien-pasiennya yang pada saat itu
menjadi tanggung jawab nya.

Pada kasus pasien gagal jantung d RS tersebut


sudah KRS maka kami tidak tahu komunikasi
antar tenaga kesehatan dalam menangani pasien
tersebut di ICU

Cara komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan
dan atau komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk
komunikasi tertulis antara lain rekam medik, resep serta surat
edaran. Pada rekam medik, riwayat penyakit, diagnosis, rencana
kerja dan instruksi pengobatan pasien dituliskan. Rekam medik
menjadi sumber informasi siapapun yang ikut merawat pasien
tersebut masa kini atau suatu saat nanti, bahkan pasien pun berhak
membaca rekam medik tersebut, karena itu kelengkapan dan
kejelasan tulisannya menjadi sangat penting. Penulisan resep pada
dasarnya adalah memberikan instruksi kepada petugas apotik
untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan keinginan si
penulis, sedangkan surat edaran biasanya dikeluarkan oleh
direktur utama rumah sakit, direktur medik, atau kepala divisi,
bergantung isi dan kepada siapa surat edaran tersebut ditujukan.

Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah


komunikasi verbal dan non-verbal. Cara ini dapat terjadi
dalam berbagai bentuk misalnya komunikasi interpersonal
yang melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau dalam
bentuk pertemuan yang bisa melibatkan banyak orang.
Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan
non-verbal digunakan baik secara tersendiri, atau sebagai
pendukung dari komunikasi tulisan yang dilakukan.6
Sebagai contoh seorang dokter yang telah menuliskan
instruksi pengobatan, menjelaskan instruksinya tersebut
kepada perawat atau bidan. Pada pertemuan apapun akan
terjadi komunikasi verbal dan non-verbal antar peserta
pertemuan. Sangat penting bagi hadirin untuk menguasai
keterampilan komunikasi interpersonal agar pertemuan
dapat membuahkan hasil yang optimal. Konferensi kasus
merupakan contoh pertemuan yang

Di bangsal rawat situasi lebih kompleks karena selain dokter


yang merawat pasien ada dokter ruangan, perawat/ bidan jaga
serta petugas laboratorium dan apotik. Masalah yang ada
biasanya timbul berdasarkan persepsi masingmasing petugas.
Dokter menyatakan bahwa pada umumnya perawat tidak
menjalankan instruksi dengan benar tetapi tidak merasa
bersalah, perawat sering salah menginterpretasikan perintah
atau tidak menjalankan perintah. Antar dokter sering tidak ada
negosiasi rencana terapi, juga sebagian dokter tidak mau tahu
terapi yang diberikan oleh sejawat lainnya, merasa tidak ada
pembagian tugas yang jelas sehingga terjadi saling lempar
tanggungjawab. Perawat mengeluh tulisan dokter sulit dibaca,
dan mereka sering cepat-cepat meninggalkan ruangan
sehingga tidak terjadi klarifikasi instruksi, juga terjadi
hambatan psikologis yang mengakibatkan mereka enggan
menyampaikan kesulitan mereka.

Sebagai kepala ruangan harus mencermati :


1. instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang
diberikan instruksi tidak minta klarifikasi,
2. tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar
dokter ahli kecuali bila ada konferensi kasus,
3. pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya
dimengerti oleh petugas,
4. dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/
bidan sebagai mitra kerja,
5. masih lemahnya aturan mengenai hak dan
tanggungjawab masing-masing petugas kesehatan.

Contoh nya

setelah selesai operasi operator meninggalkan tempat


terburu-buru tanpa menemui keluarga pasien terlebih
dahulu, sedangkan dokter pendamping operasi tidak
merasa berhak untuk menjelaskan hasil operasi kepada
keluarga pasien. Di mata keluarga pasien telah terjadi
lempar tanggungjawab antar petugas kesehatan,
lebihlebih kalau operasi tidak berhasil. Hal ini akan
mempengaruhi penilaian terhadap kinerja rumah sakit

Identifikasi Penyebab

Role Stress. Menghadapi pasien setiap hari bukanlah


suatu hal yang mudah. Petugas kesehatan hampir setiap
hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis
penyakit fatal, menjelaskan pengobatan yang kadangkadang
tidak
menjanjikan
kesembuhan,
menginformasikan prognosis yang tidak baik atau harus
memberikan obat yang harganya sulit dijangkau oleh
pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi
suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi
komunikasi verbal dan non-verbalnya dengan sesama
petugas.

Role conflict adalah perbedaan antara peran yang


diharapkan dengan yang diperoleh. Seseorang yang ketika
menjalani pendidikan mempunyai impian atau bayangan
perannya nanti setelah menjadi dokter atau bidan/perawat akan
mengalami konflik peran bila ia mendapatkan pekerjaan yang
berbeda dengan pekerjaan yang diharapkannya. Sebenarnya
masalahnya tidak sesederhana itu, dalam lubuk hati setiap
orang menginginkan penghargaan dari siapapun dalam
melakukan tugasnya. Bila ini tidak terpenuhi di lingkungan
kerjanya, akan sangat mempengaruhi kinerjanya. Sikap saling
menhormati antar petugas akan mengurangi role conflict

Role overload, terjadi karena jumlah pasien yang terlalu


banyak. Jumlah pasien yang terlalu banyak dengan derajat
kesulitan yang tinggi akan melelahkan petugas kesehatan.10
Jenis pekerjaan di ICU, ICCU dan IGD di rumah sakit rujukan
tentunya berbeda dengan pekerjaan di klinik rawat jalan.
Jumlah pasien yang lebih dari kapasitas petugas kesehatan
akan sangat mempengaruhi suasana hati petugas. Efek dari
role conflict dan role overload akan berdampak terhadap
terhadap pasien juga. Petugas kesehatan yang secara fisik dan
mental menderita kelelahan akan kehabisan tenaga untuk
memenuhi kebutuhan pasien.

Lack of interprofessional understanding. Kita mengharapkan


semua petugas kesehatan memahami perannya masing-masing
dalam lingkungan kerjanya. Dalam praktiknya, ternyata tidak
demikian. Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami
peran petugas lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran
tentang peran dari masing masing petugas masih sering terjadi

Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat


memacu ketegangan interpersonal. Perawat misalnya sering
menyatakan kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka
untuk pengambilan keputusan yang sederhana tetapi penting
bagi keamanan atau kenyamanan pasien. Di dalam
menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas kesehatan
memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya
masing-masing.

PEMECAHAN MASALAH

Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara menghilangkan atau


mengurangi role stress dengan cara membuka wawasan
mahasiswa kedokteran, perawat, bidan dan sebagainya, tentang
perannya masing-masing dalam dunia kerja nyata, serta
khususnya dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi
role overload, perlu dilakukan pengaturan jumlah pasien yang
harus ditangani oleh petugas kesehatan. Di dalam suatu institusi
kesehatan, diperlukan beberapa hal yang bersifat pembenahan
manajerial yakni: (1) memperjela uraian hak, tugas dan
koordinasi masing-masing petugas dalam suatu fasilitas
kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui
oleh masing-masing petugas, (2) memberikan otonomi kepada
petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan kewajiban
dan kemampuannya, dan (3) mereposisi kembali hubungan antar
petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling melengkapi

Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk


mempraktikkan cara-cara komunikasi interpersonal yang baik
termasuk komunikasi verbal dan non-verbal.14,15 Tidak
berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas
kesehatan seyogyanya menerapkan keterampilan komunikasi
interpersonalnya bila berhadapan dengan sesama petugas
kesehatan. Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan
penulisan yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi
verbal dan non-verbal yang sesuai. Menciptakan situasi yang
nyaman dalam lingkungan kerja perlu dilakukan dan
sebenarnya sangat mudah dilakukan bila semua petugas
kesehatan menyadari bahwa hasilnya akan sangat bermanfaat
bagi pasien yang telah memberikan amanah kepada mereka,
bukan kepada orang lain, untuk merawat

Anda mungkin juga menyukai