Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

PROPERTY OF MATERIAL

Green Building
Disusun Oleh :
TANTHOWI FAROGI
NPM : 1206314516
DEPARTEMEN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA

GREEN BUILDING
Di Indonesia, terutama Jakarta dan kawasan sekitar, konsep ataupun penerapan green building
kian dilirik. Ini tak mengherankan karena kesadaran akan penanggulangan bahaya pemanasan
global kian merebak.
Beberapa pendiri Konsil Bangunan Hijau Indonesia (Green Building Council Indonesia)
menyatakan, telah banyak pengelola gedung ataupun pengembang perumahan yang mengajukan
diri untuk sertifikasi peringkat green bulding. Sementara, sejauh ini, konsil tersebut menggelar
10 proyek percontohan di 10 gedung baru ataupun lama di Jakarta.
Berikut ini beberapa poin apa-mengapa green building yang dipublikasikan oleh Konsil
Bangunan Hijau Indonesia:
1. Green building adalah bangunan baru yang tengah direncanakan-dilaksanakan. Atau,
bangunan

sudah

terbangun

yang

dioperasikan

dengan

memerhatikan

faktor-faktor

lingkungan/ekosistem.
Dan memenuhi kinerja dalam hal:
a. Bijak guna lahan.
b. Hemat air.
c. Hemat energi.
d. Hemat bahan yang mengurangi limbah.
e. Menjaga kualitas udara dalam ruangan.
2.Penerapan green building (bangunan hijau) didasari fakta bahwa bangunan/gedung merupakan
penghasil emisi gas rumah kaca (kurang-lebih 30% dari keseluruhan) di Bumi. Pertumbuhan
penduduk dan bangunan yang cepat di Indonesia akan meningkatkan kontribusi emisi karbon
secara berarti, yang berarti memerburuk kondisi lingkungan. Tiap pengurangan emisi di
bangunan tersebut akan berdaya ungkit besar terhadap pengurangan pemanasan global.

3. Pada akhirnya, gerakan green building diharapkan mewujudkan green city (kota berbasis
ekologi) di Indonesia.
4. Konsil Bangunan Hijau Indonesia, untuk melakukan semua transformasi itu, membuka
keanggotaan bagi perusahaan-perusahaan nan terpanggil. Via transformasi itu, akan dilakukan
gerakan untuk hanya meminta terhadap barang ataupun jasa yang green.
5. Kemudian, untuk menilai layak-tidaknya satu bangunan bersertifikat green building, Konsil
Bangunan Hijau Indonesia menggunakan alat ukur Greenship.
Greenship merupakan perangkat penilaian yang disusun oleh konsil tersebut. Greenship bersifat
khas di Indonesiaseperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu
mengakomodasi kepentingan lokal/setempat.Adapun program sertifikasi Greenship digelar oleh
Komisi Rating Konsil Bangunan Hijau Indonesia.Bangunan hijau alias green building yang
ramah lingkungan kini sedang menjadi tren. Namun sayang, banyak orang salah mengartikan
konsep

gedung

yang

bisa

mengurangi

gas

rumah

kaca.

Arsitek Rancang Urban dari PT Urbane, Ridwan Kamil, mengatakan bahwa green building itu
tidak sesederhana yang dipikirkan masyarakat. Menurut dia, ada beberapa aspek utama dalam
green building. "Terkadang orang asal bicara, khususnya marketing. Seolah bila sudah menanam
pohon atau menaruh taman di atas podium itu sudah green, padahal tidak," kata Ridwan dalam
perbincangan

dengan

VIVAnews,

di

Jakarta,

Rabu.

Beberapa aspek utama green building antara lain, pertama, material. Material yang digunakan
untuk membangun harus diperoleh dari alam, dan merupakan sumber energi terbarukan yang
dikelola secara berkelanjutan. Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya teruji, namun
tetap mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah, dan dapat digunakan
kembali

atau

didaur

ulang.

Kedua, energi. Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan. Selain
itu, bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat penggunaan energi, terutama
lampu dan AC. Untuk siang hari, jendela sebaiknya dibuka agar mengurangi pemakaian listrik.
Jendela tentunya juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Green
building juga harus menggunakan lampu hemat energi, peralatan listrik hemat energi, serta

teknologi

energi

terbarukan,

seperti

turbin

angin

dan

panel

surya.

Ketiga, air. Penggunaan air dapat dihemat dengan menginstal sistem tangkapan air hujan. Cara
ini akan mendaur ulang air yang dapat digunakan untuk menyiram tanaman atau menyiram toilet.
Gunakan pula peralatan hemat air, seperti pancuran air beraliran rendah, tidak menggunakan
bathtub di kamar mandi, menggunakan toilet hemat air, dan memasang sistem pemanas air tanpa
listrik.
Keempat, kesehatan. Penggunaan bahan-bahan bagunan dan furnitur harus tidak beracun, bebas
emisi, rendah atau non-VOC (senyawa organik yang mudah menguap), dan tahan air untuk
mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat
ditingkatkan

melalui

sistim

ventilasi

dan

alat-alat

pengatur

kelembaban

udara.

Karena itu, Ridwan mengatakan, biaya pembangunan green building jauh lebih besar
dibandingkan dengan konstruksi normal. "Bisa sampai 15 persen lebih mahal dari konstruksi
gedung biasa." Ini tak lain karena sebagian materian bangunan masih harus diimpor. "Ada
teknologi yang tidak bisa diperoleh di Indonesia, seperti lampu sensor dan toilet hemat air,"
katanya.Ke depan, pembangunan green building bisa murah bila didukung oleh regulasi, seperti
pajak yang rendah bagi bahan-bahan tertentu, atau yang lain. Singapura, misalnya, dengan
dukungan pemerintah, biaya konstruksi green building hanya 5 persen lebih mahal dibandingkan
normal.

Pembangunan Green Building Yang Hemat Energi


ISU pemanasan global masih menghangat di segala bidang kehidupan. Berbagai
upaya terus dilakukan untuk menghambat pemanasan buana, perubahan iklim
secara ekstrem, dan degradasi kualitas lingkungan.
Belum usai berbenah menata lingkungan, krisis ekonomi global kembali
menggoyang sendi-sendi kehidupan kota dan kita, termasuk sektor properti. Krisis
yang datang beruntun dan bertubi-tubi seharusnya sanggup menggugah kesadaran
kita.
Bentuk arsitektur bangunan (rumah, gedung) harus berempati, tanggap, dan
memberikan solusi. Salah satunya adalah memadukan bangunan (rumah, gedung)
yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Bak ibarat tubuh, kita perlu melakukan diet mengurangi kadar kolesterol dalam
bangunan dan menjadikan bangunan lebih langsing dan segar yang dapat
menyehatkan diri sendiri (kantong tabungan, bangunan, penghuni) dan lingkungan
(warga, kota) serta menghindari stroke komplikasi sosial. Untuk itu, kita perlu
mengenali pokok-pokok permasalahan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan.
Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah,
dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green
property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green
school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk
turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong
pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan
selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi,
membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan
bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).
Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan
pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan
bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi
(teknologi, operasional) sebesar 15 persen.
Seberapa besar bangunan (rumah, gedung) yang akan dibangun? Cukup adalah
cukup. Volume bangunan dijaga agar biaya pembangunan, pengoperasian, dan
pemeliharaan terkendali dan lebih hemat.
Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan hubungan
ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void berimbang

yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan
alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.
Pemanfaatan energi alternatif
Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi,
mempertahankan suhu AC di 25 C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar
terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi standby).
Penghuni diajak memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik
yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga
surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.
Penggunaan material lokal justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi,
angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan
berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan
diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk
fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng,
dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca,
rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen
lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.
Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat
menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela,
kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi
sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada
bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.
Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar
bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang
terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan
menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai
ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya.
Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding
dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun,
pencemaran berkurang, dan ruang hijau bertambah.
Pemanasan bumi
Keberadaan taman dan pohon penting dalam mengantisipasi pemanasan bumi.
Ruang dalam bangunan diisi tanaman pot. Ruang hijau diolah menjadi kebun
sayuran dan apotek hidup serta ditanami pohon buah-buahan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Penghuni dapat memelihara dan melindungi pohon dengan
mengadopsi dan menjadi orangtua angkat pohon-pohon besar yang ada di depan
jalan depan bangunan (rumah, gedung) kita.

Idealnya, air hujan bisa diserap ke dalam tanah sebesar 30 persen. Dengan
banyaknya bangunan beton, jalan aspal, dan minim ruang terbuka hijau, kota
(seperti Jakarta) hanya mampu menyerap 9 persen air hujan. Maka, saat musim
hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Sementara konsumsi air dari PDAM
hanya 47 persen, sedangkan air tanah mencapai 53 persen.
Bangunan harus mulai mengurangi pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air
untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih
(recycle), dan mengisi kembali air tanah (recharge) dengan sumur resapan air (1 x 1
x 2 meter) dan/atau lubang resapan biopori (10 sentimeter x 1 meter).
Semua air limbah dimasukkan ke dalam sumur resapan air dengan pengolahan
konvensional supaya tidak harus terlalu bergantung kepada sistem lingkungan yang
ada. Cara hemat penggunaan air adalah tutup keran bila tidak diperlukan, jangan
biarkan air keran menetes, hemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/piring, pilih
dual flush untuk toilet, selalu habiskan air yang Anda minum.
Dalam mengolah budaya sampah, bangunan menyediakan tempat pengolahan
sampah mandiri sejak dari sumbernya. Penghuni diajak mengurangi (reduce)
pemakaian barang sulit terurai. Sampah anorganik dipilah dan digunakan ulang
atau dijual ke pemulung. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos untuk
menyuburkan tanaman kebun. Tidak ada sampah yang terbuang (zero waste).
Menurut WHO (2006), 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor.
Menanam 5 pohon hanya mampu menyerap emisi CO2 yang dikeluarkan oleh 1
mobil! Dan, emisi per orang untuk menempuh tiap kilometer perjalanan dengan
mobil pribadi adalah 15 kali bus. Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi, beralih ke alat transportasi publik ramah lingkungan, car pooling, ajak
rekan-rekan searah, eco-driving. Beruntung jika bangunan dekat sekolah, pasar,
atau kantor, kita cukup naik sepeda atau berjalan kaki.
Kita dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan mulai dari rumah, sekolah,
hingga kantor secara praktis dan sederhana untuk membantu dan mendukung
terwujudnya bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, menginspirasi
penghuni dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, membantu menekan
biaya rumah tangga, mengurangi konsumsi sumber daya alam, mempromosikan
praktik lestari melalui peningkatan kesadartahuan penghuni, mempromosikan caracara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi
terbarukan.

Sumber :
http://www.propertykita.com/artikel/green_living/sekilas_apa_mengapa_green_building_di_indo
nesia-613.html

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/305601-seperti-apa-green-building-sesungguhnyahttp://www.alpensteel.com/component/content/article/46-102-energi-matahari--surya-solar/1802--pembangunan-green-building-yang-hemat-energi.pdf

Anda mungkin juga menyukai