Anda di halaman 1dari 49

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan Pasien


2.1.1. Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).
Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti
sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul,
pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan kejadian yang
tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).
2.1.2. Tujuan Keselamatan Pasien
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

Universitas Sumatera Utara

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat


c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya

program-program

pencegahan

sehingga

tidak

terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.


WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9
(sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih
dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh
RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit
baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien
tersebut adalah:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.

Universitas Sumatera Utara

2. Pastikan Identfikasi Pasien.


Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unitunit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial
dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi
para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada sat
serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah

Universitas Sumatera Utara

sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur
dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan
elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain
untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan
akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai

Universitas Sumatera Utara

home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,


penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa
agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang
bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang
salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara
detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV
yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya
adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan;
pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya
tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan
keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum
suntik sekali pakai yang aman.

Universitas Sumatera Utara

9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi


nosokomial
diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti
alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/
observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2.1.3. Tehnik Pemberian Obat
Perawat profesional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan
pemberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat
harus mengetahui tentang indikasi, dosis, dan cara pemberian obat dan efek
samping yang mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan (Priharjo, 1995).
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai
ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi,
maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini,
maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru
tentang obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat
tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada
prinsip lima benar yang meliputi: benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya,
benar cara pemberiannya dan benar waktu pemberiannya.
Perawat

mempunyai

peranan

dalam

melakukan

pengkajian

secara

berkelanjutan, perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang


farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengobservasi
keefektivitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan toksisitas (Priharjo, 1995).
Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk
diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon
klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif
jika membutuhkan pengobatan (http;//nersdora.multiply.com).
2.1.4. Identifikasi Pasien
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan
tentang

bukti-bukti

dari

seseorang

sehingga

kita

dapat

menetapkan

dan

mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain


bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan
identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain
(www.ranocenter.net).
Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan:
1. Mengenali secara fisik:

Universitas Sumatera Utara

a. Melihat wajah/fisik seseorang secara umum


b. Membandingkan seseorang dengan gambar/foto
2. Memperoleh keterangan pribadi antara lain
a. Nama
b. Alamat
c. Agama
d. Tempat/Tanggal lahir
e. Tanda tangan
f. Nama orang tua/Suami/Istri dsb.
3. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi,
dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP,
Pasport, SIM dsb.
Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan
menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu,
tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan
pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dsb.
Sebaiknya identifikasi pasien dilakukan sebelum pasien diperiksa/dirawat,
oleh karena itu sedapat mungkin keterangan-keterangan dapat diminta langsung
kepada pasien sendiri, tetapi bila tidak mungkin dapat dimintakan keterangan kepada
famili atau teman terdekat yang ada. Pengumpulan data identifikasi dirumah sakit
sebaiknya dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian formulir dan akan lebih

Universitas Sumatera Utara

baik bila didukung dengan keterangan-keterangan lain yang bersifat legal, misalnya
KTP, Pasport, SIM dsb (www.ranocenter.com).
2.1.5. Komunikasi Keperawatan
Komunikasi merupakan proses yang sangant khusus dan berarti dalam
berhubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (M. Jenny, 2003).
Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang
digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara organisasi

dan orang

berkomunikasi. Dasar model umum proses komunikasi terlihat pada gambar


dibawah ini, yang menunjukkan bahwa setiap komunikasi pasti ada pengirim
pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis maupun
non verbal.
Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal, dimana
komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan,
temperamen, dan tingkat stres pengirim pesan, sedangkan faktor eksternal
meliputi: keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua belah pihak
(pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan faktor
eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang ditentukan oleh lingkungan
eksternal yang ada.

Universitas Sumatera Utara

Faktor Internal
Komunikator
Faktor Eksternal

Tertulis
Pesan
Verbal
Non verbal
Faktor Internal
Komunikan
Faktor eksternal

Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis & Huston, 1998)


2.1.5.1. Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan
Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama
bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi (1) komun
ikasi saat timbang terima; (2) interview/anamnesis; (3) komunikasi melalui komputer;
(4) komunikasi rahasia pasien; (5) komunikasi melalui sentuhan; (6) komunikasi
dalam pendokumentasian; (7) komunikasi antara perawat dengan tim kesehatan
lainnya; (8) komunikasi antara perawat dan pasien.

Universitas Sumatera Utara

1. Komunikasi Saat Timbang Terima


Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang
kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan intervensi dan yang belum, serta
respons pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan
bersama dengan perawat lainnya, dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di
dekat pasien. Cara ini lebih efektif dari pada harus menghabiskan waktu orang lain
untuk membaca, dan membantu perawat dalam menerima timbang terima secara
nyata.
2. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara kepada pasien merupakan kegiatan yang selalu
dilakukan oleh perawat kepada pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan
(proses keperawatan). perawat melakukan anamnesis kepada pasien, keluarga, dokter
dan tim kerja lainnya.
3. Komunikasi Melalui Komputer
Komputer merupakan suatu alat komun ikasi cepat dan akurat pada
manajemen keperawatan saat ini. Penulisan data-data klien dalam komputer akan
mempermudah perawat lain dalam mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan
intervensi yang akurat. Melalui komputer, informasi-informasi terbaru dapat cepat
diperoleh dengan menggunakan internet, bila perawat mengalami kesul;itan dalam
menangani masalah klien.

Universitas Sumatera Utara

4. Komunikasi Tentang Kerahasiaan.


Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan menyerahkan rahasia
dan rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema
dalam menyimpan rahasia pasien, di satu sisi dia membutuhkan informasi dengan
menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di lain pihak dia harus
memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun.
5. Komunikasi Melalui Sentuhan
Komunikasi melalui sentuhan kepada pasien merupakan metode dalam
mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh
perawat juga dapat berguna sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan
depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil suatu keputusan. Tetapi
yang perlu dicatat dalam sentuhan tersebut adalah perbedaan jenis kelamin antara
perawat dan pasien, dalam situasi ini perlu adanya persetujuan.
6. Dokementasi Sebagai Alat Komunikasi.
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi
keperawatan dalam memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim
kesehatan lainnya, dan merupakan dokumen paten dalam penberian asuhan
keperawatan.
Menurut Nursalam (2002) kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan,
maka perawat dapat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Dalam
kenyataannya,

dengan

semakin

kompleksnya

pelayanan

keperawatan

dan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan


mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar.
Keterampilan

dokumentasi

yang

efektif

memungkinkan

perawat

untuk

mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya, dan menjelaskan apa yang


sudah, sedang dan akan dikerjakan perawat.
7. Komunikasi Perawat Dan Tim Kesehatan Lainnya.
Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar
perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain-lain.
Pengembangan

model

praktik

keperawatan

profesional

merupakan

sarana

peningkatan komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya.


2.1.6. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan
perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktifitas
yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang menggangu pasien.
Pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi (http://athearobiansyah.bogspot.com).

Universitas Sumatera Utara

Dalam pencapaian hasil terbaik bagi pasien diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerjasama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara
umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi:
1). Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, 2). Ahli bedah dan
asisten yang melakukan scub dan pembedahan, 3). Perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan
koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan
aktifitas selama pembedahan (http://athearobiansyah.bogspot.com).
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse
First Assistant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara
Amerika utara dan Eropa. Namun demikian praktikny di Indonesia masih belum
sepenuhnya tepat. Peran perawat RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan,
memberikan pemajanan didaerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan
pemberian hemostasis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan,
informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dabn perawat anastesi,
serta perawat bedah dan dokternya. Selain itu segala macam perkembangan yang
berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti
perdarahann, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit,

Universitas Sumatera Utara

syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan


dengan staff PACU.
2.1.7. Cairan Elektrolit Pekat (Consentrated)
Farmakope Indonesia (1995) menyebutkan, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu; (1) obat atau larutan atau
emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, (2) sediaan padat kering
atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan
larutan yang diperoleh setelah persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama dan
bentuknya, (3) sediaan mengandung satu atau lebih zat padat, pengencer atau bahan
tambahan lain, (4) sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal, (5) sediaan padat
kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
Cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial:
1. Siapkan peralatan meliputi:
a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril
b. Kapas alkohol
c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan
d. Air steril atau normal salin bila diperlukan
e. Kassa pengusap
f. Turniket untuk injeksi intravena

Universitas Sumatera Utara

g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan


2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah
akurat.
3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian
buka dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk ampul; pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak dibagian
kepala, jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat
turun ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril
letakkan diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda kemudian patahkan
leher ampul ke arah berlawanan dengan anda.
b. Untuk vial; bila perlu

campur larutan dengn memutar-mutar vial dalam

genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian


disinfeksi karet vial dengan kaapas alkohol 70%.
4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk obat dalam ampul; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup
jarum kemudian secara hati-hati masukkan jarum yang terpasang pada spuit
ke dalam ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila spuit akaan
digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.
b. Untuk obat dalam vial; pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum
dan tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara hati-hati
tusukkan jarum ditengah karet penutup vial lalu maasukkaan udara.
Pertahankan jarum tidak

menyentuh cairan obat sehingga udara tidak

Universitas Sumatera Utara

membuat gelembung. Pegang

vial sejajar dengan mata lalu

tarik obat

secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum
dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa.
c. Bila obat berbentuk (powder), bacalah cara penggunaannya. Obat injeksi
bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk
membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam
vial yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat yang tidak
diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang dibutuhkan
ke dalamnya, kemudian putar-putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila
obat merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut tentang tanggal
dicampur, banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan anda. Bila perlu
disimpan, baca cara penyimpanan nya sesuai yang dianjurkan oleh pabrik
farmasi.
d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat
harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara
mencampur obat dari dua vial adalah: masukkan udara secukupnya pada vial
A dan jaga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap
udara secukupnya lalu masukkan pada vial B, hisap cairan obat dari B sesuai
yang diperlukan kemudian cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusuk
kan pada vial A dan hisap cairan obat dari vial A sesuai yang diperlukan
berikutnya cabut spuit dari vial A.

Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Akurasi Pemberian Obat Pada pengalihan Pelayanan


Pada pemindahan pasien/penglihan pelayanan dari suatu ruangan ke ruangan
yang lain juga memerlukan tindakan pelaksanaan benar pasien yang terdiri dari
memeriksa kembali identitas pasien, mencocokkan nama pasien dengan nama
didalam rekam medis dan mencocokkan nama pasien yang tertera dalam etiket/lebel
obat dengan identitas pasien (http://www.inapatientsafety.persi.or.id).
2.1.9. Pemasangan Kateter dan NGT (Naso Gastric Tube)
2.1.9.1. Pemasangan Kateter
Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
personil dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Cara drainage urine

yang lain seperti: kateter kondom, kateter suprapubik,

kateterisasi selang seling (intermiten) dapat digunakan sebagai kateterisasi


menetap bila memungkinkan.
2.1.9.2 Tehnik Pemasangan Kateter
1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan
kebocoran dari samping kateter.
2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan, kain penutup duk, kain kasa dan anti
septik untuk desinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan.

Universitas Sumatera Utara

4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan
pada uretra.
2.1.9.3. Tindakan Pemasangan Kateter
Prosedur pemasangan (insersi), pencabutan, dan/atau penggantian kateter
urine. Sebelum pemasangan kateter, periksa untuk memastikan kateter akan dipasang
dengan alasan tepat.
2.1.9.4. Prosedur Pemasangan Kateter
a. Pastikan seluruh alat tersedia, kateter Indwelling steril dengan sistem drainase
kontiniu tertutup atau didesinfeksi tingkat tinggi atau kateter lurus steril dan
tempat pengumpulan urine yang bersih, semprit yang telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril untuk mengisibalon pada kateter indwelling, sepasang
sarung tangan steril

atau didesinfeksi tingkat tinggi, larutan anti septik

(khloriksidin glukonat 2% atau povidon iodine 10%), cunam dengan potongan


kain kasa (2x2 cm) atau kuas kapas besar, paket minyak pelumas sekali pakai,
sumber penerangan (lampu/senter) bila diperlukan, mangkuk untuk air hangat
bersih, sabun, dan tempat sampah tertutup untuk pembuangan benda-benda
terkontaminasi.
b. Sebelum memulai prosedur anjurkan pasien perempuan membuka labianya
dan bersihkan dengan hati-hati bagian uretra dan bagian dalam labianya,
anjurkan pasien laki-laki menarik kulupnya dan bersihkan dengan hati-hati
kepala penis dan kulup (bila pasien sadarr dan keadaan umumnya baik).

Universitas Sumatera Utara

c. Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan handuk
kering yang bersih atau dengan udara. Sebaagai alternatif agar tangan tidak
kelihatan kotor gunakan sekitar 1 sendok the, 5 ml larutan anti septik
berbahan dasar lkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan kuat
diantara jari-jemari sampai kering.
d. Kenakan sarung tanagan steril atatu yang telah didesinfeksi tingkat tinggi
pada kedua tangan.
e. Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik.
f. Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan (tangan yang dominan),
berdiri disebelah kanan pasien (dan disebelah kiri bila dominan bertangan
kiri)
g. Untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan
yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra sebanyak dua kali dengan
larutan antiseptik dengan menggunakan kuas kapas ataupun cunam dengan
potongan kain kasa.
h. Untuk pasien laki-laki, tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis
dengan tangan yang tidak dominan, kemudian bersihkan kepala penis dan
saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan
kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa.
i. Apabila pemasangan kateter lurus, genggam kateter sekitar 5 cm (2 inci) dari
ujung kateter dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada
tempat pengumpulan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

j. Untuk perempuan, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 5-8 cm atau


sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan 3 cm (1,5 inci).
k. Untuk laki-laki, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 18-22 cm (7-9
inci) atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan sekitar 5-8 cm.
l. Apabila memasang kateter indwelling, tekan lagi sekitar 5 cm (2 inci) setelah
urine keluar dan hubungkan kateter ke tabung pengumpulan urine jika tidak
memakai sistem tertutup.
m. Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar penolakan
terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada paha (untuk
perempuan) atau bagian bawah abdomen pada laki-laki.
n. Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urine keluar dengan perlahan
ke dalam kantung pengumpulan dan kemudian cabut kateter.
o. Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus. Apabila akan dibuang
masukkan kedalam kantong plastik atau kedalam kantong tahan bocor dan
tutup kantung sampah.
p. Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali, taruh pada
larutan klorin 0,5 % dan rendam selama 10 menit untuk dekontaminasi.
q. Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkan dan taruh keduanya dalam
plastik atau tempat sampah.
r. Cuci tangan dengan sabun dan air (atau gunakan larutan antiseptik berbahan
dasar alkohol tanpa air).

Universitas Sumatera Utara

2.1.9.5. Nasogastric Tube


Tindakan pemasangan selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu
memasukkan sebuah selang plastik (selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung,
melewati tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung (http://en.wikipedia.org).
2.1.9.6. Defenisi NGT:
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan
melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberi nutrisi dan
obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan,
cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi
dari lambung dengan cara disedot (http://dying.about.com/glossary/g/NG_tube.htm).
2.1.9.7. Tujuan dan Manfaat Tindakan
Nasogastic Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung
(cairan, udara, darah, racun)
2. Untuk memasukkan cairan (memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa sunstansi isi
lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anasthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi
pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi
lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anasthesia).

Universitas Sumatera Utara

2.1.9.8. Perencanaan Keperawatan Untuk Menghindari Beberapa Komplikasi


1. Komplikasi Mekanis
a) Agar sonde tidak tersumbat
Perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkaan
air atau the sedikitnya tiap 24 jam, bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti,
sonde harus harus dibersihkan setiaap 30 menit dengan menyemprotkan air atau
teh.
b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi
Sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plaster yang
baik tanpa menimbulkan posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat
tidur (+300).
2. Komplikasi Pulmonal aspirasi
a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna untuk mengontrol
letak sonde tepat lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung
sambil menyemprot udara melalui sonde.
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
a) Sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap
pasien) panjaangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung
sampai keujung distal sternum.
b) Sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung.

Universitas Sumatera Utara

c) Sonde harus diletakkan dengan sempurna di sayap hidung dengaan plaster yang
baik tanpa menimbulkan rasa sakit.
d) Perawat dan pasien harus ssetia kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah
masih tetap tidak berubah (tergeser).
2.1.9.9. Pemasangan NGT
Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui
nasoffaring klien kedalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang
memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam
lambung.
Pelaksanaan harus seorang profesional kesehatan yang berkompeten dalam
prosedur dan praktek dalam pekerjaannya. Pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan
untuk melakukan prosedur dengan aman adalah :
1. Anatomi dan fisiologi saluran gastri-intestinal bagian atas dan sistem
pernafasan.
2. Kehati-hatian

dalam

prosedur

pemasangan

dan

kebijaksanaan

penatalaksanaan NGT. Pengetahuan yang mendalam pada pasien (misalnya:


perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat membuat sulitnya pemasangan
NGT tersebut
2.1.9.10. Peralatan
1. Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
2. Pelumas/jelly
3. Spuit berujung kateter 60 ml

Universitas Sumatera Utara

4. Stetoskop
5. Lampu senter/pen light
6. Klem
7. Handuk kecil
8. Tissue
9. Spatel lidah
10. Sarung tangan dispossible
11. Plaster
12. Kidney tray
13. Bak instrumen
2.1.9.11. Langkah Pemasangan
a. Cuci tangan dan atur peralatan
b. Jika memungkinkan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
c. Identifikasi kebutuhan ukuran ngt klien
d. Bantu klien untuk posisi semifowler
e. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan
(atau sisi kiri bila bertangan dominan kiri)
f. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal, minta klien untuk bernafas melalui satu
lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yaang
lain, bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi
kapas.

Universitas Sumatera Utara

g. Tempatkan handuk mandi di atas dada klien, pertahankan tissue wajah dalam
jangkauan klien.
h. Gunakan sarung tangan
i. Tentukan panjang selangyang akan dimasukkan dan ditandai dengan plaster.
j. Ukur jarak dari lubang hidung ketelinga, dengaan menempatkaan ujung
melingkar slang pada daun telinga, lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke
tonjolan sternum, tandai lokasi tonjolan sternum disepanjang slaang dengan
plaster kecil.
k. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung
paling bersih, pada saat memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien
menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut.
l. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan
klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan.
m. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut
tanpa memaksa sat klien menelan, jika klien batuk atau slang menggulung
ditenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya, diantara
upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam.
n. Ketika tanda plaster pada slang mencaapai jalan masuk ke lubang hidung,
hentikan insersi slang dan peeriksa penempaatannya,

minta klien membuka

mulut untuk melihat slang. Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung,
tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan slang dan dorong udara

Universitas Sumatera Utara

sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi


slang.
o. Untuk mengamankan slang, gunting bagian tengah plaster sepanjang 2 inci,
sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inci plaster pada lubang hidung, lilitkan
salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plaster lilitan mengitari slang.
p. Plasterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat
digunakan untuk memfiksasi slang.
q. Kurangi manipulasi atatu merubah posisi klien sewaktu memasukkan ngt,
termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkancervical injuri karena
manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melakukan prosedur.
r. Stabilisasikan posisi kepala.
2.1.10. Alat Injeksi Sekali Pakai
2.1.10.1. Jarum Suntik
Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660,
meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada
tahun 1852, khususnya pada saat dikenalnya ampul gelas.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya
hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak
dapat diberikan secara subcutan, karena akan timbul rasa sakit dan iritasi.

Universitas Sumatera Utara

2.1.10.2. Persyaratan dalam Larutan Injeksi


Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
a. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada
dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan kimia dan sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi dan antarbahan obat dan
material dinding wadah.
2.1.10.3. Intravena
Merupakan larutan yang mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi
yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. larutan ini biasanya
isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan.
Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan dan partikel padat,
karena dapat menyumbat kaapiler dan menyebabkan kematian (www.blogpharmacy.co.cc)
HIV/AIDS merupakan dua kata yang memiliki arti berbeda. AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrom) adalah penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus tersebut diduga kuat berasal
dari virus kera di Afrika yang telah mengalami mutasi. Jika seseorang terjangkit virus
ini, maka tubuh manusia tidak mempunyai daya tahan, sehingga mudah diserang oleh

Universitas Sumatera Utara

berbagai macam penyakit. Dianggap mematikan karena penderita AIDS pada


umumnya terkena lebih dari satu penytakit (www.scribd.com)
Walaupun AIDS sangat mematikan, penularannya tidak semudah penularan
virus lain. Virus HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti jabat tangan,
pelukan, batuk, bersin, peralatan makan dan mandi. Virus HIV dapat masuk melalui
luka di kulit atau selaput lendir. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual,
tranfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui. (www.scribd.com).
2.1.11. Kebersihan Tangan
Praktik kesehatan dan kebersihan tangan (cuci tangan dan cuci tangan bedah)
dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menyingkirkan kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Hal ini tidak hanya terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan
melalui kontak dengan pasien dan lingkungan, tetapi juga sebagian besar organisme
tetap yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam (Panduan Pencegahan
Infeksi, 2004).
Larson (1995) dalam Panduan Pencegahan Infeksi (2004) menyebutkan
kesehatan

dan

kebersihan

tangan

secara

bermakna

mengurangi

jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta


meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien).
Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi
pedoman untuk praktik terbaik dalam hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan

Universitas Sumatera Utara

sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol
bergantung pada besarnya resiko konta dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin
versus pembedahan) atau tersedianya bahan.
2.1.11.1. Mencuci Tangan
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu flora residen dan flora transien. Flora adalah mikroorganisme yang
secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanisme, yang telah beradaptasi pada kehidupan ttangan manusia. Flora
transier yang juga disebut flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari jenis tempat
bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan
dengan gesekan mekanisme dan pencucian sabun dan detergen. Oleh karena itu cuci
tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.
Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan
tidakdapat digantikan dengan memakai sarung tangan.
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu:
1). Cuci tangan higynik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan
dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan
aseptik pafa pasien dengan menggunakan antiseptik. 3). Cuci tangan bedah (surgical

Universitas Sumatera Utara

hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan
sikat steril.
2.1.11.2. Sarana Cuci Tangan
Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir
tersebut atau bak penampung yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas
karena gesekan mekanisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak
menempel lagi dipermukaan kulit.
Sabun dan detergen bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat atau mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi
tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan
mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme.
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan
pada kulit dan selaput mukosa antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas
(Prawiroharjo, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manuasia
dengan lingkungannya yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Respon
ini bersifat pasif dan aktif (tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) sesuai
batasan, perilaku kesehatan dapat dirumuskan ssegala bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya (Sarwono, 1997).
Menurut Bloom dalam Notoadmojo (1993) perilaku dibagi 3 (tiga) domain yang
terdiri dari : domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga
domain ini diukur

dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.


Menurut Notoadmodjo (1993), unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia
terdiri dari :
1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan.
2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang
dilakukannya.
3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.
4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang
dirasakannya.

Universitas Sumatera Utara

Gibson (1997) mengatakan variabel yang mempengaruhi perilaku kerja terdiri


dari 3 variabel yaitu : variabel individu (terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar
belakang dan demografis), variabel psikologis (motivasi, persepsi, sikap kepribadian,
belajar), variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, struktur dan design kerja).

2.3. Pengetahuan (Knowledge)


Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt
Behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Notoadmodjo (1993), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

Universitas Sumatera Utara

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu objek
kedalam komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti menggambaarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan,
mengelompokkan dan lain sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis

menunjukkan

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Sikap (Attitude)


Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah
seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiaapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
2.4.1. Tingkatan sikap
Menurut Notoatdmojo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)

Universitas Sumatera Utara

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.


d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
adalah sikap yang paling tinggi.
2.4.2. Praktek Atau Tindakan Sikap
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior)
untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor
dukungan (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkatan pertama.
b. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan adalah
contoh indikator praktek tingkat dua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek
tingkat ketiga.
d. Adaptasi (adaptation)

Universitas Sumatera Utara

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya sendiri kebenaran tindakannya
tersebut.
2.5. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam
bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan
dan latihan. Menurut Garry Dessler, pelatihan memberikan pegawai baru atau
yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan
pekerjaan.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan
yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan
masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja,
prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri;
d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru
(Justine Sirait, 2006).

2.6. Rumah Sakit


2.6.1. Pengertian
Menurut Departemen Kesehatan RI (1972 ) yang dimaksud dengan Rumah
sakit adalah suatu kompleks atau ruangan yang di pergunakan untuk menampung dan
merawat orang yang sakit dan bersalin, kamar orang yang sakit berada dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

kamar yang khusus, seperti Rumah Sakit khusus, rumah bersalin, lembaga
masyarakat, kapal laut, dan lain-lain.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah
Sakit, menyatakan bahwa rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat di manfaatkan untuk
pendidikan tenaga kesehatan dan peneliti kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang
mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.
Pengertian Rumah Sakit yang modern sering disalah tafsirkan oleh sebagian
pihak sebagai gambaran sebuah Rumah Sakit yang gedung serta peralatan medis dan
peralatan umum lainnya (hardware) serba mutakhir dan mahal.
Pengertian ini sebelumnya tidak tepat. Istilah Rumah Sakit modern sebetulnya
ialah Rumah Sakit yang memakai pendekatan konsepsi dan pelaksanaan dengan
menggunakan dasar-dasar pemikiran dan manajemen pemikiran yang didasari atas
situasi dan kondisi yang ada dan dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dari
waktu ke waktu, harus selalu menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan
masyarakat.
Milton Roemer dan Friedman dalam buku Doctor in hospital (1971)
menyatakan bahwa Rumah Sakit setidaknya mempunyai lima fungsi :
1. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya.
Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah dan non bedah, harus tersedia. Pelayanan

Universitas Sumatera Utara

rawat inap ini juaga meliputi pelayanan keperawatn, gizi, farmasi, laboratorium,
radiologi, dan berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik lainnya.
2. Rumah Sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan
3. Rumah Sakit punya tugas melakukan pendidikan dan pelatihan
4. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan,
karena keberadaan pasien di Rumah Sakit merupakan modal dasar untuk
penelitian ini
5. Rumah Sakit juga punya tanggung jawab untuk program pencegahan dan
penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya.
2.6.2. Fungsi dan Jenis Rumah Sakit
Menurut SK Menkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman
organisasi Rumah Sakit, fungsi Rumah Sakit adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan medik
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik
c. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
Sesuai dengan perkembangan yang dialami, pada saat ini rumah sakit dapat
dibedakan atas beberapa jenis yaitu :
1. Menurut pemilik

Universitas Sumatera Utara

Jika ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dibedakan atas dua macam yakni rumah
sakit pemerintah (Government Hospital) dan rumah sakit swasta (Private
Hospital).
2. Menurut filosofi yang dianut
Jika ditinjau dari filosofi yang dianut, Rumah Sakit dapat dibedakan atas dua
macam yakni rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital)
dan rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).
3. Menurut pelayanan yang diberikan
Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, Rumah Sakit dapat
dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit umum (general hospital) serta
rumah sakit khusus (speciality hospital) jika hanya satu jenis yang
diselenggarakan.
4. Menurut lokasi Rumah Sakit
Jika ditinjau dari lokasinya, rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa macam
yang semuanya tergantung dari pembagian sistem pemerintahan yang dianut.
Misalnya rumah sakit pusat jika lokasinya di ibu kota negara, rumah sakit
provinsi jika lokasinya di ibu kota provinsi dan rumah sakit kabupaten jika
lokasinya di ibu kota kabupaten.
2.6.3. Pelayanan Rumah Sakit
Rumah Sakit yang merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan juga
merupakan suatu indikasi jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat, atau bangsa secara keseluruhan
untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan.
Dalam upaya menghasilkan proses dan keluaran pelayanan yang bermutu,
efektif dan efisien yang berorientasi pada kepentingan pasien, Depkes RI telah
menyusun kriteria- kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan
terutama dengan struktur dan proses pelayanan Rumah sakit. Kriteria kriteria
tersebut tertuang dalam bentuk standar pelayanan rumah sakit sebagai suatu nilai/
modul yang dijadikan dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah
sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmi pengetahuan dan
keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai yang di jiwai oleh etika profesi.
Standar pelayanan rumah sakit mencakup 20 pelayanan di rumah sakit sebagai
berikut : 1. Administrasi dan managemen, 2. pelayanan medis, 3. pelayanan gawat
darurat, 4. kamar operasi, 5. pelayanan intensif, 6. pelayanan perinatal resiko tinggi,
7. pelayanan keperawatan, 8. pelayanan anestesi, 9. pelayanan radiologi,
10. pelayanan farmasi, 11. pelayanan laboratorium, 12. pelayanan rehabilitasi medik,
13. pelayanan gizi, 14. rekam medik, 15. pengendalian infeksi di rumah sakit,
16. pelayanan sterilisasi sentral, 17. keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan
bencana alam, 18. pemeliharaan sarana, 19. pelayanan lain, 20. perpustakaan.
Pelayanan kesehatan tersebut disediakan rumah sakit dalam bentuk
pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu dan jam tertentu, rawat inap yaitu
pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

2.6.4. Pelayanaan Rawat Inap


Rawat inap sebagai salah satu pelayanan yang ada di rumah sakit, merupakan
bentuk perawatan dalam jangka waktu tertentu dimana pasien tinggal di rumah sakit.
Umenta (1989), menyebutkan bahwa sistem penginapan pasien adalah fungsi
rumah sakit, karena tanpa fasilitas ini rumah sakit tidak dapat membedakannya
dengan upaya kesehatan lainnya.Bangsal, kamar termasuk segala perabotan harus
memberi rasa nyaman bagi pasien, sehingga perawatan dan pengobatan dapat
terlaksana secara efisien.
Adapun rawat inap terdiri dari : (1) unit ruang perawatan umum, (2) unit
ruang perawatan penyakit dalam, (3) unit ruang peraawatan bedah, (4) unit ruang
perawatan obstetri dan ginekologi, (5) unit ruang peraawatan bayi, (6) unit ruang
perawatan pediatri (Kepmenkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992).
2.6.5. Pelayanan Perawatan Rawat Inap
Undang-Undang No. 23/92 tentang Kesehatan, bahwa profesi keperawatan
adalah merupakan profesi tersendiri yang setara dan mitra dari disiplin profesi
kesehatan lainnya. Dalam melakukan registrasi dan praktik keperawatan, perawat
diberi lisensi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 647/Menkes/SK/IV/2000
(Ismaini, 2001).
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan tau sesuai dengan lingkungan wewenang dan
tanggung jawabnya (Nursalam, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Standar praktik menurut PPNI yang dikutip Nursalam (2001) tersebut


dilaksanakan oleh perawat generalis maupun spesialis di seluruh tatanan pelayanan
kesehatan di rumah sakit, Puskesmas maupun tatanan pelayanan kesehatan lain
di masyarakat.
Praktik keperawatan menurut PPNI (Ali, 2002) adalah tindakan pemberian
asuhan keperawatan profesional baik secara mandiri maupun kolaborasi yang
disesuaikan dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan ilmu
keperawatan. praktik keperaawatan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Otonomi dalam pekerjaan
2. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
3. Pengambilan keputusan yang mandiri
4. Kolaborasi dengan disiplin lain
5. Pemberian pembelaan (advocacy) dan
6. Memfasilitasi kepentingan pasien.
Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan di mana dalam
menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan
yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai
otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode
etik dalam pekerjaan kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui
pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Aziz,
2004).

Universitas Sumatera Utara

Praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan


pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika,
biomedik, perilaku, sosial), dan ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan
pengkajian, diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan
dan evaluasi hasil-hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana
keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya (Kusnanto, 2004).
Profesi keperawatan merupakan salah satu profesi luhur dibidang kesehatan.
Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Committee on Nursing adalah
gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan
humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi perawat, kegiatan klinik, komunikasi dan
ilmu sosial (Aditama, 2003).
Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang
rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan,
pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan
kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab, dan kode etik profesi
keperawatan (Nursalam, 2001).
Sistem pelayanan perawat rawat inap terdiri dari (Kelompok Keperawatan
CHS, 1989) :
1. Masukan : yaitu perawat, pasien dan fasilitas perawatan

Universitas Sumatera Utara

2. Proses : yaitu intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi :


keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian
fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan.
3. Keluaran : yaitu berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan yang
terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-psiko-sosio-spiritual.
4. Sistem informasi manajemen dan pengendalian.
Sebagai pelayan profesional, keperawatan mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Scien E 1972; dalam PPNI 2001) : 1) Profesional, berbeda dengan amatir,
terikat dengan pekerjaan seumur hidup dan merupakan sumber penghasilan utama;
2) mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan
karier profesionalnya, dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap
terhadap kariernya; 3) memiliki kelompok ilmu pengetahuan yang mantap kokoh
serta keterampila khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama;
4) profesional mengambil keputusan demi kliennya berdasarkan aplikasi prinsipprinsip dan teori-teori; 5) berorientasi kepada pelayanan, menggunakan keahlian demi
kebutuhan klien ; 6) pelayanan yang diberikan kepada klien didasarkan kebutuhan
objektif klien ; 7) mengetahui apa yang baik untuk klien, dan mempunyai otonomi
dalam mempertimbangkan tindakannya ; 8) mempunyai kekuatan dan staatus dalam
bidang keahliannya, dan pengetahuan mereka dianggap khusus (http://www.
damandiri.or.id).
Dalam memberikan pelayanan menurut Ali (2002), perawat harus
melaksanakannya dengan :

Universitas Sumatera Utara

1. Disiplin
Mengikuti tata tertib, norma-norma, kode etik sesuai dengan disiplin ilmu yang
telah dikuasai.
2. Inovatif
Perawat harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berdasarkan kepada
iman dan taqwa (IMTAQ).
3. Rasional
Perawat harus berfikir dan bertindak secara rasional demi keselamatan pasien
yang dirawat.
4. Integrated
Perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim kesehatan lain,
pasien atau keluarga pasien berdasarkan azaz kemitraan.
5. Mampu dan mandiri
Perawat harus mampu dann kompeten.
6. Ugem
Perawat harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan sikap
optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil.
2.6.6. Fungsi Pelayanan Keperawatan Rawat Inap
Fungsi perawat menurut Aziz (2004) merupakan suatu pekerjaan yang
dilakukan sesuia dengan perannya. Fungsi tersebut dapat brubah dengan keadaan

Universitas Sumatera Utara

yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi
diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen.
a. Fungsi Independen
Fungsi Independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam mlkukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhn cairan

dan elektrolit, pemenuhan

kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan


kebutuhan keaamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta, pemenuhan
kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Fungsi

Dependen

merupakan

fungsi

perawat

dalam

melaksanakan

kegiatannya atas pesan dan instruksi dari perawat lain ataupun dari dokter. Sehingga
ssebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat kepada perawat umum, atau perawat yang fungsinya sebagai perawat
pelaksanan, juga dokter melimpahkan keperawat.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan
diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerja sama tim dalam pemberiaan pelayanan seperti dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada penderita yang memiliki penyakit

Universitas Sumatera Utara

kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga
dokter maupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan kerja
sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

2.7. Landasan Teoritis


Keperawatan adalah proses kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan (Gillies,
2000).
Ali (2002), menegaskan bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional
yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan
ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat.
Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu baik sakit maupun
sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan
kemampuan yang dimulai individu tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan
sehari-hari secara mandiri.
Perawat harus mempunyai pengetahuan, ketermpilan yang memadai tentang
bagaiman obat-obat disiapkan dan diberikan kepada pasien juga harus mampu
mengkaji efektivitas obat yang diberikan serta meendeteksi efek samping obat yang
mungkin terjadi (Priharjo, 1993).

Universitas Sumatera Utara

WHO Collaborating Centre for Patien Safety (2007) menerbitkan sembilan


solusi keselamatan pasien untuk mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit mendorong rumah sakit-rumah sakit
di Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamatan pasien rumah sakit. Pada
penelitian ini teori Gibson akan dijadikan landasan teori utama untuk mengkaji
hubungan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat yang berorientasi pada
keselamatan pasien.

2.8. Kerangka Konsep


Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitiaan maka dapat digambarkan
kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen

Praktik Keperawatan
Pengetahuan
Sikap
Keterampilan

Variabel Dependen
Keselamatan Pasien (Sembilan Solusi
Keselamatan Pasien)
Etika Pemberian Obat Terhadap Pasien
Identifikasi Pasien
Komunikasi Secara Benar Saat Serah
Terima Pasien
Tindakan Yang Tepat Terhadap Pasien
Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat
(concentrated)
Akurasi Pemberian Obat Pada Pasien
Pemasangan Kateter Dan NGT Yang Tepat
Terhadap Pasien
Penggunaan Alat Injeksi sekali Pakai
Terhadap Pasien
Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk
pencegahan infeksi Nosokomial
Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai